Imagine with Seventeen

By LeeIndah7

273K 26.9K 3.2K

you x member seventeen semoga terhibur^^ bisa request sama tema juga ya hehe... enjoy it guys! More

Hong Jisoo - [Never Enough]
Hong Jisoo - [Sequel of Never Enough]
Jeon Wonwoo - [Rain]
[Anonymous]
[Lee Seokmin] - Smile
Wen Junhui - [Marriage Life]
Save Me (part 1/2)
Open Request
Yoon Jeonghan - [Half of You]
Jeon Wonwoo - [Savior] 1
Jeon Wonwoo - [Savior2]
Lee Jihoon - [Sensitive]
Vernon Chwe - [We Have a Good Ending]
Kwon Soonyoung - [Get Married]
Save Me (2/2)
Boo Seungkwan - [Jealous]
Kim Mingyu - [Choose] 1
Kim Mingyu - [Choose] 2
Xu Minghao - [Unpredictable]
Kwon Soonyoung - [Strange]
Hansol Vernon Chwe - [Present]
Wen Junhui - [Silly Girl]
Hyung Line - [Rain]
Lee Chan - [Marry You]
Yoon Jeonghan - [Devil Angel]
Hansol Vernon Chwe - [Being Lazy at Home]
Kim Mingyu - [Stranger]
Maknae Line - [Line]
Kwon Soonyoung - [I'll be Yours] 1
Kwon Soonyoung - [I'll be Yours] 2
Kwon Soonyoung - [I'll be Yours] 3
Lee Jihoon - [Hold You]
Yoon Jeonghan - [Witness]
Yoon Jeonghan - [Witness] 2
Kwon Soonyoung - [Coffee]
Xu Minghao - [Camera]
[Kwon Soonyoung] - Absurd
Wen Junhui - [Am I stupid?]
Choi Seungchol - [Boyfriend Material]
[Hong Jisoo&Wen Junhui] - Dirty Things Ever
[Hong Jisoo&Wen Junhui] - Sequel
Lee Chan - [Earing]
Jeon Wonwoo - [I'll be Brave for You]
Lee Jihoon - [My World]
Hong Jisoo - [Wings]
Choi Seungchol - [Best Friend]
Xu Minghao - [Wedding Preparations]
Lee Jihoon - [Everything, Everywhere]
Jeon Wonwoo - [Classmate]
Lee Jihoon - [Everything, Everywhere]
Kim Mingyu - [13rd Day]
Wen Junhui - [You're Mine]
Lee Jihoon - [Everything, Everywhere]
[Jeon Wonwoo] - Wish
Lee Seokmin - [Basketball]
Boo Seungkwan - [Don't Leave]
Lee Jihoon - [Only You] 1
Lee Jihoon - [Only You] 2
Choi Seungchol & Hong Jisoo - [Choices]
Choi Seungchol & Hong Jisoo - [Choices] 2
Yoon Jeonghan - [Annoying]
Wen Junhui - [Rejected]
Kwon Soonyoung - [Sweet Pea]
Jeon Wonwoo - [Compliment]
Lee Jihoon - [Adorable]
⚠️ Xu Minghao - [Friends with Benefits] ⚠️
[Kim Mingyu] - Lovelypop
⚠️ Lee Seokmin - Secret Lovers ⚠️
Hansol Vernon Chwe - [Lovely Ex]
Boo Seungkwan - [Mid life Crisis] 1
Boo Seungkwan - [Mid life Crisis] 2

Hansol Vernon Chwe - [Phone Number]

3.9K 361 34
By LeeIndah7

Bawa request Vernon nih~

Ada yang nungguin? :')


Happy reading!^^



~°~°~



Vernon. Pria dengan paras campuran Amerika-Asia itu duduk di sebuah kursi taman. Matanya tak pernah lepas dari satu titik, seorang wanita dengan kaus putih lengan pendek. Wanita dengan rambut hitam sebahu yang diikat setengah itu terus menunjukkan senyuman ramah. Tangannya tak pernah berhenti bergerak, membagikan lollipop-lollipop berwarna putih dan merah muda pada anak-anak yang bermain di taman.

Seorang anak kecil dengan wajah campuran serupa yang duduk di pangkuan pria itu mengerjap pelan. Ia menatap wajah ayahnya lekat-lekat, lalu mencoba mengikuti arah pandangnya.

"Daddy..." Anak laki-laki itu menarik lengan kemeja yang dikenakan ayahnya untuk menyita perhatian. Tapi, pria itu terlalu fokus pada objek pandangnya sampai tak menyadari panggilan itu.

"Daddy... Daddy sedang lihat apa?" tanyanya. Ia kembali melirik arah pandang ayahnya. "Daddy lihat Noona itu ya?"

"Ehh apa?"

Vernon yang baru menyadari anaknya berbicara itu menunduk. Ia bertemu tatap dengan anaknya untuk beberapa waktu sebelum anak itu melompat turun dari pangkuannya dan berlari.


Di sisi lain, wanita berkaus putih itu mengusap peluh di dahinya dengan punggung tangan. Ia menatap keranjang piknik yang dibawanya. Menatap lima buah lollipop yang masih tersisa di keranjangnya.

"Hya... (Y/n)."

Ia menoleh ketika seseorang memanggilnya. Lee Chan, sahabat karibnya itu berjalan menghampiri.

"Kalau lelah, istirahat dulu saja," ujarnya.

Wanita itu menggeleng pelan. "Aku tidak lelah kok. Aku kan menyukai anak kecil. Membagikan lollipop pada mereka itu menyenangkan."

"Kalau kau menyukai anak kecil, punya sendiri. Jangan melihat anak orang terus."

Matanya membulat. Ia memukul bahu sahabatnya itu keras-keras. "Jangan bicara sembarangan!"

"Maksudku kan menikah dulu! Kau yang sembarangan!" sungut Lee Chan.

Wanita itu memutar bola mata. "Skripsiku saja belum diterima, bagaimana bisa menikah?"

"Yang benar itu, kekasih saja belum punya, bagaimana bisa menikah?" celetuk Lee Chan.

"Lee Chan!" pekiknya. Ia bersiap untuk kembali melayangkan pukulan. Tetapi, sahabatnya itu sudah lebih dulu lari.

"Annyeong! Aku mau menemui Sena dulu! Ohh iya! Dia kekasihku loh!" serunya dari jauh, berniat meledek wanita itu.

Wantia itu tertawa sinis. Sahabatnya itu menyebalkan. Tapi dia adalah orang pertama yang akan berada di sisinya jika sesuatu yang buruk terjadi. Karena itu, ia tidak bisa benar-benar marah pada Lee Chan.

"Noona!"

Ia menoleh karena merasa terpanggil. Seorang anak kecil dengan tampang blasteran berlari kecil ke arahnya.

Wanita itu kembali memasang senyuman ramah. Ia berlutut di tanah, berusaha menyamai tinggi badan anak berusia lima tahun itu.

"Annyeong, adik kecil! Siapa namamu?" tanyanya ramah.

Anak itu tersenyum lebar. "Sammy!"

"Salam kenal, Sammy. Panggil aku (y/n) Noona ya?"

"Baik (y/n) Noona!" serunya riang.

Wanita itu tersenyum. Ia mengeluarkan sebuah lollipop dari keranjang piknik lalu menyodorkannya pada Sammy. "Mau lollipop?"

Anak itu menggeleng. "Aku mau nomor telpon (y/n) Noona."

"Ehh?" Wanta itu terdiam. Ia menajamkan telinganya, takut salah dengar. "Nomor telpon?"

"Iya, Noona. Aku akan memberikannya pada Daddy karena sejak tadi Daddy-"

"Sammy!"

Keduanya menoleh ketika mendengar suara berat seorang pria. Vernon berlarian ke arah mereka. Sammy menghela napas.

"Yah... Ketahuan deh," ujarnya.

Wanita itu mengerjap. Ia menatap pria itu dan juga Sammy bergantian. Vernon segera menggendong Sammy dan membungkuk.

"Maaf kalau anakku merepotkanmu. Abaikan saja jika dia bicara yang macam-macam," ujarnya sopan.

(Y/n) segera berdiri. Ia tersenyum canggung dan menggeleng. "Tidak kok, Sammy anak yang manis. Ohh iya, ini lollipop untukmu."

Ia menyodorkan lollipop pada Sammy. Anak itu mengerjap dalam gendongan ayahnya sebelum mengambil lollipop itu.

"Kalau nomor telponnya... Noona mau memberiku tidak?"

"Sammy, jangan begitu. Tidak sopan kalau-"

"Aku tidak keberatan," potongnya. Wanita itu menengadahkan tangan, mengisyaratkan Vernon untuk memberikan ponselnya. "Untuk Sammy kan?"

Vernon menatap tangan itu dan wajah pemiliknya bergantian. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Tapi tubuhnya tak bisa menolak. Tangannya spontan mengeluarkan ponsel dari dalam saku.

Wanita itu mengetikkan nomor ponselnya lalu mengembalikan ponsel pada Vernon. "Namaku Shin (y/n)."

"Ahh... ya," ujar Vernon. Ia meraih kembali ponselnya. "Aku Vernon. Kalau begitu, permisi. Terimakasih dan maaf merepotkan."

Ia segera berbalik pergi. Sammy yang berada di gendongannya berbalik dan tersenyum lebar. Ia melambaikan tangan. "Annyeong Noona! Nanti kita ketemu lagi ya!"

(Y/n) tersenyum. Ia membalas lambaian tangannya sebelum akhirnya berbalik. Ketika itu juga, ia menemukan Lee Chan menghampirinya. Mata pria itu menatap punggung Vernon yang mulai menjauh.

"Nugu?" tanyanya.

"Hanya pengunjung taman."

Chan menatapnya. "Kau memberikan nomor ponselmu?"

"Iya. Anaknya meminta nomor ponselku. Ya sudah kuberi saja," balasnya.

Chan menyipitkan mata. Ia menatap wanita itu dengan tatapan mengintimidasi.

"Mwo? Aku tidak bisa melewatkan pria tampan. Apalagi terlihat mapan."

Chan menunjukkan ekspresi keberatan. "Dia pasti sudah punya istri. Lihat, dia sudah punya anak! Mungkin dia punya bayi di rumahnya."

"Dia masih terlihat muda, tidak masalah jadi istri kedua," sahutnya.

"Hya! Kau mau kubunuh ya? Aku takkan mengizinkanmu jadi perusak hubungan orang lain!" sungut Chan.

Tapi, wanita itu justru tertawa keras-keras. "Jangan khawatir, dia takkan menelponku. Aku yakin."

***

"Revisi lagi."

Wanita itu menatap frustasi tumpukan kertas di tangannya yang terjilid rapih. Beberapa coretan menghiasi susunan paragraf yang ia buat.

Ia mendesah frustasi sebelum memijat pelipisnya. "Sepertinya aku takkan pernah lulus. Apa aku harus menikah sekarang?"

Ia segera memasukkan jilidan skripsinya ke dalam tas. Melihat benda itu lama-lama hanya akan membuatnya frustasi. Jadi, ia memilih untuk kembali melanjutkan langkahnya yang entah tertuju ke mana. Ia butuh waktu untuk mengistirahatkan pikirannya. Mungkin sedikit berjalan-jalan akan membantu.



Drrttt... Drrttt...


Langkahnya terhenti kala ponselnya bergetar di dalam ransel. Ia mencoba membuka resleting tas bagian depan dan merabanya, mencoba menemukan ponsel. Ia terlalu malas untuk melepas lagi tasnya.

Ia segera mengangkat telpon setelah menemukan ponsel. "Hallo?"

"Hallo Noona!"

Ia mengerjap pelan. Bingung ketika mendapati suara anak kecil di seberang sana.

"Noona, ini Sammy. Noona lupa ya?"

"Ehh? Sammy?" Ia cukup terkejut. Tapi kemudian tersenyum. Ia tak punya waktu untuk itu. "Tidak kok, Sammy apa kabar?"

"Baik, Noona. Sammy mau pergi ke taman bermain bersama Daddy. Noona mau ikut tidak?"

"Ehh? Tidak usah," ujarnya spontan. Ketika hendak meralat, ia tak menemukan kata lain untuk menolak. Sulit bicara pada anak kecil yang belum mengerti masalah orang dewasa. Ia tidak mungkin pergi dengan pria beristri kan? Tapi ia tidak mungkin mengatakannya.

"Noona sedang apa? Di mana?"

"Noona ada di kampus."

"Kampus itu apa?"

Wanita itu menghela napas. Ia tidak tahu kalau anak kecil tidak mengetahui maksud kampus.

"Kampus itu sekolah untuk orang dewasa. Nanti, kalau sudah dewasa, Sammy juga akan pergi ke kampus," jelasnya hati-hati.

"Ohh... Begitu. Noona sekolah di mana?"

"Di Yonsei," jawabnya.

"Okk Noona! Jangan ke mana-mana, aku akan meminta Daddy menjemput Noona!"

Pip-


Sambungan telponnya terputus sesaat sebelum ia mengeluarkan protesan. Ia mendesah keras dan menatap layar ponselnya. Ia baru tahu kalau menghadapi anak kecil bisa menguras kesabaran. Ia merasa tidak enak. Dirinya adalah orang asing, bagaimana bisa dia ikut pergi bersama mereka?

Ia menghela napas pasrah. Ia tidak punya pilihan, setidaknya untuk saat ini. Jadi, ia memutuskan untuk berjalan menuju gerbang depan. Ia akan menunggu Sammy dan Vernon tiba, lalu mencoba berbicara dengan Vernon. Siapa tahu, karena ia lebih dewasa, ia akan mengerti.

Tetapi, ketika mobil SUV hitam berhenti di depannya dan menampakkan senyuman canggung Vernon, juga senyuman lebar Sammy yang duduk di belakang, ia tahu bahwa Vernon sendiri tidak bisa menolak permintaan anaknya.


***


"Noona! Ayo naik itu!"

Sammy yang semula berlari beberapa langkah di depan (y/n) dan Vernon itu menghentikan langkahnya dan berbalik. Ia tersenyum lebar. Tangannya menunjuk komedi putar di sebelah selatan. Dan sebelum mendapat jawaban, ia sudah berlari ke sana.

"Maaf ya jadi menyulitkanmu."

Ia menoleh. Mendapati Vernon menatap lurus ke depan, memerhatikan setiap langkah yang diambil Sammy.

Ia tersenyum tipis. "Tidak kok. Sammy menyenangkan."

Vernon menoleh, meneliti wajah wanita itu. Sekilas ia ragu. Tapi wajah itu sama sekali tidak menunjukkan kebohongan. Jadi, dengan sendirinya ia tersenyum.

"Noona! Daddy! Ayo!"

Keduanya melempar tatap pada Sammy. (Y/n) tersenyum lebar sebelum akhirnya berjalan cepat menyusul anak itu sementara Vernon mengikuti dari belakang.

"Daddy, aku mau ice cream cokelat!" seru Sammy manja sebelum menaiki wahana.

"Oke," sahut Vernon. "(Y/n)-ssi, bisa jaga Sammy sebentar? Naiklah tanpa aku. Aku akan membeli ice cream."

Wanita itu hanya tersenyum dan mengangguk. Vernon menepuk bahunya sebelum berbalik pergi.

"Noona! Kita naik yang itu ya?"

Wanita itu tersenyum ketika Sammy tiba-tiba menarik tangannya masuk ke dalam wahana. Anak itu membawanya menuju tempat duduk berbentuk kereta kencana tanpa kuda seperti pada film kartun.

"Sammy tidak mau naik yang bentuknya kuda?" tanya (y/n).

Sammy menggeleng. "Tidak, aku di sini saja bersama Noona."

"Baiklah."

Kurang dari satu menit, komedi putar itu sudah berputar searah jarum jam. Membawa mereka naik-turun dan berputar. Wanita itu tersenyum lebar. Menaiki komedi putar bersama Sammy membuatnya mengingat masa lalu di mana ia menaiki wahana itu bersama orangtuanya. Begitu menyenangkan hingga membuat hatinya bergetar.

"Noona senang tidak?"

Ia menoleh ketika Sammy yang semula tertawa karena girang bertanya. "Senang."

"Aku juga senang. Kapan-kapan aku ajak Noona main lagi boleh?"

"Boleh, tapi kalau orangtuamu mengizinkan ya?"

Sammy mengangguk riang. "Tentu saja boleh! Daddy menyukai Noona loh..."

"Ehh? Tahu dari mana?" Ia cuku terkejut dengan arah pembicaraan Sammy. Tapi, ia berusaha terlihat biasa. Lagipula, apa yang mungkin anak kecil ketahui tentang perasaan seperti itu kan?

"Waktu di taman, Daddy melihat Noona terus. Kemarin juga Daddy melihat kontak Noona terus. Ohh iya, aku sudah bisa baca loh... Jadi aku bisa tahu. Keren tidak?"

Mulanya ia terdiam. Apalagi melihat kepolosan Sammy yang sepertinya tak mungkin berbohong. Tapi ia kemudian tersenyum. Ia mencoba untuk tidak langsung memercayai sudut pandang anak kecil.

"Hebat. Dulu Noona baru bisa baca di TK B," pujinya.

"Wahhh aku masih TK A sudah bisa!" sahutnya bangga.

(Y/n) hanya tersenyum. Ia mengusak kepala Sammy sebelum menuruni wahana. Begitu melewati pintu keluar, Vernon sudah terlihat dengan dua cup ice cream cokelat di tangannya. Ia memberi satu untuk Sammy dan satunya lagi untuk (y/n).

"Ehh? Untukku?" tanyanya.

Vernon mengangguk. "Aku tidak tahu rasa apa yang kau sukai, jadi kusamakan dengan Sammy."

"Kamsahamnida, aku suka cokelat," jawabnya dengan senyuman tipis sebelum mengambil ice cream di tangan Vernon sementara pria itu tersenyum.

"Daddy..."

Sammy menarik ujung kemeja biru langit Vernon setelah menyuapkan ice cream ke dalam mulutnya. Membuat pria itu menunduk.

"Ada apa?"

"Aku mau naik bianglala. Tapi bersama Daddy juga, kita naik bertiga," ujarnya.

Vernon melirik (y/n), meminta persetujuan. Wanita itu mengangguk. Vernon akhirnya tersenyum. Ia menggendong Sammy, lalu membawanya menuju bianglala.


Wahana itu penuh. Antriannya cukup panjang, membuat mereka harus menunggu lama. Bahkan hingga langit memiliki gradasi warna, menandakan hari sebentar lagi gelap.

Sammy yang berada dalam gendongan Vernon menyandarkan tubuhnya pada Vernon, kepalanya bersandar di bahu Vernon. Ia beberapa kali menguap, antara bosan dan mengantuk.

"Sammy... Are you awake?"

"Yes, Daddy," jawabnya pelan, diikuti menguap kecil.

"Mengantuk ya?" tanya (y/n) yang dibalas anggukan oleh Sammy.

"Kalau begitu kita pulang saja ya?" tanya Vernon.

Sammy segera menegakkan tubuh. Ia mengerucutkan bibirnya. "Shireo! Aku mau naik bianglala dulu!" protesnya.

"Oke, let's do it," sahut Vernon.

Wanita itu tersenyum. Vernon terlihat seperti pria yang agak keras, berpendirian teguh. Tapi, di depan anaknya ia menjadi pria yang lembut. Ia terlihat begitu menyayangi Sammy.

"Ayo naik," ajak Vernon.

Saking sibuknya melamun, wanita itu tidak menyadari bahwa giliran mereka telah tiba. Ia segera tersenyum dan naik terlebih dahulu. Vernon duduk di seberangnya sementara Sammy duduk di sampingnya.

"Wah wah lihat! Langitnya terlihat sangat dekat!"

"Aku bisa melihat kantor Daddy dari sini! Yang itu kan?!"

"Woah! Daebak! Anginnya sejuk sekali! Aku suka!"

"Ehh lihat! Ada burung terbang di dekat pohon!"

Sammy sibuk mengoceh selama bianglala berputar. Vernon dan (y/n) hanya bisa tersenyum melihat betapa girangnya anak itu. Sesekali (y/n) tertawa pelan. Ocehan Sammy yang tak kunjung berhenti membuatnya sedikit terganggu. Tapi, karena raut wajah dan nada bicaranya yang polos, hal itu menjadi sesuatu yang menyenangkan.

Hanya selang beberapa menit, Sammy yang lelah tertidur setelah bersandar pada (y/n). Kepalanya terkulai di pangkuan wanita itu sementara wanita itu mengusap kepala Sammy. Ia merasa canggung menunggu giliran untuk turun karena Vernon tak berbicara, mereka juga belum dekat. Tapi, keberadaan Sammy membuatnya nyaman.

"Berapa usiamu?"

Ia mendongak ketika Vernon tiba-tiba bertanya. "Dua puluh empat," jawabnya.

"Ahh... Beda tujuh tahun."

"Kau masih sangat muda," sahatnya.

Vernon mengerjap. "Apa aku terlihat lebih tua dari itu?"

Wanita itu tertawa pelan. "Tentu saja tidak. Hanya saja, Sammy sudah lima tahun."

"Ahh... Aku menikah muda. Selepas lulus kuliah," sahut Vernon.

"Menikah muda... menyenangkan?" tanyanya hati-hati.

Vernon menatapnya, tepat di kedua bola mata. "Menyenangkan kalau kau benar-benar mengenali pasanganmu. Baik buruknya, sehingga tak ada satu pun masalah yang ditutupi."

"Maksudnya?"

Vernon mengangkat bahunya sebelum menoleh ke samping, menatap pemandangan dari atas sana. "Kau akan tahu hanya jika kau mengalaminya. Kalau kau punya pasangan, kenali dia baik-baik sebelum memutuskan ke jenjang lebih serius. Dia bisa saja mengkhianatimu."

"Kau mengalaminya?"

Vernon kembali menatapnya. Ia kemudian menunduk, menatap wajah Sammy yang tertidur pulas di pangkuannya.

"Aku dan Sammy ditinggalkan setelah tiga bulan Sammy lahir," ujarnya lalu menghela napas. "Aku terkadang terluka untuk Sammy. Dia sama sekali tidak tahu siapa ibunya."

"Kau tidak memberitahu?"

Vernon mengangguk. "Dia masih terlalu kecil untuk mengetahui fakta bahwa ibunya pergi bersama pria lain."

"Ya, itu sudah lima tahun yang lalu," sambungnya. "Dulu aku terluka. Tapi sekarang aku bahagia bisa menjaga Sammy. Semua hal memiliki sisi baiknya. Sekarang aku tahu bagaimana sulitnya ibuku merawat dan membesarkanku."

Wanita itu tersenyum. Senyuman yang begitu tulus. "Kau pasti pria yang hebat."

Vernon tertawa pelan. "Tidak juga. Kadang aku menangis karena tidak benar-benar mengerti apa yang Sammy inginkan. Apalagi ketika ia belum bisa bicara."

"Menangis itu manusiawi," sahutnya. "Sepupuku bahkan menangis karena bianglala."

"Pasti karena takut ketinggian."

Wanita itu tertawa, begitu juga dengan Vernon. Tertawa bersama membuat dinding pemisah antara mereka menipis.

"Ngomong-ngomong, maaf karena aku tiba-tiba membawamu ke sini. Bahkan menahanmu sampai malam. Aku tidak bisa menolak Sammy."

"Tidak papa, aku juga bersenang-senang," sahutnya. "Ohh ya, Sammy tadi mengatakan kalau kau menyukaiku. Aku ingin menanyakannya agar tidak timbul salah paham."

"Ahh, itu..."

Vernon mengangguk pelan. Tangannya menggaruk tengkuk. Ia terdiam beberapa saat. Sebelum akhirnya kembali menatap wanita itu.

"Apa aku bisa mempercayaimu?" tanyanya.

Wanita itu mengedikkan bahu. "Kalau kau mau."

"Sejujurnya aku tertarik padamu. Saat melihatmu berinteraksi dengan anak-anak waktu itu, kau terlihat keibuan. Hangat. Ya, begitulah. Aku tidak pandai mendeskripsikan sesuatu," ungkapnya. Vernon menarik napas panjang sebelum tersenyum tipis. "Kalau kau tidak keberatan dan bisa dipercaya, aku akan sering menghubungimu mulai sekarang. Kita bisa berteman. Lalu, ke depannya, takkan ada yang tahu apa yang bisa terjadi bukan?"

Wanita itu tersenyum. Entah kenapa, dadanya terasa hangat. Meski ia tidak berdebar seperti ketika ia jatuh cinta, ia merasa nyaman. Merasa kata-kata pria itu bisa dipegang.

"Aku tidak keberatan. Jadi, mulai sekarang boleh kupanggil chagiya?" candanya.

Vernon tertawa pelan. "Itu lebih baik daripada Oppa. Nanti sama dengan adikku."

Keduanya tertawa ringan bersama sebelum menoleh, menatap langit yang mulai gelap. Meski saat ini keduanya belum saling mengenal cukup dalam, tidak ada yang akan tahu bagaimana ke depannya bukan? Yang jelas, keduanya sama-sama nyaman. Mungkin, pertemuan mereka bukan sebuah kebetulan. Melainkan suratan takdir yang telah digariskan Tuhan.





The End


Siapa sih duh yang ninggalin Vernon, cogan kok disia-siain? Mending buat gue :') /apasih/ wkwkwk

Continue Reading

You'll Also Like

283K 22K 102
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
293K 24.7K 36
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
116K 9.5K 86
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
1M 61.3K 36
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...