ALARIX ( SUDAH TERBIT )

By Nilamunasari

3.5M 26.8K 1.5K

SEBAGIAN CERITA DIPRIVAT, FOLLOW DULU BARU BISA BACA!! Alarix pindah dreame yaa, bisa langsung cari dengan na... More

PERKENALAN
Tiba-tiba
Mengalir begitu saja
Atas Hadirnya
Perlahan
Adik kelas
SPECIAL CHAT
New Story! Cek-cek!
Cek-cek lagi!!
Pengumuman-pengumuman
VOTE COVER
Banner Alarix!!
PO ALARIX!
OPEN PRE ORDER ALARIX!
New Story🦭
GRATIS!!

Mengenal Rasa

66.7K 3.1K 84
By Nilamunasari

Ini, bukan masalah siapa yang akan berakhir kalah.
Ini hanya tentang rasa, nan tumbuh dan bergejolak tanpa terasa.
Selebihnya, ini hanya tentang kita yang tak lebih dari sekedar pundi-pundi luka.

***

     Seperti biasa, pagi Karin tidak ada bedanya. Setiap hari selalu menghabiskan tenaga untuk membangunkan Richard. Pasalnya lelaki itu paling susah untuk dibangunkan.

Setelah memastikan semuanya siap, Karin bergegas kekamar sebelah yang notaben adalah kamar milik Richard. Kamar ia dan sepupunya itu hanya terpisah tembok tebal ditengahnya.

     "Richard bangunn!!!!!" teriak Karin tepat ditelinga sepupunya itu.

Tidak ada balasan atas usaha membangunkan Richard. Setelahnya Karin berpindah tempat. Menduduki tubuh lelaki itu dengan tangan kanannya ia biarkan bebas memukul kepala Richard dengan bantal.

     "Apa sih Rin!!" erang Richard gusar.. Paginya selalu sama, teriakan Karin yang selalu memekik telinganya.

     "Udah mau jam tujuh, bangun gak. Kalau enggak gue laporin nih ke Tante," ancam Karin brutal.

Hal tersebut sukses membuat Richard menggeram. Karin selalu tau kelemahan-nya.

     "Iya, sana pergi," seru Richard ogah-ogahan.

     "Enggak, sampai lo masuk wc!" balas Karin tidak terima.

Richard pasrah, untuk kemudian menghentak kakinya kasar memasuki wc. Dengan Karin yang sudah tersenyum puas kearahnya.

     Setelah memastikan sepupunya itu masuk, Karin memekik riang, "Gue pergi sekolah dulu, bayy." katanya bersemangat.

Ketika sampai diruang tengah Tante Sisca dan Om Anton sedang berbincang seraya melahap sarapan-nya dimeja makan. Seperti itulah keseharian kedua orang tua Richard. Mungkin karena terlalu sibuk dengan pekerjaan-nya membuat Richard menjadi nakal seperti saat ini, walaupun tak memungkiri seluruh jerih payahnya untuk anak semata wayangnya itu.
 
     "Rin kamu gak sarapan dulu?" tegur Tante Sisca ketika dilihatnya Karin tengah memasang sepatu.

     "Enggak Tante, nanti aja disekolah, tadi Karin udah bangunin Richard." jelasnya senang.

     "Yasudah hati-hati, ntar uang jajan nya om transfer ya. Sekalian punya Richard, Karin aja yang pegang dia boros." Sambung Om Anton antusias.

Ketika ikatan terakhir sepatunya sudah rapi Karin menyalami kedua orang tua Richard yang notaben adalah Tante dan Omnya. Kedua orang tua itu sudah dianggapnya seperti orang tua sendiri. Kemudian ia kecup pipi Tante Sisca seraya berlalu meninggalkan ruang makan. Menuju pagar depan rumahnya yang sudah ditunggu oleh Pak Prapto disana.

     Selamat diperjalanan menuju sekolah, ucapan Raka mengenai Richard semalam, kembali terngiang dikepalanya, namun berusaha Karin tepiskan.

Karin terlanjur bingung memulai pertanyaan itu dari mana, ketika akhirnya permintaan Raka agar selalu menunggu digerbang dan ingatan mengenai sang pentolan yang ingin menghapal wajahnya membuat Karin semakin sulit mencerna segalanya. Dan yang paling kentara, bagaimana Karin dapat memulai harinya. Tapi entah kenapa, permintaan Raka tersebut tetap saja di turutinya.

    Dan yang tidak Karin ketahui, ketika ia pamit untuk bergegas pergi. Richard keluar dari wcnya, kemudian meneparkan diri kembali diranjangnya. Lelaki itu masih ingin terlelap lebih lama, karena terlanjur lelah menghadapi pertempuran kemarin. Dia bahkan tidak peduli jam berapa akan bergegas ke sekolah. Pasalnya kedua orang tuanya merupakan donatur terbesar di SMA Galaksi. Kehadirannya bahkan tidak mempengaruhi kelasnya.

***

     Karin sampai didepan gerbang sekolahnya ketika jam sudah menunjukkan pukul enam lewat empat puluh lima menit, yang artinya ia masih punya waktu lima belas menit untuk menunggu Raka.

Karin berdiri dengan ogah-ogahan, melirik kekanan dan kekiri menunggu kehadiran seseorang yang tak kunjung menampakan batang hidungnya itu. Yang membuat Karin risih adalah karena ada banyak pasang mata yang menatap heran dirinya.

      "Karin? Ngapain lo disini? Nggak masuk?" Daffa menegurnya.

Karin tahu karena itu adalah ketua Karate diAlaska. Jadi, sambil tersenyum kikuk Karin menjawab, "Lagi nungguin orang. Bentar lagi masuk kok."

    "Udah mau bel. Masuk aja yuk?" katanya setengah memaksa.

    "Udah janji gue. Lo duluan aja." jelas Karin akhirnya. Sedikit aneh karena ia dan Daffa tidak begitu dekat. Tapi Karin memang sering berpapasan dengan lelaki itu.

     "Okelah. Gue duluan ya kalau gitu." katanya. Karin hanya mengangguk.

Sebenarnya Karin bisa saja langsung pergi, tapi ia terlanjur takut jikalau sampai berani melakukan hal tersebut, karena ia yakin akan berdampak buruk untuknya.

Lima belas menit sudah berlalu. Anak-anak yang tadinya berlalu lalang kini sudah mantap melangkahkan kakinya kekelas masing-masing. Hanya tersisa ia digerbang tersebut, meringkuk seperti anak kecil yang tengah kehilangan orang tuanya.

Sampai akhirnya, setelah berpikir matang dan dengan perasaan tidak enak, Karin melangkah masuk, takut jikalau sang guru pada jam pelajaran pertama sudah masuk dikelas.

Ketika langkah ketiga, deru suara ninja terdengar. Karin menoleh sesaat, benar saja tebakannya. Raka baru tiba, dengan seragam yang kancing atasnya dia biarkan terbuka, baju yang juga tidak dimasukkan kedalam, celana tanpa ikat pinggang, serta jaket kulit berwarna hitam yang menutupi hampir sebagian punggung indahnya.

Karin menggeleng tidak percaya, heran sama tujuan lelaki itu, apakah untuk sekolah atau memang hanya sekedar mengisi absen.

Karin terdiam ditempatnya, matanya lurus menatap lelaki itu. Raka membuka helm-nya perlahan, menampilkan rambut yang terlihat urak-urakan ketika helm putih fullface itu terbuka disana.

Raka memarkirkan ninjanya kesembarang arah, kemudian berjalan dengan santainya. Kini dia sudah berada tepat dihadapan Karin.

Dengan Karin yang tengah berusaha sekuat tenaga untuk tidak memukul lelaki itu atau bahkan menaboknya, karena berhasil membuat lima belas menitnya terbuang sia-sia.

     "Good," ucap Raka dengan mengelus pangkal kepala Karin. Kemudian berlalu tanpa sepatah kata pun. Namun, dia tersenyum melihat wajah kesal gadis itu.

Karin ternganga, bagaimana bisa setelah membuang waktunya Raka hanya mengucapkan empat kata itu. Setelah membuatnya pegal karena berdiri terus-terusan dan meringkung seperti orang bodoh, lelaki itu hanya merespon perjuangannya begitu saja?
"Eh, gue udah nungguin lo lima belas menit tau nggak. Pegel kaki gue, dan sekarang lo pergi gitu aja?" katanya gusar.

Raka menghentikan langkahnya, kemudian menoleh. Setelahnya dia lempar tasnya kearah Karin yang otomatis langsung disambut gadis itu.
"Nih bawain tas gue," katanya santai, kemudian melanjutkan langkahnya. Tanpa menoleh lagi. Tanpa menghiraukan rutukan Karin lagi.

Karin bergegas sedikit berlari, berusaha menyamai langkahnya. Karena ini sudah lewat sepuluh menit sejak bel berbunyi. Bisa mati ia kalau sampai Pak Nasir selaku guru Matematikanya sudah dikelas.

Masalahnya, kelas Raka terletak dilantai kedua. Sementara kelasnya berada dilantai ketiga. Karin mengerang dalam hati. Tapi tetap diikutinya Raka yang kini sudah berada dua meter dihadapannya.

      "Gue pelajaran Pak Nasir, lo tau sendiri gimana dia kalau sampai ada muridnya yang telat masuk," gerutu Karin begitu berhasil menyamainya langkahnya.

      "Itu urusan lo." jawab Raka masa bodoh.

Karin masih berusaha sekuat tenaga menahan amarahnya.

     "Plis deh, gue gak mau dihukum karena nganterin lo kekelas!" hardik Karin lagi.

     "Gue malah semakin gak peduli," balas Raka kemudian melanjutkan langkahnya. Menaiki tangga menuju lantai dua tempat kelasnya berada.
Ketika ditengah tangga lantai dua, seseorang berteriak memanggil Raka.

      "Ka, si Evan habis digebukin kemarin." celetuk lelaki berambut kribo itu tiba-tiba.

     "Dimana?" tanya Raka tenang.

     "Dijalan Ambon, waktu dia baru mau pulang." Si Kribo menjelaskan.

      "Siapa yang mukul?" tanya Raka masih tenangnya.

Karin yang memperhatikan pembicaraan itu semakin wanti-wanti, takut nama yang keluar dari mulut si kribo adalah seseorang yang tengah berusaha ia lindungi.

     "Anak buah Richard."

Karin terpatung beberapa saat. Ketakutannya semakin berlipat ganda. Reaksi Karin mungkin menimbulkan ide licik bagi Raka.

     "Ntar gue yang urus. Lo boleh pergi," tegas Raka seraya meminta si Kribo untuk segera berlalu.

Ketika si kribo sudah meninggalkan keduanya, Karin membuka suara.

     "Richard gak ada keluar semalam. Itu anak buahnya, jadi lo gak berhak buat balas dendam sama dia," cerocos Karin tiba-tiba.

Raka semakin jadi menyunggingkan senyumnya. Kemudian berujar "Lo bahkan gak berhak buat tau siapa yang harus gue urus,"

     "Gue udah turutin semua kemauan lo," sergah Karin tidak terima. "Jadi, gue mohon jangan pernah mukulin Richard kayak kemarin lagi." sambung Karin.

     "Gue masih gak habis pikir sama lo, segitu sukanya lo sama si brengsek itu? Pernah di apain aja lo?" seru Raka tiba-tiba.

Hal tersebut sukses membuat amarah Karin tidak bisa dibendung lagi. Untuk kemudian tas Raka yang sejak tadi di peluknya karena terasa ringan, langsung dilemparnya tepat didada lelaki itu.

     "Cuma lo cowok yang ngomong gak pakai otak." maki Karin sesaat sebelum berlalu melanjutkan langkahnya menuju lantai tiga, tempat kelasnya berada.

Kali ini untuk kedua kalinya Raka menggores luka dihatinya. Padahal lelaki itu tak pernah tau yang sebenarnya, bahkan tentang kehidupan-nya.

Sementara Raka dia bahkan terlanjur tidak peduli. Untuk kemudian kembali turun, bergegas kegudang belakang sekolah. Tempat biasa dia menghabiskan waktunya.

***

     Sepulang sekolah, kedatangan Raka menggencarkan teman sekelas Karin. Pasalnya lelaki itu berdiri tepat didepan pintu kelas XII IPA 3 tersebut.
Sontak kelakuan Raka itu mendapat bisikan kekaguman dari berbagai teman sekelas Karin.

     "Ih Raka ngapaian didepan situ," ujar salah satu gadis berambut lurus sebahu dimeja kedua tepat dihadapan Karin.

     "Iya ih mana ganteng banget lagi," sambung gadis disebelahnya.

    "Gak sopan banget bikin kita kejang-kejang," gadis berkacamata ikut-ikutan.

Sementara Karin yang mendengar percakapan itu hanya bergidik, mengerutkan dahi heran, mereka hanya sebatas mengagumi Raka sebagai pahlawan sekolah. Cowok paling cakep. Dan sebentuk pesona lain-nya yang dimiliki lelaki itu, tanpa pernah tahu bahwa tatapan tajam miliknya mampu membuat orang disekitarnya bergidik ngeri.

Padahal yang tidak diketahui sebagian orang, Raka adalah sang peduli paling angkuh yang pernah dikenal-nya, bahkan baru sehari saja Karin berdampingan sebagai budaknya, ia sudah dibuat gondok setengah mati.

     "Ngapain kamu Raka didepan pintu?" tanya sang guru ekonomi yang sejak tadi memperhatikan kedatangan Raka.

     "Nungguin Karin Pak," jawabnya santai.

Hal tersebut sukses membuat seisi kelas Karin menoleh menatap bingung kearahnya. Dengan sorot meminta penjelasan atas pernyataan Raka barusan. Penjelasan yang harus detail mereka dapatkan, karenanya bukan sembarang orang yang berdiri dipintu kelas mereka. Dia adalah Rakalarix, sang pentolan berdarah dingin dalam balutan wajahnya.

     "Yasudah anak-anak lanjutkan dirumah." tegas sang guru seraya berlalu meninggalkan kelas XII IPA 3.

     "Hati-hati pak dijalan pulangnya." kata Raka segan, setelah guru tersebut melewatinya dia membungkuk sopan.

Membuat sang guru geleng-geleng kepala melihat tingkah siswa bangor itu.

Disaat para lelaki segera bergegas meninggalkan kelas, seraya melewati Raka dengan hormat, seakan lelaki yang berdiri disana adalah seorang kepala sekolah. Beda halnya dengan para wanita, kedatangan Raka membuat sebagian orang tetap duduk dikelas. Tanpa mempedulikan bel yang sejak sepuluh menit yang lalu sudah berbunyi.

Sementara Karin, kedatangan Raka membuatnya enggan meninggalkan tempat duduknya. Jadi, tetap berbincang bersama kedua sahabatnya, Karin pura-pura tidak menyadari kehadiran lelaki itu.

    "Rin, ngapain tuh anak kesini?" Zidni bertanya pertama.

    "Tumben banget. Lo pdkt sama dia?" Gia bertanya asal.

    "Nanti aja gue cerita. Malas banget ini, tolongg!!" katanya meminta bantuan.

Namun Zidni dan Gia malah bingung dengan tingkah sahabatnya itu.

Melihat Karin yang tak kunjung berdiri, Raka menghampiri meja gadis itu.

     "Pulang sama gue." serunya tajam.

Permintaan dengan ketegasan dalam suara berat itu membuat Karin dengan terpaksa merapikan buku-bukunya. Memandang kedua sahabatnya Gia dan Zidni dengan perasaan sedih. Berharap bahwa kedua sahabatnya itu akan mengajaknya untuk kerja kelompok, atau bisa saja mereka sudah berjanji untuk pergi bersama.

Ketika harapan Karin pupus. Zidni dan Gia malah dengan lapang dada menyuruhnya pergi bersama sang pentolan tersebut.

Karin pasrah, kemudian mengikuti Raka dibelakangnya. Dengan teman-teman Karin yang semakin membeludak antusias melihat pemandangan pertama kali itu. Seakan bertanya-tanya kenapa Karin bisa bersama Raka dan mengapa harus Karin yang dipilih sang pentolan tersebut.

Karena begitulah kehiduapan, seseorang terlalu banyak berkomentar tanpa pernah mengetahui segalanya.

     Raka berhenti mendadak, membuat tubuh Karin menabrak punggung lelaki itu.

    "Apaan sih?" Kata Karin keki.

Raka kembali melempar tasnya, meminta Karin untuk membawa tas itu kembali. Tanpa menjawab lagi, dia terus melangkah dengan bangga, sementara Karin sudah menahan seluruh emosi yang kini mendidih dikepalanya.

Muehehehe jangan lupa vote dan comennya!! *ngancem*/gakding

Yang banyak pokoknya whehhe. Karena satu vote dari kalian sngt bearti!! Syg bangett pokoo naa!!

Jangan lupa follow instgram aku buat yg mau kenal @Nilamunasari hehehe

-Nila yang lagi duduk mikirin mangga qwenny

Continue Reading

You'll Also Like

2.1M 98.7K 70
Herida dalam bahasa Spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
396K 28.1K 27
[JANGAN SALAH LAPAK INI LAPAK BL, HOMOPHOBIA JAUH JAUH SANA] Faren seorang pemuda yang mengalami kecelakaan dan berakhir masuk kedalam buku novel yan...
340K 9.9K 41
Alskara Sky Elgailel. Orang-orang tahunya lelaki itu sama sekali tak berminat berurusan dengan makhluk berjenis kelamin perempuan. Nyatanya, bahkan...
127K 13.8K 18
Bukan BL Arkanna dan Arkansa itu kembar. Tapi mereka sudah terpisah semenjak masih bayi. Dulu, orangtua mereka menyerahkan Arkanna kepada saudara yan...