ALARIX ( SUDAH TERBIT )

By Nilamunasari

3.5M 26.8K 1.5K

SEBAGIAN CERITA DIPRIVAT, FOLLOW DULU BARU BISA BACA!! Alarix pindah dreame yaa, bisa langsung cari dengan na... More

PERKENALAN
Tiba-tiba
Mengalir begitu saja
Mengenal Rasa
Perlahan
Adik kelas
SPECIAL CHAT
New Story! Cek-cek!
Cek-cek lagi!!
Pengumuman-pengumuman
VOTE COVER
Banner Alarix!!
PO ALARIX!
OPEN PRE ORDER ALARIX!
New Story🦭
GRATIS!!

Atas Hadirnya

63.1K 2.9K 87
By Nilamunasari

Ada yang memang dipaksa hadir. Ketika akhirnya paham bahwa sebuah paksaan dapat menghantarkan pada kenyamanan.
Agar sang sunyi menghilang diganti dengan tenang yang ramai.

***

"Gue bisa pulang sendiri," seru Karin sepanjang perjalanan menuju parkiran.

Entahlah pembicaraan mereka yang terlalu nyaring, ataukah memang bersanding dengan seorang Alarix menjadikan Karin sebagai pusat perhatian.

Ketika setiap langkah yang dilaluinya bersama Raka, ada tatapan tajam dari banyak mata yang melihatnya, juga bisikan-bisikan yang tak pandai Karin beritahukan perihal keadaan-nya.

"Lo lupa perjanjian kita?" tanya Raka tenang. Tenang yang sanggup mendebarkan lawan bicaranya.

Karin terdiam untuk sesaat memikirkan sebab akibat yang akan diterimanya, untuk kemudian melanjutkan. "Lagian mau kemana sih. Gue capek, pulang sekolah harus pergi lagi." gerutunya kesal.

Raka tidak menjawab, digantikan dengan menyerahkan satu buah helm kepada gadis dihadapannya, ketika keduanya baru saja tiba diparkiran.

Karin sempat bingung untuk sesaat, pasalnya tadi pagi Raka datang dengan satu buah helm. Dan tiba-tiba saja siang ini ada satu helm lagi untuknya.

Tapi berusaha Karin tepis rasa ingin tahunya, bersamaan dengan suara mengintimidasi dari Raka. "Naik!" ujarnya.

Akhirnya suara penuh penekanan itu membuat Karin menuruti permintaan sang pentolan tersebut. Dengan menaiki ninja tinggi itu, membuat Karin harus merengkuhkan lengannya dipinggang milik Raka, sama seperti ia menaiki motor bersama Richard.

"Mau kemana sih?" tanya Karin lagi, disela-sela perjalanan.

Tanpa jawaban. Sebab Raka menderu motornya laju, seakan kehadiran Karin di jok penumpang tidak ada artinya.

Nyaringnya deru mesin Raka membuat pertanyaan Karin tidak digubris sedikitpun. Pasalnya ini sudah sore, Karin takut Tante Sisca akan mencarinya.

Akhirnya untuk yang kedua kalinya, Karin bertanya seraya memukul pundak Raka kasar. Toh sejak tadi pertanyannya tak dijawab.

"Apa sih!" seru Raka gusar.

"Gue tanya mau kemana?" kata Karin sedikit lebih nyaring.

"Ikut aja. Nanya lagi lo, gue tinggal disini." Ancamnya brutal.

Hal tersebut sukses membuat Karin membungkam mulutnya. Dengan tangan-nya ia lepaskan dari pinggang Raka seraya memegang sanggahan belakang ninja tersebut. Karin terlanjur tidak peduli. Meskipun kini ia terlihat norak disana.

     Sementara Raka, dari spionnya. Gadis yang tengah manyun dibelakang pundaknya adalah seseorang yang tiba-tiba saja mampu membuatnya mengulum tawa. Hanya karena gerutuan sebal milik sang gadis.

Raka menggeleng kuat, dia sudah benar-benar hilang kesadaran.

***

     Pintu dan jendela berwarna gelap yang menjadi tempat persinggahan mereka setelah menempuh perjalanan hampir tiga puluh menit, membuat Karin bergidik ngeri. Rumah menyeramkan itu menjadi hal pertama yang menyambutnya.

Pasalnya rumah itu seperti tak berpenghuni. Terlebih lagi ketika Raka memarkirkan motornya tepat didepan pintu tersebut. Dan meminta Karin untuk segera mengikutinya masuk kedalam rumah itu.

Hal pertama yang menjadi ketakutan Karin adalah kalau sampai Raka berniat buruk kepadanya, atau bahkan melakukan hal yang tidak pantas terhadapnya. Jadi tetap berdiri mematung adalah pilihan pertama Karin.

     "Ayo masuk!" ajak Raka kemudian. Dia tahu gadis dihadapan-nya sedang ketakutan, tapi Raka terlalu gemas untuk menggoda gadis itu.

     "Gue tunggu disini aja deh, lo masuk sana." tolak Karin halus.

    "Nggak. Nanti lo kabur." kata Raka menolak.

Karin mendengus kasar, baru saja mau protes Raka sudah menarik paksa tangan-nya itu.

Karin menggeleng-gelengkan kepalanya. Mungkin reaksi berlebihan Karin menimbulkan tanya besar bagi Raka.

"Basecamp anak Alaska. Lo gak perlu takut," serunya tiba-tiba.

"Gue gak takut," elak Karin akhirnya. Namun ada sedikit kelegaan dihatinya.

Raka berdecak untuk sesaat, kemudian berujar "Bagus kalau lo gak takut. Jadi ayo masuk," ujarnya seraya melangkah menuju pintu dengan arsitektur menyeramkan tersebut. Diikuti oleh Karin masih dengan debaran yang tak kunjung mereda.

Pintu tersebut terbuka ketika Raka meletakkan tangannya digagang dengan sekali dorongan.
Dernyitan pintu tersebut membuat beberapa anak didalamnya ikut menoleh. Dan langsung terkejut melihat kedatangan Karin disamping sohib mereka itu.

Karin tau tatapan mengintimidasi dari teman-teman seangkatannya itu. Karin tau tatapan heran dan bingung dari beberapa anak disana walaupun ia tidak terlalu jauh mengenal semuanya.

Karena Karin hanya sebatas mengetahui namanya, ralat dia kenal dekat dengan satu orang disana, Aska. Aska adalah teman sekelasnya.

Sebenarnya dalam hidupnya, Karin paling ingin menjauhi para pembuat onar disekolah. Karenanya apabila ia harus dekat dengan mereka Karin takut harus merasa kehilangan lagi. Cukup sudah Karin kehilangan satu sosok terbaik yang selalu menjaganya, Karin tidak ingin kejadian itu terulang kembali.

"Eh Rin, kok lo-?" tanya Aska kemudian. Sedikit terkejut karena Raka membawa orang lain kebasecamp mereka, sebut saja Raka paling anti orang lain memasuki tempat ini. Jadi, melihat Karin disana dan Raka sendiri yang membawanya, membuat mereka terkejut bukan main.

"Gue yang ngajak," potong Raka ketika Aska belum sempat menyelesaikan kalimatnya.

Karin yang tadinya berdiri seperti patung, kini semakin kikuk dibuatnya.

"Ngapain bawa dia kesini?" singgung Ardan tiba-tiba.

Raka yang melihat sorot tidak suka dari Ardan seketika menggeram sendiri. Sama halnya dengan Karin, ini pertama kalinya ia melihat sang pembuat onar yang satu itu dalam jarak sedekat ini. Rahang tajam dan mata seperti seorang pembunuh itu membuat Karin semakin bergidik berada didekatnya. Karin memang sering kali berpapasan dengan Ardan, namun tidak pernah memperhatikan bahwa matanya setajam itu.

"Gue cuma mau ngambil barang." seru Raka dengan suara meninggi. Kemudian berlalu memasuki sebuah kamar dengan pintu yang juga berwarna gelap yang terletak tidak jauh dari ruang tamu basecamp, yang terlihat seperti rumah ini.

"Eits, malah berantem nih dua ondel-ondel." sambung Gery menengahi.

Hal tersebut sukses membuat Karin tertawa. Sedikit mengurangi ketegangan-nya. Seraya memperhatikan sekeliling rumah tersebut.

Tidak banyak yang dapat Karin temui, hanya tempat bermain bilyard diruang belakang dekat sofa, ps4 yang stik nya berserakan, juga sebuah lemari kaca berisi banyak sekali Tendo jaman dahulu. Jika saja dirawat, basecamp ini pasti terlihat indah.

Ruangan dalamnya sangat berantakan. Puntung rokok berserakan dimana-mana, serta sampah sisa makanan yang berserakan begitu saja. Karin menggeleng kepala, laki-laki memang tidak ahli dalam merapikan sesuatu.

Karin terlanjur bingung seraya heran sama tempat yang tengah dimasukinya kali ini.

"Sini Rin duduk dulu, ngapain lo bediri disana." kata Aska meminta gadis itu untuk bergabung dengan mereka.

"Kesemutan ntar kaki lo," Joe ikut menyambung.

Karin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Gapapa, gue disini aja. Lagian Raka juga nggak lama kan," katanya menolak. Akan terasa aneh jika Karin langsung duduk disana tanpa perkenalan. Jadi, berdiri sambil menunggu Raka adalah pilihan yang tepat menurutnya.

Penolakan Karin sukses membuat Gery berdiri dan menarik lengan gadis itu untuk bergabung dengan mereka.

"Raka gak pernah bawa cewek kesini. Lo yang pertama." Kata Gery menggoda.

"Dia yang kedua," singgung Ardan kemudian.

Hal tersebut sukses membuat Karin mengernyitkan kepalanya. Kenapa sejak kedatangannya Ardan terlihat sangat membencinya. Beragam pertanyaan kini tersangkut dirongganya, beribu pemikiran kini berputar dikepalanya.

Namun ketika Karin ingin balas bertanya, suara Raka menghentikannya.

"Ayo cabut." ajaknya seraya melangkah keluar dari rumah.

"Gue dulu ya," ujar Karin seraya berlalu secepat mungkin. Mengikuti Raka yang kini sudah menghilang dari bilik pintu disana.

Meninggalkan secercah pertanyaan yang tak kunjung mendapat jawaban.

     "Itu rumah siapa sih sebenarnya? Kalau ditata pasti bagus, kenapa malah dijadi-in basecamp?" tanya Karin penasaran.

Namun Raka tidak menjawabnya lagi.

    "Lo tu pelit banget sih ngeluarin suara!!" kata Karin kesal.

Setelahnya ia tidak lagi banyak bicara, Karin hanya terlanjur malas karena Raka terus mengacanginya.

***

    Seharian sudah Karin melalui hari ini bersama Raka. Nyatanya lelaki itu memenuhi janjinya untuk membawa Karin makan. Jadi Karin tak perlu mengelus perutnya yang berteriak meminta asupan.

Tidak banyak yang dapat Karin temui hari ini. Selain pentolan sekolahnya itu memiliki basecamp yang mewah. Dan juga sedikit perhatian, hanya sedikit karena Raka mentraktirnya hari ini.

Ketika sudah hampir sampai dikompleks tempat tinggalnya. Karin memikirkan cara bagaimana agar Raka meninggalkannya didepan kompleks saja.

Pasalnya bisa perang dunia kalau sampai Richard melihat kedatangannya bersama musuh bebuyutannya itu.

"Eh Rak, gue singgah disini aja. Sekalian mau belanja dulu disitu." tunjuk Karin kearah indomaret yang terletak tepat didepan kompleks perumahan-nya.

Tanpa basa basi dan banyak bertanya Raka menuruti permintaan gadis tersebut.

"Lo pulang aja, gue bisa masuk sendiri." jelas Karin memastikan.

Dan tanpa jawaban, Raka membelokkan ninjanya, untuk kemudian semakin samar, berbelok dan hilang dari pandangan.

Meninggalkan Karin dengan perasaan gondok setengah mati.

'Kenapa sih jadi cowok kaku amat, sebel!' teriak Karin dalam hati.

Kini ia harus berjalan kerumah tantenya, tidak apa asal Richard dan Raka tidak perlu saling baku hantam lagi.

***

     Dirumah, kedatangan Karin membuat Richard langsung menyemprotnya dengan beragam pertanyaan.

"Dari mana? Kenapa jam segini baru pulang?" tegurnya ketika Karin sudah terduduk disebelahnya.

"Bawel, gue capek mau rebahan dulu."

"Lo sama Raka tadi? Gue tau." sergah Richard begitu saja.

Hal tersebut sukses membuat Karin kembali duduk, menatap tajam sepupunya itu untuk meminta penjelasan, mengurungkan niatnya untuk masuk kekamar padahal tadi Karin sudah ingin melangkah kekamarnya.

"Tau dari mana lo?" Kata karin langsung.

"Jakarta gak sebesar yang lo kira Rin," tandas Richard.

"Gue cuma cari cara supaya bisa ngelindungin lo," jelas Karin akhirnya.

"Gue yang harus ngelindungin lo." jawab Richard cepat.

"Gue gak mau kehilangan lo juga." kata Karin payau.

"Tapi jangan ngebodohin diri lo. Gue masih tangguh buat ngebonyokin dia sekalipun."

"Berkelahi bukan cara ngelindungi gue yang bener." singgung Karin.

Richard terdiam, kemudian berdiri seraya mengacak-acak rambut Karin dan berlalu meninggalkan sepupunya tersebut. Pergi begitu saja dengan senyum kecut tersungging dibibirnya.

     Sementara Karin, ia sudah terbaring diranjangnya. Memikirkan satu hari yang dilaluinya bersama Raka tadi, tiba-tiba saja bibirnya mengukir senyum. Walaupun Raka lebih banyak membuatnya, entah kenapa Karin merasa tenang. Itu saja.

Namun segera ditepisnya semua pikiran tentang lelaki itu. Karin tidak boleh terjebak, Raka hanya tengah bermain.

Jadi, Karin kembali membuka ponselnya, membicarakan tentang hari yang dilaluinya bersama Raka, kepada kedua sahabatnya Zidni dan juga Gia.

***

     Keesokan paginya baik Karin maupun Richard sama-sama bangun terlambat. Pasalnya Tante Sisca dan Om Anton tidak pulang karena ada urusan kantor yang mendesak. Ditambah Mbok Inem selaku pembantu yang sejak dulu sudah bekerja di rumah Richard, harus pulang kekampung karena cucunya tengah sakit.

Jadi secepat mungkin mempersiapkan diri, tanpa mandi dan juga acak-acakan, Karin berlari kekamar sepupunya itu.

Mendorong kasar pintu kamar Richard seraya membangunkan sepupunya yang super kebo itu. Bahkan sudah sebesar ini, Richard tidak akan bangun apabila tidak dibangunkan.

"Chardo udah jam 7 lewat lima. Gue telat bangun. Ayo anterin." teriak Karin kuat. Ia menarik-narik alas tilam Richard.

Richard segera menarik bantal kepalanya untuk dia taruh kembali diwajahnya. Menutup diri dari teriakan Karin, karena gadis itu selalu merusak pagi-nya.

"Plis, gue ada ulangan hari ini." sergah Karin seraya menarik kasar bantal tersebut. "Gue gak mandi, cuma gosok gigi sama cuci muka. Ayo ihhh," gerutunya lagi-lagi.

     "Kalau aja jam segini masih ada angkot, lebih baik gue naik angkot!!" singgung Karin, karena Richard terlihat tidak peduli kepadanya.

Akhirnya setelah pasrah dan tanpa penolakan Richard berdiri, melangkah gontai kekamar mandinya.

     "Cepatan dong!! Nanti gue dimarahin!!" omel Karin lagi.

Entahlah rasanya baru lima menit dia masuk ke wc, tapi Karin terus-terusan mendesaknya untuk cepat.

"Astaga gue baru masuk wc gak sampe lima menit Rin," teriak Richard gusar dari dalam wc tersebut.

"Gue mampus kalo sampe dihukum. Ayolah cepatan dikit." jawab Karin kalang kabut.

Richard keluar dengan anduk dikepalanya. Kemudian meraih seragamnya yang sudah tergeletak rapi diranjangnya. Pasti Karin yang menaruh itu disana.

Secepat mungkin dan super kilat Richard mengenakan seragam sekolahnya, seperti biasa penampilan urak-urakan memang menjadi ciri khasnya.

     "Ayo-ayo-ayooo!!" Kata Karin. Rumah itu hanya terisi oleh suara comel gadis tersebut.

"Naik." ujar Richard ketika keduanya sudah sampai dibagasi rumahnya.

Segera Karin memantapkan langkahnya menaiki ninja Richard. Sama halnya dengan Raka kemarin. 'Dih, kenapa jadi dia sih' gerutu Karin dalam hati.

Tidak butuh waktu lama bagi Richard membelah jalanan Jakarta, sekiranya hanya tiga puluh menitan tanpa sadar Karin sudah mantap sampai digerbang depan sekolahnya.

"Kenapa lo turunin gue disini sih. Kalau ada yang liat gimana. Lo mau digebukin disini sendirian?" gusar Karin spontan.

"Ngomel aja lo terus-terusan. Gak ada yang tau ini gue, lo gak liat muka gue ketutup semua." hardik Richard membela diri. Karin terlalu parno, padahal Richard menggunakan helm fullbody.

"Yaudah sana pergi cepat." pinta Karin seraya mengusir sepupunya tersebut.

Dan yang tidak diketahui mereka. Raka berada tepat dua puluh meter dari tempat Karin dan Richard berhenti.

Raka tersenyum kecut, melihat jelas bahwa musuhnya tersebut telah melanggar perjanjian mereka.

Tidak hanya itu, Karin mungkin masih belum paham sedang berurusan dengan siapa.

***

      Begitu mendapatkan berita bahwa Richard dan Raka tadi berkelahi lagi. Karin segera memantapkan langkahnya turun kelantai dua,tempat kelas Raka berada.

Bersamaan dengan amarah yang tengah melambung tinggi. Karin pikir Raka akan menepati janjinya, namun kenapa dia masih saja berurusan dengan Richard.

Dengan perasaan gusar dan amarah yang dipendamnya Karin berulang kali menghempaskan kasar nafasnya.

"Mana Raka?!" bentaknya tanpa takut ketika ia baru saja sampai didepan kelas lelaki itu.

"Ngapain lo nyari dia?" Ardan yang bertanya heran.

"Bukan urusan lo!" hardik Karin seraya berbalik badan dan melangkah pergi.

Mungkin saking kesalnya Karin bahkan tidak melihat orang dihadapan-nya. Ketika tubuhnya tepat bertubrukan dengan seseorang yang kini tengah dicarinya.

Karin mengerang untuk sesaat. Kemudian menatap wajah Raka yang tampak sedikit lebam dipipi sebelah kirinya. Jujur Karin bingung harus bereaksi seperti apa, namun menepis rasa simpatinya, ia berujar keki.

"Gue mau ngomong." ujar Karin langsung seraya menarik tangan Raka.

"Gak perlu lo pegang, gue hafal seluk beluk sekolah ini. Dan gue gak buta!" sindirnya tajam. "Atau lo emang suka megang gue?" singgungnya lagi.

Karin baru menghempas tangan itu ketika ia dan Raka sudah sampai digudang belakang. Sejak mengiring Raka kesini, Karin bahkan tidak peduli oleh banyak-nya mata yang menatap dirinya. Karena Karin harus meluruskan masalah ini.

Karin menatap lelaki itu lekat. Berhadapan langsung dengan sang most wanted itu, tanpa rasa takut.

Jika sudah begitu, Karin tak lagi memikirkan apapun. Agar Raka tau bahwa ia bukanlah gadis yang mudah saja ingin diraihnya.


"Lo mukul Richard?" tanya Karin gusar.

"Kalau iya?"

"Lo kan udah janji sama gue?!"

"Gue bahkan gak ada ngomong apa-apa sama lo."

"Gue udah nyerahin diri gue, udah nurutin semua mau lo. Tapi kenapa masih aja lo mukulin Richard?"

"Dia udah ngelanggar janjinya."

"Janji apa?!!"

"Gue tau lo datang terlambat tadi sama siapa."

"Itu gak ngeharusin lo buat mukulin dia." hardik Karin sedikit berteriak. Ia berupaya keras menahan air matanya.

"Semua tergantung lo. Kalau sekali lagi gue liat lo masih berurusan sama dia. Lo cuma perlu tau, gue gak pernah main-main." tegas Raka, kemudian berlalu meninggalkan Karin yang belum sempat menyelesaikan pertanyan-nya.

Meninggalkan Karin dengan sepenggal amarah yang masih ditahannya, dan berlalu membiarkan gadis tersebut berkutat dengan egonya.

Karenanya Raka membenci hal-hal seperti penghianatan dan seseorang yang berani melanggar janjinya.

Karena sudah cukup Raka menerima semua itu.

Uwuu gimana part kelima kali ini? Hehehhe
Pokoknya stay tuned terus yow!!
Jangan lupa tinggalin kritik dan saran, supaya lebih semangat apdetnya/-eh ngetiknya hehehe luvv

Jangan lupa vote dan komen ya!! Karena satu bintang dari kalian sangat berharga buat aku ehe makaciii!!

Yg mau temenan follow aku di intgram ya @Nilamunasari !!

-Nila yang lagi mutar-mutar gajelas

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 235K 63
⚠️ Ini cerita BL Askar Riendra. Seorang pemuda workaholic, yang mati karena terlalu lelah bekerja. Bukannya ke alam baka, dia malah terbangun ditubuh...
340K 9.9K 41
Alskara Sky Elgailel. Orang-orang tahunya lelaki itu sama sekali tak berminat berurusan dengan makhluk berjenis kelamin perempuan. Nyatanya, bahkan...
2.4M 132K 29
Madava Fanegar itu pria sakit jiwa. Hidupnya berjalan tanpa akal sehat dan perasaan manusiawi. Madava Fanegar itu seorang psikopat keji. Namanya dike...
127K 13.8K 18
Bukan BL Arkanna dan Arkansa itu kembar. Tapi mereka sudah terpisah semenjak masih bayi. Dulu, orangtua mereka menyerahkan Arkanna kepada saudara yan...