Nothing Last Forever (Hate-Lo...

By ulphafa

595K 52.4K 1.4K

Bryna tidak ingin kembali ke rumah yang sudah ia tinggalkan selama 4 tahun belakangan. Dia tidak ingin kembal... More

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua puluh Empat
Dua puluh lima
Dua puluh Enam
Dua puluh Tujuh
Dua puluh Delapan
Dua puluh Sembilan
Tiga Puluh
Tiga Puluh Satu
Tiga Puluh Dua
Tiga puluh Tiga (End)
Extra Part

Empat Belas

13.4K 1.3K 63
By ulphafa

It's time to let it go,
Go out and start again.
But it's not that easy..

(Kodaline_High Hopes)

•°•

“Benarkah?”

Brenda mencegat Bryna di ambang pintu pagi itu, saat Bryna hendak berangkat ke kantor dengan taksi yang sudah menunggu diluar rumah.

Adiknya masih memakai baju tidurnya tadi malam. Ia terlihat kusut dan marah, meskipun Bryna tidak tahu apa yang membuatnya sudah kesal sepagi ini.

“Apa Bren?” Tanya Bryna datar.

“Kamu sedang berhubungan dengan Tama!”
Tuduhnya tajam.

Astaga. Itu lagi.
Ia tidak tahu apa yang membuat orang-orang berpikiran konyol seperti itu. Tidakkah mereka lihat bahwa ia dan Tama bahkan tidak dekat?

“Aku nggak tahu darimana kamu dapat inspirasi cerita aneh itu. Tapi, No, Bren.”

“Kamu tahu? Sejak semalam IG aku penuh dengan komentar orang-orang tentang hubungan kalian.” Katanya kasar, menunjuk ponsel di tangan kanannya dengan marah.

“Itu terlalu mengada-ada.”

“Ada yang melihat kalian minum kopi bareng. Berdua.”

“Hanya minum kopi dan langsung disebut memiliki hubungan? Luar biasa sekali.” Sindir Bryna pedas.

“Dia membantu dan membelamu saat mobilmu kecelakaan.”

“Yang pasti akan dilakukan siapa pun yang mengenalku. Dia hanya kebetulan disana, right?”

“Dan teman yang kamu maksud menemanimu di diskotik waktu itu, Tama kan? Dia berjalan sambil mendekapmu dalam pelukannya!”

Itu berlebihan, tentu saja. Tama tidak mendekapnya. Ia hanya meletakkan tangannya di punggung Bryna. Itu saja.

“Dan dia bahkan bertengkar dengan Nicko disana!”

“Itu sudah lama Bren. Jadi kenapa baru heboh sekarang?”

“Ya, sudah lama! Dan nggak ada yang mau repot-repot untuk memberitahuku!”

Oke, untuk alasan yang satu ini Bryna mungkin layak mendapat amarahnya, tapi yang lainnya?

“Belum lagi apa yang kalian lakukan di kantor saat hanya berdua saja. Siapa tahu? Ada begitu banyak kesempatan kan?"

"Semua yang terjadi di kantor adalah masalah pekerjaan. Dan sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan tuduhan konyolmu itu."

"Banyak orang diluar sana yang juga mempertanyakan hal itu, Bry!"

"Ya, mereka sama sepertimu berarti. Sama-sama suka mengarang-ngarang cerita."

Brenda mendengus.
"Dan kamu mau tahu apa yang membuat berita ini lebih menarik?" Brenda melanjutkan. "Tama tidak bersama wanita lain lagi sekarang.”

“Dia di Malang, Bren. Jadi dia mungkin tidak bisa mengencani wanita disini sekarang.”

“Oh, jangan pura-pura bodoh, Bry. Dia benar-benar mengubah kebiasaannya."

"Bukan urusanku."

Brenda melanjutkan seakan Bryna tidak menginterupsinya.
"Dia selalu berhubungan dengan wanita. Banyak wanita. Se-la-lu. Dan mendadak dia ibarat berpuasa perempuan. Tidak ada desas-desus, tidak ada apapun. Dan itu terjadi sejak kedatangan kamu.”

Bryna pasti luar biasa kalau saja info itu benar adanya. Tapi tentu saja tidak. Macan tutul tidak akan berubah dan menghilangkan bintik-bintik di tubuhnya kan?

“Oh, astaga, kita membuang banyak waktu untuk omong kosong ini.” Bryna bergerak menjauh, tapi Brenda memburunya.

“Kenapa Bry? Tidak punya alasan untuk mengelak? Aku hanya penasaran, sebenarnya. Bagaimana bisa gadis terhormat sepertimu punya selera yang begitu buruk tentang laki-laki?”

Bryna berhenti. Berbalik menatap adiknya lagi. Kali ini amarahnya tersulut juga.

"Aku punya selera yang buruk tentang laki-laki?" Bryna mendengus.

"Humh. Apa kamu lupa? Aku sudah memilih Nicko terlebih dulu. Dan lihat sekarang, bagaimana kamu memujanya. Menghina seleraku terhadap laki-laki sama saja menghina dirimu sendiri, Bren.”

“Aku nggak lupa, Bry. Kamu pun sepertinya juga tidak akan lupa. Dan aku bertanya-tanya apakah karena alasan itulah kamu merendahkan dirimu untuk berhubungan dengan Tama.”

“Apa maksudmu?”

“Kamu mendekati Tama hanya untuk membuktikan padaku kalau kamu bisa mendapatkan apa yang seharusnya menjadi milikku.”

“Aku nggak mengerti arah pembicaraan kamu.”

“Ayolah. Aku berhasil menakhlukkan laki-lakimu. Dan sekarang kamu ingin membalas dendam? Membuktikan kalau kamu juga bisa menakhlukkan laki-lakiku?”

Are you crazy? Apa kamu dan genk sosialitamu  tidak punya hal yang lebih menarik daripada membual? Menciptakan ide-ide gila dan menjijikkan yang merugikan orang lain?” Bryna menggeleng marah. “Dan Tama bahkan bukan lelakimu.”

“Oh, dia menyukaiku. Dia menginginkanku dan aku menolaknya. Apa kamu nggak ingat itu?”

Ingat? Tentu saja Bryna ingat. Dia tidak akan pernah lupa bahwa laki-laki itu pernah menyukai Brenda.

“Dan alasan itu yang membuatmu berpikir aku mendekati Tama untuk membalasmu?”

“Kamu yang bisa menjawabnya.”

“Astaga, Bren. Be smart, please. Pertama, kamu menolaknya, tidak pernah terjadi hubungan apapun diantara kalian. Jadi kamu nggak bisa menyalahkan orang lain yang mungkin menjalin hubungan dengannya. Dan lagi, cerita itu terjadi saat kita masih remaja. Itu bukan cinta yang membubung diantara kalian, hanya perasaan tertarik.”

Bryna menahan lidahnya untuk menambahkan, “Tidak seperti hubunganku dengan Nicko. Kami hampir menikah saat itu, dasar jal*ng.”

“Apakah kamu buta? Atau kamu hanya menutup mata terhadap apa yang tidak ingin kamu terima Bry?”

Dia hanya akan kelihatan bodoh kalau menanggapi ocehan Bryna yang melantur tidak jelas. Jadi Bryna hanya menjawab singkat.

“Terserah.”

Lalu ia bergegas keluar, menuju taksi yang menunggu dan berkendara ke kantor dengan perasaan marah.

Memaafkan Nicko dan berdamai dengannya tidak sesulit dengan Brenda. Nicko mengakui kesalahannya, paling tidak. Ia juga tidak segan-segan minta maaf.

Sedangkan adiknya sendiri? Menunjukkan tanda-tanda penyesalan saja tidak. Dan sekarang, apa yang dilakukannya?
Menuduh Bryna mendekati Tama untuk membalas dendam?
Atas dasar apa coba?
Yang benar saja.

•°•

Bryna masih belum bisa menguraikan amarahnya saat ia sampai di kantor. Ia menghempaskan tubuhnya di kursi dan memejamkan mata.
Baru sepagi ini, dan ia sudah kehilangan moodnya.

Memaksakan diri, ia menarik map kuning di mejanya, dan memeriksa BAST renovasi proyek gedung olahraga yang rencananya akan diserah terimakan lusa itu.

Ia baru sampai di halaman 3 saat seseorang mengetuk pintunya.

“Ya.”

Mela, asisten Tama masuk dan duduk di hadapannya.

“Ya Mel?”

Wanita beranak dua dihadapannya itu tampak pucat dan panik.

“Tadi pagi, dini hari.. Ruang ganti GOR kebakaran bu.” Jawabnya to the point.

Dan meskipun Mela mengatakan hal itu dengan pelan, Bryna tidak akan mengatakan, “Apa?” dan meminta Mela mengulang informasinya.

Tidak perlu. Dia sudah mendengarnya dengan baik.

•°•

Korseting listrik?
Penghantar yang tidak sesuai standar?
Instalasi yang jelek?

Yang benar saja!
Tama mengenal para pekerjanya sudah bertahun-tahun,  tahu bagaimana kualitas mereka dan tidak pernah ada masalah sebelumnya.

Ok, mungkin benar kebakarannya akibat hubungan pendek listrik. Tapi dia sama sekali tidak percaya kalau penyebab kebakaran itu berdasarkan human error.
Ia mendengar kabar itu sejak pagi sebenarnya, tapi baru mendapatkan jadwal penerbangan sore. Jadi saat ia sampai di GOR dan melihat bagaimana berantakannya tempat itu, dia siap meledak.

Ruang ganti itu hangus terbakar. Dindingnya tampak menghitam dan semua ornamen kayu di ruangan itu hancur. Untung saja hanya sebagian bangunan yang runtuh dan api tidak sempat menyambar kemana-mana.

Tapi entah bagaimana ia punya perasaan kuat bahwa kebakaran ini disengaja. Hanya saja ia tidak tahu siapa dan apa alasannya. Dia belum punya bukti, tidak ada saksi, dan ini membuat kepalanya berdenyut.

“Tama?”
Dia berbalik dan melihat Bryna berdiri disana.

Sudah hampir seminggu dia tidak pulang, masih sibuk mengurusi semua hal di Malang. Dan terakhir kali ia melihat Bryna adalah saat gadis itu mendongak menatapnya dengan pandangan bertanya dan tidak puas.

Sebenarnya tidak harus Tama yang pergi. Bisa saja dia memilih orang lain untuk tugas ini. Hanya saja, dia penasaran apakah setelah dia jauh dari Bryna, dia akhirnya berhasil having sex dengan wanita lain.

Karena, fakta sialnya adalah, Bryna datang dan mengacaukan otak dan beberapa fungsi tubuhnya yang lain. Dia tidak menginginkan orang lain. Dia menginginkan Bryna.

Mengenakan setelan dan blazer abu-abu yang tampak kusut, Bryna terlihat lelah, panik dan.. Entahlah, kalau terkaannya benar, gadis itu tampak lega melihat kedatangannya.

“Kamu sudah datang.” Itu bukan pertanyaan, tapi Tama tetap mengangguk juga.

“Ini.. Semuanya..” Bryna memeluk lengannya sendiri sambil menatap sekeliling dengan nanar.

“Aku udah lihat.”

“Apa yang akan kita lakukan Tam? Jadwal serahterimanya lusa. Dan sekarang..” Matanya mulai berkaca-kaca sekarang.

“Biar aku yang mengurusnya.” Ucapnya tanpa berpikir.

Bryna kelihatan gelisah di tempatnya berdiri. Ia menggosok lengannya bingung dan akhirnya berkata, “Kamu benar. Aku nggak bisa berbuat apa-apa disini. Aku nggak berguna.”

Seharusnya Tama senang mendengar pengakuan itu. Harusnya ia puas karena akhirnya si keras kepala itu mengakui kelemahannya juga.
Mungkin akan begitu seandainya saja Bryna tidak mengatakan hal itu dengan putus asa, hampir menangis dan kelihatan kalut.

“Keluar.”

“Apa?”

“Keluar.” Ulangnya. Kali ini mendekati Bryna, menarik pinggangnya, dan membawanya keluar gedung. Tidak peduli dengan tatapan curiga yang dilemparkan kepadanya oleh banyak orang yang masih mengerumuni tempat itu. Bryna tidak menolaknya, dan itu yang terpenting sekarang.

Ia bisa menghirup aroma lembut, segar sekaligus menenangkan dari tubuh Bryna. Aroma bunga, ia tahu. Hanya saja tidak tahu persisnya bunga apa.

Mungkin mawar, atau lily, atau krisan, atau jasmine, atau perpaduan diantaranya. Aromanya yang lembut entah kenapa mengingatkan Tama tentang suasana pernikahan.

Mungkin Tama harus mendekat dan menciumnya untuk memastikan bunga mana yang tepat.
Mungkin dia harus mencium di belakang telinganya, di tengkuknya, atau di lehernya, atau..

“Kemana Tam?”

Tama berkedip dua kali, mengusir pikiran erotis yang baru saja merasukinya.

“Makan.”

“Apa?”

Tama tidak menjawab. Ia membuka pintu mobilnya, membiarkan Bryna masuk dan menutupnya sebelum ia melesat masuk dan duduk di balik kemudi.

“Kita harus memperbaiki semuanya kan? Ada begitu banyak hal yang harus..”

“Aku yang akan mengurusnya.”

“Tapi..”

Tama menatapnya tajam.

Bryna tidak jadi membantah. Dia hanya diam, menatap Tama dan mengangguk pelan.

Tama buru-buru menyalakan mesin mobilnya, dan selama perjalanan berusaha keras tidak melirik Bryna. Karena kalau dia mengarahkan matanya pada Bryna lagi, dia tidak yakin apakah dia akan bisa mengalihkan pandangannya kearah lain lagi.

•°•

Terimakasiiih.. 😀😀😀

Regrads, ulphafa.

Continue Reading

You'll Also Like

4.1M 30.5K 34
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!
301K 31.8K 45
Versi revisi It's Okay. This is Love. Arabella dan Alcander bersahabat sejak keduanya masih belia. Dengan perbedaan status, usia, dan sifat yang menc...
4.3M 129K 88
WARNING ⚠ (21+) 🔞 𝑩𝒆𝒓𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒘𝒂𝒏𝒊𝒕𝒂 𝒚𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒌𝒆 𝒕𝒖𝒃𝒖𝒉 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒅𝒂𝒏 �...
4K 162 2
Boys Love || Gay || Yaoi Cuma cerita keseharian ketua OSIS sama pacarnya yang kalem tapi sering masuk BK. 🖕