The One I Love

By Malseyes

44.2K 4K 409

Lagi, aku hanya bisa memandangi punggungnya berharap suatu hari ia bisa menyadarinya. Lagi, aku terpukau den... More

Dia
Harapan
Kebahagiaan
Nana
Rasa
Abstain
Maaf
A (newbie) Lover
In Love
Wrong
12:30
Pamit
Bersama... selamanya?

I Do Love You Very Much

3.4K 201 23
By Malseyes



"I love you...."

.

.

.

Hai, aku Singto Prachaya. Bagaimana aku mengatakannya? Baiklah, mungkin ini akan sedikit panjang. Semua berawal dari perkenalanku dengan dirinya di perpustakaan saat tahun pertama kami. Perkenalan yang singkat, sama sekali tidak berkesan sedikitpun. Tidak--sampai aku menyadari bahwa aku tidak bisa melupakan semburat merah yang muncul di wajahnya. Manis...

Apakah aku mulai tertarik dengannya? Aku tidak tahu. Masih terlalu dini untuk menyimpulkannya begitu saja. Aku menyadari bahwa setelah hari itu, aku—sengaja—mencari tahu tentang dirinya. Sedikit banyak memperhatikan dirinya saat bersama dengan temannya. Aku semakin ingin tahu...

Semua orang mengatakan aku hebat bahkan ada yang mengatakan aku sempurna. Tapi mereka tidak tahu.... bahkan untuk menyapa orang itu saja aku tidak mampu. Aku tidak menemukan alasan untuk sekadar menyapanya. Jadi, lebih baik seperti ini saja. Menatapnya dalam diam.

Siapa? Dia adalah... Krist Perawat. Seorang pemuda sederhana yang memiliki pipi sangat bulat seperti bakpao. Ia memang semanis itu. Di saat hampir semua orang bersikap seperti dibuat-buat hanya untuk mendapatkan perhatianku, ia tidak. Ia berbeda. Dan karena itulah aku sangat penasaran dengannya. Ia seperti memiliki sesuatu di dalam dirinya yang membuatku selalu ingin memperhatikannya.

Akhirnya di tahun terakhirku, aku bisa sekelas dengannya. Aku sangat bahagia sampai dengan tidak sadar, duduk begitu saja di sampingnya. Aku hampir mengutuk diriku sendiri. Dengan cepat aku berkata...

"Kuharap kau tidak keberatan, Krist. Lihatlah, tidak ada kursi kosong yang bisa kutempati," Ucapku.

Krist terlihat seperti kebingungan dan mengedarkan pandangan lalu setelahnya mengiyakan perkataanku. Ia tidak tahu, aku hampir saja tersenyum senang. Aku harus lebih bisa mengendalikan diriku. Jika tidak...

Oh? Pembagian kelompok? Terkadang aku tidak begitu senang dikatakan sebagai murid tercerdas di sekolah namun jika dengan alasan tersebut aku bisa mendapatkan yang aku mau, mungkin tidak buruk juga. Dan aku tahu pasti kalian sudah bisa menebak apa yang akan aku lakukan selanjutnya—tentu saja—membuatnya satu kelompok denganku. Beralasan untuk mendekatkan New dengan May, akhirnya aku berpasangan dengannya. hampir aku tersenyum senang (lagi).

Sebenarnya aku hanya ingin berpasangan dengannya tanpa memikirkan hal lain—sampai aku tahu bahwa dia sangat buruk sekali di pelajaran kimia. Tapi baiklah, aku akan membantunya. Dan selama beberapa menit ke depan yang kami lakukan hanyalah bertengkar. Menyenangkan sekali bisa menggodanya—pipinya akan memerah karena kesal, alisnya akan menukik, dan matanya akan melotot—sungguh, aku hampir saja tertawa karenanya. Aku menggunakan komikku untuk berpura-pura membaca walaupun sebenarnya yang kulakukan yaitu memperhatikan dirinya yang sedang mengerjakan pertanyaan-pertanyaan dengan serius.

***

"Apa kau pernah jatuh cinta, Krist?"

Aku bertanya berusaha terdengar biasa saja walaupun aku sangat ingin tahu sekali. Tapi tunggu... kenapa ia terlihat sedih? Apakah ada yang salah dengan pertanyaanku?

Pada akhirnya... aku tidak mendapatkan jawaban yang kuinginkan. Sebaliknya, aku malah mendoakan agar orang yang ia cintai dapat membalas perasaanya. Untuk apa?!

Keesokan harinya mungkin bisa dikatakan hari yang sangat buruk sekali. Nana kembali. Aku akui ia adalah cinta pertamaku. Namun, hanya sampai di situ saja. aku memang sangat patah hati saat ia meninggalkanku. Tapi ia menjadi sangat tidak bermakna sekali saat Krist hadir. Aku menyesal kenapa ia harus kembali di saat aku sedang bersama Krist.

Aku menghindar. Aku tidak ingin melihat Nana. Dan saat itu Krist datang, menanyakan apa yang terjadi. Aku menatap matanya entah mengapa aku ingin sekali menjelaskan padanya. tidak ada yang terjadi di antara kami.. Nana hanya cinta pertamaku. Mungkin aku kembali berhalusinasi karena sekarang aku melihat kesedihan terpantul jelas dari mata Krist. Apa yang salah dengan ceritaku?

Lalu saat itu tiba. Semua terjadi begitu cepat. Nana memelukku dan memintaku kembali dengannya. Seperti belum cukup, Krist melihatnya. Tunggu, ada apa dengan wajahnya? Ia...menangis? Aku ingin mengejarnya, menjelaskan semuanya. Namun aku berhenti, untuk apa? Memangnya ia menyukaimu seperti kau menyukainya? Mustahil, Singto..

Setelahnya Krist menjauhiku. Aku tidak tahu salahku apa. Aku bahkan tidak melakukan apapun. Dan aku sangat yakin ia memang menjauhiku. Sudah cukup! Aku tidak tahan lagi! Aku tarik tangannya, mengintrogasinya. Aku tahu ia telah menyembunyikan sesuatu. Aku yakin.

Aku melepaskan tangannya dan menatap matanya, "Katakan, ada apa?"

"apa maksudmu?"

"Kau, ada apa denganmu?"

"Tidak ada apa-apa."

Aku tidak tahan lagi, aku membentaknya. "Tidak mungkin!"

Ia menatap mataku, "Memang tidak ada apa-apa! Kenapa kau membentakku?!"

Aku menghela napas, "Katakan padaku, apa kau menyukai Nana?"

"Hah?"

"Apa kau menyukai Nana?" Ulangku.

"Tidak, kau gila ya?"

"Lalu kenapa kau menjauhiku?"

"Apa?"

"Kau menjauhiku! Kau melakukannya! Kau menjauhiku sejak saat itu, saat kau melihatku memeluk Nana. Katakan sejujurnya, Krist!"

"Aku menjauhimu bukan karena aku menyukai Nana. Sungguh!"

"Jadi benar kau menjauhiku..." Aku tertegun. Ia memang menjauhiku. Tapi.. karena apa?

"Jika bukan Nana yang kau sukai lalu... siapa? Apakah.... aku?"

....

"Ha ha ha! Mana mungkin! Ha ha ha! Apa kau gila?"

"Hm, bener juga. Tidak mungkin, ya?" tanyaku hampir berbisik dan nyaris tidak terdengar.

"Apa?"

"Tidak. Lantas, kenapa kau menjauhiku?"

Ia tergagap, "Itu.. anu... karena kau melakukan hal bodoh! Ya, hal bodoh! Kau berpelukan di sekolah! Sangat tidak bagus sekali ha-ha-ha..."

Aku masih tidak percaya, itu adalah alasan terbodoh yang kutahu, "Kau yakin karena itu?"

"Iya, memangnya karena apa lagi?"

"Tidak, hanya saja—"

"Ah, sudahlah! Kau terlalu banyak berpikir, Singto! Nanti kau jelek seperti kakek tua! Hahaha!" potongku sambil berjalan meninggalkanku

Aku terdiam menatapnya berjalan menjauhiku. Ternyata memang aku yang terlalu berharap. Bukan aku yang ia cinta..

***

"Singto?" Aku menoleh dan melihat Nana berdiri tak jauh dari posisiku.

Aku melengos, enggan menyapa balik dan memilih melanjutkan jalanku.

"Singto, ada yang ingin aku katakan," Aku berhenti tetapi menolak untuk membalikkan badannya.

"Tentang waktu itu—"

"Jika kau akan mengatakan sesuatu yang tidak penting, maaf, masih ada yang harus kulakukan," Aku berjalan menjauh, sama sekali tidak memberikan kesampatan.

"Singto, tunggu! Dengarkan aku!—" Aku tetap berjalan.

"IT'S ABOUT KRIST!!" Aku menghentikan jalanku, menoleh, dan langsung menaruh penuh perhatian pada apa yang akan dikatakan oleh Nana.

"Oh, look? Dengan menggunakan nama Krist, kau langsung bertekuk lutut. Trust me, you want to hear this!"

Aku menyerah, "Okay, you get all my attention now,"

Nana menoleh ke kanan dan ke kiri, memeriksa apakah ada seseorang selain ia dan diriku. "Singto, kau tahu? Krist itu sangat mencintaimu,"

Aku terdiam, sama sekali tidak ingin menyembunyikan keterkejutanku. Bagaimana bisa?

"Hei, jangan diam saja. sangat menyakitkan mengatakan ini padamu, tahu?"

"Baiklah, alasanmu? Aku tidak ingin mendengar bahwa ini hanya omong kosong," Aku berujar sengit, ia merasa pusing karena semua ini sangat tiba-tiba untuknya. Krist memenuhi pikirannya. Krist seperti menyerangnya dengan senjata rahasia yang tidak bisa ditebak oleh otak jeniusku.

"Kau tahu, Krist menjaga jarak denganmu setelah melihat kita berpelukan tempo hari. Ia menolak membantuku untuk kembali bersamamu. Bukan, cara dia menolaknya memberikan pertanyaan besar di otakku. Dan jangan salahkan aku karena baru sekarang mengatakan ini, sebelum aku bertemu denganmu dan berakhir dengan memelukmu, aku melihat Krist di perpustakaan bersama dengan temannya. Dia menangis. Yes, he cried. Dia menangisi perasaannya terhadapmu dan semakin merasa sedih saat aku muncul. Cih! Kau bahkan menolakku mentah-mentah setelah pelukan itu. Sial."

Hening. Aku terdiam, mencoba mencerna penjelasan panjang dari Nana. Lalu aku mulai menyadari semua. Mengapa Krist terlihat gugup saat aku duduk di sampingnya, mengapa Krist sangat ingin menolak saat dipasangkan olehku, mengapa Krist sangat terluka saat membicarakan orang yang ia cintai diam-diam selama ini. Dan orang itu... aku?

"Singto, aku baru mengenalnya dan bisa langsung mengetahui dari cara ia memandangmu. He hides it very well, you know? He really loves you.."

Aku berpikir, "Besok. Besok kau harus membantuku."

"Apa yang ingin kau lakukan?"

"Let we see.."

***

Aku rasa sudah cukup dengan rencana persembunyianku. Aku sudah mendengar semuanya. Ia juga mencintaiku. Aku sangat terkejut. Tidak menyangka bahwa ini nyata. Aku hanya diam menatap wajahnya, tidak tahu harus bersikap seperti apa. Aku tidak tahu bahwa kelakuanku menyakitimu... Krist.

Seminggu berlalu sejak kejadian itu. Sudah seminggu pula aku tidak melihatnya. Ia sakit dan aku sangat yakin, aku lah penyebabnya. Hari ini ia masuk dengan wajah yang sangat pucat. Teman yang lain tidak membantu malah mengajaknya untuk bercanda. Aku tidak punya pilihan lain.. aku harus menghentikan mereka. Setelahnya aku tertegun, sepasang mata indah yang kukagumi menatapku dengan sedih. Apa aku salah?

Aku tidak tahu tapi aku takut. Takut jika ia memiliki hubungan khusus denganku maka orang lain akan mencemoohnya. Maka dari itu, walaupun sangat sakit, aku harus tetap merelakannya. Iya.. kan?

***

Selama ini aku menggunakan otakku untuk berpikir lalu menentukan pilihan yang menurutku benar. Tapi untuk pertama kalinya aku menyesal. Keputusanku bukan hanya menyakiti diriku, aku menyakiti orang yang sangat aku cintai.

Baiklah, mari kita mengubur segala akal sehat dan menjalani apa yang aku inginkan. Aku tidak sanggup lagi, memeluknya dengan erat benar-benar membuatku lega. Sangat menyesal mengapa tidak sejak dulu aku mengatakan yang sebenarnya. Dengan tetap memeluknya, aku berkata...

"Kumohon, Krist... jangan pernah berhenti mencintaiku."

***

Hubungan kami berjalan dengan menyenangkan. Aku tidak tahu bahwa aku semakin menyayanginya. Aku bahkan berbagi rahasia yang selama ini hanya tuhan dan diriku yang mengetahuinya. Lalu ia juga berbagi rahasianya dan menangis. Melihatnya menangis adalah hal yang paling membencikan bagi diriku. Sakit sekali melihatnya sedih seperti itu. Aku harus membantu mewujudkan mimpinya apapun yang terjadi.

Beberapa hari setelahnya Krist bersikap aneh. Aku tidak tahu tapi aku yakin ada sesuatu yang disembunyikannya. Krist bukan seseorang yang mudah berbohong, ia seperti buku yang terbuka lebar. Semoga saja anggapanku salah..

"..Apa?" aku tidak berusaha menyembunyikan keterkejutanku. Sekretaris ayahku memberi tahu bahwa Krist sedang berusaha mencari kakekku. Bodoh! Untuk apa ia melakukannya?

Apa yang sebenarnya ia rencanakan? Apakah ia tidak tahu bahaya apa yang akan didapatkannya jika ada orang lain yang tahu tentang rencananya? Apakah ia tidak tahu aku sangat mengkhawatirkannya?

Pertengkaran itu tidak bisa dihindari. Aku sangat marah. Aku kecewa sekali. Terlalu lelah memikirkan alasannya mengapa ia berani melakukan hal bodoh seperti itu. Mungkin dengan mengakhiri hubungan ini mampu membuat kami berpikir lagi. Berkaca bahwa ini bukan kesalahan satu pihak, aku pun juga salah.

Ia menangis tanpa mengetahui bahwa aku juga tidak dapat menahan air mataku. Aku juga sama—tidak bisa berpisah dengannya. Mungkin ia tidak akan pernah tahu.. aku sama hancurnya seperti dirinya.

***

Hal mengejutkan terjadi, kakekku kembali dan aku langsung sibuk menemaninya, mengurusi hal yang sudah seharusnya kuurus. Semua kesibukan itu membuatku seperti sangat jauh sekali dari Krist. 3 bulan berlalu, selama itu pula aku tidak pernah berbicara lagi dengan Krist.

Ada yang berbeda dengan hari ini. ia ingin mengajakku berbicara. Aku hanya bisa terdiam. Ia akan meninggalkanku untuk mengejar mimpinya. Seberapapun aku ingin ia di sisiku, aku tidak boleh egois. Aku tidak bisa egois. Aku harus menghargai keputusannya. Maka sekali lagi, walaupun sangat menyakitkan, aku akan melepasnya. Tidak perlu mengatakan perasaanku karena aku tahu, rasa itu tetaplah sama. Selamanya.

***

Aku, seorang Singto Prachaya—menangis meraung-raung. Kepergian Krist merupakan salah satu rencana kakekku. Aku merasa sangat bodoh sekali. Bagaimana mungkin tidak terpikir olehku?

Berusaha sekuat tenaga mengendalikan emosiku. Bersusah payah menggunakan akalku untuk berpikir. Ayah benar, Krist akan dalam bahaya jika ia berada di dekatku untuk saat ini.

Menarik napas panjang... baiklah. Tunggu aku Krist. Kumohon.

***

3 tahun yang lalu aku memutuskan untuk membantu memimpin Prachaya Company, walaupun tidak sekuat saat dipimpin ayah maupun kakekku, kerja kerasku terbayar. Semua ini bukan hal yang mudah, terkadang aku ingin sekali menyerah jika tidak teringat bahwa orang yang aku cintai pun sedang sama berusaha mengejar impiannya.

Aku menatap lemari piagam yang sengaja disimpan di ruanganku, akhirnya aku berhasil. Seperti teringat sesuatu, aku membaca kembali pesan yang ditinggalkan oleh asistenku. Seperti biasa--harus mengurus langsung anak cabang perusahaan di luar negeri dan aku harus berangkat besok pagi sekali.

Mataku terbelalak, terkejut. Membaca sekali lagi....

...Amerika?

Dan di sini lah aku, tersaruk kehadapannya yang sedang mengerjakan sesuatu dengan sangat serius. Krist semakin terlihat dewasa. Ah.. betapa aku sangat merindukannya.

"Is this seat taken?" Aku bertanya pelan.

"No, Please."

Alis Krist yang mengkerut menandakan ia sangat serius membuatku terpesona. Tidak dapat kupungkiri, aku sangat bangga.

Aku melihatnya menghela napas lelah, Tangannya menggapai, berusaha meraih coklat panas yang ada di sampingnya. Dengan cepat aku mengambil gelas itu dan menaruhnya di genggaman Krist.

"Thanks," Krist berterimakasih tanpa mengangkat kepalanya.

"Coklat panas memang bagus untuk menenangkan pikiran, tapi teh hijau hangat jauh lebih bagus," Aku berkata kalem.

Krist membatu. Ia menoleh dan gelas yang ada digenggamannya jatuh mengotori lantai taman.

"....Singto?"

Aku tersenyum saat akhirnya kembali menatap mata itu, "Hai.."

Krist terlihat sangat bingung, "Kau? Sejak kapan?"

Aku tidak menjawab, sibuk memperhatikan Krist. Aku tahu pasti ia sangat gugup sekali. Aku sengaja menyuruh yang lain untuk tidak memberitahu dirinya.

"Singto, kau sudah tahu ya? Mengenai beasiswaku..."

Aku tersenyum kembali, "Tentu saja."

Aku mendekat, "Kalau di sini, aku bisa menjagamu kan?" tanyaku sambil mengusap rambut Krist. Rindu sekali. Mata Krist berkaca-kaca, ia mengangguk. Lalu aku menariknya ke dalam pelukanku.

Entah bagaimana.. Tapi aku juga sangat mencintainya. Bersyukur karena aku yang selama ini ia cinta. Menyesal karena keberanian itu datang begitu lama. Begitu banyak yang kami lalui untuk bisa bersama. Aku berdoa pada siapa pun yang bisa mendengarku, kumohon biarkan kami bersama. Selamanya.

.

.

.

END


With love, -M.

cr pic: owner.

Continue Reading

You'll Also Like

6.3M 327K 59
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
1.9K 153 8
10 tahun kemudian... "Zavin, malu punya Mama cacat!" Setelah saling berpencar, dan hidup bersama keluarga kecilnya masing-masing, seluruh pasukan int...
39.7K 5K 16
[bxb] punya tetangga yang ternyata mantan pacar itu gimana sih rasanya? copyright 2018 © by softbum
9.4K 941 30
"bagaimana jika aku tak berhasil menemukan seseorang yang mencintaiku dengan tulus setelah 40 hari? " tanya tay. "kau harus mengucapkan selamat ting...