King Of Psychopath

By PuspitaRatnawati

8.5M 643K 43.4K

Senjata dan biola, dua benda yang cukup melekat pada dirinya. Dia memiliki dua reputasi yang cenderung bertol... More

The MACKENZIE
Stop Plagiarism!
PROLOG
KOP-01
KOP-02
KOP-03
KOP-04
KOP-05
KOP-06
KOP-07
KOP-08
KOP-09
KOP-10
KOP-11
KOP-12
KOP-13
KOP-14
KOP-15
KOP-16
KOP-17
KOP-18
KOP-19
KOP-20
KOP-21
KOP-22
KOP-23
KOP-24
KOP-25
KOP-26
BUKAN HASIL PLAGIAT!
KOP-27 (21+)
KOP-28
KOP-29
KOP-30
KOP-31
KOP-32
KOP-33
KOP-34
KOP-35
KOP-36
KOP-37
KOP-38
KOP-39
KOP-40
KOP-42
KOP-43
KOP-44
KOP-45
KOP-46
KOP-47
KOP-48
KOP-49
KOP-50
KOP-51
KOP-52
KOP-53
KOP-54
KOP-55
KOP-56
KOP-57
KOP-58
KOP-59
KOP-60
KOP-61
KOP-62
KOP-63
KOP-64
KOP-65
KOP-66
KOP-67
KOP-68
EPILOG
close PRE-ORDER
HASIL VOTE NEXT STORY
NEW STORY

KOP-41

91.9K 8.3K 418
By PuspitaRatnawati

Allard dan Harsha menunggu kepulangan Adexe dan Allcia diruang tamu. Waktu menunjukan pukul tujuh malam. Sambil menunggu, mereka saling mengobrol, bercanda atau Harsha sibuk bermain ponsel dan Alllard memperhatikan apa yang istrinya itu lakukan. Memastikan Harsha tidak macam-macam. Bahkan Harsha dilarang keras follow, followback dan memberi love pada postingan pria lain kecuali kerabat dan anak-anaknya. Bukan Allard Mackenzie namanya kalau tidak super posesif.

"Al, hastag AdexeAllcia kembali jadi trending. Lihat ini," gumam Harsha seraya menunjukan ponselnya pada Allard.

"Jadi mereka ke Times Square," ucap Allard.

Allard dan Harsha melihat-lihat hasil jepretan juga rekaman orang-orang saat Allcia dan Adexe di Times Square, sebuah cafe elite dan pantai.

"Apa mereka berkencan, Allard?" tanya Harsha.

Allard menggeleng, "Ku rasa tidak. Allcia pasti terpaksa dan ada yang perlu mereka bicarakan berdua."

"Bisa jadi," balas Harsha. "Siapa tahu katamu benar. Soalnya kan selama ini tebakanmu selalu tepat."

Panjang umur, biasanya itu yang dikatakan orang-orang saat orang yang kita bicarakan muncul atau datang. Allcia dan Adexe baru saja melangkah masuk ke mansion. Allcia tampak memeluk tubuhnya sendiri, tubuhnya basah kuyup, jaket Adexe yang besar darinya juga dia pakai. Sedangkan Adexe mengenakan kaus dan ia juga basah kuyup. Harsha beranjak dan menghampiri mereka.

"Ya Tuhan, kenapa kalian basah begini?" tanya Harsha.

Allcia melirik Adexe sekilas, "Ini.. gara-gara dia, Mom."

Adexe melirik Allcia, "Ya, Mrs. Mackenzie. Aku menariknya ke air pantai. Kalau dia tidak mendorongku, maka kami tidak akan sebasah ini."

Allcia kembali melihat Adexe dan menghela nafas, "Aku kesal karena dia tiba-tiba menarikku ke air. Aku refleks mendorongnya, jadi dia tercebur. Dan dia.. membalasnya."

"Kau yang mulai, Allcia. Sebenarnya aku hanya mau main air saja denganmu," balas Adexe.

"Kau yang mulai! Bukan aku! Sama saja namanya main air ya basah!" balas Allcia lebih kesal.

Adexe dan Allcia saling melempar tatapan seraya menyipitkan mata. Ekspresi Allcia yang kesal, Adexe tampak biasa saja. Adexe mencoba untuk tidak tertawa. Sungguh, Allcia terlihat menggemaskan ketika kesal.

"Anak-anak, sudah bertatapannya?" tanya Harsha. Harsha memutar bola matanya, mereka tidak mendengar ucapannya.

Dia yang salah, tapi menyalahkanku. Menyebalkan, batin Allcia.

Mengapa ada makhluk semenggemaskan dia? Aku jadi semakin betah, batin Adexe.

Adexe akhirnya tertawa. Ia tidak bisa lama-lama menahan tawanya. Selain tampang kesal, gadis disampingnya semakin lucu mengenakan jaketnya yang kebesaran untuk gadis itu. Jaket itu satu-satunya yang tidak basah, sebab Adexe melepas jaketnya sebelum menarik Allcia ke air pantai.

"Jangan tertawa ya!" kata Allcia seraya mengacungkan jari telunjuknya.

"Terserah aku," balas Adexe.

"Sudah.. sudah!" ucap Harsha yang menghentikan pertengkaran kecil mereka.

Allcia beralih menatap Allard yang masih duduk disofa ruang tamu seraya memperhatikannya.

"Daddy, kenapa diam saja?" tanya Allcia.

"Adexe, apa itu pasir?" tanya Harsha dengan sedikit mengerutkan kening ketika melihat toples kaca yang Adexe pegang.

Adexe mengangkat tangannya, melihat toples itu sambil tersenyum. "Ya, ini pasir pantai. Aku akan menyimpannya dikamarku," katanya.

"Kenapa kau menyimpannya?" tanya Harsha.

"Tanya saja putrimu, Mrs. Mackenzie. Dia tahu alasannya," Adexe melirik Allcia.

Bedebah, rutuk Allcia dalam hati.

Allcia dan Harsha terkejut, Adexe tiba-tiba saja menarik jaket yang Allcia pakai ke atas dengan menarik penutup kepala jaketnya. Hal itu membuat kepala Allcia tidak terlihat. Lalu Adexe memegang pundak Allcia dan membuatnya setengah berputar.

"ADEXE!!!" pekik Allcia saat tubuhnya berputar.

"Dasar kurus! Cepat sana mandi!" kata Adexe lalu melepas pegangannya dari penutup jaket, lalu melenggang pergi.

Allcia menurunkan jaketnya dan menghela nafas lega, ia kembali bisa menghirup udara bebas. Adexe benar-benar jahil.

"Kemana anak itu heh?!" Allcia mengedarkan pandangannya dan melihat Adexe yang hampir dekat ke lift.

"MENYEBALKAN!" teriak Allcia.

Allard dan Harsha pun tertawa, membuat Allcia berkacak pinggang.

"Kalian tertawa saat melihat putri kalian ini dianiaya?" tanya Allcia.

Harsha mengusap kepala Allcia, "Uhh, sayang."

"Aku mau mandi," Allcia mencebik dan melangkah pergi.

Harsha menggelengkan kepalanya heran. Entah kenapa ia senang melihat Allcia dan Adexe seakur itu.

"Allard, mereka memang akur atau hanya kebetulan saja?" tanya Harsha.

"Sesuatu bisa membuat batasan yang ada tertepis. Yang jauh, bisa dekat. Mungkin itu yang terjadi diantara mereka," gumam Allard.

"Kau setuju kalau mereka menjalin hubungan?" tanya Harsha.

Allard menggeleng, ia pikir tidak semudah itu menyetujuinya setelah apa yang Adexe lakukan. Walaupun Adexe sudah minta maaf dan berjanji, Allard belum yakin. Allard terlalu mencintai putri semata wayangnya.

Adexe menaruh toples kacanya di atas nakas, lalu ia bergegas ke kamar mandi. Sepuluh menit kemudian Adexe keluar hanya mengenakan towel yang melingkar di pinggulnya. Ia bergegas ke walk in closet, menyemprotkan farfum disekitar badannya lalu memilih pakaian dan memakainya. Ia lakukan itu dengan cepat. Terakhir yang ia lakukan sebelum pergi adalah mengambil sweater dilemari. Saat Adexe menuruni tangga kamarnya, Enrico masuk dengan seorang pelayan wanita. Pelayan yang ditugaskan untuk menjaga Enrico. Pelayan itu menunggu dilantai satu kamar sambil memperhatikan Enrico yang menghampiri Adexe ditangga.

"Daddy, mau kemana? Rapih sekali," kata Enrico.

Adexe mengangkat Enrico dan membuatnya duduk di pundaknya. Adexe memegang erat tangan mungil putranya.

"Daddy, mau pergi sebentar," kata Adexe sambil menuruni tangga.

"Kemana?" tanya Enrico.

"Ke suatu tempat, sayang. Daddy bawakan cupcake kesukaanmu saat pulang nanti. Okay?" ucap Adexe.

"HURRY!!! Okay, Daddy!" jawab Enrico dengan semangat.

Adexe berhenti sejenak di depan pelayan wanita itu, ia menyuruhnya untuk menyampaikan pesannya kepada koki dan para pelayan untuk membuat menu makan malam. Pelayan itu mengerti dan Adexe melenggang pergi bersama Enrico. Adexe sampai di lantai satu mansion, ia mengedarkan pandangannya. Dimana Allard dan Harsha?

"Sam!" panggil Adexe.

Tidak lama Sam berlari kecil ke tuannya, Adexe Leopold. "Ya, Tuan," katanya.

"Dimana Mr and Mrs. Mackenzie?" tanya Adexe.

"Dia ada di teras belakang, Tuan."

"Nanti kalau makan malam sudah siap, antar mereka ke ruang makan. Layani mereka dengan baik. Oh ya, layani putraku ini juga Mommynya," Adexe tersenyum.

"Yay! Makan malam bersama grandpa, grandma dan Mommy!" seru Enrico.

Sam tersenyum, "Baik, Tuan."

Adexe menuju tangga berkarpet biru, akses ke kamar Allcia.

"Daddy, kenapa kamar Mommy jauh? Kenapa Mom tidak sekamar dengan Daddy?" tanya Enrico.

"Tidak apa-apa, sayang. Mom juga tidur dengan Daddy kok," jawab Adexe.

"En boleh tidur dengan kalian malam ini, Daddy?" tanya Enrico lagi.

Tidak malam ini, besok dan mungkin juga lusa. Allcia akan pergi, batin Adexe.

"Boleh," jawab Adexe untuk menenangkan hati putranya.

Enrico berseru riang. Akhirnya mereka sampai dikamar Allcia. Sepertinya Allcia ada dikamar mandi. Adexe mengangkat Enrico dari pundaknya, lalu menurunkannya dilantai.

"Mommy masih mandi," kata Adexe.

"Mandi lagi? Malam-malam begini kenapa Mommy mandi, Dad?" tanya Enrico dengan wajah polosnya.

Adexe tertawa dan menunjukan jam tangannya kepada Enrico, "Lihat, jam tujuh lewat tiga puluh lima menit. Masih sore, sayang."

"Sore?" Enrico mengernyit.

Enrico berlari ke balkon kamar, ia menatap langit dan memanggil Ayahnya. Adexe menghampirinya.

"Daddy, lihat! Langitnya sudah hitam, gelap. Sudah malam, Daddy. Lihat! Ada bulan dan bintang," Enrico menunjuk langit dengan jari telunjuknya.

Adexe mengangguk, "Okay.. okay. Sudah malam. Bulan dan bintangnya bagus ya?"

Enrico mengangguk. Adexe duduk disofa yang ada dibalkon, Enrico mengikutinya. Ayah dan anak itu mendongak untuk menyaksikan bulan dan bintang yang berkelap kelip.

"Kalau Daddy bisa mengambil bulan dan bintang, sejak dulu Daddy sudah memberikannya untukmu," gumam Adexe.

Enrico menggeleng, "Tidak mau. Aku hanya ingin Mommy. Mom yang selalu bersama En."

Adexe menoleh padanya.

"Dad, mom selamanya akan bersama kita kan? Mom tidak akan pergi-pergi lagi? Tidak akan sibuk lagi?" tanya Enrico.

Allcia yang mengenakan jubah mandi dan handuk yang membungkus rambutnya tercekat mendengar pertanyaan Enrico. Gadis itu mendengar pembicaraan Ayah dan anak itu dari dalam kamar. Terdengar tidak ada percakapan lagi. Adexe diam menatap Enrico yang menunggu jawabannya.

"Kalian ada disini?" Suara Allcia mengalihkan perhatian.

Enrico menoleh dan berlari mendekati Allcia. Ia memeluk kaki Allcia dan mendongak untuk melihat wajah Allcia.

"Hi, Mommy!" ucap Enrico.

Allcia mengelus rambut bocah itu, "Hello."

Adexe berdiri, "Aku mau pergi keluar sebentar. Tolong, jaga Enrico."

"Okay," balas Allcia.

"Nanti ajak orangtuamu makan malam. Aku sudah menyuruh Sam dan para pelayan untuk melayani mereka dengan baik," gumam Adexe.

"Terimakasih," Allcia tersenyum tipis.

Adexe mencubit pipi Enrico dengan pelan dan melenggang pergi. Enrico melambaikan tangannya, bilang kepada Adexe untuk berhati-hati dan cepat kembali. Allcia menatap punggung Adexe yang berlalu, dia teringat dengan masa lalu pria itu dan pertanyaan yang Enrico lontarkan tadi.

• • ❤ • •

Adexe sampai dirumah sakit. Ya, dia pergi kesana untuk melihat Damario. Adexe bergegas ke ruang perawatan yang lebih jauh dari kebanyakan pasien. Letaknya di lantai tiga dibagian lorong yang tersembunyi. Tempatnya sangat sepi. Adexe melihat Fabio dan Yenddi diluar ruangan, mereka tengah duduk. Melihat Adexe datang, Fabio dan Yenddi berdiri.

"Bagaimana kondisi bedebah itu?" tanya Adexe.

"Dia kritis, Tuan," jawab Fabio.

"Yenddi, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Adexe pada petugas itu.

Yenddi menghela nafas, "Seperti yang aku katakan padamu, Tuan. Dia mencoba kabur. Aku akui aku ceroboh. Ampuni aku, Tuan."

Adexe diam, namun mata tajamnya seperti mengatakan sesuatu.

"Kepalaku saat itu sangat sakit dan tidak fokus," gumam Yenddi.

Yenddi menceritakan kejadian di black room. Adexe menyimaknya sampai dimana Yenddi menusuk tangan Damario. Ternyata darah itu yang dilihat Allcia.

"Allcia melihat darahnya keluar dari black room," kata Adexe.

Fabio terkejut, "Nyonya melihatnya?"

"Dia begitu shock. Untungnya aku datang disaat yang tepat, sehingga Allard dan Harsha tidak tahu. Tapi aku yakin suatu saat dia akan mencari tahu tentang black room," kata Adexe.

"Lalu setelah ini apa yang harus kita lakukan, Tuan?" tanya Yenddi.

Adexe tampak berpikir, "Sekarang aku tidak ada dimansion dan mungkin dia akan pergi. Dia bisa kapanpun memberitahu soal itu pada Ayah dan Ibunya. Kalian tahu kan bagaimana Allard? Saat ini aku juga sedang menjaga kepercayaan pria tua itu. Jika Allard tahu, dia akan melakukan banyak cara untuk mencari tahu."

Fabio dan Yenddi ikut berpikir.

"Tuan, bagaimana jika Damario pindah ke tempat lain?" usul Yenddi.

Adexe mengangkat satu alisnya, "Itu mudah. Sekarang yang aku pikirkan soal black room."

"Tuan, bagaimana jika black room yang dipindahkan?" usul Fabio.

"Tepat sekali. Itu yang ada dibenakku," sambar Adexe. "Mulai malam ini black room harus diubah."

Pembicaraan serius pun semakin mengental. Adexe akan memerintahkan beberapa orangnya untuk membereskan black room mulai malam ini dengan Fabio yang mengawasi. Barang-barang black room sementara dipindahkan ke gudang lantai bawah tanah, tepatnya dibelakang mansion. Ada salah satu dinding yang sebenarnya adalah pintu masuk ruang bawah tanah itu, ruangan yang ditempati barang-barang tidak terpakai. Black room akan dibuat seperti layaknya gudang, barang-barang tidak terpakai itulah yang mengisi black room. Adexe membuat rencana itu semata-mata untuk berjaga-jaga saja. Sedangkan Yenddi mengawasi Damario dirumah sakit, Adexe akan mengerahkan tiga pengawalnya untuk menemani Yenddi.

• •❤• •

Pemandangan malam hari ini sayang untuk dilewatkan. Allard, Harsha, Allcia dan Enrico ada diteras lantai dua mansion. Angin yang terus berhembus membuat mereka merapatkan tubuh mereka. Mereka duduk disofa dengan perapian berada ditengah-tengah, cukup memberikan kehangatan. Allard duduk berdua dengan Harsha seraya merangkulnya, Allcia duduk berhadapan dengan orangtuanya sambil memangku Enrico yang sudah terlelap. Anak itu ketiduran karena udaranya sejuk dan nyaman berada dipangkuan Allcia, gadis yang diklaim sebagai ibunya.

"Kapan anak itu pulang?" tanya Allard.

Allcia menggeleng, "Tidak tahu, Dad. Dia tidak bilang mau kemana, ada urusan apa."

"Tentu saja. Dia pikir kau tidak berhak tahu, karena kau bukan siapa-siapanya," celetuk Allard.

Mendengar perkataan Allard, membuat Allcia ingat ucapan Adexe saat dipantai.

"Itu kan katamu. Harus berapa kali aku tegaskan kalau kau segalanya untukku? Sejak lama aku menganggapmu gadisku."

"Sabar sedikit lagi, Allard," kata Harsha.

Allard menghela nafas, "Aku tidak mau membuang-buang waktu hanya untuk menunggunya."

Saat Harsha menoleh ke arah pintu teras, ia terkejut melihat Adexe sudah berdiri disana. Allard dan Allcia mengikuti arah tatapan Harsha. Adexe berdiri diambang pintu, ia menenteng tas belanja berukuran sedang dengan gambar cupcake diluarnya.

"Aku ada disini sekarang," gumam Adexe.

Adexe berjalan menghampiri Allcia, ia menatap Enrico yang terlelap dalam dekapan dan pangkuan Allcia. Ia juga menatap cara Allcia mengelus-ngelus belakang kepala Enrico, gerakannya pelan.

"Dia tadinya menunggumu, tidak sabar memakan cupcake. Tapi dia ketiduran. Aku mau memindahkannya ke kamar, tapi takut membangunkannya," gumam Allcia.

Adexe tersenyum, "Tidak apa-apa. Terimakasih sudah menjaga Enrico. Sini, aku yang akan memindahkannya."

Adexe mengangkat tubuh Enrico dan menggendongnya. Enrico menggerakan tubuhnya dan membuka matanya, dengan cepat Adexe menepuk pelan pundak Enrico beberapa kali dan mengelus pundaknya. Enrico melingkarkan tangannya di tengkuk Adexe dan menyandarkan kepalanya dipundak Adexe, ia kembali terlelap. Kemudian Adexe melenggang pergi.

"Dia mirip denganmu. Kau pernah lakukan itu pada anak-anakmu," kata Harsha.

Allard mendengus, "Jangan sama-samakan aku dengannya ya? Bedanya sangat jauh."

"Jauh apanya? Beda tipis, Allard. Kalian sama-sama licik dan misterius. Pertama kali aku mengenalmu, kau jahat. Tapi kemudian berubah jadi pria idaman," balas Harsha.

"Jadi maksudmu Adexe termasuk pria idaman begitu?" balas Allard.

Harsha melirik Allcia, "Apa Mom menyebut nama Adexe tadi?"

Allcia tersenyum, "Tidak, Mom."

Harsha melirik Allard, "Kau dengar itu, suamiku? Tapi.. Adexe masuk ke tipe pria idaman sih. Lihat bagaimana dia mengurus Enrico, Daddy goals."

Allard mengangkat satu alisnya, "Apapun itu, dia tidak akan mengalahkan posisiku sebagai future husband dan daddy goals."

Harsha lantas tertawa menanggapinya. Berbeda dengan Allcia, sejak tadi dia diam. Allcia tampak gelisah. Adexe pun kembali ke teras mansion, membuat jantung Allcia semakin berdetak kencang. Adexe duduk di samping Allcia, tidak sedekat biasanya, ia berjaga jarak di depan Allard dan Harsha.

"Kalian sudah makan malam kan?" tanya Adexe kepada mereka bertiga.

"Sudah, Adexe," jawab Harsha dengan senyumnya.

"Hum.. bagaimana pelayanannya? Baik? Katakan bila ada yang kurang," kata Adexe.

Harsha menggeleng, "Tidak, tidak ada. Pelayanan disini sangat baik. Terimkasih."

"Harusnya aku yang berterimakasih, Mr dan Mrs. Mackenzie mau lama-lama disini," kata Adexe.

"Kami tidak mau terus merepotkanmu, Tn. Leopold. Jadi malam ini juga Allcia harus memberi keputusannya agar aku dan istriku juga mengambil keputusan," timpal Allard dengan dingin.

Adexe menoleh pada Allcia. Siap tidak siap, mau tidak mau, Adexe harus menerima apapun keputusan gadis itu. Ia sudah mau mengalah dengan menepikan egonya, demi Allcia dan orangtuanya.

"Jadi apa keputusanmu, Allcia?" tanya Allard.

Allcia menatap Ayahnya, Allard bisa lihat ada ketakutan dimatanya.

"Bertahan atau pergi?" Pertanyaan yang Adexe lontarkan seperti menampar Allcia, entah mengapa rasanya tidak enak saat Adexe mengucapkan itu.

Allcia menoleh dan menatap Adexe cukup lama. Awalnya dia sudah punya keputusan yang ia genggam erat-erat. Tapi sekarang rasanya genggaman itu melemah dan dilema akan dua keputusan.

Bertahan atau pergi?

****

Note :

Guys, aku bukan tipe penulis yang cepet update. Aku disini kadang terjebak sama urusan lain, kondisi fisik, ide dan mood. Ngontrol mood itu juga ada kesulitan loh :), lebih sulit daripada mencari ide. Yang sudah ngikutin aku dari masa Two Owners pasti tau banget aku kayak gimana. Lama update, tapi berusaha menghasilkan kisah yang mengena dihati kalian.

Jika ada kekurangannya, beri saran yang membangun. Percuma mengkritik, tapi tidak beri saran yang membangun. Justru menjatuhkan. Gunakan bahasa yang baik. Karena perkataan lebih menyakitkan daripada dicelakai. Caramu berbicara menggambarkan sifatmu. Apa yang keluar dari bibirmu adalah hasil dari apa yang ada di kepalamu. Orang yang pandai tak akan pernah berkata tanpa berpikir terlebih dahulu. Menulis itu tidak semudah apa yang kalian pikirkan. Terimakasih :)

****

Instagram Adexe Leopold | Roleplayer
@leopoldboss

Bisa berinteraksi via komentar atau DM
• Mengenal sosok Adexe lebih dekat

Instagram penulis & The MACKENZIE'S
@puspita_ratnawati
@mkzie_series

Bisa tanya atau bilang apapun, dibalas kalau menurutku bisa atau layak dijawab.
• Suka buka Q & A via insta story
• Live IG
• Terima Live bareng secara random

*****

👉 Please give me vote and comment👈

PuspitaRatnawati

27 November 2018

*_ _NEXT TO PART 42_ _*

Continue Reading

You'll Also Like

875 461 63
⚠️ SEBELUM MEMBACA SEBAIKNYA FOLLOW DULU ⚠️ ------------ "𝚐𝚞𝚎 𝚐𝚊𝚔 𝚊𝚍𝚊 𝚙𝚒𝚕𝚒𝚑𝚊𝚗 𝚜𝚎𝚕𝚊𝚒𝚗 𝚋𝚎𝚛𝚙𝚒𝚓𝚊𝚔 𝚍𝚒𝚊𝚝𝚊𝚜 𝚖𝚊𝚢𝚊𝚍 �...
1.1M 17.1K 7
PINDAH KE DREAME "If loving you is a sin, then let me be guilty." (Jika mencintaimu adalah suatu kesalahan, maka biarlah aku bersalah.) Rank 6 dalam...
63.7K 3.9K 15
(SEMI MATURE⚠️) Hyerin adalah tipe gadis yang memikirkan masa depan. Dia menata sedemikian rupa setiap detail rencana yang akan ia lakukan kedepan. ...
2.3M 109K 53
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞