Skyscraper Desire

By karinalexandra27

119K 6.6K 99

Meraih kesuksesan dalam karir tidaklah sulit untuk diraih Ellie dalam usia mudanya. Segala yang dimiliki Elli... More

Employee of the Month
Oops, My Mistake
Morning Coffee
Midnight Therapy
McDonald's Breakfast
Bad News! BAD!
The Love Spell
Walking Down The Aisle
Savior
The Other Woman
La Ville de L'amour
Money Money Money
Mind Reader
Ooh, Fancy
Spill The Tea, Sis.
Cafe Brown
That's Suspicious
House Visit
My New Office
Lost
Another Mind Reader
Broken
Is This The End?
Help Me, I'm Falling
...Still Falling
Knight In Shining Armor
Confessed
Gelato From Hell
Skyscraper Desire (Final Chapter)

Little Bundle of Joy

3K 187 2
By karinalexandra27

Aku telah duduk di ruang tunggu selama kira-kira 4 jam dan bayi itu belum juga muncul dari- kau tau kan apanya? Tidak bisa kubayangkan rasa sakit yang akan dihadapinya, bagaimana bisa bayi sebesar itu keluar dari..., lubang yang sekecil itu? Memikirkan hal ini membuat bulu kudukku berdiri.

Aku tidak bisa menunggu di ruangan itu bersamanya karena aku tidak tahan mendengar teriakan dan kesakitan Sydney lagi. Ia berkontraksi berkesinambungan, rambutnya basah akibat keringat, wajahnya memerah.

Dan kakinya terus terbuka lebar. Untungnya sebentang kain hijau menutupi bagian pahanya sampai ke bawah sehingga aku tidak bisa melihat kau tau apanya itu. Michael berdiri di sebelahnya sambil meremas tangan Sydney. Lebih tepatnya, Sydney yang meremas tangan Michael.

Ibuku terus memekik dan mengipasi dirinya sambil mondar-mandir, membuat Sydney makin panik dan situasi yang sudah kacau makin kacau. Akhirnya para perawat memutuskan untuk mengeluarkannya dari ruangan dan menuntunnya ke kantin.

Jaiden bersedia untuk mengantarkannya ke kantin sambil merangkulnya dan berhasil menenangkan ibuku sampai sekarang. Ia kembali ke sini tanpa ibuku. "Kupikir kamu akan membutuhkan sesuatu yang segar." ucapnya sambil menyodorkanku segelas jus mangga dingin, memegang pundakku, lalu duduk di sampingku saat aku mengucapkan terima kasih.

"Jadi kamu telah melupakan aku?" Sera mencondongkan badannya dan menoleh ke Jaiden.

"Oh, iya. Maaf, aku nggak kepikiran." ujarnya.

Sera bangkit dari kursinya sambil memutarkan bola mata. "Sudahlah, aku pergi sendiri saja." Ia menatapku. "Kalo perlu aku, aku ada di kantin."

Aku mengangguk. "Oke." Aku melihat Sera berjalan ke elevator lalu menghilang ketika pintu menutup.

"Kira-kira berapa lama persalinan ini akan berlangsung?" tanya Jaiden sambil meneguk segelas air dingin.

"9-12 jam. Sepertinya." Aku tersenyum saat mata Jaiden seketika membelalak. "Nggak usah kaget. Itu normal, Jay."

"Jadi, Sydney harus merasakan ini selama 9 jam berikutnya?"

"Dia sudah berkontraksi selama kira-kira 4 jam, jadi sekitar 5 jam lagi. Tapi bisa saja lebih dari itu. Aku kurang tau."

Kami kompak menghembuskan napas. Lalu saling menatap.

"Kamu mau pulang dulu?" tanyanya.

Aku menggeleng. "Nggak perlu. Lagipula, nggak ada yang bisa kulakukan di rumah. Lebih baik aku melihat-lihat orang sakit dan menghirup udara berbau obat di sini."

Jaiden mendengus.

Aku melemparkan tatapan sinisku padanya. Ia balas menatapku hanya saja dengan senyuman kecil, bibirnya yang tipis membentuk lekukan, wajahnya terlihat sedikit lecek akibat keadaan ini. Aku suka melihat sisinya yang ini, sisinya yang tidak sempurna - belahan rambutnya teracak, kancing kemejanya yang paling atas terbuka dan keluar dari celananya.

"Yakin kamu nggak mau pulang dulu?" tanyanya.

"Emangnya kenapa kamu ingin aku pulang?"

Jaiden menyusuri pandangannya padaku dari ujung kaki sampai kepala sambil menaikkan alisnya. Senyumannya mengembang. Lalu dia menggeleng. "Tidak apa-apa." ucapnya.

Aku mengerjapkan mata beberapa kali dan alisku berkerut. Kemudian aku menyadari diriku masih terbungkus oleh piyama lusuh dan rambutku gumpal dan mencuat kemana-mana, mengingat aku tidak sisiran tadi pagi. Dan juga mulutku yang terasa asam, mengingat aku belum sikat gigi.

Aku menghembuskan napas pasrah dan menyandarkan punggungku.

Lalu aku memejamkan mataku.

>>>>>

Aku mendengar suara bisikan kecil. Suara yang berat, sedikit serak berbisik hampir tidak terdengar. Lalu aku mendengarkan lebih saksama. Ia membisikkan sebuah nama.

Ellie.

Ellie.

Mataku mulai terbuka. Sebuah bayangan menutupi lampu terang rumah sakit. Berangsur-angsur pandanganku yang buram terlihat jelas dan aku dapat melihat sebuah wajah. Matanya yang sayu seperti baru bangun tidur menyambutku. Tatapannya tenteram dan senyumannya kalem.

Jantungku melompat dari dada saat aku menyadari bayangan itu adalah wajah Jaiden. Namun, badanku terlalu lelah untuk menanggapi hal itu. Aku tidak bisa bangun. Aku tersadar bahwa aku sedang berbaring di paha Jaiden. Kuharap aku tidak ngiler. Aku terdiam sambil menyipitkan mata, masih terlalu shock untuk berbuat sesuatu.

Jaiden menaikkan alisnya. "Sudah hampir sore. Bayinya belum keluar juga. Lebih baik aku antar kamu pulang." ucapnya pelan.

Apakah ini mimpi?

Aku mengangguk ragu.

Jaiden mengangkat badanku, aku menarik kursi untuk mengangkat bebanku yang terasa sangat berat. Kepalaku terasa seperti sedang dipukul dengan palu dan mulutku terasa kering. Terbangun di pangkuan boss-mu di ruang tunggu rumah sakit memang bukan situasi yang menyenangkan.

Aku terduduk sambil memejamkan mata. Dan aku belum siap untuk menatap mata Jaiden di dunia nyata.

Aku belum siap untuk semua ini.

"Kenapa kamu tidak membangunkanku?" tanyaku tanpa menatapnya. Aku memegang pelipisku dan memejamkan mataku.

"Kamu tertidur sangat pulas. Aku tidak mau mengganggu mimpimu."

Aku terkekeh. "Tidak seharusnya aku tertidur di pangkuan boss-ku."

"Aku bukan boss-mu lagi."

"Tapi, tetap saja. Itu tidak lazim. Kamu hanyalah bossku, tidak seharusnya kita melakukan ini." Aku berhasil menatapnya.

Perkataanku membuatnya terdiam. "Melakukan apa?" Ekspresi Jaiden mengatakan bahwa dia memiliki jawaban untuk pertanyaan itu. Namun, ia tetap menanyakannya untuk mempermainkan pikiranku. Sepercik amarah timbul dari dalam diriku.

"Apakah ada sesuatu yang ingin kau katakan padaku? Aku benar-benar ingin tau. Aku tidak mau ikut dalam permainanmu. Jika ada yang ingin kamu sampaikan, nggak usah ragu-ragu." Nadaku menekan.

Jaiden tersentak. Ia menarik napas panjang sambil menurunkan pandangannya. Kemudian dia menatapku dan mulutnya mulai terbuka. "El,"

"Ellie!"

Aku menoleh, melihat Sera sedang berderap ke arah kami. Aku menatapnya tajam dan napasku memburu. "Kenapa??"

"Kamu harus melihat ini." ucapnya dengan napas terengah-engah.

Amarahku berubah menjadi rasa kekhawatiran dan kegembiraan bergabung menjadi satu. Kami berderap ke ruang persalinan Sydney. Aku tidak dapat mendengar teriakan atau suara riuh, aku tidak dapat mendengar suara apa-apa. Aku hanya mendengar keheningan.

Aku tidak yakin apa yang harus kuharapkan.

Aku membuka pintu. Kasur Sydney dikerumuni oleh ayahku, ibuku, Michael, dan beberapa perawat. Perawat itu menyingikir saat menyadari kehadiranku. Lalu aku dapat melihat Sydney sedang meggendong bayi yang mungil, terbungkus selimut merah muda.

Ia tertidur di tangannya. Tenang dan damai.

Dan mungil. Sangat mungil.

Aku terkesiap, menutupi mulutku dengan kedua tangan. "Syd.." ujarku dengan tangan di dada.

Sydney tersenyum lebar. "Ellie, perkenalkan ini Sofia."

"Aku kira kamu mau menamainya Amanda." Aku mendekatinya.

"Aku harus mengakui Sofia adalah nama yang lebih baik."

Aku berdecak. "Ideku memang selalu bagus, tapi kamu tidak mau mengakuinya."

Sydney terkekeh lalu menatap ayah dan ibuku. "Bisakah ibu atau ayah mengambilkanku segelas air dingin? Aku sangat haus." ucap Sydney sambil samar-samar melirik Jaiden. Senyuman jailnya terbentuk.

Ibu dan ayahku jatuh ke dalam jebakannya. "Tentu saja sayang. Tunggu ya." Ibuku menarik ayahku keluar dari ruangan. Sera menyadari niat Sydney lalu mengikuti mereka. Ia menyeringai lebar sebelum menutup pintu.

"Pernahkah kamu menggendong bayi, Jay?" tanya Sydney.

"Tidak pernah."

"Sini, gendong Sofia."

"Kamu akan membiarkannya menggendong Sofia duluan daripada aku? Tantenya sendiri?" tanyaku dengan nada tinggi. "Berikan Sofia padaku." Aku mengulurkan kedua tanganku.

Jaiden tersenyum lebar. "Lebih baik tantenya menggendong Sofia terlebih dahulu." ujarnya.

Sydney menghembuskan napas. "Baiklah."

Aku mengambil Sofia dari tangan Sydney perlahan-lahan. Kulitnya yang putih kemerahan menyentuhku. Begitu lembut dan kenyal. Aku menggendongnya seperti dia adalah benda paling rapuh sedunia. Meski ukurannya sangat kecil, Sofia terasa sangat berat.

Jaiden menyentuh tangannya yang mungil. Aku melihatnya tersenyum lebar dan matanya berbinar. "Welcome to the family, Sofia."

Aku tertawa kecil sambil menggoyangkan Sofia.

"Giliranku." ujar Michael dari seberang kasur.

Aku memberikannya kepada Michael. "Jagalah dia baik-baik."

Tatapanku masih terpaku kepada Sofia di tangan Michael. Tangan Jaiden merangkulku dan tanpa kusadari tanganku menyentuh pinggang Jaiden secara spontan. Aku mendekapnya. Aku tidak pernah merasa senyaman ini. Berada di dekapannya sambil melihat keponakanku tersayang membuatku bahagia. Aku tidak pernah tau itu.

Aku meraba pinggang Jaiden yang lebar dan keras. Lalu Jaiden mengeratkan rangkulannya kepadaku dan menyentuh pundakku. Ia mendekapkanku lebih dekat padanya.

"Permisi."

Kami menoleh ke arah pintu. Dan tiba-tiba aku kehabisan udara.

Andre menyusuri pandangannya kepada kami. Senyumannya samar-samar menghilang namun ia tetap berusaha untuk terlihat senang. Ia menatapku lalu menatap Jaiden dan akhirnya mengalihkan pandangannya kepada Sofia.

"Apakah aku memilih waktu yang tepat untuk masuk?" tanyanya sambil menutup pintu.

"Andre?" Sydney terlihat ragu selama beberapa saat. "Ya, silakan masuk. Perkenalkan, ini Sofia." ucapnya. "Um, siapa yang memberitahumu bahwa bayinya sudah keluar?" tanya Sydney.

"Tante meneleponku tadi dan memintaku untuk menjenguk Sofia."

"Tante?" ulang Sydney. "Maksudmu ibuku?"

Andre mengangguk. Detak jantungku terhenti saat ia menatapku. "Hai, Ellie." Pandangannya teralih kepada Jaiden. "Hei, Jaiden."

Aku melepaskan tanganku dari pinggangnya dan Jaiden melepaskan rangkulannya dariku lalu memasukkan tangannya ke kantong celana. "Hai, Andre." ucapnya.

Aku merasa seperti orang terjahat sedunia. Andre pasti berpikir aku memutuskannya karena aku ingin bersama dengan Jaiden. Tapi bukankah itu kenyataannya? Aku menelan ludah.

"Bolehkah aku menggendongnya?" tanya Andre ragu.

"Iya, tentu." ujar Michael sambil mendekatkan Sofia kepada Andre.

Sydney dan aku bertukar pandangan. Aku begitu gelisah sampai-sampai aku harus keluar dari ruangan itu. Aku menutup pintu lalu mengambil napas panjang sebelum aku kehabisan udara.

Aku membungkukkan badan, menopang berat badanku dengan tangan di paha. Ide yang sangat bagus, bu. Undang saja mantanku untuk menjenguk bayi kakakku. Itu tidak akan canggung sama sekali.

Sebenarnya itu tidak akan canggung jika Andre tidak masuk saat aku dan Jaiden sedang bercengkrama. Tunggu dulu. Bercengkrama?? Tidak! Aku hanya meletakkan tanganku di pinggangnya dan Jaiden menyentuh pundakku.

Itu tindakan yang normal kan?

Aku tidak tau harus berpikir apa. Aku tidak tau harus berbuat apa. Astaga, dadaku terasa sangat sakit dan sepertinya udara di sini semakin menipis.

Pintu terbuka dan Andre muncul. Tambahkan saja beban di dadaku sekarang. Aku tidak keberatan.

Aku meneggakan badanku lalu berdeham. "Hei." ucapku lalu melipat bibirku ke dalam.

Andre tersenyum lalu menghela napas. "Aku tidak bermaksud untuk mengejutkanmu seperti itu. Hanya saja, ibumu memintaku untuk datang. Jadi aku datang."

"Kamu tidak mengejutkanku."

"Ellie, aku bisa melihatmu sedang kepanikan sekarang. Kamu kira aku tidak tau?"

"Aku tidak akan pernah melakukan itu. Aku tidak memutuskanmu untuk bersama Jaiden. Kamu hanya masuk di waktu yang salah. Itu saja." Kata-kata itu meluncur dari mulutku seketika.

Andre terdiam, mulutnya terbuka. Ia menggaruk kepalanya. "Kamu tidak perlu menjelaskannya kepadaku, El. Kamu bisa berhubungan dengan siapa saja dan aku tidak bisa protes. Aku bukan pacarmu lagi."

"Tapi aku tidak berhubungan dengan siapa pun sekarang."

"Lalu kamu sebut tadi apa?" Andre bersedekap.

"Kami hanya terbawa suasana karena Sofia."

"Ellie, sudahlah. Aku bahagia jika kamu sudah move on."

"Tapi-"

Andre membuka pintu. "Aku akan pamit dengan mereka lalu aku akan pergi dari hidupmu, oke? Aku tidak melarangmu untuk berhubungan dengan siapa pun, El. Kamu tidak perlu ragu." Ia menghilang sebelum aku sempat membenarkan diriku.


Continue Reading

You'll Also Like

3.2M 177K 38
Siapa yang tak mengenal Gideon Leviero. Pengusaha sukses dengan beribu pencapaiannya. Jangan ditanyakan berapa jumlah kekayaannya. Nyatanya banyak pe...
83.7K 10.2K 55
PROSES PENERBITAN! [Dihimbau para pembaca baru untuk membaca sebelum adanya penarikan bab-bab untuk kepentingan penerbitan] #2 in Princess (29/3/24) ...
5.4K 471 59
Setelah rentetan kejadian mengenaskan terjadi padanya, Raquel sadar hidupnya sudah terbilang hancur untuk ukuran hidup normal. Pikirnya, kematian ibu...
1M 48.9K 66
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...