B[L]ACKSTREET

By marsh-melo

10.4K 1.4K 988

Dua orang introvert yang saling jatuh cinta, tentu mereka hanya ingin dunia dimiliki berdua saja. Hanya salin... More

Pengantar
Prolog : Dari Oh Seungmi
01 - Di Halaman Depan Rumahku
02 - Unbelievable First Kiss
03 - Melodi Adalah Untaian Rasa
04 - Bimbang
05 - Vitamin
06 - Awal Baru
07 - Chamber of Secret
08 - Partner
09 - No Date, No Life?
10 - Senior Jung
Intermezzo : Meet her, Oh Seungmi!
11 - Bukan Hal Baru
12 - Pertengkaran Kecil
13 - Gadis Kanvas
14 - Gloomy Saturday
15 - Distance
16 - Heard It Through The Grapevine *)
18 - Retakan (2)
19 - Drunken Night
20 - Persinggahan
21 - Wrong Desicion
22 - Kunjungan
23 - Dangerous
24 - Pameran
25 - Picasso
26 - Penafsiran
27 - Operasi Perangkap
28 - Weird Confession (1)
29 - Weird Confession (2)
30 - A Flashback : An Unsolved Feeling
Intermezzo #2 : Which Couple?
31 - Menghindar Bukanlah Solusi
32 - Meledak
33 - Titik Terang dan Titik Buta
34 - Maaf, Aku Menyesal
35 - Tiga Permintaan
36 - Bagian Tersulit
37 - Penyembuh Luka
38 - Hold My Hand
39 - Backstreet, No More! (1)
40 - Backstreet, No More! (2) [END]
Bonus - Junk Food Meeting
Epilog : Dari Oh Seunghee
#BTS (Behind The Story) of B[L]ACKSTREET

17 - Retakan (1)

140 31 21
By marsh-melo

Memasuki musim semi, artinya ujian tengah semester akan segera tiba. Tidak ada waktu untuk berleha-leha bagi para mahasiswa, terutama bagi tingkat pertama yang belum memiliki 'pengalaman' ujian. Perpustakaan umum Kampus KUMA lebih ramai daripada biasanya. Tim satpam harus bekerja ekstra untuk berjaga hingga malam hari karena jumlah mahasiswa yang datang membeludak.

Seunghee menyeruput kopinya yang sudah tidak lagi panas, melirik ke arah Jiyeon yang sedang memainkan ponselnya.

"Ah, aku sudah tidak kuat! Mataku malah makin sakit membacanya," keluh Jiyeon sambil menutup jurnal di tangannya.

Seunghee tersenyum. "Kau pulanglah, dan istirahat. Kau juga harus menjaga kesehatan selama ujian."

"Baiklah," Jiyeon mulai mengemasi barangnya. "Bagaimana denganmu?"

Seunghee melirik jam tangannya. "Sepertinya aku disini setengah jam lagi."

Jiyeon memicingkan matanya sambil berdecak heran. "Anak rajin." Ia bangkit dari tempat duduknya. "Kau pulang dengan siapa nanti? Dengan Ilhoon Sunbae lagi?"

Seunghee membelalak terkejut, lalu tersenyum canggung, "Apa sih yang kau bicarakan-"

"Sudahlah, jangan mengelak lagi. Kalian sudah sering jadi buah bibir teman-teman karena kedekatan kalian." Jiyeon kembali duduk di kursi, matanya yang mengantuk seketika kembali berbinar. "Tidak banyak yang bisa akrab dengan Ilhoon Sunbae seperti dirimu. Akhir-akhir ini kalian dekat sekali sampai sering pulang bersama, ya kan?"

"Tidak seperti itu. Aku kebetulan dekat dengannya karena dia temannya.. temanku."

Dahi Jiyeon mengerut. "Apa? Teman? Kau.."

Seunghee menggigit bibir bawahnya. Mengatakan cerita pribadinya pada orang yang belum lama ia kenal bukanlah kebiasaannya. Ia diam sejenak agar tidak salah berucap.

"Ya, jadi.. aku punya seorang teman. Dia bekerja sebagai produser musik. Dan.. Sunbae bekerja sama dengannya. Jadi aku dikenalkan padanya karena kebetulan satu kampus. Ya, begitulah."

"Pro..duser?" Jiyeon seketika menutup mulutnya yang menganga dengan kedua tangan mungilnya. "Woah! Daebak! Oh Seunghee, bukan apa-apa tapi.. aku tak menyangka diam-diam relasimu seluas itu! Kau nanti bisa lebih mudah bekerja di perusahaan entertainment setelah lulus nanti karena sudah punya channel! Woah, tak disangka."

Seunghee hanya tersenyum kecut. "Ya sudah. Cepat pulang, sebelum makin larut."

"Baiklah." Jiyeon bangkit kembali dari kursinya, kini benar-benar pulang.

Alih-alih kembali membaca bahan kuliah, kini Seunghee malah melamun tidak jelas.

Hyunsik semakin sibuk dengan pekerjaan dan kuliahnya, bahkan mereka tidak pernah bertemu selama sebulan terakhir, hanya bisa berkomunikasi lewat telpon dan SMS.

Sementara karena terdesak kebutuhan, akhir-akhir ini ia malah sering bertemu dengan Ilhoon, bahkan belajar beberapa kali di studio pribadi sang Sunbae. Padahal sebagai seorang selebriti, bukankah kesibukannya tidak jauh beda – bahkan mungkin lebih – daripada Hyunsik?

Satu persatu mahasiswa mulai mengemasi barang mereka dan meninggalkan perpustakaan. Seunghee yang sudah kehilangan fokusnya akhirnya memutuskan untuk ikut pulang juga.

"Hei, Anak Rajin!"

Seunghee menoleh ke arah sumber suara yang familiar itu. Seketika bibirnya menyunggingkan senyum simpul.

"Sunbae!" sahutnya singkat.

Ilhoon berdecak sambil menggelengkan kepalanya. "Anak rajin yang terlalu mengkhawatirkan nilai rapot. Asal kau tahu, saat kau bekerja nanti nilai-nilaimu tidak akan berarti jika kau tidak bisa buat lagu bagus."

Gadis itu tertawa kecil. "Tapi tidak ada salahnya juga punya nilai bagus, kan?"

Ilhoon hanya menanggapinya dengan tawa. Di satu sisi, ia mengagumi ketekunan Seunghee dalam belajar yang tidak ia miliki. Keduanya berjalan bersama keluar dari Gedung Referensi.

"Langsung pulang? Mau makan malam dulu?" tanya Ilhoon tiba-tiba.

"Hmm, aku makan malam di rumah saja. Aku harus memasak untuk adikku."

"Ah, lagi-lagi aku ditolak," lelaki itu menepuk dadanya sambil memasang ekspresi dramatis. "Ya sudah, kapan-kapan undang aku makan malam di rumahmu, ya?"

"Sebentar, Sunbae. Rasanya kita belum sedekat itu." timpal Seunghee sambil tertawa. Ilhoon pun ikut terbahak dibuatnya.

"Hei, Anak Rajin, ternyata kau tidak jauh savage dari pada aku!"

Seunghee memang menolak tawaran makan malam itu, namun ia menerima tawaran antar pulangnya. Sekarang suasana yang tercipta diantara mereka sudah tidak secanggung dulu. Pertemanan yang dijalin Seunghee selama ini tidak begitu banyak, tapi dari beberapa pengalamannya itu ia menyimpulkan, bahwa ia lebih mudah menjalin pertemanan dengan laki-laki daripada perempuan.

Gadis itu memandangi lelaki di sampingnya yang sudah siap di kursi kemudi, memasang seatbelt, melepas topi hitam yang sedari tadi menutupi kepalanya dan segera menyalakan mesin mobil. Wajah tampannya yang tak berpoles make up terlihat lebih innocent, tidak se-'sangar' image-nya sebagai rapper solo RnB. Meski pakaian yang dikenakannya tampak sederhana, jika dilihat lebih seksama, semua yang ia kenakan dari ujung kepala hingga ujung kaki adalah barang branded nan mahal. Selera fashion-nya juga unik.

"Kenapa, Seunghee? Aku sebegitu tampannya di matamu, ya?"

Seunghee tersentak dan segera memalingkan muka, lalu tertawa tidak jelas, tidak melihat Ilhoon yang tersenyum penuh arti.

Ada rasa perih di sela rasa nyamannya setiap kali ia duduk di kursi mobil Ilhoon. Perasaan itu menimbulkan berbagai pertanyaan yang tidak kunjung terjawab. Seperti, mengapa bukan Hyunsik? Mengapa Ilhoon?

***

Tingkah melamun Seunghee pun tak luput dari mata Seungmi. Akhirnya Seunghee ditegur adiknya saat beberapa lama mengaduk-aduk nasi di mangkuknya tanpa minat, saat makan malam.

"Kau kenapa, Seunghee? Ada masalah?" tegur Seungmi tanpa basa-basi.

Seunghee tersentak dan menatap Seungmi tanpa kata. Lalu tersenyum dan menggelengkan kepala. "Mungkin hanya stress menjelang ujian."

Seungmi menelan ludahnya. Menanyakan keadaan Seunghee membutuhkan nyali yang cukup baginya. Mereka bukan saudara yang saling terbuka mengungkapkan masalah.

"Ah, bagaimana bisa anak serajin dirimu masih stress? sementara aku, yang pas-pasan begini sangat santai." Seungmi menyuapkan nasinya tanpa lauk, sambil berpikir bagaimana cara untuk mengorek suasana hati Seunghee. Secuek apapun Seungmi, ia tahu betul Seunghee bukan tipikal orang yang mudah memperlihatkan stress-nya, apalagi hanya karena ujian.

"Kau sedang kesal padaku?" Seungmi kembali bertanya. "Ya, aku tahu. Aku memang selalu bikin kesal. Maafkan.. aku ya."

Seunghee menatap Seungmi dan tertawa kecil. "Kau tahu cara meminta maaf, ternyata? Aku baru tahu."

"Aish. Kutarik lagi ucapanku." Seungmi mengerucutkan bibirnya.

Seunghee tertawa kecil. "Sejujurnya, aku tidak pernah benar-benar marah padamu, Seungmi. Entah kenapa. Mungkin kelakuanmu itu belum mencapai batas kesabaranku," ujar Seunghee.

Kini Seungmi yang berganti menatap kakaknya yang mulai menyuapkan nasi.

"Jadi, hal apa yang akan membuatmu benar-benar marah padaku? Aku penasaran."

Kening Seunghee mengerut. "Apa, ya? Belum terpikirkan. Cari tahu saja sendiri, kalau berani."

Seungmi berdecak pelan. Mengobrol canggung nan aneh seperti ini bersama Seunghee bukanlah kali pertamanya. Namun setidaknya ia cukup lega mendengar fakta bahwa sang kakak tidak marah padanya. Dan setidaknya, Seunghee tersenyum meskipun hanya sejenak.

***

Tonight, I met you again without fail,
It feels like we're really togeher, I'm so happy
Then I open my eyes and you're not there,
I realize it was a dream,
But I want to feel it again so I close my eyes once more..*

Klik. Seunghee menekan tombol stop untuk menghentikan sebuah lagu yang sedang diputar dari laptopnya. Lagu yang sendu dengan tempo yang begitu lambat, benar-benar selaras dengan liriknya. Ia kembali menekan tombol play.

I'm still not used to being alone,
I'm hungry and eat,
But I don't know what it tasted like..
You're still living in my heart..
So I make money but I don't know why..
I don't know why I live.*

Klik.

Seunghee menelan ludahnya. Semakin lama ia dengar, lagu ini terasa semakin menyakitkan hati. Perpaduan alunan piano dengan chord minor dan suara bariton yang menyayat berhasil menciptakan lagu melo-ballad yang sempurna. Seseorang yang sedang tidak patah hati saja akan merasakan sentimentil yang dalam dari lagu ini. Bahkan Seunghee tidak mampu menekan tombol play kembali.

Namun itu bukan hanya karena lagunya yang begitu pedih. Melainkan memikirkan perasaan sang penulis saat menggubah lagu ini.

***

"Seunghee?!"

Tatap heran dari mata kecil Hyunsik menyambut kedatangan Seunghee yang sudah berada di balik pintu studionya. Senyum lebar Seunghee menurun perlahan.

"Apa aku mengganggumu?" tanya Seunghee pelan.

Hyunsik menggaruk kepalanya yang tak gatal lalu tertawa canggung.

"Tidak.. aku hanya kaget." Ia menarik lengan kecil Seunghee dan menutup pintu studio sebelum ada orang lain yang lewat.

Keduanya bertatapan tanpa mengucapkan sepatah katapun. Begitu canggung. Satu bulan tidak bertemu dan berkomunikasi langsung, membuat keduanya kebingungan untuk memulai topik obrolan.

Hyunsik menarik lagi lengan Seunghee dan memeluknya. "Terimakasih.. sudah datang. Aku sudah dua hari tidak tidur, dan ini melelahkan."

Seunghee menelan ludahnya. Ia dapat menangkap kelelahan Hyunsik lewat suara seraknya. Tangan kecil sang gadis menepuk pelan punggung lelakinya. Bahkan pelukan ini terasa canggung, tidak hangat seperti biasa.

"Tidurlah sebentar. Tubuhmu juga butuh istirahat." Ucapnya.

Pelukan itu berakhir. Hyunsik tersenyum tipis.

"Kalau aku tidur, aku sulit bangun. Dan akhirnya pekerjaanku tidak selesai," Hyunsik menghela napas panjang.

"Satu jam saja. nanti aku akan membangunkanmu," usul Seunghee.

Hyunsik tertawa kecil. "Kau kesini hanya untuk melihatku tidur dan membangunkanku?"

"Tidak masalah." Gadis itu mengangkat bahu kecilnya. "Aku ingin tahu seberapa susahnya membangunkan seorang Tukang Tidur sepertimu."

Keduanya tertawa karena sarkasme Seunghee. Akhirnya kecanggungan itu mulai mencair.

Menyetujui usul Seunghee, Hyunsik merebahkan dirinya di sofa setelah merenggangkan kedua tangannya yang begitu pegal. Seunghee duduk di sebuah kursi di samping salah satu keyboard Hyunsik, memainkannya dengan volume pelan.

Tangannya mulai melakukan gerakan pemanasan diatas tuts keyboard, melemaskan jemarinya setelah beberapa hari tidak memegang piano. Orangtua nya hanya akan membelikan Seunghee sebuah keyboard di semester baru jika nilainya memuaskan di semester pertama. Selama ini ia hanya dapat berlatih di studio Hyunsik, ruang latihan piano di gedung jurusannya, atau kini di studio Ilhoon.

"Aku mencoba membuat lagu. Mau dengar?" ujar Seunghee.

"Tentu saja. Apalagi jika itu lagu pengantar tidur."

Seunghee cekikikan. Mata Hyunsik spontan memejam saat mendengarkan alunan piano bertempo lambat yang dimainkan Seunghee. Sebuah lagu asing yang belum pernah ia dengar, mungkin Seunghee sudah mulai memainkan lagu yang diciptakannya itu.

"Oppa," ucap Seunghee di sela permainan pianonya.

"Hmm?" gumam Hyunsik.

"Seperti katamu.. melodi adalah untaian perasaan. Apa itu artinya, selama ini kau memanfaatkan perasaan yang kau miliki dalam pekerjaanmu?"

Lelaki itu tertawa kecil. "Terdengar kasar, tapi itu benar."

Seunghee menghela napas panjang. Lagu yang ia dengar kemarin terngiang kembali di telinganya, detail dengan setiap kata-kata dalam liriknya.

"Kalau begitu, selama ini kau merasa sangat kesepian, ya?"

Mata kecil Hyunsik sedikit terbuka. "Kau mendengar lagu-laguku? Yang mana?"

"Judulnya.. 'I Don't Know'. Aku suka sekali lagunya," jawab Seunghee.

Mata Hyunsik membulat sempurna. Ia terduduk dan menatap Seunghee dalam-dalam.

"Darimana kau tahu lagu itu, Seunghee?"

Intonasi suara Hyunsik membuat Seunghee spontan menghentikan permainannya dan meremas kedua tangannya.

"Sejujurnya.. saat kau meng-install program arranger musik di laptopku kemarin, aku menemukan folder lagu-lagumu. Aku meng-copy-nya dan mendengarkannya di rumah – tenang saja, aku tidak memperdengarkannya pada orang lain," tuturnya dengan suara pelan.

Hyunsik menghempaskan napasnya dengan kasar.

Ingin rasanya Seunghee menarik kalimatnya kembali, apalagi saat melihat ekspresi lelaki itu menatapnya tanpa senyuman.

"Maaf, aku berencana untuk mengatakannya padamu, tapi kita tidak pernah bertemu belakangan ini. Kau benar-benar marah?" tanya Seunghee dengan nada pelan.

Lelaki itu menghela napas panjang. "Lagu-lagu yang kau copy itu adalah lagu yang belum pernah dirilis."

Seunghee membelalak seketika. "Be-benarkah?"

Hyunsik menelan ludahnya. Alih-alih kembali tidur, ia bangkit dari sofa dan duduk di hadapan monitor untuk melanjutkan pekerjaannya. Tidak ada lagi senyum di wajahnya.

Sementara Seunghee semakin diliput perasaan bersalah. Atmosfer ruangan ini terasa berubah dalam sekejap. Hyunsik yang melanjutkan pekerjaannya dan tidak tidur, secara halus menyuruh Seunghee untuk tidak ada disana.

"Sekali lagi, maafkan aku. Aku akan menghapus lagu-lagumu itu di laptopku. Aku pergi dulu." Seunghee berdiri dari tempat duduknya.

Hyunsik menoleh sejenak sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya. "Maaf, aku tidak bisa mengantarmu. Hati-hati di jalan, ya."

Gadis itu mengangguk dan tersenyum tipis. Ia melangkah keluar dari studio dan meninggalkan kekasihnya tenggelam dalam pekerjaannya kembali. Setitik air di sudut matanya sudah tidak dapat terbendung. Ia terus berjalan cepat dan membiarkan air matanya mengalir agar dadanya tidak begitu sesak. Hatinya terasa sangat sakit oleh tatapan mata Hyunsik yang dalam nan menakutkan itu. Padahal apa salahnya mendengarkan lagu-lagunya? Ia hanya ingin mengetahui lebih dalam tentang lelakinya.

Ia rindu suara kekasihnya.

Semarah itukah Hyunsik padanya hanya karena alasan sederhana itu?

Lelaki itu bahkan tidak menahannya pergi.

-TBC-

Ket :
*) BTOB – "I Don't Know"

Continue Reading

You'll Also Like

200K 9.9K 32
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
2.5K 55 47
- KETIKA CINTA DAN PERSAHABATAN MEREKA DI UJI!! - BUKAN HANYA BERPATOK PADA TOKOH UTAMA TAPI SEMUA TOKOH SAMA!!! 📍 ELBARAN ALVEORO Dan CHELSEA LIAND...
157K 15.5K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
30.4M 1.8M 67
DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 3 SUDAH TAYANG di VIDIO! https://www.vidio.com/watch/7553656-ep-01-namaku-rea *** Rea men...