Diurnarii

By Yuke_neza

118K 6.1K 594

Sampai kapan seseorang bisa memegang komitmen, apabila berdiri di persimpangan antara yang benar dan yang dii... More

Opening
Kenapa Bukan Aku
Tempat Kejadian Peristiwa
Bukan Deadline
Tiba-tiba Dia Datang
Aku Tak Ingin Pulang
Kembali Pulang
Darimana Bayu Bisa Tahu
Redaktur Penguntit
Big Job
Mereka Harus Tahu
Makan Siang Bareng
Fact and Question
Kopi Pengakuan
Teman tanpa Perasaan
Aku Ingin Percaya
Cuma Itu
Apa Benar Mandala
Pemberitahuan
Pengumuman Giveaway
Mendadak Khawatir
Semuanya Janggal
Aku Tidak Bisa Bilang
Aku Nyaman
Mengulang Masa Lalu
Kamu Suka Padaku
Aku Tidak Main-Main
Kenapa Harus Aku
Bilang Saja
Tahu Jawabannya
Apa Kamu Yakin?
Entahlah, Nggak Tahu
Semua Tak Sama
Alasan Khawatir
Nggak Bisa Bohong
Malam Mencekam
Tak Bisa Dimaafkan
Tak Berdosa
Posesif
Ancaman Tak Terduga
Karena Aku Tahu
Aku Tak Akan Melarang
Kepulangan
Untuk Dia
Perlukah Diperjuangkan
Akhirnya Dia Kembali
Menikahlah
Demi Aku dan Kita

Senang Mengenalmu

2.2K 145 21
By Yuke_neza

Alooo jangan lupa klik bintang buat bantu vote Joanna, dan bikin Emaknya semangat nulis.

Terima kasih

Senyum simpul tak luntur dari bibir joanna kala berjalan sejajar dengan Mandala. Dia canggung pun malu-malu, sebab laki-laki yang biasa dipangil DL itu terkenal pendiam dan tertutup.

"Ada apa, Jo?" cecar Robby yang penasaran. Ketika Joanna dan Mandala yang baru saja keluar dari ruangan Bayu berhenti di dekat kubikelnya.

"Nih, big job kita bulan ini." Joanna menyerahkan map yang diberikan Bayu. Robby menerima map itu, membuka lalu membaca isinya sekilas.

"Ini serius? Nggak salah orang nih?" selidik Robby seraya berkerut kening. Dipandanginya joanna dan Mandala bergantian. " Lo juga Di?"

"Begitulah," jawab Mandala sembari mengedikkan bahu.

"Wah ini bakal keren, ditambah ada dia nih." Robby menunjuk sebaris nama yang tertera di lembar paling depan, halaman yang berisi nama-nama anggota tim dalam tugas mereka kali ini.

Joanna melongok, dibacanya nama yang diserukan Robby. "Jangan bilang lo ...," terka Joanna.

Robby tergelak, tak perlu diperjelas apa yang ada di pikiran Joanna, keduanya saling tahu apa yang ada di benak lawan bicara. Sedangkan Mandala mengusap tengkuk, dia tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan Joanna dan Robby.

"Lo tuh ya, sejak kapan mulai beraksi? Kok gue nggak tahu?" sergah Joanna yang jengkel melihat tawa Robby. Joanna sebal, kenapa dia tidak tahu, Robby sedang mendekati karyawati lain.

"Ya, gue pikir ... lo nggak mau tahu," jawab Robby enteng.

"Ayolah, Rob. Untuk apa nyembunyiin hal kayak gitu dari gue," rajuk joanna yang mulai marah.

"Kayaknya aku salah tempat dan waktu, kutunggu kalian di ruanganku saja," ucap Mandala sebelum berlalu meninggalkan kesalahpahaman Robby dan Joanna.

Joanna menarik napas dalam, mencoba netral menanggapi situasi tidak mengenakkan ini. Dia melototi Robby yang masih merasa tidak bersalah. "Lo kooperatif dong Rob, lihat! DL pergi, kita harusnya kerja sama."

Joanna melempar kesalahan pada Robby.

"Lah, lo sendiri yang ngajak ribut," tuduh Robby.

"Bodo! Gue mau nyusul DL." Joanna merebut map ditangan Robby dengan kasar. Dia mempercepat langkahnya, berusaha mengejar Mandala yang sudah hilang di balik pintu lift menuju lantai enam.

Robby memutar bola mata, dia tak heran lagi dengan sikap Joanna yang terkadang manja seperti itu. Mau tak mau, Robby harus membujuk dan memperbaiki keadaan sebelum Joanna lebih marah lagi. Kalau dipikir, Robby memang bersalah dalam hal ini, selama mereka dekat dia tak pernah menutupi apapun. Sebagai teman ataupun rekan, kalau ada masalah apapun itu, keduanya saling bertukar sudut pandang.

Robby menghampiri Joanna yang masih berdiri sambil mendekap map, menunggu lift kosong dengan terpaksa.

"Gue nggak ikut diskusi dulu. Ada urusan sama bagian pemasaran dan media cetak," ujar Robby yang berhenti sejenak saat melewati Joanna.

Yang diajak bicara hanya menjawab dengan geraman. Joanna marah pada Robby. Yang jadi pertanyaan di benak wanita itu adalah, untuk apa Robby tidak cerita kalau sedang mendekati perempuan lain? Joanna tahu kalau Robby suka gonta-ganti pacar. Di kantor tempat mereka bekerja, Robby sampai dijuluki tukang koleksi. Tak terhitung berapa karyawati yang pernah didekatinya, lalu ditinggalkan begitu saja kalau si perempuan sudah jatuh dalam pesona seorang Robby Nugroho.

Joanna masuk ke dalam lift saat pintunya terbuka. Robby memutuskan turun ke bagian pemasaran yang ada di lantai empat melewati tangga.

"Masih sepi, Di?" tanya Joanna saat duduk kursi paling ujung meja diskusi.

Ruang kerja yang ditempati Mandala terbilang luas, ada meja diskusi berbentuk oval di bagian tengah lengkap dengan beberapa kursi yang ditata mengitari meja. Didkung fasilitas penunjang berupa personal computer juga proyektor yang terletak di salah satu ujung meja. Tak ketinggalan meja kerja pribadi untuk Mandala di sudut lain ruangan tersebut. Menurut Joanna, penempatan meja kerja Mandala yang membelakangi pemandangan keluar jendela sangatlah tepat.

"Kita tunggu sebentar lagi, mungkin mereka masih sibuk. Mau minum apa?" tawar Mandala yang berniat memesan kopi. "Kalau mau aku pesanin sekalian,"

Joanna menggeleng seraya tersenyum.

"Bener?"

"Iya, aku lagi nggak pengen minum kopi. Asam lambung beberapa hari ini kurang bersahabat," tolak Joanna sopan.

"Oke. Bisa diterima," kata Mandala sambil mengetik pesan di aplikasi layanan antar yang sekarang sedang marak digunakan.

Mandala bangkit dari kursinya. Dia mendekat untuk menemani Joanna yang duduk di kursi diskusi. Karena di dalam ruangan hanya ada mereka berdua, Mandala memilih jaga jarak dengan posisi duduk agak jauh, terpisah oleh dua kursi kosong. Laki-laki itu memeras ide untuk memulai bahasan apa yang seharusnya dibicarakan dengan Joanna. Menurut penilaian obyektifnya sebagai laki-laki, Joanna itu berbeda dengan reporter wanita yang lain.

Sedari awal Mandala bekerja di Alpha TV dua tahun lalu, Joanna berhasil mencuri perhatiannya. Joanna Anggita, reporter wanita yang bisa dibilang senior, banyak yang membicarakan kedekatan wanita itu dengan rekan kerjanya, Robby Nugroho. Tetapi, mereka berdua tak pernah ambil pusing, gosip-gosip yang beredar bak angin lalu di telinga keduanya. Bahkan, kabar burung yang tidak mengenakkan itu tak berpengaruh pada relasi dan etos kerja tim. Profesiolisme Joanna dalam bekerja tak bisa diragukan lagi.

"Jo, boleh aku bilang sesuatu?"

"Apa?" jawab Joanna singkat sembari menulis konten yang sekiranya menarik untuk dibahas lebih dulu.

Ulang tahun stasiun TV adalah event besar yang melibatkan banyak pihak. Tugas mereka untuk mengusulkan konten dan melakukan promosi mengenai program khusus selama satu bulan ke depan. Joanna tak ingin hasilnya mengecewakan. Dia dan semua anggota timnya akan memberikan kontribusi terbaik.

"Aku kagum dengan ibu muda yang berdedikasi tinggi, juga loyal pada pekerjaannya. Sepertimu?" ujar Mandala yang berterus terang dengan sudut pandangnya.

"Kamu bisa aja, Di," elak Joanna malu-malu. Dia berhenti menulis namun menatap kertas penuh coretan di depannya. Angan Joanna berusaha memaknai kalimat yang diucapkan Mandala.

"Serius. Maksudku, bukan apa-apa. Di jaman sekarang ini, jarang sekali ada wanita yang mau berkarir di persaingan dunia kerja yang keras. Kebanyakan dari mereka, memilih jadi ibu dan istri bukan?" Mandala mengajak tukar pendapat dengan Joanna.

Joanna meletakkan pulpen di atas tumpukan kertas polio, tangannya bersidekap di atas meja dengan tatapan menerawang.

"Hal itu dipengaruhi banyak faktor Di, bukan masalah pilihan atau mau nggak mau?" sanggah Joanna mengemukakan pemikirannya sebagai wanita.

"Misalnya?"

"Untuk wanita yang memilih tinggal di rumah dan nggak bekerja, bisa karena memang sudah berkecukupan secara lahiriah. Atau tidak diperbolehkan bekerja oleh suaminya. Begitupun sebaliknya, ada banyak faktor yang menjadi penyebab, seorang wanita masih tetap bekerja setelah menikah," terang Joanna. Dia menatap Mandala sembari menopang dagu dengan satu tangan.

"Lalu, apa faktor itu juga yang menjadi ...." Mandala sengaja menggantung kalimat yang ingin disampaikan, karena dia tahu Joanna wanita pandai yang bisa mengartikan dengan mudah.

"Nggak juga!" sela Joanna.

"Sudah kuduga kamu akan menyanggah, Jo." Mandala tersenyum simpul melihat Joanna yang menolak disamakan dengan kebanyakan wanita.

"Kurasa, kita nggak perlu bahas masalah pribadi. Yang lain mana nih? sampai jam segini belum pada dateng?" Joanna mengalihkan pembicaraan seraya melihat jam tangan yang melingkar di tangan kirinya, sudah menunjukkan pukul 10.00.

"Oh ya, ke mana Robby. Nggak nyusul kemari dia?"

"Dia nggak bisa ikut. Ada proyek sama media cetak. Kamu tahukan kalau dia dapet tambahan dari sana?" tukas Joanna.

"Aku tahu. Maaf kalau obrolan tadi bikin kamu nggak nyaman," ujar Mandala antisipasi. Dia tak ingin membuat Joanna berprasangka buruk padanya.

"Biasa aja kali, Di." Joanna mengibaskan tangannya, sikap penegasan agar Mandala tak terlalu memikirkan obrolan tadi.

"Oke, aku tahu kamu memang beda dengan kebanyakan wanita." Mandala ingin mengatakan apa saja yang dia pikirkan tentang Joanna.

Sedari tadi, Mandala berulang kali mempertimbangkan perlu apa tidak mengutarakan kekagumannya pada Joanna. Sosok wanita tangguh, seorang reporter senior, istri, juga ibu dari seorang putri yang cantik.

"Kenapa bisa bilang gitu?" sergah Joanna. Wanita itu bukannya tersanjung dengan pujian yang disiratkan Mandala. Yang ada, dia malah mengkritisi pemikiran Mandala tentang dirinya.

"Nggak apa-apa," jawab Mandala singkat untuk menghindari pertanyaan kritis yang lain. Dia jadi tahu, membuat Joanna terbuka dengan orang lain bukanlah perkara mudah.

"Haiii kalian udah lama nunggu?" sapa seorang karyawati yang masuk ke ruangan Mandala diikuti beberapa anggota lain yang tergabung dalam tim mereka.

Obrolan antara Joanna dan Mandala pun terhenti, berganti dengan topik diskusi yang sudah diagendakan. Mandala tak melepas pandangan dari Joanna yang berdiri di depan proyektor sembari mempresentasikan apa yang harus mereka kerjakan.

"Personalitymu sangat menarik, Jo. Aku suka karakter wanita sepertimu."

~~~~~
Malam semuaaaa bagaimana kabarnya? semoga sehat selalu serta dilindungi oleh-Nya di manapun kita berada.

Mari sama-sama menyongsong tahun baru yang kurang dari seminggu lagi. Berharap bisa menjadi pribadi yang lebih baik dan berguna dari diri kita di masa lampau.

Merry Christmas untuk yang merayakan. 😊

Regards

Yuke Neza

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 17.4K 23
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
5.5K 738 23
"Lo itu sama kayak cabe. Pedes, tapi bikin nagih." -Celine Camelia Agatha. Siapa yang bisa menebak hati seseorang? Kata Celine, makan tanpa cabai itu...
4.3K 944 5
Larisa Dan Abimanyu memulai pernikahan mereka dari awal lagi. Setelah Abimanyu menggantikan sang kakak untuk menikahi Larisa, Dia pikir kehidupan aka...
5.9M 310K 58
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...