TGS 1st - Silly Marriage

By copenhagen1

132K 5.5K 538

Cerita pertama rangkaian The Gentlemen's Series. Kisah antara Naraya Ibrahimovich dengan Alexander Davrio yan... More

PROLOG
Chapter 1 - One Night Stand Planning
Chapter 2 - Suck Bastard!
Chapter 3 - My Nightmare
Chapter 4a - The Agreement (1)
Chapter 4b - The Agreement (2)
Chapter 5a - The Wedding (1)
Chapter 6a - The Accident (1)
Chapter 6b - The Accident (2)
Chapter 7a - Trouble You (1)
Chapter 7b - Trouble You (2)
Chapter 7c - Trouble You (3)
Happy Come Back
Chapter 8 - Distance
Chapter 9 - Is it love?

Chapter 5b - The Wedding (2)

7.1K 382 19
By copenhagen1

Untuk yang nunggu kisahnya Enzo dan Kikan...nanti sore ya. Hehehe.

Xoxo-shamlia

--------------------------------------------------------------------------------

Alex's Pov

Cklek! 

Suara handle pintu dibuka itu membuatku mengalihkan perhatian dari laptopku. Akhirnya wanita yang hari ini resmi menjadi istriku itu keluar juga dari kamar mandi. Aku terlekeh geli ketika membayangkan apa yang mungkin dilakukannya di kamar mandi saking takutnya dia padaku. 

"Hai Nay! Ready for the first night?"tanyaku sambil nyengir. 

Seketika Naya melotot. Tahukah kalian kalau Naya selalu tampak lucu ketika marah? Wajahnya yang ekspresif selalu saja menjadi hiburan tersendiri bagiku. Biasanya wanita lain akan langsung balik menggodaku ketika aku menggoda mereka. Tidak ada tanggapan ekspresif seperti yang Naya berikan padaku. 

"Alex!!! Gue-eh- Aku belum siap ya untuk apapun yang kamu bilang first night itu!" 

Aku berdiri dari sofa dan mendekati wanita yang baru tadi pagi menjadi istriku. Aku menatap penampilannya dari atas ke bawah. "Nay, dimana-mana kalau malam pertama biasanya si cewek pakainya lingerie atau apalah yang seksi. Bukan t-shirt dan celana piyama,"kataku.  

"Gila! Aku nggak bakal mau pakai begituan!"sentak Naya yang segera melangkah menjauh dariku. 

Aku tertawa pelan. "Jangan teriak-teriak Nay. Ntar dikira aku lagi melakukan KDRT. Tenang aja, aku nggak akan maksa kamu kalo kamu memang belum siap. Tapi, aku nggak mau kita tidur di kamar terpisah ya!" 

Aku tersenyum geli melihat ekspresi Naya yang kali ini tampak lucu. Dia menatapku dengan tatapan tak mengerti. Aku hanya diam sambil menahan tawa. Aku merebahkan tubuhku di atas kasur dan mulai memejamkan mata. Tak lama kemudian kurasakan gerakan di sebelahku. Kelihatannya istriku yang galak itu akhirnya menyerah dan tidur di sebelahku.

###

"Alex! Bangun! Alex!"sayup-sayup kudengar suara wanita memanggil namaku. Tapi mataku terasa berat dan badanku pegal. Pernikahan ternyata efeknya lebih dahsyat pada pagi hari. Benar-benar membuat badanmu terasa baru saja dilindas truk. 

"Alex! Bangun! Udah siang!"kali ini suara itu terdengar lebih keras. 

Kali ini aku terpaksa membuka mataku sedikit. Sinar matahari yang menusuk mataku membuatku mengerang kecil. "Bentar lagi, Nay. Masih ngantuk!" 

"Dasar. Ternyata kamu kebo banget! Bangun Lex! Udah siang! Laper!" 

"Jam berapa sih, Nay?"tanyaku sambil meraih ponsel di atas meja nakas. "Masih jam tujuh!"keluhku kembali bergelung di atas bed. 

"Bangun, Lex! Atau perlu kusiram pakai air?" 

Arrrgh! 

Ternyata punya istri tak selamanya enak. Menyebalkan sekali harus membangunkanku ketika aku masih ingin menempel dengan bantal. Sudah tadi malam tidak mendapatkan hak sebagai suami, sekarang dibangunkan ketika badan masih terasa pegal. 

"Iya! Iya!" 

"Kamu mandi dulu sana. Habis ini kita sarapan bareng Papa, Mama, Erik dan Evan,"kata Naya yang segera menarik tanganku agar aku segera beranjak dari tempat tidur. 

"Bawel banget sih!"keluhku yang segera berjalan ke kamar nandi.  

Masih bisa kudengar omelan-omelan Naya ketika aku sudah berada di kamar mandi.  

"Aku bawelll? Masih bagus aku mau bangunin! Besok-besok kutinggal aja kali!" 

Aku terkekeh sendiri mendengar omelan Naya yang membuat pagiku semakin ramai. Tapi, rasa kantukku benar-benar belum hilang. Hhh... nanti setelah sarapan mungkin aku bisa mencuri waktu untuk melanjutkan tidurku. Kalau Naya masih saja memaksaku, ikat saja dia di kaki ranjang agar tak mengganggu tidurku! 

Tapi sepertinya rencanaku sia-sia. Setelah aku selesai mandi, memang aku mempunyai waktu untuk terlelap ketika Naya mandi. Setelah istriku itu keluar, waktuku untuk tidur benar-benar tak ada. Dan sekarang aku sedang terjebak sarapan bersama dengan keluargaku. Sarapan kali ini entah mengapa memakan waktu yang lebih lama dibanding jika kami sarapan seperti hari-hari biasa di rumah. Kali ini mama, papa, dan Naya sepertinya sedang betah mengobrol dan mereka tidak mengijinkanku untuk kembali ke kamar tidur lagi. 

"Lagian ngapain aja sih Bang semalem? Kok sampe kelihatan capek banget?"goda Evan dengan cengiran tengilnya. 

"Selesai berapa ronde semalam, Kak?"kali ini Erik yang mengejekku. Gila! Sekarang sepertinya adik iparku ini ketularan jahilnya Evan. 

"Habis ini gue habisin kalian berdua dalam satu ronde!"kataku ketus. 

Erik dan Evan kompak tertawa bersama mendengarku yang menunjukkan ekspresi sebal. 

"Ngambek mulu lo, Bang. Ntar malem Kak Naya ogah tidur sama lo, baru tau rasa!"kata Evan yang masih saja betah mengejekku. 

"Sorry, Kak. Kita berdua nggak terima lo tidur bareng kita!"Erik menimpali disambung tawanya. 

"Bisa gila gue lama-lama disini naggepin kalian! Ayok Nay, kita ke kamar lagi!"ajakku pada Naya memaksa. 

Naya yang baru saja meneguk habis isi gelasnya menatapku. "Lho, ngapain ke kamar? Habis ini kamu harus ganterin aku!"tandas Naya. 

Hahhh? Come on! I need more sleep!!!

###

Setelah sarapan, Naya mengajakku menemaninya menemui Kikan dan Evelyn yang menginap di villa milik Victor. Aku sebenarnya msih ingin tidur lagi di kamar. Tapi Naya benar-benar memaksaku untuk mengantarkannya ke Villa Victor yang sebenarnya tak jauh juga dari sini. Setelah ini aku akan langsung masuk ke salah satu kamar di villa Victor dan kembali melanjutkan tidurku. Lingkaran hitam di bawah mataku sudah cukup menjadi bukti bahwa aku masih kurang tidur. 

"Ngapain pakai kacamata hitam?"tanya Naya heran melihatku memakai sunglasses padahal matahari tak bersinar terik. 

"Ngantuk!"jawabku sekenanya. Jika sedang mengantuk memang aku cenderung hemat bicara 

"Ya ampun Alex! Ini jam berapa???? Udah siang woi! "seru Naya tepat di telingaku. 

"Ngantuk Nay! Ngantuk! Kamu ngertiin dong!"kataku. 

"Dasar kebo!"rutuk Naya. 

"Kebo-kebo gini juga suami kamu,"balasku tak mau kalah. 

"Shut up and just drive!" 

Aku akhirnya diam selama sisa perjalananku menuju villa Victor. Sesampainya disana, Kikan menyambut kami dan langsung menggeret paksa Naya menuju taman belakang. Hah.... girl's thing! Pasti mereka hanya ingin menanyakan masalah malam pertama dan bakal kecewa dengan jawaban Naya yang mengatakan bahwa tidak terjadi apa-apa diantara kami semalam. 

"Gimana semalam?"tanya Enzo dengan cengirannya.  

"0-0 . Gawangnya nggak jebol semalem!"desisku sebal. 

"Serius?"tanya Kevin tak percaya. 

Aku mengangguk. "Gue nggak mau maksa dia,"jawabku pendek. 

"Eits! Kan menurut perjanjian , lo bisa minta kapanpun lo mau!"sambung Kevin lagi. 

"Just wait!"jawabku sekenanya. Aku sedang tidak ingin membahas masalah ini sekarang. Aku lebih membutuhkan tidur daripada membahas hubungan ranjangku dengan Naya. 

"Kalau Naya masih nggak mau, Lex, lebih baik lo ikat aja tangan dan kakinya,"saran Victor semakin gila. 

Aku bukan penggemar BSDM walaupun aku tak menolak melakukannya. Tapi kurasa, Naya akan lebih bisa dinikmati jika dia juga menginginkan hal yang sama denganku. Give and take. Kalau hanya aku saja yang ingin, itu tak akan meninggalkan bekas apapun pada Naya. Jadi lebih baik aku bersabar sejenak dan menunggu waktu yang tepat untuk mendapat award-ku. 

"Just shut up and watch! Sekarang gue lebih butuh tidur daripada saran lo yang gila itu! Gue pinjam kamar lo!"selorohku segera menuju ke lantai dua untuk segera menyatukan diriku dengan kasur empuk dan terlelap.

###

Naya's pov

Akhirnya aku bisa bernafas lega ketika akhirnya mobil yang dikendarai Alex mulai memasuki kawasan Jakarta hari senin pagi ini. Finally, aku bisa keluar dari honeymoon disaster yang selama dua hari ini mengganggu hari hariku di puncak. 

"Aku udah beresin semua di kantor kamu Nay. Jadi jangan lagi buat kekacauan! Businness isn't talking about the trust, Nay. You can't trust anyone. Cuma sedikit orang yang bisa kamu percaya, contohnya aku,"kata Alex dengan bangga. 

Aku mendengus mendengar ucapannya. Justru mempercayai dia yang paling berbahaya. Lihat akibat dari mempercayai dia...dia menjebakku ke dalam sebuah pernikahan. 

"Justru elo adalah salah satu orang yang nggak bisa dipercaya!"sindirku. 

"Yang sopan, Naraya!"Alex kembali memperingatkanku ketika aku tak menggunakan sapaan halus. 

"Gue risih ngedengernya, Lex,"elakku.  

"Apa susahnya sih, Nay? Kita udah nikah. Nggak enak didengar orang kalau kita masih aja pakai elo-gue!" 

Apa yang Alex bilang memang ada benarnya. Mungkin hal ini tidak akan susah dilakukan jika kami memang benar-benar menikah karena keinginan kami, bukan karena sebuah perjanjian.  

"Ya udah kita pakai bahasa sopan kalau di depan orang lain. Kalau kita lagi berdua gini, kan nggak perlu!"aku masih keukeuh menolak. 

"Nggak! Nanti kamu keceplosan di depan orang lain!"tolak Alex. 

Tidak ingin memperpanjang perdebatan, akhirnya aku hanya mengiyakan. Untung saja saat ini mobil Alex sudah masuk ke halaman rumahnya, sehingga aku bisa cepat-cepat terbebas dari lelaki di sampingku ini. Setelah turun dari mobil, aku bergegas masuk ke rumah untuk bersiap berangkat ke kantor dan secepatnya melepaskan diri dari Alex.

###

Ingin rasanya aku melemparkan stilleto ku ketika Alex melenggang masuk ke dalam ruanganku. Haruskah suami menyebalkan ku ini datang ke ruanganku ketika jam makan siang? Baru saja tadi pagi aku bisa terbebas dari makhluk menyebalkan yang satu ini. 

"Ngapain kesini?"tanyaku dengan enggan. Aku kembali mengecek dokumen-dokumen yang ada di hadapanku tanpa mengindahkan kehadiran Alex. 

"Show some respect dong, Baby. Gitu ya cara kamu berterima kasih sama penyelamat perusahaan papamu?" 

Aku mengerang tak puas. Kata-katanya memang benar sih. Aku tak seharusnya bersikap sinis padanya karena bagaimanapun dia yang menyelamatkan perusahaan papa dari ambang kehancuran. 

Akhirnya aku mengalah dan menatap Alex yang sudah duduk di sofa panjang ruanganku. 

"So, what brings you here, Mr Alex?" 

"Salah, kalau aku kesini untuk makan siang dengan istriku?"tanya Alex dengan senyum menggoda yang membuatku muak. 

"Oke, Lex! Gue udah cukup bersabar ya sama kelakuan lo! Sebenarnya apa sih yang lo inginkan dari pernikahan ini? Sex? Nanti malam gue bakal kasih itu asal lo berhenti gangguin gue di kantor!"bentakku tak sabar. Jujur saja aku tak mengerti dengan jalan pikiran Alex. Kalau dia memang hanya menginginkan hubungan seksual, aku bisa memberikannya, asalkan dia tidak perlu bertingkah sok perhatian seperti ini. Toh dari awal kami berdua setuju bahwa pernikahan ini tidak melibatkan cinta dan segala hal dengan perhatian, kasih sayang, atau apapun itu. 

"Yang sopan, Naraya! Gue bisa ngelakuin apapun kalau lo bikin gue marah!"kini ganti Alex yang membentakku dan membuatku terkejut. Kini Alex benar-benar terlihat marah. Bahkan dia sudah berbalik menggunakan sapaan gue-elo. 

"Gue hanya bilang apa adanya, Lex! Bukannya itu yang lo mau?"tanyaku yang juga tersulut emosi. 

"Gue harap lo bisa singkiran pikiran negatif tentang gue! Jangan bikin gue menarik semua apa yang gue lakuin ya, Nay!"bentak Alex padaku dan seketika membuatku terdiam. Baru kali ini aku melihat Alex merasa terluka dan tersinggung. Biasanya dia akan menanggapi segala keketusanku dengan ancamannya atau tawa.  

God!  

Tatapan mata Alex membuatku seketika dirundung perasaan bersalah. Tapi egoku enggan untuk mengucapkan maaf. Pada akhirnya kami berdua terdiam dan saling tatap dalam waktu yang lama. Kemudian, alex menyingkir dari ruanganku tanpa mengatakan apapun. Aku tercenung sendiri setelah kepergiannya. 

Jadi ini rasanya bersalah?

###

Sore hari setelah pulang dari kantor, aku memasuki rumah dengan was-was. Apakah Alex sudah pulang? Jujur saja kemarahannya tadi siang membuatku merasa bersalah. Apa yang dikatakannya memang benar, selama ini aku yang selaku menyulut bara api. Pertengkaran tadi siang pun aku yang mengawalinya. 

Aku mendesah panjang ketika tak menemukan sosok Alex di ruanh keluarga. Untung saja Mama dan Papa sudah berangkat ke Bali siang tadi untuk liburan sebelum minggu depan mereka akan kembali ke Kanada. Sementara Erik dan Evan sedang pergi jalan-jalan entah kemana. Tadi siang Erik mengirimiku pesan singkat yang mengatakan bahwa dia dan Evan akan pergi ke suatu tempat. Paling tidak, tak ada anggota keluarga yang akan menyaksikan pertengakaranku dan Alex. 

Aku memasuki kamarku (kamar Alex yang sekarang sudah menjadi kamarku juga). Masih tidak ada tanda-tanda keberadaan Alex. Aku baru nenyadari bahwa ini kali pertama aku benar-benar memperhatikan kamar itu. Tapi pagi aku rak sempat memperhatikan ruangan itu karena sibuk bersiap pergi ke kantor. Aku menatap dindingnya yang tergantung beberapa poster band legendaris Inggris, The Beatles. Beberapa ornamen khas kamar lelaki menghiasi kamar itu, seperti ring basket dan playstation 3. Memangnya untuk apa Alex membutuhkan ring basket di dalam kamar? 

Setelah puas mengamati kamar Alex, akhirnya aku memutuskan untuk mandi untuk membersihkan badanku. Mungkin, setelah mandi nanti Alex sudah ada tiba di rumah. Tapi hingga akhirnya aku selesai mandi setelah setengah jam, Alex tidak nampak batang hidungnya. Apa dia masih memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan di kantor? 

Jam kali ini sudah menunjukkan pukul delapan malam dan aku belum makan malam. Aku berniat menunggunya pulang dan makan bersamanya. Kurasa sikapku tadi siang memang pantas membuatnya marah. Mungkin jika aku mengganti rencana makan siang yang gagal tadi dengan makan malam bersama (meski bukan candlelight dinner), Alex akan memaafkanku.  

Tapi hingga jam dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam pun, Alex tidak kunjung pulang. Aku sudah menyuruh asisten rumah tangga untuk membereskan menu makan malam yang terhidang di meja sejak dua jam yang lalu tanpa aku sempat menyentuhnya. Aku sudah kehilangan nafsu makanku ketika orang yang kutunggu kepulangannya tak juga menampakkan diri. Nampaknya Alex berniat menghukumku dengan perasaan bersalah. Dan dia berhasil! 

I don't really like the situation that puts me in the corner. Seharusnya siang tadi aku menerima ajakannya untuk lunch tanpa banyak bertanya. Aku masih ingat benar betapa terlukanya Alex ketika aku melontarkan kata-kata kejam. 

Ayolah Lex, kamu betah membiarkanku menunggu di rumah dan tenggelam dalam perasaan bersalah? 

Dan bahkan lelaki itu tak mengirimiku satu pun pesan singkat atau meneleponku. Aku sudah mencoba mengirimkan satu pesan singkat padanya dan tidak ada balasan. Aku juga sudah mencoba meneleponnya satu kali namun mailbox yang menjawab. 

Ah... tanpa sadar mataku mulai terasa berat karena terlalu lama menunggu. Mungkin malam ini dia tidak pulang. yang pasti, besok aku harus meminta maaf padanya. 

###

Continue Reading

You'll Also Like

410K 23.2K 42
The story continues to unfold, with secrets unraveling and new dangers lurking in the shadows. The Chauhan family must stay united and face the chall...
788K 40K 35
1ST BOOK OF BRIDE SERIES✨✨ Don't do this, leave my parents, don't ruin my life, I will die. She was begging infront of him joining her both hands. Th...
289K 19.4K 20
"YOU ARE MINE TO KEEP OR TO KILL" ~~~ Kiaan and Izna are like completely two different poles. They both belong to two different RIVAL FAMILIES. It's...
335K 4.6K 32
Rajveer is not in love with Prachi and wants to take revenge from her . He knows she is a virgin and is very peculiar that nobody touches her. Prachi...