Dewi Hamerra

By you_zHa

9.4M 339K 29.6K

Dewi Hamerra, adalah salah satu bidadari penghuni Kerajaan Phonix. Ia merupakan Putri dari sang Raja Phonix... More

01. Dewi yang di asingkan
02. Pangeran Astaroth
03. Musuh sang bidadari
04. Penyekapan sang Bidadari
05. Kehormatan sang Bidadari
06. Taktik sang bidadari
07. Kekuatan Sang Pangeran Kegelapan
08. Racun sang Pangeran Kegelapan
09. Perubahan sang Pangeran Kegelapan
11. Perhatian Sang Pangeran Kegelapan
12. Purnama Sang Pangeran Kegelapan
13. Titah Sang Raja Kegelapan
14. Pelarian sang Bidadari
15. Penyelamatan sang Bidadari
16. Suara hati Panglima Phonix & Pangeran Astaroth
17. Suara Hati Sang Bidadari & Sang Pangeran Kegelapan
18. Kembali ke Astaroth
19. Elektra Sang Putri Astaroth
20. Danau Astaroth
21. Kamuflase Sang Pangeran Kegelapan
22. Berburu
23. Pertemuan Sang Bidadari dan Panglima Phonix
24. 'Kemarahan' Sang Pangeran Kegelapan
25. Tuanku Igor
26. Inilah Diriku!
27. Darah Unicorn
OPEN PO TDT & HAMERRA
HAMERRA UP DI KARYAKARSA

10. Perubahan sang Pangeran Kegelapan (part II)

246K 13K 653
By you_zHa

Play list : Beautiful - Crush

*****

"Pelempar yang bagus."

Gumam Christoff dengan seringai jahatnya.

_________________________________
_________________________________

Hamerra menelan salivanya dengan susah payah, ketika ia menyaksikan Christoff dengan tenangnya mencabut pisau yanh menancap di telapak tangannya.

Hamerra bergidik ngeri karena pisau itu sampai menembus punggung tangan Christoff.

Darah mengucur cukup deras ketika pisau itu berhasil di cabut. Hamerra menahan nafas, menunggu pembalasan dari Christoff, mungkin sebentar lagi ia yang akan merasakan ketajaman dari pisau itu.

Dengan masih ketenangan yang luar biasa tanpa memperlihatkan kesakitannya, Christoff mengambil sapu tangan di balik jubahnya, lalu ia melilitkan dengan asal sapu tangan tersebut pada tangannya untuk mencegah darahnya mengalir.

"Makanlah."

Perintah Christoff dengan tegas pada Hamerra sambil meminum minuman didalam gelasnya dengan santai seolah tidak terjadi insiden apa-apa di antara mereka berdua.

Hamerra pun menurut, dengan perasaan tidak enak hati.

"Kau... tidak membalasku?" gumam Hamerra bertanya sambil memotong daging di piringnya.

"Itu yang kau mau?"

"Biasanya itu yang kau lakukan padaku, saat aku berontak padamu."

"Aku sedang tidak berselera menyiksa seseorang."

Hamerra menghembuskan nafas yang sedari ia tahan dengan kasar.

"Baguslah, tubuhku juga sedang tidak siap menerima siksaan darimu."

"Kalau begitu jangan terus memancing emosiku, karena aku jarang bersikap sabar seperti sekarang."

"Kalau begitu jaga bicaramu agar aku tidak memancing emosimu."

Christoff terkekeh pelan dan hal tersebut membuat Hamerra terdiam di tempat dengan menatap takjub pada Iblis itu. Ini kedua kalinya Christoff tertawa di depannya. Jujur saja, suara tawanya cukup merdu karena suara berat yang ia punya, dan Christoff terlihat normal layaknya makhluk yang mempunyai sebuah hati ketika ia mengeluarkan suara tawanya.

Hamerra memilih memfokuskan dirinya pada makanan di piringnya, ia memakan makanan nya secara perlahan.
Tidak ada suara yang keluar dari mulut keduanya, karena baik Hamerra ataupun Christoff sama-sama memfokuskan dirinya dengan santapannya masing-masing.

Hamerra menyimpan garpu dan pisaunya di atas piringnya yang sudah kosong. Ternyata ia kelaparan.

Dengan sedikit perasaan malu, ia melirikan matanya pada Christoff. Hamerra mencoba menyunggingkan senyumnya pada iblis itu yang ternyata sedang memperhatikannya.

"Kau terlalu banyak berpura-pura." cibirnya dengan menggelengkan pelan kepalanya.

"Bukan seperti itu, aku hanya tidak tega saja jika di depan mataku kau menyantap---"

"Jangan di bahas lagi. Itu akan membuang waktu percuma. Ikut aku."

Christoff beranjak dari kursinya dengan anggun. Satu hal lagi yang Hamerra harus akui, iblis itu selalu bersikap elegan dan anggun ketika melakukan sesuatu sekalipun pada saat ia sedang melakukan kekejamannya.

Hamerra ikut beranjak dari kursinya dan mengekori Christoff dari belakang.

Christoff berhenti di sebuah dinding suram yang di penuhi oleh lumut hitam yang menjijikan. Dan sekali lagi, Hamerra merasa bulu kuduknya berdiri karena kesuraman tempat ini.

Christoff menjentikan jarinya untuk menarik tuas yang ada di pojok dinding itu. Dan dinding itu ternyata semacam gerbang atau entahlah karena dinding itu terpisah menjadi dua bagian. Setelah dinding itu terpisah mata Hamerra terbelalak dengan tatapan terpesona,

"Christoff..."

panggil Hamerra sumringah karena di depan matanya kini terhampar padang Dandelion yang sangat indah, sangat kontras dengan halaman dan Kastil Astarot yang menyeramkan.

Christoff menolehkan wajahnya pada Hamerra tanpa menghentikan langkahnya, kedua alisnya terangkat ke atas ketika Hamerra memberikan senyum lebarnya pada iblis itu untuk pertama kalinya.

"Ini indah, aku tidak menyangka di negri hitam ada yang seperti ini."

Ujar Hamerra girang dengan berlari anggun melewati Christoff. Kedua tangannya, Hamerra sentuhkan pada bunga Dandelion yang ia lewati.

"Jangan bilang kau tidak pernah melihat pemandangan seperti ini."

Hamerra membalikan tubuhnya untuk saling berhadapan dengan Christoff, tanpa menghentikan langkahnya. Hamerra berjalan mundur dengan Christoff mengikutinya,

"Kau salah, aku sering melihat padang bunga ketika kecil,-

Hamerra membalikan kembali tubuhnya ke depan dan berjalan mundur untuk mensejajarkan dirinya dengan Christoff.

"Dulu aku sering melihatnya saat ibuku masih hidup, tapi setelah ia meninggal istana Phonix seperti sangkar emas untukku." lanjut Hamerra dengan senyum masih tercetak di bibirnya meskipun apa yang ia ceritakan adalah hal yang menyedihkan di akhir kalimatnya. Tapi hamparan Dandelion di depannya membuat suasana hatinya sangat baik, karena ia begitu merindukan hal seperti ini.

"Hidupmu sungguh miris."

"Kau benar. Tapi sekarang aku sangat merindukan Phonix."

"Bermimpilah."

Hamerra mendengus ketika mendengar ucapan singkat dan padat dari Christoff.

"Jadi kau akan menyekapku selamanya disini? Atau kau akan membunuhku suatu saat nanti ketika kau bosan denganku?"

"Kau terlalu banyak bicara,"

Christoff memperlebar langkahnya sampai Hamerra harus berlari kecil untuk mensejajarkan langkahnya kembali dengan Christoff.

"Aku hanya bertanya saja, bukankah itu hakku untuk bertanya tentang nasib hidupku?"

Christoff tidak mengindahkan ucapan Hamerra, matanya tetap fokus kedepan. Menyebalkan!

Hamerra menghela nafas pasrah. Bertanya sampai mulut berbusa pun Christoff tidak akan menanggapi pertanyaan tentang nasibnya. Hamerra sepertinya hanya bisa menunggu nasibnya akan seperti apa kedepannya.

Hamerra berlari kecil ketika ia melihat rumput hijau yang ia ketahui jika itu tamanan obat. Ibunya, Casandre pernah memberitahunya tentang beberapa macam tanaman obat.

"Apa yang sedang kau lakukan?"

Tanya Christoff ketika menyaksikan Hamerra berjongkok dengan mencabuti tanaman obat itu.

Hamerra bergeming, tidak menjawab pertanyaan Christoff. Rasakan!

"Cepatlah bangun."

perintahnya tanpa terpengaruh sedikitpun oleh Hamerra yang mengabaikan.
Hamerra berdecih sebal, iblis itu benar-benar kutub es!

Hamerra pun berdiri kembali dan mensejajarkan langkahnya dengan Christoff.

"Kita mau kemana?"

"Mandi."

"Apa?"

Mata Hamerra melotot tidak mengerti dengan jawaban singkat dari Christoff. Lagi, Christoff tidak menghiraukan pertanyaannya.

"Kenapa kau suka sekali mengabaikan pertanyaanku?" gerutu Hamerra sebal,

"Berhentilah bicara, ikuti saja aku."

Hamerra mendesah kecil dan lebih baik menurut dengan mengikuti langkah iblis itu.

Mata Hamerra di buat terpesona kembali ketika ia dan Christoff tengah berdiri di sebuah lubang yang besar dengan danau yang sangat jernih dan indah berada di dasar danau itu dengan tangga spiral sebagai jalan menuju danau.


Tiba-tiba Hamerra merasakan tubuhnya terangkat, Christoff menggendongnya dan Hamerra pun mengalungkan kedua tangannya pada leher pria itu.

Kemudian Christoff menghentakan kakinya untuk terjun ke bawah lubang menuju Danau, ia terbang dengan begitu elegan.

"Seharusnya kau tidak perlu menggendongku, aku bisa sendiri." seru Hamerra ketika mereka berdua tiba di bawah, di sisi danau yang indah.

"Akan memakan waktu lama karena kau hanya memandangi danau dengan ekspresi bodoh."

"Kau kan bisa memberitahuku?!" sentak Hamerra dengan kesal karena cemooh dari iblis itu.

Christoff hanya mengangkat alisnya tidak peduli, hal tersebut membuat Hamerra menghentakkan kakinya dengan kesal.

Kemudian Hamerra memperhatikan Christoff yang tengah menanggalkan jubahnya,

"Ja...jadi kau benar-benar akan mandi?" tanya Hamerra dengan mulut setengah terbuka tidak percaya,

"Ya."

"Kenapa mengajakku kalau begitu? Aku akan risih melihatmu mandi di hadapan ku."

"Kau sudah sering melihatku telanjang."

"Tentu saja berbeda."

"Bedanya?"

"Situasinya berbeda..."

"Bagiku sama saja."

"Kau tdak akan mengerti, kau memang selalu seenaknya."

Christoff kembali tidak menghiraukan protes dari Hamerra, ia mulai membuka rubashka miliknya yang entah sejak kapan kancingnya ia buka, Hamerra tidak terlalu memperhatikan.

Hamerra memalingkan wajahnya, ketika Christoff menanggalkan kain terakhir yang menempel di tubuhnya, dan membuat Christoff benar-benar telanjang.

Hamerra memperhatikan tubuh berkilau Christoff yang kini sudah setengah badannya berada di dalam danau.

Hamerra menelan salivanya dengan kasar ketika menyaksikan tubuh indah bak kilau berlian milik Christoff. Christoff benar-benar pria pertama yang tubuhnya pernah Hamerra lihat seumur hidupnya dan pria itu juga yang merenggut kesuciannya. Hamerra merasakan wajahnya memanas dengan tersipu.

"Kau tidak mandi?" tanya Christoff tanpa menghentikan langkahnya menuju air terjun, membuyarkan pikiran Hamerra.

"Aku sudah mandi!" jawab Hamerra dengan cepat.

Christoff pun tidak menimpali, ia terus melangkah menuju air terjun.

Hamerra mencoba mengalihkan perhatiannya dari Christoff. Ia menuju batu besar di tepi danau dengan mengambil batu kecil sebesar kepalan tangannya di atas tanah.

Hamerra mendudukan dirinya di atas batu tersebut dengan kaki yang ia turunkan di dalam air.

Hamerra mengambil tanaman obat yang ia petik tadi, lalu menumbuknya di atas batu.

Sesekali matanya ia lirikan pada Christoff yang sedang berendam di bawah air terjun.

Tak berselang lama, tanaman yang ia tumbuk halus,

"Apa yang sedang kau buat?"

Hamerra terpekik kaget pada Christoff yang tiba-tiba sudah duduk disampingnya dengan jubah yang sudah ia kenakan,

rambutnya masih basah dengan beberapa air menetes di wajahnya, ia terlihat sangat.... Indah....

Hamerra meringis dalam hati dan merutuki pikirannya sendiri tentang iblis itu.

"Obat."

Lalu Hamerra mengambil tangan kiri Christoff yang terluka. Saputangan putih Christoff yang ia gulung di lukanya berubah menjadi hitam pekat karena darah pria itu.

"Apa sakit?" lanjut Hamerra bertanya saat ia mulai membuka saputangan Christoff yang menutupi lukanya.

"Ini hanya luka kecil." jawab Christoff dengan enteng sambil menarik tangannya dari Hamerra ketika Hamerra sudah membuka saputangan dari tangan Christoff.

"Biar ku obati."

Hamerra mencoba menarik tangan Christoff, namun Christoff menjauhkan tangannya dari jangkauan Hamerra.

"Tidak perlu."

"Biar ku obati. Aku yang menyebabkan luka itu. Kau tidak membalasku, maka aku harus bertanggung jawab dengan perbuatanku."

"Aku bilang tidak perlu----"

"Berhentilah keras kepala!" bentak Hamerra dengan kesal.

Christoff terdiam begitupun dengan Hamerra, Hamerra melirikan matanya di balik bulu matanya yang lentik untuk melihat reaksi Christoff.

Lagi-lagi Hamerra dibuat menahan nafas oleh iblis itu, karena ia melihat Christoff tersenyum tipis dengan mengulurkan tangannya pada Hamerra.

"Kenapa kau memperumit keadaan?"

"Aku belajar darimu."

Hamerra mendengus, ia mulai membersihkan darah di sekitar tangan Christoff dengan kain yang ia sobek dari gaunnya.

"Kau tidak jijik dengan darahku?"

"Aku sudah pernah meminumnya."

Christoff kembali terkekeh pelan. Mulai sekarang Hamerra memang harus menyiapkan degub jantungnya dengan perubahan sikap Christoff yang selalu tertawa dan tersenyum tiba-tiba. Bukan tawa mengejek dan senyum yang mecemooh, tapi tawa dan senyum yang benar-banar tulus dari iblis itu.

Setelah darah Christoff bersih, Hamerra meringis ketika melihat luka robekan yang tembus di tangan Christoff, kemudian ia mulai menempelkan tumbukan obatnya pada tangan Christoff dan membalutnya dengan kain.

"Selesai."

Hamerra kembali di buat kaget oleh Christoff yang tiba-tiba merebahkan dirinya di atas paha Hamerra.

"Yang kau berikan benar-benar tanaman obat kan? Bukan racun?" tanya Christoff dengan mata yang ia pejamkan.

"Jika kau meragukanku, kenapa kau baru bertanya sekarang setelah aku selesai membalutnya di lukamu!" jawab Hamerra dengan sedikit tidak terima dengan tuduhan dari Christoff.

"Siapa tau kau ingin membunuhku dengan cara halus."

"Kau benar aku ingin sekali membunuhmu dengan cara meracunimu, tapi sayang aku tidak mendapatkan tanaman racun di ladang tadi!" sergah Hamerra dengan cepat tanpa jeda.

Hamerra menatap tajam pada wajah Christoff yang berada di pangkuan Hamerra dengan matanya yang masih terpejam.

Lalu Christoff membuka matanya, untuk sesaat mata keduanya saling bertautan. Hamerra sedikit ciut dengan tatapan datar dari Christoff yang penuh arti.

Christoff mengangkat sebelah tangannya, Hamerra memejamkan matanya bersiap menunggu serangan dari Christoff. Tapi yang Hamerra rasakan adalah sebuah belaian dari tangan yang dingin. Hamerra membuka matanya, mulutnya terkunci dengan iris menatap lekat manik hijau Christoff.

Jantungnya kembali berdegup tidak seirama dengan perubahan dari sikap Christoff yang tiba-tiba bersikap lembut padanya meskipun aura dingin masih terasa dalam diri iblis itu.

"Beberapa hari ini aku akan pergi dari Astaroth."

Gumamnya dengan ibu jari mengusap bibir Hamerra lembut.

*****

T. B. C

Dewi Hamerra

Edward Christoff

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 123K 73
Sebagai manusia yang terjebak dalam wilayah werewolf, Charlotte harus bertahan menghadapi perlakuan dari para werewolf yang merendahkannya. Tetapi...
1M 75K 34
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
7.1K 541 73
Setelah meninggalkan tempat itu selama belasan tahun, akhirnya ia menginjakkan kakinya untuk kedua kalinya ke tempat itu. Tak disangka ternyata ia me...
1.5M 30.4K 9
Agatha Serraphine, seorang agen khusus yang berusia 28 tahun, tewas karena pengkhianatan dari pemimpin Badan Intelijen tiba-tiba terbangun di sebuah...