Imagine with Seventeen

By LeeIndah7

273K 26.9K 3.2K

you x member seventeen semoga terhibur^^ bisa request sama tema juga ya hehe... enjoy it guys! More

Hong Jisoo - [Never Enough]
Hong Jisoo - [Sequel of Never Enough]
Jeon Wonwoo - [Rain]
[Anonymous]
[Lee Seokmin] - Smile
Wen Junhui - [Marriage Life]
Save Me (part 1/2)
Open Request
Yoon Jeonghan - [Half of You]
Jeon Wonwoo - [Savior] 1
Jeon Wonwoo - [Savior2]
Lee Jihoon - [Sensitive]
Vernon Chwe - [We Have a Good Ending]
Kwon Soonyoung - [Get Married]
Save Me (2/2)
Boo Seungkwan - [Jealous]
Kim Mingyu - [Choose] 1
Kim Mingyu - [Choose] 2
Xu Minghao - [Unpredictable]
Kwon Soonyoung - [Strange]
Hansol Vernon Chwe - [Present]
Wen Junhui - [Silly Girl]
Hyung Line - [Rain]
Lee Chan - [Marry You]
Yoon Jeonghan - [Devil Angel]
Hansol Vernon Chwe - [Being Lazy at Home]
Kim Mingyu - [Stranger]
Kwon Soonyoung - [I'll be Yours] 1
Kwon Soonyoung - [I'll be Yours] 2
Kwon Soonyoung - [I'll be Yours] 3
Lee Jihoon - [Hold You]
Yoon Jeonghan - [Witness]
Hansol Vernon Chwe - [Phone Number]
Yoon Jeonghan - [Witness] 2
Kwon Soonyoung - [Coffee]
Xu Minghao - [Camera]
[Kwon Soonyoung] - Absurd
Wen Junhui - [Am I stupid?]
Choi Seungchol - [Boyfriend Material]
[Hong Jisoo&Wen Junhui] - Dirty Things Ever
[Hong Jisoo&Wen Junhui] - Sequel
Lee Chan - [Earing]
Jeon Wonwoo - [I'll be Brave for You]
Lee Jihoon - [My World]
Hong Jisoo - [Wings]
Choi Seungchol - [Best Friend]
Xu Minghao - [Wedding Preparations]
Lee Jihoon - [Everything, Everywhere]
Jeon Wonwoo - [Classmate]
Lee Jihoon - [Everything, Everywhere]
Kim Mingyu - [13rd Day]
Wen Junhui - [You're Mine]
Lee Jihoon - [Everything, Everywhere]
[Jeon Wonwoo] - Wish
Lee Seokmin - [Basketball]
Boo Seungkwan - [Don't Leave]
Lee Jihoon - [Only You] 1
Lee Jihoon - [Only You] 2
Choi Seungchol & Hong Jisoo - [Choices]
Choi Seungchol & Hong Jisoo - [Choices] 2
Yoon Jeonghan - [Annoying]
Wen Junhui - [Rejected]
Kwon Soonyoung - [Sweet Pea]
Jeon Wonwoo - [Compliment]
Lee Jihoon - [Adorable]
⚠️ Xu Minghao - [Friends with Benefits] ⚠️
[Kim Mingyu] - Lovelypop
⚠️ Lee Seokmin - Secret Lovers ⚠️
Hansol Vernon Chwe - [Lovely Ex]
Boo Seungkwan - [Mid life Crisis] 1
Boo Seungkwan - [Mid life Crisis] 2

Maknae Line - [Line]

3.4K 319 26
By LeeIndah7

Annyeong guys!^^

Lama tak berjumpa di sini ya :')

Aku kembali dengan short fict bertema hujan bagian Maknae line nih... Selanjutnya aku bakal update request dari reader. So, tungguin ya :')


Happy reading!^^



~°~°~



[Xu Minghao]



Hujan adalah sesuatu yang kerap dihindari orang-orang. Selain membuat tubuh kedinginan jika terkena tetesannya, hujan juga bisa membuat kestabilan tubuh seseorang menurun. Tapi, berbeda dengan kebanyakan orang, pria keturunan China yang baru-baru ini memutuskan untuk tinggal di Korea itu justru mendekati hujan.


Xu Minghao... Pria itu berdiri di bawah sebuah pohon kecil. Tetesan air yang lolos dari celah pohon berjatuhan mengenai kepala dan mantel coklatnya. Tapi, seolah tidak peduli, pria itu terus membidik tetesan hujan dengan kamera yang telah dilengkapi pelindung air. Hobby photography yang ia tekuni baru-baru ini membuatnya tak peduli pada situasi. Ia hanya ingin tetesan air itu menjadi objek yang menarik.



Cekrek...


Pria itu mengerjap dan menurunkan kameranya setelah mendengar suara jepretan kamera. Pasalnya, pria itu tidak sedang membidik sasaran. Matanya masih sibuk mencari objek yang tepat. Lalu, dari mana suara itu berasal?


Pria itu mengedarkan pandangannya. Matanya mencoba mencari dari mana suara itu berasal. Dan ketika tubuhnya berputar ke kiri, ia menemukan seorang wanita dengan kamera DSLR tengah menatapnya di bawah tetesan hujan.

Wanita itu memberinya seulas senyum sebelum melangkah mendekatinya. Ketika sudah berada di hadapannya, pria itu bisa melihat bahwa wanita di depannya basah kuyup. Ia melindungi kameranya tetapi tidak melindungi tubuhnya.

"Permisi... Aku baru saja mengambil potretmu ketika tengah membidik objek. Apa kau keberatan dengan itu?"

Wanita itu menunjukkan kameranya. Memperlihatkan potret Minghao yang diambilnya dari samping. Dari sudut itu, ia terlihat manis dengan senyuman yang alami. Pemandangan itu membuatnya tak bisa menahan diri untuk mengambil potretnya.

"Maaf aku tidak meminta izin terlebih dahulu. Tapi kau sangat... hmm... menarik," ujarnya mencoba jujur.

Minghao mendongak. Mencoba menatap wanita itu dengan benar. Sudut bibirnya terangkat ketika matanya melihat raut wajah yang polos ketika wanita itu menatap kameranya.

"Aku tidak keberatan kau menyimpannya. Asalkan..." ujar Minghao menggantung.

Wanita itu menatap Minghao. Keningnya berkerut ketika bertanya, "Asalkan?"

"Asalkan kau memberi nomor ponselmu," ujar Minghao lalu tertawa pelan. "Sepertinya kita punya hobby yang sama. Apa kau keberatan jika suatu saat aku menemukan spot foto yang bagus dan mengajakmu?"

Wanita itu tersenyum. "Tentu. Aku akan sangat berterimakasih."

Ia mengulurkan tangannya. Menyiratkan pada Minghao untuk memberi ponselnya.

Minghao yang mengerti segera meraih mantelnya dan memberikan ponselnya. Wanita itu menerima dengan senang hati dan segera menuliskan nomornya di sana.

Setelah selesai, ia mengembalikan ponsel itu pada Minghao. "Kau pakai kamera digital?"

Minghao mengangguk ketika menerima ponselnya. "Aku ingin mengambil foto dengan lebih alami. Maksudku, sepertinya kamera DSLR terlalu profesional untukku."

Wanita itu tertawa pelan. "Kau hanya perlu mencobanya. Kapan-kapan, kita bisa bertukar supaya tahu bagaimana rasanya. Ngomong-ngomong, aku akan pergi. Pakaianku sudah basah."

"Ahh ya..."

Minghao mengangguk. Wanita itu melambaikan tangannya. "Sampai bertemu lagi!"

Ia kemudian berlari menerobos hujan. Minghao yang melihatnya tersenyum tipis. Setelah wanita itu menghilang dari pandangannya, ia mulai memeriksa ponselnya.


"Jung (y/n)... Aku akan menanti pertemuan selanjutnya."

Ia tertawa pelan lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku mantel sebelum memutuskan untuk berteduh.




[Kim Mingyu]



"Hya... Ppalli!"


Gadis dengan mantel merah muda itu mendecak dan melangkah cepat untuk mengikuti pria di depannya. Gaun putih yang digunakannya di balik mantel sedikit berkibar akibat pergerakannya yang cepat.

Sungguh, sebenarnya ia ingin berlari pergi saja, kabur dari pria yang dengan tidak tahu dirinya melangkah cepat untuk menghindari hujan yang turun tanpa memedulikan wanita yang kesulitan setengah mati untuk berjalan cepat. Selain ia mengenakan gaun di atas lutut, kakinya juga menggunakan sepatu boot dengan sol tinggi. Ia benar-benar tak berdaya untuk berlari atau menyesuaikan langkahnya dengan pria tinggi yang langkahnya lebar itu.



"Hya! Kim Mingyu! Apa kau tidak punya perasaan?!"


Pria itu menoleh tanpa berhenti melangkah. "Aku tidak ingin mandi hujan...!"

"Kau pikir aku mau?!" pekiknya. Membuat Mingyu menghela napas dan menghentikan langkahnya.

"Hya... Shin (y/n). Kalau kau tidak mau mandi hujan, jalan yang benar. Jangan ambil langkah kecil."

"Kau pikir siapa yang mau jadi orang pendek?! Kalau aku punya kaki yang panjang sepertimu aku pasti sudah mengejarmu!"

Mingyu mengerjap. "Aku tidak menyinggung tinggi badan."

"Sudah sana duluan! Tinggalkan saja aku!" ujarnya ketus.

Sebenarnya, ia berharap Mingyu mengatakan hal manis seperti "aku tidak akan meninggalkanmu". Tapi, rupanya pria itu tidak seromantis yang orang-orang pikirkan. Ia langsung berbalik pergi.

Wanita bernama Shin (y/n) itu mendengus keras. Benar-benar tak percaya dengan apa yang didapatkannya.


Rupanya benar... Mencoba berkencan dengan sahabat adalah hal yang buruk karena mereka tidak akan berusaha bersikap manis. Mereka justru terkesan kejam.


"Tahu begini lebih baik aku tidak pergi," gumam gadis itu pelan. Ia mengibaskan rambutnya dan segera berbalik pergi ke arah yang berlawanan dengan Mingyu. Ia kesal setengah mati karena merasa dicampakkan.

Memiliki perasaan pada sahabat itu konyol. Apalagi mencoba untuk berkencan. Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia takkan pernah melakukannya lagi. Sekarang, ia hanya akan pulang, mengabaikan Mingyu dengan kejam sama dengan kejamnya Mingyu padanya, mandi air hangat, memakan ramyeon instan, dan pergi tidur. Kencan atau apalah itu akan ia lupakan.


"Omo!"

Wanita itu memekik. Ia menyentuh dadanya yang bergemuruh ketika tubuhnya tiba-tiba terangkat.

"Bisokopnya ke sebelah sana. Kau mau ke mana?"

Suara yang memendam kekesalan itu masuk ke dalam indra pendengarannya. Ia mendengus keras. Apalagi ketika ia mendongak dan melihat wajah Mingyu yang dekat. Bukannya luluh, ia malah semakin kesal.

"Aku tidak mau berkencan dengan pria yang kejam. Turunkan aku dan biarkan aku pulang," titahnya.

"Sayangnya pria kejam ini tidak mau menurutinya," ujar Mingyu lalu berbalik dan kembali berjalan ke arah yang tepat.

"Kalau begitu turunkan aku! Aku bisa jalan sendiri!"

"Sudah diam saja. Kita bisa terlambat dan basah kuyup sebelum sampai kalau kau jalan sendiri. Aku tidak ingin kau sakit. Mengerti?"

Kalimat itu membuatnya mendecak. Ia terus memasang wajah sebal karena Mingyu mengabaikannya. Tapi, sejujurnya, di dalam hati ia senang bahwa Mingyu masih terus peduli padanya dan tidak membuat hubungan mereka menjadi canggung meski mereka saling mengetahui perasaan masing-masing.




[Lee Seokmin]



Seorang pria dengan hidung mancung itu terus menatap ke luar jendela. Menatap tetes demi tetes tangisan langit yang berjatuhan di pekarangan rumahnya. Tangannya terulur, menyentuh jendela yang ditempeli tetesan hujan.

Ia memejamkan mata. Jantungnya berbedar kencang. Debaran yang penuh akan kerinduan. Ia menghela napas sebelum kembali menarik tangannya. Ia memutar tubuhnya untuk menghadap meja dan menyentuh teh hangat di atasnya.


"Seokmin-ahh..."

"Hmm?"

Ia mengangkat cangkir teh yang dipegangnya dan menyesapnya. Menikmati kehangatan yang masuk ke dalam kerongkongannya.

"Kapan kau akan melupakannya?"

Ia terdiam. Pria bernama Seokmin itu menghela napas sebelum kembali menyesap tehnya. "Jangan bahas itu, Mingyu."

Pria bernama Mingyu yang berdiri di belakangnya itu mendelik. Ia perlahan berjalan menuju sisi lain meja dan duduk menghadap Seokmin. Ia melipat tangannya di atas meja dan menatap lurus ke arahnya.

"Ini sudah setahun."

"Aku tahu," sahut Seokmin lalu menaruh cangkir di mejanya dan menoleh, menatap tetesan hujan di jendela. Ia menghela napas. Hatinya terasa perih.

"Dia sudah berada di tempat yang baik. Kapan kau akan melepasnya dan berhenti menyakiti dirimu sendiri?"

"Takkan pernah."

Jawaban tegas dari Seokmin membuat Mingyu frustasi. Ia tidak bisa terus melihat sahabatnya terpuruk. Tapi ia juga tidak tahu bagaimana caranya membebaskan sahabatnya itu dari keterpurukan.

"Aku pantas terluka. Dia pergi karenaku," lanjutnya. Ia kemudian beranjak dari tempat duduknya dan berlalu meninggalkan Mingyu yang menghela napas berat.


Seokmin terus berjalan dengan wajah datar. Kakinya membawa pria itu menuju perpustakaan kecil di rumahnya. Ia menghela napas dan menjatuhkan tubuhnya di sisi rak. Tangannya bergerak meremas rambutnya kuat-kuat. Ia menunduk. Matanya terpejam.

"(Y/n)-ahh... Bogoshipeo..."

Air matanya menetes. Ia menekuk lututnya dan membiarkan dirinya menangis dengan menyedihkan.

Ia benci hujan, tetapi ia mencintai hujan. Perasaan yang bertolak-belakang itu muncul karena satu orang... Kim (y/n) namanya, adik dari Kim Mingyu.

Ia benci karena wanita yang dicintainya mengalami kecelakaan naas ketika hujan turun. Tetapi ia mencintai hujan karena dengan itu, ia bisa kembali mengingat wanita yang dicintainya.




[Boo Seungkwan]



"Kenapa melamun?"

Gadis itu menoleh ketika sebuah suara mengejutkannya. Tetapi ia segera tersenyum ketika melihat lelaki dengan pipi bulat duduk di depannya dengan menopang dagu.

"Eoh? Seungkwan Oppa? Sejak kapan Oppa tiba?"

"Sejak kau melamun, kurasa." Lelaki itu tersenyum lebar. "Kenapa kau terus melihat jendela? Hujannya tidak akan reda hanya karena kau menatapnya."

"Aku sedang berpikir apa yang bisa kulakukan. Hujan membuat kita tak berdaya. Kita takkan bisa pergi keluar kan?" tanyanya lalu menghela napas.

Lelaki di depannya tersenyum. "Aku bisa keluar dari rumah dan pergi ke rumahmu meski hujan turun."

Gadis itu memutar bola matanya. "Rumah Oppa kan di depan. Bisa pakai payung."

"Aku tidak pakai payung. Tidak lihat kausku basah?"

Gadis itu terdiam. Matanya mulai meneliti penampilan Seungkwan. Melihat beberapa titik air berbekas di pundak kausnya yang sedikit basah. Membuat senyuman lebar mengembang di wajahnya.

"Aku punya ide," ujarnya kemudian.

Kening Seungkwan berkerut. "Apa?"

"Kajja, Oppa!"

Dan tanpa memberitahu maksud dari pemikirannya, gadis itu beranjak dari tempat duduknya dan menarik Seungkwan untuk mengikutinya.

"Hya... (Y/n), kita mau ke mana?" tanya Seungkwan dengan kening berkerut. Ia benar-benar bingung ketika gadis itu membawanya menuju pintu.

Gadis itu menoleh dan tersenyum lebar, menunjukkan giginya pada Seungkwan. "Kita bersenang-senang," ujarnya lalu membuka pintu. Ia kemudian melepaskan genggaman tangannya pada Seungkwan. Sesaat setelah itu, melesat pergi ke luar rumah.

Seungkwan yang melihatnya tersenyum. Bukannya melarang gadis itu, ia justru ikut berlari menghampirinya.

Gadis itu tertawa, senang bahwa Seungkwan turut serta untuk bersenang-senang. Tapi, melihat Seungkwan berlari cepat ke arahnya membuatnya berdebar. Ia segera memutar tubuh dan berlari menghindari Seungkwan.

"Oppa! Kenapa kau mengerjarku?!" pekiknya.

"Kenapa kau lari dariku?!" balas Seungkwan lalu tertawa.

Seungkwan meraih tangan gadis itu dan menariknya. Gadis itu terjatuh. Tetapi Seungkwan segera memeluknya sebelum berdebum ke atas tanah.

"Oppa..." Gadis itu tertawa. Merasa bahwa berlari di bawah hujan dengan Seungkwan adalah hal yang menyenangkan.


"Kurasa aku menyukaimu."

Perkataan Seungkwan yang tiba-tiba itu membuatnya diam. Gadis itu mendongak, mencoba melihat wajah Seungkwan yang serius.

"Hya... Oppa tidak pantas serius seperti itu. Kau jadi lucu," ujarnya lalu tertawa.

Seungkwan menghela napas. Ia tahu itu tidak akan berhasil.

"Aigoo... Terserah saja," ujarnya lalu melepas gadis itu dan berbalik pergi.

Gadis itu tersenyum lebar. "Tunggu, Oppa!" serunya lalu berlari mengejar Seungkwan dan memeluknya dari belakang. "Aku juga."

Sudut bibir Seungkwan terangkat. Ia menggeleng pelan dan berusaha memasang wajah datar ketika berbalik. "Aku meralatnya. Aku bukan menyukaimu, tapi aku mencintaimu."

"Aku juga!" seru gadis di depannya riang. Membuat Seungkwan mengerjap.

"Jinjjaro?"

Gadis itu mengangguk. "Aku tidak suka orang lain. Aku hanya menyukai Oppa!"

"Kan sudah kubilang aku mencintaimu, bukan menyukaimu," ujar Seungkwan.

Gadis itu mengangguk. "Kalau aku mencintaimu, aku sudah pasti menyukaimu."

Seungkwan tersenyum lebar. Ia kemudian meraih tangan gadis itu dan membawanya mengitari pekarangan rumah.

"Kajja! Kita bersenang-senang!" serunya.

"Kajja, Oppa!"




[Hansol Vernon Chwe]



"Hya! Kau pikir apa yang kau lakukan?!"

Gadis itu memutar bola matanya ketika mendengar pekikan Vernon, kekasihnya yang entah kenapa tiba-tiba menyebalkan. Gadis itu hanya menatapnya datar ketika Vernon kembali berbicara.

"Di luar hujan! Kenapa kau nekat sekali sih?! Sudah kubilang tunggu saja di rumah!"

Gadis yang sudah kesal itu ikut bicara, "Apa yang harus kutunggu? Menunggu kau datang ke rumahku? Kau saja tidak bisa berjalan! Bagaimana bisa aku diam saja di rumah ketika aku punya waktu untuk menjenguk dan menemanimu di sini?"

"Tapi lihat akibatnya... Tubuhmu jadi basah! Kenapa juga kau tidak pakai payung?!"

"Aku terlalu mengkhawatirkan keadaanmu sampai lupa untuk membawa payung!"

"Aku baik-baik saja, ini hanya luka kecil," sahut Vernon kesal. Tapi, gadis itu jauh lebih kesal.

"Baik-baik saja sampai di gips?" tanyanya menahan kesal. "Kau main basket seperti apa sih? Kenapa bisa terluka?"

"Aku main basket seperti biasa, memangnya kau tidak pernah lihat?" sahut Vernon ketus.

Gadis itu mendesah keras. Ia benar-benar kesal. Perjuangannya untuk datang di tengah hujan rupanya sia-sia. Ia mengharapkan sebuah kalimat romantis dari Vernon. Tapi yang keluar justru ocehan panjang lebar dan juga pertengkaran menyebalkan.


"Sudah, jangan bertengkar!" sahut Sofia, adik dari Vernon panik. Ia yang sejak tadi berada di dalam kamar dan menyaksikan pertengkaran itu benar-benar pusing. Ia tidak mengerti kenapa kedua manusia yang saling mengasihi itu bertengkar hanya karena hal kecil yang seharusnya tidak perlu diributkan.

"Eonni, bagaimana kalau kau ganti pakaian dulu? Aku akan mengambil bajuku. Sepertinya cukup untukmu," ujarnya.

Gadis itu menatap Sofia. Ia terlihat enggan. Gadis itu benar-benar masih ingin berbicara dengan Vernon karena bagaimana juga, ia merindukan lelaki itu. Tapi, menolak Sofia juga bukan sesuatu yang bagus. Pasalnya, pakaiannya cukup basah. Jika ia tidak mengganti pakaian, ia mungkin akan sakit.

"Sudah... Ganti pakaian sana! Aku tidak mau dipeluk dengan pakaian basah."

"Memangnya siapa yang mau memelukmu?" sahutnya ketus. Ia kemudian kembali menatap Sofia. "Biarkan aku meminjam pakaianmu."

"Ne Eonni, kajja!"

Akhirnya, gadis itu mengikuti langkah Sofia untuk pergi ke kamarnya. Vernon yang hanya berbaring di atas ranjang hanya memerhatikan. Ia kemudian menghela napas. Ia benar-benar tidak bermaksud untuk memulai pertengkaran. Ia hanya terlalu khawatir. Maka dari itu ia marah. Sekarang ia merasa kesepian. Ada dan tidak adanya gadis itu benar-benar berdampak besar baginya.


"Dingin... Minum yang hangat."

Suara dengan nada bicara penuh penekanan itu membuatnya menoleh. Melihat kekasihnya masuk dengan secangkir teh di tangannya. Sebuah gaun membalut tubuhnya, membuat Vernon tertawa.

Gadis itu menghentikan langkahnya. "Hey! Kenapa kau tertawa? Aku sedang marah! Bisa-bisanya kau menertawaiku!"

Bukannya mereda, tawa Vernon justru semakin keras. "Kau pakai gaun? Astaga... Apa aku sedang bermimpi?"

Dengan tidak tahu dirinya, Vernon kembali tertawa. Lebih keras dari sebelumnya. Gadis itu hanya memutar bola matanya. Ia kemudian menaruh cangkir teh itu di samping nakas dan duduk di sisi ranjang, di samping Vernon, tanpa mengatakan apa pun. Ia merasa malu. Ia bukan tipe gadis yang menyukai gaun. Tapi sekarang terpaksa menggunakannya.

"Sudah puas tertawa?" tanyanya jengkel. Tapi, Vernon masih enggan berhenti tertawa.

"Kau menyebalkan," ujarnya lagi. Gadis itu kemudian mengecup pipi Vernon. "Berhentilah tertawa. Aku merindukanmu."

Tawa Vernon terhenti. Ia kemudian tersenyum dan meraih tangan kekasihnya. "Aku juga merindukanmu, (y/n)-ahh..."

Gadis itu tersenyum. Lalu menaruh tangannya di atas tangan Vernon yang menggenggamnya.




[Lee Chan]



"Kau terlambat setengah jam."

Lee Chan yang baru saja tiba dengan napas terengah itu membungkuk dan menyentuh lututnya. Ia tidak bisa bicara untuk menjelaskan maksud keterlambatannya atau sekedar meminta maaf karena ia benar-benar kehabisan tenaga setelah berlari. Jadi ia hanya diam mengatur napas ketika gadis di depannya mulai mengoceh.

"Bagaimana bisa kau membiarkan seorang gadis menunggu lama, Chan? Untungnya aku. Kalau gadis lain, kau pasti sudah dicampakkan."

Masih dengan napas terengah, Chan mulai bicara, "Mian... Sepupuku tiba-tiba datang dan menitipkan anaknya tadi pagi. Kupikir sebentar jadi tidak akan masalah. Tahunya ia baru dijemput empat puluh menit yang lalu. Aku segera berganti pakaian dan langsung ke sini setelahnya. Aku bahkan lupa makan sejak pagi."

Gadis itu menghela napas. Ia bisa melihat jelas bahwa Chan benar-benar berusaha untuk tepat waktu meski tahu akan terlambat. Buktinya, ia kesulitan mengatur napas sampai sekarang.

"Ya sudah, duduk saja dulu dan makan di sini. Kita bisa menggeser jadwal nontonnya. Aku tidak papa pulang malam hari ini. Lagipula besok masih libur. Eomma juga tahu aku pergi denganmu," ujarnya.

"Ne, gomawo. Biar aku yang traktir," ujar Chan lalu menutun gadis itu memasuki cafe, di mana mereka janjian untuk bertemu.

"Biar aku yang traktir. Aku yang mengajakmu pergi," sahut gadis itu.

"Tapi aku membuatmu menunggu," sahut Chan.

"Kalu begitu kau traktir makan dan aku traktir tiket nonton. Eotte?"

"Tidak, aku yang traktir nonton, kau yang traktir makan," sahut Chan ketika keduanya duduk di pojok cafe. Tapi tidak bersebrangan, melainkan bersebelahan.

"Kau yang traktir makan atau aku traktir keduanya?" ancam gadis itu.

"Tapi tiket nonton dan paket popcorn akan lebih mahal dari makan," sahut Chan.

"Memangnya kenapa? Aku baru dikirim uang oleh Oppa. Jangan khawatir, aku masih punya cukup uang sampai bulan depan," sahut gadis itu menyombongkan diri.

"Baiklah, terserah kau saja. Pesan apa pun yang kau mau," ujar Chan lalu memberikan menu padanya.

Gadis itu tersenyum lebar lalu mulai melihat menu dan memilih beberapa pesanan. Akhirnya, keduanya hanya fokus pada makanan setelah pesanan mereka datang seolah tidak ada siapa pun di sekeliling mereka.


Suara rintik-rintik hujan yang bertabrakan dengan kaca jendela membuat Chan yang duduk di samping jendela menoleh. Matanya sedikit terbuka ketika melihat ribuan titik hujan mendadak turun.

"Ohh! Hujan besar," gumamnya.

Gadis yang tengah menikmati makanan itu ikut menoleh. "Biarkan saja. Jadwalnya masih lama mungkin."

"Biar kuperiksa jadwalnya," ujar Chan lalu mengeluarkan ponsel dan mulai memeriksa.

"Yang paling dekat dua jam lagi. Setelah itu adanya pukul tujuh malam. Cukup lama."

"Tidak papa. Tunggu saja."

Mereka akhirnya memutuskan untuk membeli beberapa cemilan dan menunggu. Tapi, meski sudah satu jam menunggu, hujan tak kunjung reda. Mereka terjebak karena tidak membawa payung.

"Bagaimana ini? Kau sungguh tidak papa pulang malam?" tanya Chan khawatir.

"Tidak papa. Jangan khawatir," ujar gadis itu lalu menguap kecil. "Woah... Aku mengantuk."

Gadis itu akhirnya menyandarkan kepalanya di atas bahu Lee Chan. "Biarkan aku tidur sebentar."

"Hmm..."

Hanya butuh waktu beberapa menit untuk membuat gadis itu melayang menuju alam mimpi. Chan menoleh, melihat wajah gadis itu dengan seksama. Sudut bibirnya terangkat. Ia mengulurkan tangan untuk menyingkirkan beberapa anak rambut yang menutupi wajahnya.

"Kau manis, (y/n)," gumamnya pelan. "Mimpikan aku."




The End


Lama banget ya ini jarak antara Hyung line sama Maknae line :')

Maafkan dakuh guys~

Continue Reading

You'll Also Like

1M 61.2K 36
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
191K 13.9K 26
Xiao Zhan kabur dari kejaran orang-orang yg ingin melecehkannya dan tidak sengaja memasuki sebuah ruangan, ruangan dimana terdapat seorang pria yg se...
799K 82.5K 56
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
404K 7.6K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.