The One I Love

By Malseyes

44.2K 4K 409

Lagi, aku hanya bisa memandangi punggungnya berharap suatu hari ia bisa menyadarinya. Lagi, aku terpukau den... More

Dia
Harapan
Kebahagiaan
Nana
Rasa
Abstain
Maaf
In Love
Wrong
12:30
Pamit
Bersama... selamanya?
I Do Love You Very Much

A (newbie) Lover

3K 288 30
By Malseyes

One decisive knock and after about two seconds, three quick ones. And after another two more seconds, one final knock.

"What madness has overcome to you this time?" An Ziyan asked.

"It was a secret code that my mom taught me. It means 'I love You"

- Like Love

Krist ingin melanjutkan jalannya, namun tangan Singto menahannya.

"Krist, maafkan aku jika aku bersikap seperti itu. Aku hanya memikirkanmu. Aku tidak ingin kau dicemooh karena perasaanmu!"

"Ha-ha! Jika aku saja berani mengambil resiko, mengapa kau tidak? Tidak usah munafik, Singto. Kau tidak perlu repot-repot memikirkanku. Aku tidak butuh."

Genggaman Singto semakin erat. Krist berhasil memancing emosinya. Bukan ini yang ia harapkan. Sungguh.

"Hei, kau menyakitiku!" Krist berusaha melepaskan tangannya.

"Dengan apa aku harus membuktikannya padamu?"

"membuktikan apa? Kau tidak harus melakukan apapun! hei, tolong lepaskan tanganku!"

Singto menarik Krist ke dalam dekapannya. Merasakan detak jantung Krist yang terpompa sangat cepat seperti miliknya.

"Kumohon, Krist.." Singto mengelus sayang kepala Krist. Entah dari mana munculnya kesadaran bahwa Krist sudah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya. Dengan tidak diperdulikan oleh Krist seharian ini mampu membuatnya seperti kehilangan sesuatu. Otaknya seperti tidak bisa bekerja dengan baik. Yang ada dipikirannya hanya bagaimana cara untuk mendapatkan perhatian itu lagi.

"Kumohon, Krist... jangan pernah berhenti mencintaiku."

Author's POV

Krist dan Singto tetap berada di posisi mereka—berpelukan—bukan tanpa alasan karena Krist masih terkejut dengan apa yang ia dengar dan Singto pun masih enggan melepas pelukannya. Singto heran, ternyata rasanya sangat menyenangkan setelah mengungkapkan apa yang selama ini ia tahan. Ia berjanji mulai sekarang akan berterus terang dengan apa yang dirasakannya.

Setelah berhasil keluar dari keterkerjutannya, Krist mulai bisa mencerna semua, "Kenapa? Kenapa kau melarangku untuk berhenti?"

"Itu... karena aku suka," Singto tersenyum. Inilah saat yang sangat membahagiakan untuknya. Bagaimanapun, Krist sudah menjadi candu baginya. Ia tidak akan pernah melepaskan Krist. Tidak selama ia masih hidup.

Krist melongo. Tidak menyangka akan mendapat pengakuan Singto secepat ini. Krist sudah ingin tersenyum tetapi ia tahan. Ia tidak akan membiarkan ini berjalan dengan mudah.

"Suka? Suka dengan siapa?"

"Suka sama kamu.."

Krist melongo (lagi). Kenapa Singto manis sekali? Aku jadi susah untuk marah padanya! batin Krist.

"hanya suka? Yah, sayang sekali. Hanya suka ternyata," balas Krist sambil berusaha melepaskan pelukannya.

Singto tidak tinggal diam, ia semakin mempererat pelukan mereka. "Ya, hanya suka karena aku membutuhkanmu untuk membuatku mencintaimu."

Warna merah memenuhi pipi hingga telinga Krist, respon yang muncul ketika ia sedang marah atau malu. Singto melirik Krist, lalu mati-matian menahan tawa. Krist-nya sangat menggemaskan sekali. Eh? 'Krist-nya?

"Bagaimana? Apa kau mau membantuku untuk mencintaimu?" goda Singto, senang sekali melihat Krist tersipu malu.

"Membantu apa? Kau gila! Lepaskan aku! Hei, Singto!" Krist masih berusaha melepaskan pelukan Singto walaupun sebenarnya Ia ingin berlama-lama di dalam pelukan seorang Singto Prachaya. Terpujilah sifat gengsimu, Krist.

"aku tidak akan melepaskanmu sebelum kau menyetujuinya karena aku tidak menerima penolakan..—Aw!" sudah hilang kesabaran Krist, tangannya bergerak untuk mencubit pinggang Singto.

"Lepaskan aku, Singto!"

"Tidak akan,"

"Lepas!"

"Tidak!"

Dan mereka pun berdebat selama lima menit dengan tetap pada keputusan Singto, jika mau dilepas maka kau harus menerimanya.

Krist mengalah, "Baiklah, iya."

"Iya apa?"

"Iya mau,"

Singto terus menggoda Krist, "Iya mau apa?"

Alis Krist menukik ke atas, jelas sekali merasa kesal. "Pokoknya, iya! Sekarang lepaskan!"

Demi melihat kekesalan itu, Singto akhirnya melepaskan pelukannya sambil tertawa penuh kemenangan. Ia sangat bahagia.

Singto masih tersenyum, "Jadi aku yang kau cintai selama hampir 3 tahun?"

Krist melotot, "Enak saja! kau terlalu gede rasa, tahu?" muka Krist semakin memerah. Siapa pun akan tahu bahwa berpura-pura menjadi galak hanyalah sia-sia untuk Krist.

"Oh? Berarti ada orang lain selain aku?"

"tentu saja ada! Siapa yang sudi mencintaimu selama itu?" Baiklah, Krist. Lanjutkan saja drama sia-siamu itu.

Singto mendekatkan wajahnya, menatap penuh mata coklat milik Krist. "Kau yakin?"

Krist menelan ludahnya dengan susah payah. bagaimana ia bisa berpikir jernih jika ditatap seperti itu oleh Singto? Rasanya lututnya sudah lemas sekali. Ia tidak bisa ditekan seperti ini.

"Kau... yakin... Krist?" ulang Singto penuh penekanan, sekarang ia sudah berjalan mendekati Krist. Semakin mendekatkan dirinya.

"Krist?"

"Tidak.." Ah! Krist merutuki mulutnya yang dengan mudah membocorkan drama sia-sianya.

"Hahaha! Kena kau!" Singto tertawa keras sekali. Menyenangkan sekali bisa menggoda Krist. Padahal ia sudah tahu jawabannya tapi kurang lengkap rasanya jika tidak mendapat jawaban dari sang pemilik hati.

Singto masih tertawa lalu merangkul Krist, "Baiklah, ayo kita pulang. Aku takut disangka sedang menculikmu,"

Krist manyun lantas tersenyum melihat Singto tertawa seperti itu. Krist juga sama bahagianya. Penantiannya selama ini tidak berakhir menyakitkan seperti yang ia kira. Semoga.

Mereka berjalan bersama...

***

Krist memasuki pekarangan sekolah dengan riang. Hari ini dia bahagia sekali. Berbicara dengan Singto di telepon semalam benar-benar membuatnya senang bukan main. Ia mulai mengetahui kebiasaan Singto. Ia bertukar pendapat tentang apapun pada Singto. Ia semakin mengenal Singto.

Krist tidak tahu kebaikan apa yang ia lakukan di kehidupan sebelumnya sampai-sampai ia mendapatkan kebahagiaan ini. Krist tidak berbohong, ia masih tidak percaya jika apa yang ia rasakan tidak bertepuk sebelah tangan. Tidak satu sisi. Bahkan setelah pembicaraannya dengan Singto berakhir, Krist menangis bahagia. Bersyukur sekali dengan apa yang telah Tuhan berikan padanya.

Krist sampai di depan kelasnya, masuk, lalu duduk dibangkunya dengan masih tersenyum-senyum. Krist bahkan lupa bahwa ia memiliki teman yang sangat jahil.

"ehem ehem... sepertinya ada yang sedang bahagia sekali pagi ini!" entah datangnya dari mana, Bright sudah ada di depannya lalu diikuti dengan Toota, Prem dan juga Knot.

"Kami melihatmu senyum-senyum sendiri, Krist. Kau tidak gila, kan?" tanya Prem sambil memeriksa keadaan Krist dengan berlebihan.

"Oh, tuhan! Lihat wajahmu! Memerah sekali, Krist! Apa kau menggunakan perias wajah di pipimu?" Toota bersuara dengan sama berlebihannya.

"Krist, jadi apa yang terjadi kemarin sampai kau seperti ini?" Knot selalu yang paling rasional di antara mereka. Ia tidak akan melakukan hal konyol yang menurutnya tidak ada manfaat sama sekali.

Krist terkikik geli, teman-temannya itu sangat perhatian sekali. "Aku memiliki kekasih! Hehehe..."

"APA?! Kau gila ya?! Apa demam bisa menjadikanmu gila?" – Bright

"Krist, jika kau bisa berkata seperti itu maka benar Mario Maurer adalah kekasihku," – Toota

"Krist, aku tahu hidupmu sedang susah akhir-akhir ini. tapi tolonglah..." – Prem

"Krist, coba kau berbicara yang jelas agar orang-orang ini berhenti berkata konyol." – Knot.

Sekarang Krist benar-benar tertawa. "Hahaha! Aku tidak berbohong. Aku memang memiliki kekasih. Dan aku masih sangat waras,"

"Lalu? Siapa orang itu?"

Krist menjawab santai, "Singto."

"WHAT?! Kau benar-benar gila rupanya." – Bright

"Singto yang ITU?!" – Toota

"Iya, kau benar. Singto yang itu. Singto Prachaya. Memangnya ada Singto yang lain di sekolah ini?" Krist sebenarnya sudah mempersiapkan segala kemungkinan jika ia memberi tahu teman-temannya.

Belum selesai mereka terkejut, Singto tiba-tiba datang dan duduk di samping Krist lalu mendaratkan tangannya di pundak Krist. "Pagi,"

Krist tersenyum, "Pagi,"

Singto melihat ke depan, "Kau baru memberi tahu mereka, ya? Tidak kusangka mereka akan sangat terkejut seperti ini."

Knot yang paling cepat menguasai diri, "Kalian? Sejak kapan?"

Singto berdeham, "Hm, sejak kemarin."

"Kemarin? Kemarin kapan?! Sepertinya kemarin pagi Krist masih cemberut seperti badut. Menyedihkan sekali!" – Toota.

"Hei!"

"Singto, akhirnya kau sadar bahwa teman kami ini ada bagusnya juga," – Prem.

"Singto, sebagai keberhasilanmu sudah mempersunting sahabatku, bagaimana kalau kau membayarkan makan siangku?" – Bright.

"Hei! Mempersunting apanya? Memangnya aku sudah menikah?!"

Mereka semua mengabaikan Krist. Tidak mengindahkan protesannya. Lalu mulailah dongeng di pagi hari dengan bapak Singto. Mereka bercerita seolah-olah Krist tidak ada di sana.

KRINGGG KRINGGGG

Bel tanda pelajaran akan dimulai, sudah berbunyi. Akhirnya, mereka menyelesaikan kelas dongengnya dengan satu kesimpulan: Krist memiliki kekuatan ajaib yang bisa memikat hati Singto.

"Pokoknya traktirannya jangan lupa, oke?" Bright masih berharap.

"Tenang saja," jawab Singto sambil menoleh memperhatikan Krist yang sedang kesal karena sejak tadi diabaikan.

"Kau marah?"

"Tidak," Singkat. Padat. Jelas.

"Oke," Singto menjawab seadanya yang membuat Krist semakin kesal.

"Kau tidak pindah?"

"Pindah ke mana?"

"Bukankah kau duduk dengan New?"

"Itu.."

"Lalu, bukankah sekarang kita bukan satu kelompok lagi?" ups.. matilah kau, Singto!

"Iya, itu.."

"Sudahlah, pindah sana agar May bisa duduk di sini," Krist berkata sambil menyiapkan buku pelajarannya, tidak ingin melihat ke arah Singto.

Singto memperhatikan wajah Krist, "Jadi, kau marah ya?"

"aku tidak marah!" Ya. Sandiwara sia-sia itu mulai lagi.

"Dengar, maafkan aku. Aku akan berbicara pada pak guru tentang pembagian kelompok itu."

"Hei, bukankah kau yang menyetujuinya di awal?"

"Aku menyetujuinya karena aku ingin melihatmu berkembang walaupun bukan denganku."

"Lalu, untuk apa kau ingin berbicara lagi dengan pak guru?"

Singto tersenyum, "kutarik ucapanku. Aku tidak akan membiarkanmu berkembang dengan bantuan orang lain. Aku yang akan berusaha membantu dan mendampingimu untuk mencapai keberhasilan itu."

***

Sebenarnya tidak ada perbedaan besar, Krist masih tetap menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakaan dan Singto tetap sibuk dengan urusannya. Krist tidak menuntut apapun, ia paham bahwa walaupun mereka sudah bersama, ia harus menghargai dan memahami bahwa Singto memang selalu sibuk. Krist tidak mengkhawatirkan apapun karena ia tahu, setelah menyelesaikan semua urusannya, Singto pasti akan kembali padanya.

Krist melirik jam di tangannya, masih ada waktu 10 menit sebelum jam istirahat berakhir. Krist mengangguk-angguk lalu ingin kembali melanjutkan bacaannya sampai seseorang menepuk pundaknya.

Orang itu duduk di sampingnya, "Hei! Bagaimana ini? mengapa kau di sini dan tidak menghabiskan waktumu dengan sang kekasih?"

"Kenapa kau suka sekali menggangguku, Nana?" Ya, benar. Nana memang selalu datang di saat-saat seperti ini.

"Tidak, aku hanya ingin tahu saja bagaimana kabarmu setelah menjadi kekasih Singto dan ternyata biasa-biasa saja kan? Hahaha!"

Wajah Krist memerah, ia masih belum terbiasa dengan sebutan itu.

"Oh! Kau manis sekali! Bolehkah aku mencubit pipi bulatmu?" Tangan Nana sudah hampir menyentuh pipi Krist saat ada tangan lain yang menahannya.

"Kau kira kau bisa melakukan itu?" Singto. Krist menghela napas, akhirnya penyelamatnya datang.

"Huh! Posesif sekali! Aku kan hanya ingin mencubit pipinya, tidak lebih!" Nana bersungut-sungut.

"Tetap saja, Pipi itu milikku. Sudahlah, jangan ganggu kami!" akhirnya Nana berjalan meninggalkan mereka dengan masih menyumpah-nyumpah.

"Kau sudah selesai membacanya, Krist?"

"Sudah. Urusanmu bagaimana? Berjalan lancar?"

"Ya, tadi ada kendala sedikit. Menyebalkan!,"

Krist tersenyum melihat Singto, "Sekarang sudah selesai, Kan?"

Singto mengangguk, "Pulang sekolah temani aku ya?"

"Ke mana?"

"Nanti kau akan tahu.."

***

Krist menoleh memperhatikan Singto, sudah 45 menit sejak mereka memulai perjalanan tapi tak kunjung sampai juga. Di sisi lain, Singto sedang berkonsentrasi mengendarai mobilnya. Hari ini ia memang sudah berencana untuk mengajak Krist pergi sehingga ia memutuskan untuk membawa mobilnya.

"Jika dilihat lebih dekat seperti ini, Singto terlihat semakin tampan.." Krist larut dalam lamunannya sampai ia tidak sadar bahwa mereka sudah sampai.

Singto menoleh, melihat Krist sedang memperhatikannya, "Apa aku sangat tampan sampai kau tidak bisa berhenti menatapku?"

Krist tersadar, "Enak saja! Eh? Kita sudah sampai?"

Singto sudah keluar dan membukakan pintu untuk Krist, Krist keluar sambil mengoceh, "Memangnya aku perempuan!"

Ocehan Krist berhenti setelah ia terkejut dengan pemandangan di depannya yang sangat indah.

"Ini adalah King Rama IX Park." Singto langsung menjelaskan setelah menebak mungkin saja Krist mengira bahwa ini di surga.

15 menit kemudian Singto sudah sibuk dengan kamera yang sejak tadi ia bawa dan Krist sudah berlari ke sana ke mari melihat-lihat bunga yang ada. Ini pertama kalinya Krist ke sini dan ia sudah jatuh cinta sekali dengan taman ini. ia berjanji akan kembali lagi lain waktu.

Krist tidak menyangka ada tempat sebagus ini di Bangkok. Yah, maklum saja. masa remajanya ia habiskan dengan memikirkan Singto dan bermain di game centre. Jelas saja ia tidak tahu.

"Krist," panggil Singto yang sudah duduk di salah satu bangku yang ada di sana.

Krist mendekati Singto dan ikut duduk di sampingnya.

"Ini ke dua kalinya aku ke sini," Singto mulai bercerita, matanya menerawang.

Krist memperhatikan Singto, sepertinya ini bukan cerita yang menyenangkan.

"beberapa tahun lalu untuk pertama kalinya, bersama kakekku. Setelah itu aku berjanji bahwa aku akan kembali bersama seseorang yang aku sayangi. Aku berkata seperti itu tanpa tahu kapan akan kembali. beberapa hari setelah itu, kakekku pergi dan aku tidak pernah melihatnya sampai hari ini. aku tidak mengerti, ada masalah apa? Aku bertanya pada siapapun yang bisa aku tanyai, di mana kakek? Namun sampai hari ini juga aku tidak mendapat jawaban apapun."

"Aku sakit hati sekali. Kakek adalah salah satu orang yang sangat aku percaya dan aku sayangi. Aku terus bertanya kenapa orang-orang suka sekali meninggalkanku?" lanjut Singto, berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis. Tidak, ini harusnya menyenangkan ia bisa kembali ke tempat ini dengan Krist. Seseorang yang ia sayangi.

Singto merasakan tangannya digenggam, ia menoleh lalu melihat kekhawatiran tergambar jelas di mata Krist, "Setelah hari itu aku tidak memiliki keberanian untuk kembali ke tempat ini. aku takut aku akan semakin merindukan kakek. Tapi tiba-tiba aku terpikir tentang tempat ini semalam, aku pernah berjanji untuk kembali dengan orang yang aku sayangi. Dan aku menepati janjiku."

Singto tersenyum, "Terimakasih, Krist."

"Singto, aku yang harusnya berterimakasih. Kau tahu? aku tidak menyangka bahwa kau akan membalas perasaanku. Aku sangat bahagia sekali. Terimakasih Singto," Krist tersenyum bahagia. Ia juga sangat bahagia bahwa ia lah yang Singto bawa ke tempat ini.

"Maafkan aku karena membuatmu menunggu begitu lama.."

Singto mendekatkan wajahnya, tahu kalau Krist akan memalingkan wajahnya maka ia menggerakan tangannya untuk memegang tengkuk Krist.

Sudah dekat...

Semakin dekat...

Dan...

TBC


Cr Pic:

1. Singto-Krist: on the pic

2. Rama IX Park: http://www.bangkok.com/magazine/suan-luang-rama-ix.htm

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 34.8K 48
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
Love Hate By C I C I

Teen Fiction

3M 209K 37
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
1.8M 88K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
2.7K 120 11
"Inget ini cuman nikah kontrak jangan harap gw sentuh tubuh lo"-guanlin "Dih, gw juga ogah kali di sentuh sama orang yang modelnya kaya lo"-renjun J...