Married by Accident

By litmon

5.2M 382K 57.6K

[ver. belum di edit] Jeon Jungkook dan Shin Jinri adalah tetangga yang terkenal selalu tidak akur. Jeon Jungk... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Litmon Info (Harap dibaca)
Chapter 22
Chapter 23
Pengumuman (Wajib Baca)
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
ask_litmon
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Pengumuman
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Tolong dibaca :'v
Chapter 59
OPEN ORDER MBA versi PDF

Chapter 54

20.4K 2.7K 311
By litmon

Jinri tidak bisa menahan tawanya setiap mengingat kejadian tadi pagi saat Jungkook membuat nasi goreng kimchi. Ia salah memasukkan bumbu ke dalam masakannya. Ia malah memasukkan gula bukannya garam ke dalam nasi goreng kimchinya.

Jadilah, mereka sarapan dengan nasi goreng kimchi manis.

Kebetulan tadi pagi Jinri memiliki pekerjaan lain hingga Jungkook-lah yang terpaksa membuat sarapan sendiri. Karena masih mengantuk, lelaki itu tidak fokus hingga ia salah mengira gula adalah garam. Padahal Jinri sudah membuat tempat gula dan garam sangat jauh. Entah bagaimana Jungkook bisa mengira gula itu garam.

"Jinri-ya... hentikan tawa mengesalkanmu itu." Jungkook menutup pintu lemari dengan keras. Ia lama-lama kesal juga karena sejak kemarin Jinri selalu menertawainya. Ia menjadi merasa konyol sendiri.

"Okey... maafkan aku. Tapi... kau tahu, Jungkook-ah. Itu sangat lucu." Sahut Jinri di sela tawanya.

Jungkook memutar matanya jengah. Ia memasang bajunya dengan cepat. "Terserah kau saja." gumamnya. Lebih baik ia berangkat bekerja daripada berlama-lama di apartemen dengan Jinri yang selalu menertawainya.

"Jungkook-ah, kau marah?" tanya Jinri. Wanita itu mengikuti langkah Jungkook ke ruang studio.

Jungkook tidak menjawab, ia malah sibuk memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Jinri terlihat mengerucutkan bibirnya karena Jungkook tak kunjung menjawab.

"Okey... aku anggap kau marah." ucap Jinri. Ia berniat untuk keluar dari studio ketika Jungkook tiba-tiba berbalik menghadap kearahnya.

"Aku tidak marah." jawabnya. "kenapa jadi kau yang terlihat marah?"

Jinri terlihat mengerutkan keningnya. "Aku marah? Aku tidak marah padamu. Kau yang malah terlihat sejak tadi."

Jungkook tersenyum. "Ya... kau terlihat marah, sayang."

Helaan napas pelan terdengar dari mulut Jinri. "Tidak... aku tidak marah, okey?"

Jungkook tertawa kecil. Jinri berbicara ia tidak marah dengan wajah marah. Sudah jelas-jelas istrinya itu sudah tersulut emosi. Ia tidak terima dituduh marah namun sebenarnya sejak tadi ia sudah marah. Sangat lucu.

"Kenapa kau tertawa? Apa itu lucu?" tanya Jinri dengan sengit.

Lihatkan? Wanita itu jelas-jelas marah. Wanita memang membingungkan. Ia yang mengejek, ia juga yang marah.

Jungkook mendekat, ia membawa tangannya untuk mengusap kepala Jinri dengan lembut. "Sudah... sudah. Aku berangkat dulu."

Jinri menganggukkan kepalanya. "Hmm... hati-hati di jalan."

Setelah itu Jinri terlihat berniat untuk keluar dari studio. Ia malas berlama-lama disini dan berhadapan dengan Jungkook. Entah kenapa ia tiba-tiba menjadi kesal melihat senyum menyebalkan lelaki itu.

Jungkook dengan cepat menahan Jinri, ia memeluk istrinya dengan gemas lalu mencium kening Jinri cukup lama. Perlakuan manis Jungkook akhirnya membuat Jinri tidak bisa menahan senyumnya.

Mereka berdua bertukar senyum. Jungkook mendekatkan wajahnya lalu mengecup bibir Jinri beberapa kali. "Kau lebih cantik jika tersenyum seperti itu." bisiknya.

Jinri pura-pura mendengus tidak suka walaupun di dalam hati ia sudah berteriak kegirangan. "Terima kasih, Tuan Jeon." Sahutnya. "Sekarang saatnya kau harus benar-benar berangkat. Namjoon Oppa akan marah padamu jika kau terlambat ke studio."

Helaan napas lelah terdengar dari mulut Jungkook. Andai hari ini tidak ada pekerjaan di studio mungkin ia bisa bermalas-malasan bersama Jinri di rumah. Namun, itu tidak mungkin. Pekerjaannya semakin menggunung sekarang.

Ia bukan seorang composer dan penulis lagu freelance lagi sekarang. Jungkook sudah mendatangani kontrak kerja dengan agency milik Namjoon. Walaupun nanti ia berada di Amerika, ia tidak akan libur. Ia tetap berkontribusi dalam pengerjaan lagu untuk debut solo salah satu trainee yang di produseri oleh Yoongi. Ada dua lagu ciptaannya yang akan di masukkan ke dalam album yang rencananya akan selesai tahun depan. Hal itu tentu saja salah satu prestasi baru bagi Jungkook.

-00-

Jungkook masuk ke dalam studio pribadi milik Namjoon tanpa repot-repot mengetuk pintu. Ia malas melakukan hal-hal formal walaupun sekarang Namjoon adalah atasannya. Namjoon pun terlihat tidak memusingkan sikap kurang sopan Jungkook. Ia sudah paham dengan sikap adik iparnya itu, percuma saja ia marah. Mungkin Jungkook akan menurut pada awalnya namun lama-lama ia akan kembali bersikap seperti itu. Yang terpenting sekarang baginya adalah otak jenius dan bakat hebat yang dimiliki oleh Jungkook.

"Hyung, dimana Yoongi Hyung? Studionya terkunci rapat." katanya. Kini lelaki itu duduk dengan nyaman di sofa berwarna abu-abu yang dilengkapi dengan bantal dan selimut. Biasanya jika lembur, Namjoon membuat sofa kesayangannya itu menjadi tempat tidur darurat.

Namjoon memutar kursi kerjanya. Ia menghadap kearah Jungkook yang entah sejak kapan sudah duduk nyaman sambil memeluk bantal miliknya. "Kau tidak tahu? Yoongi pulang ke Daegu pagi tadi karena Jiwoo akan melahirkan."

Pada saat itu ponsel Namjoon bergetar tanda pesan masuk, ia mengambil ponselnya lalu mengecek isi pesan yang ternyata dari Yoongi. Ia memberi kabar jika Jiwoo sudah melahirkan bayi perempuannya satu jam lalu.

"Oh... baru saja dibicarakan... Jiwoo sudah melahirkan. Bayinya perempuan." beritahu Namjoon sambil mengetik pesan di ponselnya untuk memberi selamat pada Yoongi sahabatnya. Hana istrinya pasti sudah tahu lebih dulu, tapi sayangnya Hana sekarang sudah berada di Paris. Sepertinya ia harus menghubungi istrinya nanti untuk menanyakan hadiah apa yang cocok untuk bayi Yoongi dan Jiwoo.

"Akhirnya... pasangan Harang sudah lahir." Komentar Jungkook dengan senyum jahil.

Namjoon langsung menatap Jungkook tajam. "Siapa yang kau maksud pasangan Harang? Aku tidak pernah setuju putraku mempunyai ayah mertua seorang Min Yoongi. Tidak akan pernah."

Walaupun Namjoon dan Yoongi berteman dekat, entah kenapa mereka berdua bersikeras tidak ingin menjodohkan anak-anak mereka nanti. Yoongi lebih setuju jika nanti putrinya berjodoh dengan Hyungseok putra Seokjin.

"Tapi sepertinya Noona berpikir lain, Hyung." sahut Jungkook.

Namjoon tertawa merendahkan. "Aku akan melakukan berbagai cara untuk menggagalkan rencananya."

Jungkook hanya menganggukkan kepalanya tanpa berkomentar lagi. Jika ia melanjutkan komentarnya maka semakin panjang pembicaraan mereka mengenai topik perjodohan anak yang bahkan masih belum tahu apa-apa.

"Oh ya, bagaimana dengan rencana kepindahanmu? Apa semuanya lancar?" tanya Namjoon. Pria itu bangun dari tempat duduknya lalu membuka lemari pendingin kecil di sudut ruangan. Isinya kosong. Sepertinya ia harus belanja untuk mengisi lemari pendinginnya.

"Ya... aku dan Jinri mulai memilah-milah barang yang akan kami bawa nanti." sahut Jungkook seadanya.

Namjoon terlihat menatap Jungkook cukup lama tanpa berkomentar apapun. Sepertinya Jungkook tidak memberitahu Jinri tujuan awalnya dulu jika mendapatkan beasiswa. Jungkook sebenarnya tidak terlalu berambisi untuk pergi melanjutkan sekolah ke Amerika jika bukan karena Yuri.

Tapi setelah dipikir-pikir, Jungkook tidak harus atau lebih baik jangan memberitahu Jinri akan masalah itu. Toh, tujuan itu pada akhirnya berubah. Jika Jinri tahu malah akan membuat kesalahpamahan.

"Hyung, kau melamun?" Jungkook melambai-lambaikan tangannya di depan Namjoon yang sepertinya tengah memikirkan hal lain. "Jika tidak ada yang dibicarakan lagi, aku ingin kembali ke studioku."

Namjoon mengerjap beberapa kali. "Ah... ya. Lanjutkan pekerjaanmu."

Jungkook mengangguk walaupun dengan tanda tanya besar dikepalanya. Kenapa kakak iparnya itu melamun sambil menatapnya setelah membahas kepindahannya dan Jinri. Atau mungkin Namjoon memang tengah memiliki banyak pikiran. Apalagi akhir-akhir ini jam terbang kerja lelaki itu lebih banyak dari mereka.

-00-

Jungkook menghela napas entah untuk keberapa kalinya hari ini. Sebenarnya sudah beberapa hari ini Yein, manajer Kwon Yuri terus-menerus menghubunginya. Sudah lama wanita itu tidak menghubunginya, biasanya jika Yein sudah menghubunginya berarti ada sesuatu yang terjadi pada Yuri.

Namun, sekarang Jungkook tidak meharuskan dirinya mengkhawatirkan Yuri karena wanita itu sudah bersama Wonwoo. Ia yakin Wonwoo dapat menjaga Yuri dengan baik. Apalagi pasangan itu sebenarnya saling mencintai tapi tidak ingin mengakui perasaan masing-masing.

Jungkook paham jika sebenarnya dulu ia hanya sebagai tempat pelarian dan tempat Yuri mencari perlindungan. Pria yang dicintai wanita itu adalah kakaknya, Jeon Wonwoo. Oleh karena itu juga akhirnya ia lebih memilih mundur dan melupakan semua perasaannya pada Yuri. Walau sampai kapanpun, hati wanita itu tidak akan menjadi miliknya. Yuri memang berkali-kali menyatakan perasaannya dan mencoba membalas perasaannya tapi ungkapan itu bukan dari hati wanita itu.

Sekali lagi, ia hanya sebagai tempat pelarian. Ia hanya digunakan sebagai tameng perlindungan oleh cinta pertamanya.

Jungkook kembali menemukan ponselnya berdering. Ia awalnya berniat mengabaikannya namun ia urungkan ketika melihat ternyata kali ini Jinri yang menghubunginya.

"Hm... kenapa?"

"Siang ini? Ya... boleh saja."

Jungkook melihat jam tangannya sebentar.

"Okey... kita bertemu dua jam lagi."

"Hmm... aku juga. Hati-hati di jalan nanti."

Jungkook menutup ponselnya lalu kembali fokus dengan komputernya. Ia terlihat samar-samar tersenyum. Ada-ada saja pikirnya. Ia pikir kenapa Jinri menghubunginya disaat jam-jam kerja seperti ini. Ternyata wanita itu mengajaknya untuk pergi ke Chim-Chim Cafe milik Park Jimin siang ini. Kebetulan hari ini cafe dengan nama aneh itu menyediakan menu spesial yaitu Pancake Tower yang terkenal karena unik dan sangat enak.

Jinri pasti mengajaknya karena wanita itu tidak akan mampu menghabiskan satu porsi pancake tower. Jungkook sebenarnya enggan untuk datang ke cafe milik sahabatnya itu hanya karena ingin menikmati makanan yang dari namanya saja sudah aneh. Pancake tower? Hah... ada-ada saja. Jika bukan karena Jinri lebih baik ia menghabiskan waktu di studio.

Baru saja ia fokus dengan pekerjaannya, ponselnya kembali berdering. Yein kembali menghubunginya. Jungkook terlihat berpikir antara ingin mengangkat panggilan itu atau tidak. Namun, pada akhirnya ia memilih untuk mengangkat panggilan itu. Jika wanita itu hanya mengatakan sesuatu yang tidak penting ia tidak akan meladeninya.

Tapi sepertinya ada sesuatu yang penting yang ingin dikatakan oleh Yein. Jungkook mau tidak mau menyutujui ajakan Yein untuk bertemu nanti siang. Wanita itu berjanji tidak akan lama. Seperti yang ia pikirkan tadi, jika Yein hanya membicarakan sesuatu yang tidak penting ia tidak akan meladeninya. Ia akan pergi.

-00-

Yein dapat bernapas lega ketika Jungkook menyetujui untuk bertemu siang ini. Ia terpaksa menghubungi Jungkook karena ia tidak tahu harus berbuat apa lagi dengan masalah yang tengah Yuri hadapi. Menurutnya hanya Jungkook yang dapat membantu mereka.

Tidak butuh lama ia menunggu, Jungkook terlihat masuk ke dalam cafe dan tengah berjalan kearahnya. Yein berusaha tersenyum ramah pada Jungkook yang hanya dibalas wajah datar lelaki itu. Ia tidak ambil pusing, Jungkook memang tidak pernah ramah padanya.

"Langsung pada intinya saja. Aku tidak punya waktu banyak." Jungkook tidak mau repot-repot mengingat tentang tata krama dalam berbicara. Apalagi dengan wanita sejenis Yein.

Yein mengambil napas. "Maaf jika aku mengganggu waktumu tapi aku sangat butuh bantuanmu. Ini tentang Yuri."

Ia langsung menceritakan semuanya tanpa satu pun terlewat. Bagaimana Wonwoo tiba-tiba meninggalkan Yuri tanpa alasan hingga Yuri yang kini tengah mengandung. Ia meminta tolong pada Jungkook untuk menghubungi Wonwoo karena lelaki itu langsung menghilang bak ditelan bumi. Bagaimanapun Wonwoo meninggalkan tanggung jawabnya. Bayi yang dikandung Yuri adalah bayinya dan bayi itu butuh seorang ayah.

Jungkook mengusap alisnya pelan. Ia sama sekali tidak menyangka hal seperti ini bisa terjadi. Ingin rasanya ia mengumpat. Apalagi alasan Wonwoo meninggalkan Yuri ketika wanita itu sudah ada digenggamannya.

"Berikan aku alamat Yuri Noona." pinta Jungkook.

Entah apa yang dipikirkan Yuri hingga ia lebih memilih untuk mengurung diri. Jungkook takut wanita itu melakukan hal nekad yang dapat membahayakan hidupnya dan bayi yang ada di dalam kandungannya.

Yein dengan cepat menulis sebuah alamat di secarik kertas lalu memberikannya pada Jungkook. Ia sangat berharap pada Jungkook karena ia pun sudah kehabisan akal. Yuri menolak untuk keluar dan memeriksa kesehatan dan kandungannya.

-00-

Yuri dengan langkah gontai menuju pintu depan ketika mendengar suara bel pintu berbunyi. Ia tidak mau susah-susah melihat layar intercom untuk melihat siapa yang memencet bel rumahnya. Paling itu Yein yang ingin membujuknya untuk keluar.

Ia membuka pintu dan bersiap untuk mengeluarkan amarahnya pada menejernya sampai ia melihat bukan sosok Yein yang berdiri di depan pintu namun Jeon Jungkook, orang yang tak ia harapkan untuk datang disaat keadaannya seperti ini.

Yuri mencoba menutup pintu kembali namun dengan cepat ditahan oleh Jungkook. "Noona, kita perlu bicara. Biarkan aku masuk." tahannya.

Genggaman tangan Yuri pada ganggang pintu akhirnya melemah. Percuma juga jika ia ingin menutup pintu sekarang. Ia kalah kuat dari Jungkook. Yuri membuka pintu lebih lebar dan mengizinkan Jungkook untuk masuk.

"Apa yang ingin kau bicarakan? Apa Yein yang menyuruhmu datang kesini?" tanya Yuri tanpa basa-basi lagi. Ia bahkan tidak mempersilahkan Jungkook setidaknya untuk duduk.

Jungkook tidak langsung menjawab. Ia menatap wajah Yuri yang terlihat pucat dengan mata sembab lalu turun ke arah perut membuncit wanita itu. Yuri sadar dengan arah pandang Jungkook, ia langsung berbalik untuk menyembunyikan perutnya.

"Sampai kapan kau menyembunyikan kehamilanmu? Kenapa kau tidak memberitahukan hal ini pada Wonwoo Hyung?" tanya Jungkook tanpa mengubris pertanyaan Yuri sebelumnya.

Yuri tertawa hambar. "Menurutmu kenapa? Ia meninggalkanku begitu saja sebelum aku memberitahukan kehamilanku."

Jungkook maju satu langkah. Ia terlihat terkejut. "Tunggu dulu. Apa Wonwoo Hyung tidak mengetahui kehamilanmu?"

Yuri berbalik, wanita itu menatap Jungkook dengan mata berkaca-kaca menahan tangis. "Aku ingin memberitahunya namun ia tiba-tiba menghilang. Aku tidak pernah menyembunyikan berita bahagia ini karena bagaimana pun bayi ini adalah bayinya."

Jungkook tidak tahu harus berkata apa. Ia kehabisan kata-kata. Satu kata yang dapat menggambarkan bagaimana sosok Wonwoo dipikirannya. Bajingan. Lelaki itu adalah sosok manusia bajingan yang sebenarnya. Perkataannya memang tidak bisa dipegang. Apa yang berbeda. Ia memperlakukan Yuri sama seperti wanita-wanita yang pernah ia permainkan.

"Aku akan mencarinya dan menyeretnya kesini. Aku akan membuatnya bersujud meminta maaf padamu, Noona." ucap Jungkook dengan sungguh-sungguh. Ia sudah diselimuti amarah. Apa yang dilakukan Wonwoo sudah sangat keterlaluan. Lelaki itu sudah berjanji untuk menjaga Yuri namun dengan mudahnya ia langgar.

Yuri dengan cepat menghapus air matanya yang sempat membasahi pipinya. "Tidak... kau tidak usah berbuat sejauh itu. Ia sudah meninggalkanku seperti ini jadi aku sudah tahu apa jawabannya. Ia sudah bosan padaku karena dari awal aku memang hanya seorang mainan dimatanya. Ia tidak mencintaiku.

Jungkook menggelengkan kepala tidak setuju. Ia memegang kedua bahu Yuri dengan pelan. "Noona, apa yang kau katakan? Kau tidak memikirkan bayi yang kau kandung? Ia harus tahu bayi ini adalah bayinya. Ini adalah tanggung jawabnya."

Tentu saja Yuri memikirkan tentang bayi yang tengah ia kandung. Ia tahu bayi ini butuh sosok ayah pada akhirnya. Namun, ia takut Wonwoo tidak menerima kehadiran bayi ini dan berakhir tidak mengakuinya. Hal itu akan menambah luka hatinya. Ia sangat takut. Memikirkannya saja membuat ia hampir gila.

"Aku akan pergi jauh dan menghidupi anakku sendiri." sahut Yuri sambil menahan isakan tangisnya. "Ia tidak mencintaiku, Jungkook-ah. Ia bahkan meninggalkanku begitu saja. Aku harus apa? Aku sudah berusaha mencarinya namun ia seolah-olah menghindariku. Bukankah itu sudah menjadi bukti jika ia membenciku?"

"Tidak, Noona. Semua ini karena ia tidak tahu fakta yang sesungguhnya. Ini semua salahku." Jungkook akhirnya menyalahkan dirinya sendiri. Hubungan Yuri dan Wonwoo tidak berjalan lancar karena masih ada namanya di tengah-tengah hubungan mereka. Namun, ia tidak menyangka lelaki itu menyerah begitu cepat dan memilih untuk pergi menjauh.

Kedua tungkai kaki Yuri melemah, dadanya terasa sesak. Tubuhnya seperti dihunjam ribuan bilah pisau tak kasat mata yang mengoyak pertahanannya. Ia mencoba kuat namun lagi-lagi ia melemah. Hampir tidak ada pijakan untuknya menumpu tubuh lemahnya, ia sudah tidak mempunyai tempat untuk mengadu dan meminta tolong. Hidupnya hancur.

Mungkin ini karma untuknya. Ini adalah buah dari perbuatannya selama ini. Ia menertawakan kehidupannya. Memang manusia seperti dirinya tidak akan dibiarkan untuk merasakan bahagia di dunia ini.

"Jangan menyalahkan dirimu. Sumber dari semua masalah ini adalah aku. Kau tidak usah membawa dirimu kemasalah ini." Yuri melangkahkan kakinya menjauh, ia ingin menyudahi pembicaraannya bersama Jungkook. "sebaiknya kau pulang. Aku ingin sendiri."

Jungkook tidak bergeming dari tempatnya. Ia belum menyerah. Ia tidak mungkin membiarkan masalah ini begitu saja. Tidak mungkin ia setega itu meninggalkan Yuri sendiri disini tanpa melakukan apapun. Ia merasa ikut bertanggung jawab atas semua yang dialami wanita itu. Ia yang meyakinkan Yuri jika Wonwoo benar-benar mencintainya dan membiarkan Wonwoo membawa Yuri.

"Kau harus ke rumah sakit untuk memeriksa kandunganmu, Noona. Jika kau benar-benar menyayangi bayi yang ada dikandunganmu. Tolong, turuti perkataanku. Apa yang kau lakukan sekarang adalah menyiksa dirimu dan anakmu."

Perkataan Jungkook seperti palu besar yang menghantam hatinya. Ia menghentikan langkah kakinya dengan bibir yang gemetar menahan air matanya yang ingin kembali jatuh. Ia menyentuh perutnya dan mengusapnya lembut. Apa yang dikatakan Jungkook benar. Selama ini ia selalu mengatakan ia menyayangi bayi yang tengah ia kandung namun tanpa sadar ia menyiksa bayi ini yang bahkan tidak tahu apa-apa tentang masalah orangtuanya.

-00-

Ilhoon memarkir mobilnya di depan klinik bibinya yang baru dibuka sebulan yang lalu. Ia memeriksa barang bawaannya sekali lagi. Sebuket bunga dan berbagai macam makanan kesukaan bibinya sebagai hadiah dibukanya klinik ini. Memang klinik ini sudah buka satu bulan yang lalu tapi Ilhoon baru mempunyai waktu untuk mengucapkan selamat kepada bibinya hari ini karena pekerjaan dan kuliahnya.

Tangannya sudah memegang pintu mobil, berniat untuk keluar ketika melihat satu mobil tengah parkir tidak jauh dari tempat parkir. Ia seperti kenal mobil itu, jika ia tidak salah mengingat mobil itu milik Jungkook. Namun, Ilhoon cepat-cepat menepis hal itu. Tidak mungkin pikirnya. Memangnya untuk apa Jungkook pergi ke klinik bersalin yang terletak jauh dari pusat kota.

Apa lelaki itu mengantar Jinri? Jinri hamil? Pikiran itu langsung menghantam Ilhoon. Ia mengambil napas panjang. Ia mengurungkan niatnya untuk keluar dari mobil dan memilih untuk menunggu siapa orang yang keluar dari mobil tersebut. Ilhoon ingin memastikan semua dugaannya itu.

Tidak lama setelah itu, pintu mobil tersebut terbuka. Terlihat seorang lelaki memakai jaket kulit hitam dan topi hitam yang menutup setengah wajahnya keluar dengan terburu-buru dari dalam mobil. Ilhoon dapat dengan mudah mengenal bahwa itu adalah Jungkook.

Jungkook terlihat membuka pintu mobil sebelah kanannya dan seorang wanita keluar dari dalam mobil dengan penampilan yang sama tertutupnya dengan Jungkook. Ilhoon tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Jelas-jelas wanita yang bersama Jungkook bukanlah Jinri.

"Aa... apa yang tengah kau lakukan, Jeon Jungkook?" gumam Ilhoon dengan tawa pelan.


-TBC-

Sorry baru update lagi. Kondisi litmon akhir-akhir ini kurang baik, dan lagi litmon juga harus ngejar deadline. Terima kasih ya udah sabar nunggu :'v

Continue Reading

You'll Also Like

1M 84.5K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
151K 15.3K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
1.4M 81.3K 31
Penasaran? Baca aja. No angst angst. Author nya gasuka nangis jadi gak bakal ada angst nya. BXB homo m-preg non baku Yaoi 🔞🔞 Homophobic? Nagajusey...
3.7M 477K 45
TERSEDIA DI TOKO BUKU Jayline? Wanita yang tidak menarik sama sekali. Tapi kenapa Oh Sehun Hot Lecturer kampus yang paling disegani bisa tertarik pad...