Bitter-Sweet Wedding ✅

By chocodelette

6.6M 200K 4.2K

"Kalian menikah saja?" kata mamanya Tristan tiba-tiba setelah sudah selesai makan. "HAH?!" Luna mendongak. "... More

P R O L O G
Unexpected Dinner
Confused
Wedding Preparation
Day Minus 1
The Day (part 1)
The Day (part 2)
The Feeling
Sick....
Concert
Pregnant??!!
Inheritance
Tears
Merlyn?!?!
WHAT HAPPENED?!?!
Eviction
It's all about: LUNA
Found
Revealed
Unrequited
Tristan's Birthday
Special Gift
Welcome Home, Baby....
sweeter than chocolate milk
Epilogue

Spoiled

201K 6.5K 195
By chocodelette

Luna duduk di pinggir ranjang, sudah mengenakan dress selututnya yang dibelikan oleh Lea saat mereka masih tinggal bersama. Hari ini hari minggu, waktunya Tristan, Luna dan Karin untuk pergi ke Gereja.

Oh iya, setelah pulang dari rumah sakit, Tristan dan Luna tinggal di rumah Karin karena permintaan Karin, dan untuk menjaga Luna yang tengah hamil besar itu. "Kan, Tristan kerja mulu" begitu kata Karin waktu diperjalanan menuju rumahnya tempo hari.

Tristan masih di kamar mandi sambil nyanyi-nyanyi gak jelas. Luna bosan menunggu Tristan, akhirnya dia ngambil ponsel baru yang dibelikan Tristan kemarin, karena selama ini Luna menggunakan ponsel butut yang diberikan Gea. Sebenarnya tidak butut, cuma Tristan mengatakan, "ngga pantes ah istri CEO hpnya kaya gitu"

Luna hanya melihat isi gallery HP saja. Bayangkan, dalam waktu sejam isi gallery HPnya udah ada 583 dan itu semua adalah foto candidnya Luna dan foto narsisnya Tristan. Luna sampai geleng-geleng kepala melihat foto-foto itu, sejak kapan suaminya menjadi narsis seperti ini, huh?

Ceklek.

Pintu kamar mandi terbuka, dan keluarlah Tristan dengan handuk yang bertengger di pinggangnya, menutupi sampai lutut, dan handuk yang digantung di leher seperti abang-abang tukang becak versi ganteng.

Tristan tersenyum pada Luna, tapi senyumannya tak berbalas. Mukanya masih datar-datar aja. Lalu Tristan membuka lemari, dan mengambil pakaiannya. Tristan memakai baju itu dihadapan Luna, niatnya sih mau ggoda Luna, tapi Luna tetap datar saja.

Tristan mengenakan celana jins biru belel, dan kemeja garis-garis yang lengannya digulung sampai ke siku, ditangannya dia juga memegang sweater biru dongker miliknya.

"Kenapa?" tanya Tristan sambil mengusap kepala Luna yang sejajar dengan perutnya karena Tristan berdiri dan Luna masih duduk di ranjang.

Luna mendongak dan menatap Tristan, lalu Luna menatap lurus ke depan ke perut Tristan. Tristan yang ingin membelai pipi Luna mau ke depan, hingga jarak perutnya dan wajah Luna hanya sekitar 5cm.

Dengan cepat Luna mengangkat tangannya, dan memeluk pinggang Tristan dan menyenderkan kepalanya di pinggang Tristan. "Mau ketemu Lea" kata Luna tiba-tiba menangis.

Tristan meraih dagu Luna, untuk ditarik agar Luna mendongak. Dihapusnya air mata Luna, "telpon dong Leanya, ajakin ketemuan"

"Udah semalem," kata Luna, air matanya keluar lagi. "Tapi katanya Lea lagi sibuk cari rumah, kan kontrakannya mau kakak gusur"

Tristan kembali mengusap air mata Luna, "oh iya yah" ucap Tristan.

Luna kembali mengetatkan pelukannya di pinggang Tristan, dan menenggalamkan kepalanya di perut Tristan. "Lea boleh tinggal di apartemen kakak gak?" tanya Luna.

"Boleh kok," Tristan mengusap rambut halus Luna. Wangi yang dirindukan Tristan selama enem bulan terakhir ini, akhirnya bisa ia hirup lagi aromannya.

***

Hari ini Lea memasuki apartement Tristan untuk sementara. Dengan negosiasi paksaan Luna, akhirnya Tristan berjanji selama masa penggusuran kampung dan pembangunan apartemen itu, Lea akan tinggal di apartemennya, dan sebagai tanda terima kasih karena telah menjaga Luna, salah satu apartemen yang akan dibangun akan diberikan pada Lea.

Awalnya Lea menolak, karena Lea melindungi Luna tulus, tanpa mengharapkan imbalan, tapi karena Luna memohon-mohon sampe nangis, akhirnya Lea nerima dengan berat hati.

"Tan, ini baju-bajunya medusa mau diapain?" tanya Lea yang melihat isi lemari baju, berisi beberapa baju Merlyn. Tidak banyak...

Luna yang mendengar pertanyaan Lea, langsung melirik tajam ke arah Tristan, sedangkan yang dilirik pura-pura tak sadar. "Bakar aja"

Bukannya Luna tak tau kalau medusa itu pernah tinggal di apartemen ini, dia sudah tau dari Lea. Lea waktu itu pernah datang ke apartemen Tristan, tapi yang buka pintu malah Merlyn. Dan saat mendengar cerita Lea waktu itu, Luna menangis semalaman. Cemburu...

"Sini gue yang bakar, Le" Luna merentangkan tangannya, Tristan hanya memutar bola matanya jengah.

"Yang, udahlah, itu jadi urusannya Lea aja, kita kan musti buru-buru pergi" kata Tristan menarik tangan Luna.

"Mau kemana lo, woy?" tanya Lea penasaran.

"Mau ke butik," jawab Tristan.

"Wah bukannya beli peralatan bayi, malah jalan-jalan ke butik"

"Heh, lo ke rumah nyokap dah, lo liat tuh kiriman peralatan bayi, udah banyak banget tau gak" dengus Tristan. "Udah ah, gue mau pergi," Tristan menarik lagi tangan Luna, tapi dihempaskannya begitu saja.

"Aku kan marah sama kamu" ucap Luna dengan tatapan sinisnya, bibir aja sampe dimaju-majukan. Ngambek.

"Kenapa?"

"Kenapa kamu tinggal sama Merlyn?" tanyanya.

"Aku tinggal di rumah mama, terus aku juga tidurnya di rumah sakit, sayang" kata Tristan dengan lembut namun penuh penekanan.

"Sayang, sayang," ucap Luna sebal. "Gausak sok sayang-sayangan deh"

"Terus mau dipanggilnya apa? Sapi buntel? Gajah melendung? Beruang busung lapar?" tanya Tristan cengengesan.

Lea tertawa terbahak mendengar pilihan-pilihan yang diberikan oleh Tristan. Dari dulu, Luna paling tidak suka dikatain gemuk atau sebagainya, dan barusan Tristan memberikan pilihan yang 'begitu' semua.

Luna melirik Lea sebal, yang dilirik hanya cekikikan ngga jelas. Akhirnya Luna menatap Tristan, "janda bunting," kata Luna sarkas. "aku mau cere!" dan Luna langsung keluar dari apartemen itu.

"HAHAHAHAHA, mampus lo Tan" Lea tak dapat menahan tawanya lagi.

"Bacot lo Le," kata Tristan langsung mengejar Luna yang tidak bisa berjalan cepat karena perut bulatnya.

***

Karena aksi ngambeknya Luna tadi, akhirnya rencana mereka untuk pergi ke butik batal sebatal-batalnya. Di dalem mobil Luna cuma nangis, dan tangan kiri Tristan jadi sasaran amuknya. Digigitin. Tristan hanya bisa meringis kesakitan.

"Gak mau pulang" ucap Luna kesal saat melihat mobil Tristan masuk ke komplek rumahnya.

"Mau ke mana, cantik?" tanya Tristan sambil memutar balik arah mobilnya ke luar komplek. Dengan menggunakan -etap satu tangan.

"Gak tau!" bentak Luna dengan masih menangis. "Gak mau pulang pokoknya, ihhhhh" Luna kembali meremas-remas tangan Tristan, dan Tristan hanya bisa meringis pasrah.

'Gapapa digigit, asal jangan ditinggal' batin Tristan bersyukur.

Akhirnya Tristan memilih untuk berkeliling Jakarta, yang sebelumnya jam 13.00 WIB, ia mampir ke rumah makan padang untuk membelikan Luna ayam bakar. Ingat kewajibannya Tristan, kan?

Setelah makan, Tristan kembali mengemudikan mobilnya membelah ibu kota, dan Luna dengan santainya menyenderkan kepalanya di bahu Tristan, membuat Tristan tidak leluasa untuk bergerak.

Dengan hati-hati, Tristan menghentikan mobilnya ditepi jalan yang tidak ada polisinya. Ia menggeser kepala Luna untuk bersender di joknya Luna dulu, lalu ia mengambilkan bantal yang ada di jok tengahnya untuk diselipkan diantara joknya dan jok Luna.

Lalu dengan pelan-pelan ia menarik Luna lagi. Menyenderkan kepala Luna dilekukan lehernya, tangan kanannya ia gunakan untuk menyetir, dan tangan kirinya ia gunakan untuk mengelus-elus rambut dan pipi Luna.

Betapa bahagianya Tristan menyadari kalau wanita yang sedang menyender padanya adalah istrinya. Istri yang baru sepuluh hari ia temukan, karena telah menghilang selama enam bulan.

Bersyukur sekali Tristan akan hal itu. Menemukan separuh dari hatinya yang hilang karena kebodohannya, karena ketidakpercayaannya, karena keteledorannya tak menjaga separuh jiwanya ini.

"Aku sayang kamu seutuhnya dengan segenap hatiku" lirih Tristan lalu mengecup puncak kepala Luna.

Tanpa Tristan sadari, Luna sudah bangun saat Tristan mengelus-elus kepalanya tadi, sehingga ia mendengar perkataan Tristan yang terdengar tulus itu. Luna mendengar dan menyimpan kalimat itu di lubuk hatinya yang terdalam.

Setelah itu, Luna tertidur lagi.

***

Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB, dan mobil Tristan baru sampai di parkiran pulau pari.

"Luna, sayang, bangun sayang" Tristan membelai pipi Luna pelan, ia membangunkan Luna tapi tak mau membuat Luna kaget.

"Ehm.." gumam Luna, tapi tak lama ia bangun dan menatap Tristan serta kaca besar di depannya. "Ini dimana?" gumam Luna tanpa sadar. Luna tidak sepenuhnya bangun, karena tangannya ia tumpukkan di bahunya Tristan.

Tristan membantu Luna untuk duduk di joknya dengan benar. "Di pulau pari, sayang" ucap Tristan. "Turun yuk?" ajaknya.

Luna mengangguk, tapi tak bergerak. Tristan turun duluan dari mobil, dan dia mengitari mobil tersebut untuk membukakan pintu buat Luna. Ia membantu Luna untuk turun dari mobil, dan membawakan tas Luna juga.

"Ngapain kesini?" tanya Luna bingung, saat diajak ke dekat pantai setelah masuk ke pulau pari tersebut.

"Main aja," jawab Tristan. "Gak suka ya?"

"Suka kok" Luna tersenyum lebar. "Suka banget" lagi, Luna tersenyum.

Senyum terindah yang Tristan idam-idamkan, senyum malaikat yang menampakan hati Luna yang begitu baik.

Tristan mengajak Luna untuk duduk di sebuah gazebo yang ada di dekatnya. Tristan yakin Luna lelah berdiri dengan perutnya yang bulat, tapi kakinya kecil.

"Kita nginep?" tanya Luna sambil mengayun-ayunkan kakinya pelan.

"Kamu maunya gimana?" tanyanya.

"Nginep aja deh?" tawar Luna. "Kasian kakak pasti cape nyetir"

"Gantian dong makanya, kamu yang nyetir" ucap Tristan sambil tertawa. Ia yakin Luna akan mencak-mencak.

"Boleh" ucap Luna. "Aku kan waktu di Malang pernah private mobil, dulu aku juga SMA bawa mobil" ucap Luna lagi.

Tristan melotot mendengarnya. "Kamu beneran bisa nyetir Lun?"

"Bisa ih, masa gak percaya" Luna memanyunkan lagi bibirnya. "Jadi pas pulang aku yang nyetir, oke?"

"BIG NO, PEARL!" ucap Tristan serius. "Mending kita nginep, daripada kamu yang nyetir, aku ngga mau ya kamu sama kandungan kamu kenapa-napa" lanjutnya dengan semangat. Tidak, bukan semangat, tapi tegas.

"Uuuu takut," ucap Luna bercanda. "Eeehh tapi tadi ngomong apa?" tanya Luna. "Pearl ya?"

"Iya" kata Tristan santai.

"Pearl kan paus di spongebob" sungut Luna.

"Emang" jawabnya santai lagi.

"Ih, emang aku segendut itu apa sampe disama-samain sama paus?" Luna sudah siap menangis.

Tapi buru-buru Tristan menangkup pipi tembem Luna. "No, pearl" ucap Tristan sungguh-sungguh. "Pealr itukan mutiara, dan kamu itu seindah mutiara" lagi, lagi, air mata Luna menetes.

Kali ini bukan sedih atau marah, melainkan terharu. Dia tau Tristan gombal, tapi namanya juga ibu hamil, mudah tersipu dan sangat sensitif perasaannya. Tristan tidak menghapus air mata itu, ia membiarkan air mata bahagia Luna menetes. Lalu Tristan mengecup kening Luna lembut.

"Aku sayang kamu" ucap Tristan serius.

"Aku juga sayang kakak" ucap Luna lalu mengecup bibir Tristan sekilas.

***

Malam harinya, Luna dan Tristan mencari makan yang agak jauh dari pantai, karena Luna bilang dia pengen makan mie goreng dan beef teriyaki. Tristan menuruti itu, dan mencari restaurant chinese food.

Dalam keadaan belum mandi, dan mengandalkan parfum yang wanginya naujubileh wangi banget dan tahan lama, Luna dan Tristan berjalan-jalan di beberapa toko baju setelah selesai makan. Mereka membeli sepasang baju tidur dan sepasang baju santai, karena besok siang mereka akan pulang ke rumah Karin. Tidak lupa, mereka juga membeli underwear.

"Lun, besok sore temenku mau dateng ke rumah, jadi siang kita pulang ya?" kata Tristan setelah meletakkan ponselnya ke dalam saku.

"Iya," ucap Luna. "Siapa temen kamu?"

"Dia yang kerjasama bareng aku buat bikin apartement itu," jelas Tristan.

"Oh, oke oke"

Tristan menyalakan radio di mobilnya, ia memasang volume yang agak keras agar bayinya bisa mendengar, sedangkan Luna mengusap-usap perutnya dengan halus.

"Ka, kalo besok kita pulang siang, Ibu sama Bapak siapa yang jemput di bandara?" tanya Luna tiba-tiba.

Ya, memang semenjak seminggu yang lalu Tristan mengabarkan kalau Luna sudah kembali, orangtuanya sedang ada di Australia karena Bapaknya ada urusan kantor, makanya besok mereka baru bisa mampir ke Jakarta.

"Tadi aku udah telpon Kak Rega, supaya dia yang jemput," katanya.

"Terus Mba Vanya kapan dateng lagi?" tanyanya.

"Masih nunggu Noel, kan Noel abis kemaren jenguk kamu di rumah sakit langsung pergi ke bangkok, terus Aurel juga lagi sakit, makanya ngga bisa dibawa kemana-mana" jelas Tristan lagi.

"Oh gitu, yaudah"

Setelah itu Tristan melajukan mobilnya di kesepian jalanan menuju cottage tempat mereka menginap. Dan Luna langsung tidur karena kecapean main di pantai, em tidak, dia kecapean jalan. Biasanya dia cuma jalan-jalan di kontrakan Lea, yang paling jauh juga cuma mondar-mandir di rumah Karin.

***

Sore ini Luna periksa USG ditemani oleh Tias ibunya dan juga Lea, sedangkan Tristan di rumah menunggu temannya.

Bukan, bukan Tristan tidak mau mengantar, tapi Luna yang melarang Tristan untuk ikut, alesannya "kan minggu lalu udah kamu, lagipula temen kamu juga mau dateng kan? Aku maunya sama Ibu sama Lea"

Akhirnya Tristan pasrah di rumah, dia hanya menghidangkan makanan dan kue-kue ringan untuk menyambut kedatangan client sekaligus sahabatnya itu. Sedangkan, Karin hanya ngobrol dengan Awan di ruang santai, sambil mengingat-ingat kejadian dulu saat Tristan dan Luna masih kecil.

Luna sudah di rumah sakit, dan sudah di dalam ruangan periksa, di ruangan dr. Nesya.

"Alhamdulillah Lun, janin kamu sehat banget, beratnya 3 kilogram lebih dikit, tingginya juga 49 sentimeter, lumayan gede sih Lun" ucap Nesya. "Posisi kepalanya juga udah dibawah, jadi kamu bisa ngelahirin secara normal" lanjut Nesya.

"Puji Tuhan, Lun" Tias bersyukur sambil mengusap rambut Luna. "Cucu saya laki apa perempuan, dok?" tanyanya.

"Ini" tunjuk Nesya pada layar USG yang menunjukkan alat kelamin bayi dirahim Luna.

Luna dan Lea tertawa, "seneng ya bu, mau dapet cucu?" tanya Lea.

"Ya seneng dong," ucap Tias dengan senyum yang merekah.

Luna dibantu untuk bangun dari ranjang, dan duduk dihadapan dokter Nesya. "Vitamin sama susunya jangan lupa diminum ya, Lun, supaya makin sehat"

"Iya, Nes, makasih ya" ucap Luna. "Kira-kira kapan lahirannnya?"

"Perkiraan gue sih, minggu depan Lun, empat maret mungkin" Nesya mengira-ngira. "Tapi bisa kurang atau lebih sih"

"Oh gitu, yaudah, thanks banget ya Nes" ucap Luna dan akhirnya berjabat tangan dengan Nesya. Diikuti Tias dan juga Lea yang berjabat tangan.

Lalu mereka pulang dengan mobil Tristan, namun Lea yang nyetir.

***

Tristan POV

"Itu siapa, Tan? Om lo?" Teman Tristan bertanya, sambil menatap ke seorang laki-laki yang sedang tertawa bersama Karin.

"Itu?" Tristan menoleh ke arah kedua orangtuanya. "Itu mah bokap mertua gue," ucapnya.

"Bokap mertua? Kok disini? Emang istri lo udah balik?" tanyanya.

"Udah, dari seminggu yang lalu" jawab Tristan.

Dan laki-laki dihadapannya menatap Tristan dengan tatapan bingung. Satu alis diangkat. Tristan yang mengerti arti tatapan itu menjawab dengan singkat, "panjang ceritanya" ucapnya sambil mengibaskan tangan.

"Terus istri lo mana sekarang?"

"Lagi di jalan sih katanya, abis dari dokter kandungan" jawab Tristan apa adanya.

"Oh, hamil?" gumam laki-laki dihadapannya. "Berapa bulan?"

"Sembilan bulan, bentar lagi brojol anak gue" ucap Tristan.

Mereka tertawa, namun terhenti saat mendengar teriakan cempreng dari pintu depan. "LUNA PULANG!"

Tristan langsung berlari ke arah pintu, untuk mengambil alih Luna dari Tias dan Lea yang sepertinya kelelahan.

Luna duduk di kursi panjang disamping Tristan, diikuti Lea, sedangkan Tias memilih ikut obrolan suami dan besannya, ia ingin menceritakan perkembangan bayi di rahim Luna.

"Tan, sumpah deh, istri lo manja banget, najong dah" ucap Lea blak-blakan, tak menyadari ada laki-laki lain dihadapannya. "Masa tadi ngelewatin TK terus dia minta balon sampe nangis, terus giliran gue kasih, dipecahin sama kukunya sendiri, terus nangis karena kaget" cerita Lea lagi. "Anjirlaaaah"

Luna hanya tertawa mendengar dumelan sahabatnya. "Ya kan tadi anak gue kaget Le, ntar lo kalo hamil juga kaya gitu" ucap Luna.

"Heh bumil, hamil anak siapa gue, pe'a" omel Lea lagi. "Jangankan hamil, punya pacar aja gua kaga odong" ucap Lea sambil melotot.

"Loh Le, lo jomblo? Bukannya dulu punya pacar tapi LDR?" tanya Tristan.

"OH EM JI HELLOWWW!" Kata Lea sambil menepuk jidatnya. "Udah putus dari kapan tau keles Mas, diselingkuhin gue coy" ucap Lea lagi.

"Demi apa lo Le?" tanya Tristan. "Nih temen gue jomblo, mau gak?" Tawar Tristan sambil melirik ke cowok dihadapannya. Yang dilirik malah salah tingkah.

"Eh? Ada orang disitu?" tanya Lea polos.

"Ada katarak," ucap Tristan asal. "Kenalan makanya"

"Hei, nama gue Lea. Eleanora Josephine, nama lo siapa?" tanya Lea langsung, sambil menyodorkan tangannya.

Sedangkan laki-laki itu hanya menjabat tangan Luna canggung, ia belum pernah berkenalan secara langsung dengan cewek sefrontal Lea. "Abi, Yudistira Abirama"

"Pasti orangtua lo orang hukum?" tebak Lea.

"Iya, kok tau?"

"Yaiyalah, nama lo Yudistira gitu" ucap Lea langsung.

Abi tak habis pikir dengan wanita yang ada dihadapannya. Terlalu blak-blakan dan cuek, tidak punya rasa malu, Abi rasa.

"Le, ambilin minum dong, aus nih" perintah Tristan.

"Eh anjir, lu kira gue babu lu" ucap Lea.

Saat denger Luna mengomel kecil pada Tristan untuk mengucapkan tolong pada Lea, akhirnya Lea tertawa senang, dan mengambilkan minum itu.

Bukan, bukan karena ia babu, tapi karena ia tau Luna butuh waktu lebih banyak untuk berdekatan dengan Tristan, untuk menebus waktunya yang terbuang sia-sia selama ini.

=====

Continue Reading

You'll Also Like

pensi By bb

Random

678 142 4
perjalanan pensi dan beberapa kisah cinta didalamnya
303K 15.8K 47
Sekuel 'Rude Beautiful Girl' Saling mencintai tidak cukup menjadi alasan rumah tangga berjalan bahagia. Pasti selalu saja ada masalah yang menguji ci...
228K 10.3K 57
Hera bahagia, dia mencintai keluarganya, suaminya dan anak perempuannya, dia juga mencintai pekerjaannya walaupun dia memiliki bos yang menyebalkan. ...
Fall In Love By Ara

General Fiction

180K 10.4K 114
Bagi Nara jatuh cinta adalah sesuatu yang menyenangkan, itu pemikirannya dulu sebelum sebuah kejadian menimpanya yang membuat Nara merubah pemikirann...