Skyscraper Desire

Від karinalexandra27

119K 6.6K 99

Meraih kesuksesan dalam karir tidaklah sulit untuk diraih Ellie dalam usia mudanya. Segala yang dimiliki Elli... Більше

Employee of the Month
Oops, My Mistake
Morning Coffee
Midnight Therapy
McDonald's Breakfast
Bad News! BAD!
The Love Spell
Walking Down The Aisle
Savior
La Ville de L'amour
Money Money Money
Mind Reader
Ooh, Fancy
Spill The Tea, Sis.
Cafe Brown
That's Suspicious
House Visit
My New Office
Lost
Another Mind Reader
Broken
Is This The End?
Help Me, I'm Falling
...Still Falling
Knight In Shining Armor
Little Bundle of Joy
Confessed
Gelato From Hell
Skyscraper Desire (Final Chapter)

The Other Woman

3.6K 223 0
Від karinalexandra27

"Siapa yang undang kamu ke sini?? Ini pesta privat!" Aku meremas tangannya dengan susah payah. Lengannya begitu keras seperti batu.

"Sama-sama." Jaiden tidak menghiraukanku lalu mengambil salah satu gelas beling yang tertata rapi di meja taman kemudian menekan keran dispenser yang menuangkan es timun serut.

Aku mendongak, berusaha untuk menatapnya tetapi Jaiden terus mengalihkan pandangannya dengan sengaja. "Sama-sama untuk apa?" tanyaku.

Ia menyebrangi taman, mengambil pie buah mini, masih mengalihkan pandangannya dariku. Aku mengikutinya dari belakang dengan langkah cepat. Saat aku berhasil menyusulnya, aku menghadangnya dan meremas tangannya, membuatnya berhenti melangkah lalu menghembuskan napasnya yang segera meniup anak rambutku.

Wajahku berjarak 10 cm dari dadanya yang lebar. Lalu aku mendongak dan tatapan kami bertemu.

Senyuman lebar mengembang di wajahnya. "Aku baru saja menyelamatkanmu."

Aku bersedekap. "Aku tidak butuh diselamatkan! Kamu kira kamu Superman??" Reaksi Jaiden yang hanya menaikkan alis dan tidak bergeming membuatku menghela napas.

"Lagipula, ayahku hanya memotivasiku untuk membuatku maju." lanjutku sambil memandang rumput.

Jaiden menatapku tidak percaya. "Benar."

"Jangan bersikap sok tahu." ucapku setelah ia menyodorkanku segelas es timun serut.

"Untuk apa kamu ke sini? Darimana kamu tau aku di sini?" tanyaku.

Jaiden duduk di kursi yang dilapisi taplak putih di sisi meja bundar yang dilapisi taplak putih juga. Sungguh, siapa panitia pesta ini? Ini pesta ulang tahun, bukan pernikahan – astaga. Aku mengikutinya kemudian duduk di sebelahnya.

"Aku ingin bertanya sesuatu padamu." ucap Jaiden tiba-tiba.

"Tanya apa?"

Ia mencondongkan badannya. "Kenapa kamu nggak minta izinku untuk cuti hari ini?" tanyanya dengan mata menyipit.

"Aku sudah nitip izin ke Joline dan Vanessa."

"Peraturannya adalah minta izin ke superior, El. Bukan nitip izin ke teman." ucapnya sambil memasukkan potongan kue terakhir ke mulutnya lalu ia memundurkan wajahnya.

Aku meringis setelah meneguk tetesan terakhir minumanku. "Lalu kenapa? Kamu akan memecatku?" desakku.

"Bagaimana jika aku memecatmu beneran?" ancamnya dengan senyuman lebar.

"Silakan saja. Maka itu kerugianmu sendiri. Kamu akan kehilangan pegawai yang baik di perusahaanmu. Kamu sendiri yang bilang tadi kan?"

Jaiden tidak mengalihkan pandangannya dariku tetapi tidak ada sepatah kata pun yan keluar dari mulutnya. Aku tidak tau bahwa Jaiden dapat kehilangan kata-kata. Ia menatapku heran kemudian menyunggingkan senyumannya.

Tiba- tiba, ia menepuk bahuku lalu bangkit berdiri. "Baiklah, besok kamu masuk kantor seperti biasa kan?" tanyanya.

"Ya, seperti biasa." ucapku.

Jaiden meneguk minumannya kemudian meletakkannya di meja. "Pintu keluar di sebelah sana kan?"

"Kamu mau pergi?" tanyaku. "Sebentar lagi ada makan malam."

"Makan malam terdengar bagus, tapi masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan hari ini."

"Pekerjaan apa?" tanyaku.

Jaiden mendengus. "Harus aku jawab pertanyaanmu yang itu?"

Aku bergidik. "Ya sudah. Kalo mau pergi silakan saja. Aku cuma bilang kamu bakal kehilangan makan malam yang lezat."

"Aku tidak akan menyesali hal itu." Jaiden berjalan mundur sambil mengangkat bahu dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celananya.

Aku memperhatikannya membuka pintu gerbang, melangkah keluar lalu menoleh ke belakang. Ia tersenyum dan mengangkat tangannya padaku. Aku pun melambai singkat.

>>>>>>

Rambut panjang bergelombang berwarna merah ombre terurai di bahunya. Sepertinya sinar bulan dan lampu sorotan panggung membuatnya terlihat seperti malaikat. Kayla mengenakkan gaun putih summer berenda dan sepatu boots kulit selutut. Ia terlihat seperti wanita era Wild West tetapi tidak norak. Meski sulit untuk kuakui, ia terlihat menakjubkan.

Kayla menggoyangkan pinggulnya di depan microphone sambil bernyanyi di atas panggung kecil, membuat penonton ikut bergoyang. Andre memetik gitar dengan lancar di sebelah Kayla. Dan sesekali aku melihat mereka saling melirik dan tersenyum. Harus kuakui aku sedang melihat performance yang sangat menakjubkan.

Sera duduk di sebelahku sambil memandang Richard, temain baik Andre sejak aku dan Sera masih berkuliah, yang sedang asyik menekan keyboardnya di atas panggung. Ia tersenyum saat melihat Sera dan aku dapat melihat pipi Sera memanas. Cepat atau lambat, mereka harus mengakui bahwa ada sesuatu di antara mereka.

Saat Band selesai bermain, kami bangkit berdiri sambil bertepuk tangan di atas kepala diikuti sorakan dan siulan. Tatapanku tertuju pada Andre yang menemukanku dan tersenyum. Ia meletakkan gitarnya lalu turun dari panggung dan menghampiriku.

Andre menyambutku dengan kecupan di pipi lalu aku memeluknya singkat. Kemudian Kayla menyusul di belakangnya. Aku menahan napasku lalu menghembuskannya perlahan.

"El, ini vokalis yang baru, Kayla." Andre memegang pinggang belakang Kayla dan menatapnya. "Kayla, ini pacarku, Ellie." Lalu menatapku.

Aku mengulurkan tangan dan Kayla menggantikannya dengan sebuah pelukan yang sangat erat. "Haaaaaiii!! Andre sering cerita tentang kamu!!" Aku mengenali suara seorang anak berumur 8 tahun jika menutup mata. Ia melepaskanku lalu menurunkan tangannya dan menggenggam kedua tanganku. "Akhirnya aku bisa ketemu langsung..." Matanya melebar.

Aku berusaha untuk menyembunyikan wajahku yang mulai mengernyit lalu memaksakan tawaan kecil. "Senang bertemu denganmu juga." ucapku lalu menoleh pada Sera. "Ini sahabatku, Sera."

"Halo." ucap Sera, mematung di dalam rangkulan Kayla.

Romeo, si pemain drum, menghampiri kami dengan dua drumstick di tangannya. Rambutnya yang gondrong diikat dengan rapi ke belakang. Ia mengangkat telapak tangannya dan aku menepuknya dengan semangat.

"What's up, El?" ujarnya.

Aku tersenyum. "All good, thanks."

Ia menatap Andre dan Kayla yang sedang berbincang. "Dre, Kay, kita disuruh beresin dulu sound speaker dan microphone-nya sama ibunya Ellie." Romeo menatapku sekilas.

"Jagain kursi untuk kita." pesan Andre lalu pergi mengikuti Romeo dengan Kayla.

Jagain kursi untuk kita? 'Kita' dalam arti Andre dan Kayla, atau 'kita' dalam arti Andre dan aku?

Aku memutarkan bola mata dan menghembuskan napas lalu menatap Sera yang sedang duduk sambil berpangku tangan, memandang Richard mengambil minuman. Ia tersentak saat aku berdeham beberapa kali untuk meledeknya.

Ia melemaskan bahu. "Kenapa?"

"Sampai kapan kamu mau membayangkannya?" tanyaku.

"Membayangkan apa?"

"Richard!" Aku melirik pada Richard yang sayangnya tidak menerima umpanku.

Sera bangkit dari kursinya dan menutup mulutku dengan telapaknya secepat kilat. "Ssssshhhhhhhh!!" desisnya.

"Aku tau kamu menyukainya dan dia juga menyukaimu."

"Darimana kamu tau dia menyukaiku?"

Aku berdecak. "Itu yang kamu takutin? Penolakan?" tanyaku.

"Aku tidak takut. Aku cuma nggak mau kalo aku mengakui perasaanku padanya, dia nggak punya perasaan yang sama, dan pertemanan kami akan hancur selamanya. Dan, kemungkinan besar aku tidak akan bisa move on sampai 2 bulan ke depan. Jadi, lebih baik aku diam saja dan melihat kemana takdir membawaku."

"Tolong," Aku menyatukan kedua telapak tanganku. "Untuk sekali ini saja, jangan jadi Sera si konselor pernikahan dan buanglah teori-teori konyol yang kamu karang."

"Aku tidak pernah mengarang-"

"Sore..." Kami terkesiap dan menoleh ke belakang seketika.

Richard menunjukkan senyumannya kemudian menyeka poni di keningnya ke samping. "Aku membawakan kalian es teh manis. Sepertinya kalian membutuhkannya, dilihat dari kehebohan dan entah percakapan apa yang kalian bicarakan tadi." Ia meletakkan dua gelas es teh manis lengkap dengan jeruk nipis di mulut gelasnya.

Kami menatap gelas tersebut dan bergeming. Namun, Richard masih tersenyum lalu mengacungkan jempol di atas bahunya untuk menunjuk meja prasmanan di belakangnya. "Kalian udah makan? Aku baru saja ingin mengambil makanan." tanyanya.

Aku menyenggol Sera dengan siku. Tetapi Sera masih menatapnya dengan mulut komat-kamit.

Aku berdeham. "Aku sudah makan kue tadi." Kemudian aku memegang pundak Sera. "Tapi, Sera belum makan apa-apa daritadi. Mending kamu ajak dia makan, dia malu untuk mengambil makanan buffet sendirian." Aku menggoyang-goyangkan pundak Sera, menyebabkannya bergoyang seperti jeli.

"Ayo, Ser." Ia menjulurkan telapak tangannya dan Sera menerimanya saat aku menyenggolnya dengan siku sekali lagi.

Sera mengambil mangkuk sup dan mengisinya dengan nasi sementara Richard berusaha untuk tidak tertawa. Aku mengacungkan kedua jempolku saat Sera menengok ke arahku.

"Jadi, yang mana pacarmu?" Aku tersentak lalu melihat Jaiden saat menengok ke belakang.

"Kenapa kamu selalu muncul tiba-tiba entah darimana?" tanyaku sambil membalikkan badan.

"Aku di sini daritadi."

Aku menepis perkataannya. "Apa yang kamu lakukan di sini? Katanya masih banyak pekerjaan?" tanyaku.

"Setelah dipikir-pikir, daging untuk makan malam terdengar enak. Lagipula, kamu bisa menyelesaikan pekerjaanku dengan balasan gaji bonus kan?"

Aku mendengus sambil berjalan ke meja buffet.

"Kamu belum menjawab pertanyaanku." ucap Jaiden mengikutiku.

"Dia masih beresin panggung. Bandnya baru selesai tampil. Kamu terlambat." ucapku.

Aku mengambil piring dan mulai meletakkan semua makanan di buffet yang dapat kutemui. Kemudian aku mencari meja kosong, tidak lupa juga untuk mengambil kursi untuk Andre. Aku dan Jaiden hendak menikmati ayam panggangku saat aku mendengar suara cekikikan yang familiar. Dan juga suara..., Andre?

Aku memanjangkan leherku, mencari sumber suara itu.

"Kenapa? Ada yang salah dengan ayam panggangmu?" tanya Jaiden sambil melahap makanannya.

Kemudian aku melihat Kayla dan Andre berada di meja makan beberapa meter dariku, cekikikan sambil menikmati makanannya seakan-akan dunia serasa milik berdua.

Rahangku terjatuh seketika.

Продовжити читання

Вам також сподобається

906K 15.6K 7
DILARANG KERAS MENJIPLAK KARYA TILLY D; MENGUTIP SEBAGIAN, MENYALIN, MENGAMBIL INSPIRASI PENUH, MENGGANTI JUDUL; NAMA TOKOH, ALUR. BAIK DISENGAJA MAU...
138K 7K 32
Jillian Summer sadar betul tidak banyak pria baik-baik yang bisa dia temui di bar -atau mungkin memang tidak ada- seperti yang selalu di ucapkan oran...
1.1M 16.3K 36
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
83.6K 10.2K 55
PROSES PENERBITAN! [Dihimbau para pembaca baru untuk membaca sebelum adanya penarikan bab-bab untuk kepentingan penerbitan] #2 in Princess (29/3/24) ...