B[L]ACKSTREET

By marsh-melo

10.4K 1.4K 988

Dua orang introvert yang saling jatuh cinta, tentu mereka hanya ingin dunia dimiliki berdua saja. Hanya salin... More

Pengantar
Prolog : Dari Oh Seungmi
01 - Di Halaman Depan Rumahku
02 - Unbelievable First Kiss
03 - Melodi Adalah Untaian Rasa
04 - Bimbang
05 - Vitamin
06 - Awal Baru
07 - Chamber of Secret
08 - Partner
09 - No Date, No Life?
10 - Senior Jung
Intermezzo : Meet her, Oh Seungmi!
11 - Bukan Hal Baru
12 - Pertengkaran Kecil
13 - Gadis Kanvas
14 - Gloomy Saturday
15 - Distance
16 - Heard It Through The Grapevine *)
17 - Retakan (1)
18 - Retakan (2)
20 - Persinggahan
21 - Wrong Desicion
22 - Kunjungan
23 - Dangerous
24 - Pameran
25 - Picasso
26 - Penafsiran
27 - Operasi Perangkap
28 - Weird Confession (1)
29 - Weird Confession (2)
30 - A Flashback : An Unsolved Feeling
Intermezzo #2 : Which Couple?
31 - Menghindar Bukanlah Solusi
32 - Meledak
33 - Titik Terang dan Titik Buta
34 - Maaf, Aku Menyesal
35 - Tiga Permintaan
36 - Bagian Tersulit
37 - Penyembuh Luka
38 - Hold My Hand
39 - Backstreet, No More! (1)
40 - Backstreet, No More! (2) [END]
Bonus - Junk Food Meeting
Epilog : Dari Oh Seunghee
#BTS (Behind The Story) of B[L]ACKSTREET

19 - Drunken Night

174 32 11
By marsh-melo

"Ajuhmma, satu botol lagi."

Itu adalah botol soju keempat yang Hyunsik pesan. Belum ada tanda-tanda mabuk di wajahnya. Ia memang memiliki kemampuan minum yang sedikit diatas rata-rata. Tiga botol soju bukan apa-apa untuknya.

"Ada masalah apa sekarang?" tanya Changsub, setelah Hyunsik menenggak segelas soju dari botol baru. Ia sengaja datang dari Gunsan ke Seoul untuk menemui Hyunsik di waktu libur singkat. Menatap gelas demi gelas soju yang ditenggak Hyunsik dengan heran.

Hyunsik hanya tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya.

Changsub tersenyum kecut. "Harus berapa botol lagi yang kau butuhkan untuk menceritakan masalahmu, hah?"

Hyunsik tertawa kecil. "Entahlah."

Gelas demi gelas soju yang menyengat itu masih ditenggaknya tanpa henti. Wajahnya memerah dan matanya mulai tidak fokus. Changsub masih menatapnya dengan penuh tanya. Sengaja ia tidak minum begitu banyak agar bisa mendengarkan cerita Hyunsik dalam keadaan sadar.

Akhirnya yang ditunggu-tunggu terucap juga.

"Aku lelah. Aku lelah diremehkan." Hyunsik membuka ceritanya.

Dahi Changsub mengerut. "Siapa yang meremehkanmu, huh? Kau itu anak terbaik. Para profesor juga menyukaimu." Changsub berucap dengan tenang sambil mengisi gelas kosong Hyunsik dengan soju.

"Orang-orang agensi. Seenaknya saja meremehkanku. Mereka tidak tahu aku mengambil cuti untuk rencana debut solo yang sia-sia ini. Dan Seunghee," ujar Hyunsik tiba-tiba.

Gerakan mulut Changsub yang sedari tadi mengunyah cumi kering terhenti. Tiba-tiba lelaki ini menyebutkan nama seorang gadis yang tidak diduga.

"Kenapa? Oh Seunghee kenapa?"

"Dia ingin mencuri laguku.. lagu-lagu itu.. kubuat berhari-hari sampai tidak tidur.. mengapa? Mengapa ia tega.. mengkhianati pacarnya sendiri? Hah?"

"Pacar?" pekik Changsub pelan. Matanya yang membelalak dinaungi kedua alis yang menyatu. "Pacar??!"

Hyunsik tidak menjawab. Ia hanya menundukkan kepalanya dan membiarkan suasana menjadi hening. Changsub yang sedang terkejut segera menenggak segelas soju dalam sekali teguk.

"Lalu ia menatapku dengan sorot ketakutan. Apakah aku monster? Apa dia takut padaku? Mengapa?" lanjut Hyunsik. Ia terus meracau tanpa menghiraukan pertanyaan Changsub. Sahabatnya itupun tidak menanyakannya lebih jauh.

***

Ponsel Minhyuk kembali berdering. Sudah ada sepuluh panggilan tak terjawab dari nomor yang sama. Minhyuk memang sengaja mengabaikannya. Mengapa pula ia harus mengangkat telpon Yura setiap jamnya? Apa dia tidak punya pekerjaan lain? pikirnya.

Ia menatap layar ponselnya sambil berdecak. "Apa dia terlalu kesepian?"

Tepat saat itu pula, pintu kamarnya diketuk.

"Heh, kau sudah tidur?" suara Doojoon.

Minhyuk segera bangkit dari kursinya dan membuka pintu. "Kapten."

Doojoon tersenyum. "Temani aku minum. Aku traktir."

Tentu saja Minhyuk tidak menolak. Pikirannya memang sedang jengah sejak ia memutuskan untuk menerima ajakan kencan Yura. Segera ia sambar jaketnya dan pergi mengikuti sang Kapten. Mereka sampai di sebuah bar kecil dekat dorm, mengambil tempat duduk di sudut ruangan. Tentu saja tanpa sepengetahuan pak pelatih.

"Sini, gelasmu."

"Ah, terimakasih Kapten."

Doojoon menuangkan soju ke gelas kecil Minhyuk, lalu ke gelasnya sendiri. Mendentingkan gelas kecil mereka, bersulang, lalu menenggaknya dengan serentak pula.

"Ada apa, Kapten? Kau mau menegurku lagi? Aku sudah siap mendapatkan teguran yang ke-sekian darimu," celetuk Minhyuk, membuat Doojoon terbahak.

"Tidak, tidak. Aku sudah terlalu sering merecoki status kencanmu. Nanti kau menganggapku iri padamu, bocah."

Minhyuk tersenyum kecut. "Lalu? Apa yang mau kau sampaikan?"

Tawa Doojoon terhenti dan berganti menjadi raut serius. "Sebuah rahasia. Aku memberitahumu hanya karena agar kau waspada saja."

Dahi Minhyuk berkerut. "Rahasia?"

***

"Yura adalah seorang pewaris tunggal dari sebuah perusahaan besar. Aku tak tahu pasti perusahaan apa. Yang jelas, perusahaan itu berpengaruh besar pada berdirinya klub kita, bahkan beberapa klub sepak bola Seoul yang lain. Semacam, sponsor. Jadi, siap-siap saja jika status kencanmu terdengar Pak Choi, dia akan segera memanggilmu dan memberimu petuah panjang."

...

Minhyuk masih terjaga di ranjangnya tanpa rasa kantuk sedikitpun, meski ia sudah meminum beberapa gelas soju.

SeteIah mendengarkan penuturan Doojoon, ia tidak bisa menghindari prasangka buruknya pada Yura. Curiga bahwa wanita ini mendekatinya karena sebuah alasan rumit yang berhubungan dengan perusahaan orangtuanya. Apakah sedari dulu ia ditandai? Minhyuk baru ingat, Yura tiba-tiba mengenali dirinya sejak pertama kali mereka bertemu. itu pasti bukan sebuah kebetulan belaka.

Kepalanya penuh oleh analisa dan praduga yang membingungkan dan membuat matanya semakin terjaga saja. Rasanya ia butuh tempat untuk mencurahkan isi hatinya. Meraih ponselnya, ia segera mencari kontak dan mengetik nama 'Seungmi'.

Jempolnya hampir menekan tombol telpon, namun urung. Pertemuannya dengan Seungmi yang tidak menyenangkan itu terbayang lagi di kepalanya.

Ah, sial.

***

Seungmi baru saja keluar dari kamar mandi dengan mengalungkan handuk kecil di lehernya, saat ia mendapati Seunghee berdiri di balkon apartemennya. Kakaknya adalah tipe orang yang selalu tidur tepat waktu, tidak biasanya ia masih terbangun jam setengah duabelas malam dan berdiam di luar.

Hampiri, tidak. Hampiri, tidak.

Seungmi terus menatap sang kakak yang masih berdiri di balkon beberapa lama, sampai akhirnya ia memutuskan untuk menghampirinya. Mendapati Seunghee sedang bersandar ke pagar balkon, menatap lampu-lampu kota Seoul sambil menggenggam sekaleng bir.

"Kenapa belum tidur?"

Seunghee menoleh, lalu tersenyum tipis. "Belum mengantuk."

Seungmi tertegun. Ada raut kelelahan yang tertangkap dari paras cantik kakaknya. Boleh saja Seunghee pandai menyembunyikan perasaannya, tapi kali ini lain. Mungkin stress yang ia alami sedang cukup berat.

Biasanya ia akan pergi dan 'mempersilahkan' kakaknya untuk melanjutkan lamunan, namun ada sesuatu yang menahan dirinya untuk tetap berada disana.

"Kenapa? Memikirkan apa selain ujian? Ujian kan sudah selesai." Seungmi menyentuh kaleng bir utuh di samping Seunghee. "Apa ini.. rasanya enak?"

Seunghee tertawa kecil. "Coba saja kalau mau."

Gadis itu antusias mendapatkan izin kakaknya. Segera ia buka kaleng bir itu dan meminumnya seteguk. Tersenyum kecut. "Oh, begini ya rasanya."

"Apa-apaan. Ini bukan kali pertama kau mencicipi bir," Seunghee mengacungkan kaleng birnya. "Bersulang?"

Seungmi menggelengkan kepala. "Tidak. Aku tidak akan meminumnya lagi. Ini, habiskan sisanya."

Sang kakak mengerucutkan bibirnya sambil menerima kaleng bir Seungmi yang masih penuh. "Anak bandel."

Sepasang gadis kembar itu kemudian terdiam kembali, menikmati angin malam yang menerpa tubuh mereka. Udaranya tidak begitu dingin, mungkin karena musim semi sudah mulai berganti menjadi musim panas.

Sang adik kembali menatap sang kakak yang lagi-lagi melamun.

"Dulu aku mengira, gadis sesempurna dirimu tidak akan pernah memiliki kesulitan hidup," katanya tiba-tiba.

Seunghee membelalakkan mata, lalu tertawa kecil. "Apa? Kau sedang memuji atau mengejekku, bocah?"

"Bukan keduanya. Aku hanya mengatakan pendapatku," balas Seungmi ketus. Ia menghela napas panjang sebelum melanjutkan penuturannya.

"Sejak dulu, kau lebih disukai orang-orang karena wajahmu yang cantik seperti boneka barbie. Mereka lebih menyenangimu karena kau itu pendiam, sementara aku itu rewel dan tidak bisa diam. Mereka memberimu lebih banyak permen atau hadiah lain dibandingkan padaku. Meski aku selalu satu kamar denganmu, jusjur saja – aku merasa memiliki dunia yang berbeda denganmu. Katakanlah, berbeda level?" Seungmi tertawa kecil.

Ia merebut kembali kaleng bir miliknya dari tangan Seunghee dan meneguknya sedikit. Sementara Seunghee tampak terkejut dengan pengakuan adiknya. Baru kali ini Seungmi mengutarakan hal-hal seperti ini padanya.

"Tapi yang membuatku merasa lebih frustasi adalah, kau selalu lebih baik dan bijak dariku. Aku tak peduli saat orang-orang lebih banyak menyukai kecantikanmu daripada aku, tapi- aku lebih merasa kecil ketika menyadari bahwa perangaiku pun kalah telak darimu," lanjut Seungmi.

Seunghee menghela napas panjang, menatap Seungmi meneguk bir 'yang tidak ingin diminum lagi' itu untuk ketiga kalinya. Entah pengaruh bir atau bukan, adiknya tiba-tiba bicara panjang lebar tentang topik yang begitu sensitif.

"Untuk itulah, aku selalu mencari dunia yang lain dari duniamu. Aku mencari banyak teman baru, dan melupakan semua hal bodoh tentang perbandingan antara aku dan dirimu. Tapi tetap saja, kadang aku masih takut kalah darimu. Jujur saja."

Seungmi terdiam. Unek-uneknya sudah cukup ditumpahkan. Menunggu Seunghee memberikan tanggapannya.

"Seungmi," Seunghee memulai penuturannya. "Aku tidak berbohong bahwa aku senang mendapatkan perlakuan dan pujian itu. Namun tidak selalu seperti itu. Kadang itu juga menjadi beban untukku. Intinya, itu bukan hal penting yang harus membuatmu iri. Sejujurnya, aku juga punya rasa iri padamu."

Seunghee tidak berbohong untuk menghibur Seungmi belaka. Seungmi memiliki banyak teman yang sulit Seunghee dapatkan. Ia bahkan ingat betul bahwa dulu, Hyunsik kekasihnya adalah teman dekat adiknya.

Seketika ingatan Seunghee melayang pada buku sketsa milik adiknya. Ia tidak dapat membayangkan bagaimana jika Seungmi tahu bahwa lelaki yang selama ini disukainya, lelaki yang memenuhi setiap lembar dari buku sketsanya, kini tengah berkencan dengan kakaknya sendiri.

Apa dirinya tengah merebut Hyunsik dari adiknya sendiri? Itu mengapa hubungannya kini tidak berjalan lancar? Pikirnya sekilas.

Dahi sang adik berkerut. "Iri? Padaku? Kenapa? Apa aku benar-benar punya sesuatu yang bisa membuatmu iri?"

Seunghee mengangkat bahunya. "Rahasia. Sudah, habiskan birmu dan tidur sana."

Ia meninggalkan Seungmi yang kebingungan, pergi menuju kamarnya. Bersikap misterius adalah hobinya. Entah kenapa, ia senang sekali membuat adiknya penasaran.

-TBC-

Continue Reading

You'll Also Like

5M 921K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
1M 87K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
4.3K 437 16
Bagaimana kalau kamu suka ke dosen kamu sendiri. Langsung baca aja!!
39K 2.4K 58
Galen sudah membulatkan tekad untuk menjauhkan Ciara dari kehidupannya untuk sementara waktu. Ciara menyetujui keputusan Galen dan mereka berpisah, b...