A Stranger - Lang Leav
There is a love I reminisce,
Like a seed
I've never sown
Of lips that I am yet to kiss
And eyes not met
My own
Hands that wrap around my wrists,
And arms
That feel like home
I wonder how it is I miss
These things
I've never known.
Warning: Chapter ini lumayan 'cheesy', jadi siapin mental yaa:)
"Signorina."
Béatrice tersenyum kecil melihat Mary yang menunggunya ketika ia keluar dari taman itu. Ia pun kemudian masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu.
"Kita kembali saja sekarang."
Mobil yang ditumpangi Béatrice kembali memasuki jalan raya kota Roma yang ramai. Matanya tak pernah lepas dari jalan raya tapi pikirannya tidak. Ia kembali teringat apa yang ia katakan pada pria itu beberapa waktu yang lalu.
Bagaimana mereka saling menyakiti satu sama lain.
Bagaimana ketika ia kembali meninggalkan pria itu.
"Tidak. Tempat ini.. Tidak pernah ada dalam ingatanku sedikitpun." Béatrice memandang sekitar The Garden of the Oranges. "Karena hari itu. Aku tidak pernah datang." Béatrice melanjutkan perkataannya.
Chavalier mengangguk. "Aku tahu kau tidak datang." Chavalier berkata. "Aku juga tahu kau mendengar semuanya di taman hari itu. Aku tahu kau mengetahuinya dan aku tahu kau membenciku."
Tak ada satupun kalimat yang keluar dari mulut Béatrice. Ia menunggu apa yang akan dikatakan Chavalier selanjutnya.
"Di hari kau pergi meninggalkanku, aku sebenarnya ingin mengatakan sesuatu padamu." Bibir Chavalier membentuk sebuah senyuman ketika mengingat apa yang ia ingin lakukan 5 tahun yang lalu. "Saat itu aku ingin mengakui semuanya padamu. Ya, tentang taruhan itu dan semuanya. Aku juga ingin mengakui bagaimana perasaanku padamu."
"Tapi hari itu kau tidak datang." Senyuman di bibirnya perlahan memudar. Mata Aquamarine itu menatap matanya. "Dan aku menyalahkan kepergianmu sejak itu."
"Aku marah. Sangat marah. Awalnya ketika aku mengetahui kau pergi aku merasa sedih, tapi kemudian perasaan sedih itu berubah jadi kemarahan. Dulu aku berpikir kenapa kau meninggalkanku dan aku marah karena aku kehilangan. Ku pikir kau meninggalkanku untuk balas dendam karena aku meninggalkanmu waktu itu."
"Aku tidak.."
Chavalier memotong perkataan Béatrice. "Aku tahu. Tapi meskipun begitu, rasa bersalahku berubah menjadi kebencian. Karena aku menyalahkan diriku sendiri karena kehilangan."
Béatrice tersenyum tipis. "Kau tidak berhak untuk marah. Apalagi setelah apa yang kau lakukan."
"Kau benar. Tapi aku baru menyadarinya sesuatu sekarang." Chavalier mengiyakan. "Berapa kali aku sudah menyakitimu."
"Apa.. Maksudmu?" Tanya Béatrice.
"Aku yang meninggalkanmu di Venezia waktu itu. Aku yang mempermainkanmu. Aku yang membencimu dan marah padamu. Aku yang menyakitimu tadi. Aku sadar berapa banyak yang harus kau tanggung karena aku."
"Lalu?" Béatrice tersenyum lemah pada Chavalier. "Kalau kau sadar, apa kau bisa melepaskanku pergi sekarang?"
"Tidak." Jawab Chavalier. "Aku tidak akan melepaskanmu, Bee."
"Kalau begitu, apa yang akan kau lakukan?"
"Aku menginginkanmu kembali." Chavalier berkata. "Kau tahu, 5 tahun lalu ketika aku mengajakmu untuk bertemu denganmu disini, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Dan hari ini, disini. Aku akan benar-benar mengatakannya padamu."
Béatrice mengerutkan keningnya. "Kau ingin mengatakan apa?"
"Aku mencintaimu. Dan aku bersungguh-sungguh." Perkataan Chavalier berhasil membuat detak jantung Béatrice menjadi lebih cepat. "Ketika di taman sekolah 5 tahun yang lalu, aku ingin mengakui kekalahanku. Aku tidak seharusnya jatuh cinta, aku seharusnya yang membuatmu begitu. Tapi aku lah yang jatuh cinta. Karena itu aku telah mengaku kalah pada mereka. Aku mencintaimu, Bee."
Tangan Béatrice mengepal dengan keras. Ia terdiam lama, hingga akhirnya ia berhasil menemukan suaranya. "Meskipun sekarang kau mengatakannya padaku, apa ada hal yang berubah dari ini semua?"
Béatrice tersenyum kaku. "Aku tetap meninggalkanmu, Chavalier."
Chavalier tersenyum lemah. "Iya, kau tetap meninggalkanku." Balasnya. "Kalau begitu, kau saja yang diam di tempatmu, Bee. Biar aku yang mengejarmu kembali kali ini."
Wanita itu menggeleng. "Jangan. Kau yang akan terluka nantinya, Val." Béatrice menggeleng dan tersenyum. "Karena tidak ada bagian dari dirimu yang tersisa bagiku."
"Because we are not friends, not enemies, we just strangers with some memories."
Untuk terakhir kalinya, Chavalier melihat senyum wanita itu padanya. Sebelum akhirnya ia berbalik dan berjalan menjauh darinya.
"Aku bertanya-tanya, ini sudah ke berapa kalinya kita saling meninggalkan satu sama lain."
Langkah Béatrice kembali berhenti, seperti biasa. Ia dalam hati juga menghitung, sudah berapa banyak ia berjalan menjauh dari pria ini. Seperti yang sekarang dilakukannya. Béatrice hanya bisa tertawa kecil. "Iya, aku juga bertanya-tanya. Sampai berapa kali kita akan terus melakukan hal ini." Kata Béatrice.
Tanpa membalikkan tubuhnya, Béatrice kembali berkata. "Apa ku bilang. Kita bukan untuk satu sama lain, Chavalier."
Béatrice kali ini benar-benar berjalan menjauh dan Chavalier tak berusaha mencegahnya sama seperti sebelumnya. Kali ini ia benar-benar berpikir, mungkin wanita itu benar.
Maybe they are just two ships passing in the night.