Sepertinya, Cinta (UPDATE SUN...

By PriciliaChang

2.2M 55K 3.8K

Adhyaksa Prasaja Hagam - 30, ISTJ.Ivy Leaguers, Pewaris takhta Hagam Group, Bachelor of The Year Cosmo Indone... More

Tentang Sepertinya, Cinta
1. Sepertinya, Hari Ini Aku (Tidak) Beruntung
2. Sepertinya, Kamu Terlihat (Tidak) Asing
3. Sepertinya, Kita (Tidak) Seharusnya Bertemu
4. Sepertinya, Aku dan Kamu (Tidak) Harus Sampai di Sini
5. Sepertinya, Kini Tidak Ada yang (Tidak) Mungkin
6. Sepertinya, Kita (Tidak) Bisa Bertemu Lagi
8. Sepertinya, Ini Bukan Waktu yang (Tidak) Tepat
9. Sepertinya, Aku (Tidak) Bersama Orang yang Salah
10. Sepertinya, Masa Lalu (Tidak) Bisa Diingkari
11. Sepertinya, Ada Sesuatu yang (Tidak) Aku Ketahui Tentangmu
12. Sepertinya, (Tidak) Ada Kali Kedua Untuk Kita
13. Sepertinya, Aku (Tidak) Mungkin Melepaskanmu
14. Sepertinya, (Tidak) Ada Kata Terlambat untuk Memulai

7. Sepertinya, Kamu Selalu Berada di Tempat yang (Tidak) Salah

28.2K 3.3K 102
By PriciliaChang

7. Sepertinya, Kamu Selalu Berada di Tempat yang (Tidak) Salah

____________________________

Runaya Khandra Wimala
iMessage
3 Jun, 03:30

Hi, are you busy? Can you answer my call for a moment? It's really important. Thanks

____________________________

Kening Aksa berkerut, pikirannya seketika tertuju pada perempuan yang mengirim pesan itu padanya. Tadinya Aksa hendak mematikan iPhone nya karena getarannya yang menggangu, tetapi begitu dia melihat nama Runaya terpampang di layarnya, niat itu mendadak lenyap.

Nama Runaya akhir-akhir ini sering sekali muncul di kepalanya, dan sejujurnya, Aksa tidak tahu harus merasa bagaimana mengenai hal itu.

Meeting yang sedang berjalan sebenarnya merupakan urusan yang membutuhkan seluruh perhatiannya. Tetapi panggilan masuk dari perempuan itu tidak lama kemudian membuatnya menginterupsi penjelasan yang sedang dilakukan oleh pihak partner mereka.

"Sorry, I need to take this call. Let's continue in five," tuturnya menunda meeting. Aksa lantas bergegas menekan tombol hijau dan berjalan menuju pintu sebelum lima menit yang dia pinta berakhir.

"Aksa speaking," jawabnya setelah panggilan tersambung.

"Halo, Aksa? Ini Runaya. Maaf, saya ganggu kamu. Saya kehilangan cincin, semalem kan saya pakai, trus kayaknya cincin itu ketinggalan di jas kamu yang kemarin. Saya juga nggak yakin sih, tapi bisa coba kamu cariin nggak? Soalnya saya udah cari di apartemen saya di mana-mana dan nggak ada. Tolong ya? Eh, sorry, kamu sekarang lagi di mana?" Balas Runaya tanpa jeda nafas, dan dia seketika mencerna makna penting yang dimaksud perempuan itu.

Aksa lantas teringat pada cincin berkilau di tangan kiri Runaya yang kemarin sempat dia perhatikan karena tidak biasanya perempuan itu memakai sesuatu yang mencolok. Dari dalam ruang meeting, Dimas menatapnya dengan alis terangkat yang menuntut jawaban. "Is it diamond, your ring?" Tanyanya sembari melengos pada Dimas.

"Emh... iya, it's... white gold, and diamond." balas Runaya bernada suram, dan dia jadi tertular kekhawatiran perempuan itu.

"Hmm... sekarang saya lagi di luar, mungkin..." Aksa mengangkat lengan kiri untuk mengecek jam. "Satu jam lagi baru saya bisa bantu kamu. Is that okay?"

"Iya, nggak apa, thank you, thank you. Eh, eh, apa kamu lagi di city?" Tanya perempuan itu memburu.

"Iya, saya... di.. Pitt Street, center. Kenapa?"

"Saya ke sana ya? I mean... sorry, I just," Runaya mendesah. Perempuan itu terdengar begitu bingung dan putus asa di saat yang bersamaan, Aksa seakan merasakan hal yang sama.

"Meeting saya di gedung JP. Morgan," balasnya mengerti maksud perempuan itu. "If you don't mind wandering around, kita bi-"

"Saya tunggu boleh?"

"I'll message you when I'm done okay?" Balas Aksa sebelum mengakhiri panggilan mereka.

Dia lantas segera kembali memasuki ruangan meeting karena semua orang di sana sedang menunggunya. Pembicara yang tadi pun bahkan masih setia berdiri di tempatnya. Aksa jadi sungkan menyaksikan pemandangan tersebut.

"Udah?" tanya Dimas menyindir.

"Hm," balas Aksa singkat. Dia ingin segera pergi dari tempat itu. "Sorry for the interruption, please continue."


"Thank you all for coming today, have a great weekend."

Aksa bangkit berdiri dan menyalami speaker terakhir yang menutup meeting mereka.

Langit yang tadinya berkilau akan sinar matahari telah berubah menjadi begitu abu-abu begitu pertemuan bisnis mereka selesai. Aksa melihat ke arah jalanan di bawah gedung JP Morgan yang dipadati oleh orang-orang yang sedang menikmati hari Sabtu mereka.

Mencoba untuk mengingat kapan terakhir kalinya dia menjadi salah satu dari mereka, Aksa tersenyum kecut kala dia menyadari bahwa sudah lama sekali sejak jadwalnya bisa sebebas itu. Segera setelah menutup laptop yang dia gunakan, Aksa bangkit dari kursinya.

"Buru-buru amat, Sa?" Tanya Dimas dengan nada ingin tahu. Aksa baru sadar bahwa sepupunya itu rupanya seseorang yang sangat awas dengan keadaan sekitarnya. Tidak heran jika dia cakap dalam pekerjaannya. "Lo ada janji?"

Aksa hanya mengangguk. Dia lantas mengecek pesan masuk di iPhone nya. Tidak ada balasan lagi dari Runaya setelah setengah jam yang lalu dia menyarankan pada perempuan itu untuk berjalan-jalan di sekitar Pitt Street shopping district sementara dia menyelesaikan urusannya.

Membuat orang menunggu bukanlah hal yang biasa seorang Aksa lakukan, apalagi membuat seorang perempuan yang menunggu dirinya. Hal itu seperti menyalahi kodrat saja baginya. Tanpa membuang waktu lagi, Aksa bergegas mengetikkan pesan untuk Runaya sembari berjalan keluar dari ruangan.

"Ngapain turun di sini, mobilnya kan di basement?" Celetukan Dimas mengagetkannya. Begitu fokusnya Aksa, dia tidak sadar bahwa Dimas sejak tadi mengikutinya.

"Lo... ngapain di sini?" Tanyanya cemas karena baru saja Runaya mengabarkan bahwa dia tengah menuju ke lobby gedung perkantoran itu.

"Ya ngikut lo lah, ngapain lagi? Tadi kan gue nebeng lo ke sininya," jawab Dimas bingung dengan kening mengerut. "Lo ini lagi sakit apa gimana sih kok jadi linglung begini? Nggak jadi balik nih, kita mau ke mana?"

"Ah, lo pulang sendiri deh, Dim." Aksa mendorong Dimas untuk segera menjauh dari dirinya dan otomatis perbuatannya itu menghasilkan sebuah tatapan penuh kecurigaan dari Dimas berikut pertanyaan menyelidiknya.

"Ini kenapa lo jadi ngusir gue? Ada apaan sih, Sa? Lo sketchy banget tau nggak. Pasti ada yang lo sembunyiin dari gue kan, mending lo ngaku deh daripada gu-"

Yang Aksa takutkan terjadi. Matanya melebar kala dia menyaksikan bagaimana Runaya dari arah pintu masuk berjalan hendak mendatanginya.

Dalam hati Aksa merapalkan doa agar Dimas tidak tanggap dengan kehadiran perempuan itu tetapi tatapan aware Dimas kepadanya melindas skenario penghindaran yang sedang dia susun di otaknya.

Lobby gedung perkantoran itu memang sangat luas, dan yang sedang berada di sana bukan hanya mereka saja, tetapi Aksa tidak bisa lari dari kecurigaan Dimas. Apalagi, setelah Runaya kemudian melemparkan senyum padanya.

"Siapa, Sa?" Ungkap Dimas memperkeruh kepanikannya. Bagaimana dia bisa menjelaskan siapa Runaya pada sepupunya itu? Tidak ada yang boleh mengetahui sejarah mereka, dan hal itu absolut sifatnya.

Untungnya Runaya tidak memperburuk keadaan dengan menghampirinya. Perempuan itu sadar bahwa dia tidak sedang sendiri, sehingga dia menunggu pada jarak yang agak jauh dari mereka meski sudah jelas bahwa perempuan itu tengah menunggunya.

Segera saja Aksa mengambil kesempatan itu sebelum situasi mereka berubah. Tanpa menjelaskan apapun pada Dimas yang masih terheran-heran, dia menghampiri Runaya.

"Sorry I made you wait," sapanya pada perempuan itu yang kemudian dibalas dengan gelengan kepala dan senyuman kecil. "Kita pergi sekarang?"

"Ah, itu..." Runaya mengarahkan matanya pada Dimas yang sedang mencermati mereka dengan gaya yang sangat mencolok. Sepupunya itu norak sekali, Aksa jadi malu karenanya. "Kalau kamu masih ada urusan, it's fine, saya bisa nunggu."

"Oh, nggak kok. I'm done for the day."

"Tapi, itu..."

"Biarin aja nggak penting," tuturnya seraya mengarahkan Runaya agar mengikutinya menuju ke lift dengan lengan melingkar di pundak perempuan itu. Dia tahu bahwa Runaya terkejut dengan tindakannya itu, tetapi dia tidak bisa membiarkan Dimas mendapat kesempatan untuk mempraktekan skill interogasinya. "Mobil saya di basement, kita pergi sekarang?"

"Oh, okay..." Runaya mengangguk canggung, dan dia lantas memasang senyum tidak berdosa karena tidak mungkin dia tiba-tiba mengubah posisi tangannya di saat Dimas masih memperhatikan mereka. Hal itu hanya akan semakin membuat sepupunya itu curiga dan mempertanyakan nature hubungannya dengan Runaya.

Dahi Aksa jadi berkeringat gugup memikirkan bagaimana Runaya yang tidak mengerti apapun mengenai dunianya ini bisa dengan mudahnya terseret dalam permasalahannya. Dia lantas merapatkan tubuhnya agar wajah Runaya tidak terus terekspos.


[ SEPERTINYA, CINTA ]

Naya bersumpah dia bisa mendengar detak jantungnya berdegup tidak karuan di telinganya karena tadi di lift dia berdiri begitu dekat dengan Aksa hingga dia bisa mencium bau parfum pria itu. Padahal dia tahu bahwa Aksa dengan wajah datarnya tidak memiliki maksud apapun, tetapi tetap saja, imajinasinya bermain tanpa aturan.

"Kamu ke sini dari rumah?" Celetuk Aksa sementara pria itu memasang sabuk pengamannya.

"Oh, i, iya, kenapa?"

Aksa menggelengkan kepala dan tersenyum menepis, dan dia yang tadi merasa ganjil karena pria itu mendadak mengunci ruang geraknya sedangkan lift yang mereka masuki kosong jadi mengerti.

Sebelum keluar dari apartemennya tadi, Naya tidak sempat mengecek ulang manifestasinya di kaca karena pikirannya terlalu kalut. Bermodalkan sweater H&M yang entah dia miliki sejak kapan, dan legging yang bahkan tidak dia ingat dijual di mana, lagi-lagi dia tampak seperti seorang anak kemarin sore yang tersasar di sebelah Aksa yang berjas lengkap berikut designer briefcase nya. Tidak heran jika pria itu merasa harus menutupi dirinya.

Setelah Aksa memarkirkan mobilnya di secured basement parking salah satu gedung apartemen yang terletak di Liverpool Street, pria itu berjalan terlebih dahulu menuju ke lift yang membawa mereka ke dalam unit apartemennya.

Naya yang melihat adanya peluang di mana dirinya sedang tidak berada dalam jarak pandang Aksa segera menggunakan kesempatan itu untuk memperbaiki penampilannya. Lipsmacker Chupa Cups Strawberry and Cream sudah pasti tidak akan bisa membantu, tetapi Naya merasa perlu menggunakannya demi sejumput rasa percaya diri. Dia tidak tahu orang hebat macam apa lagi yang akan dia temui di apartemen Aksa, dan dia tidak mau membuat pria itu malu untuk yang kedua kalinya hari ini.

"Kamu ingat masukkin cincin itu di kantong yang mana?" tanya Aksa setelah lift berhenti di lantai paling atas gedung itu.

"Seinget saya sih di bagian dalamnya. Eh, tapi..." Dia meletakkan telapak tangan di dahinya. "Bener ada kantong di dalamnya kan ya? Kayaknya di samping kanan ada deh, iya nggak sih? Aduh..."

Sesaat kemudian Aksa mempersilahkannya masuk ke dalam unit apartemennya. "Come in."

Naya tidak pernah menyangka bahwa dia bisa bertemu dengan pemilik penthouse dari gedung yang selalu dia lewati dalam perjalanannya menuju ke klinik General Practicioner yang terletak beberapa meter dari lokasi gedung itu.

"Pakai aja sepatunya kalau kamu lebih comfortable with it, I don't mind," tutur pria itu kala dia hendak membungkukkan badan untuk melepaskan sepatunya.

"Oh, nggak lah, aku lepas aja nggak apa kok," sahutnya  sungkan. Naya ingat setiap kali dia berjalan di depan gedung itu dia selalu menerka-nerka orang seperti apa yang bisa tinggal di tempat sestrategis itu. Hyde Park di Sydney CBD sama dengan Central Park di New York, harga sewa di tempat itu bisa mencapai ribuan, bahkan belasan ribu dolar Australia per minggunya.

"Kamu... tinggal sendiri?" Tanya Naya dengan suara pelan. Dia khawatir akan adanya orang lain yang akan membuatnya merasa canggung seperti tadi. Tetapi ketika dia menengok ke kiri dan ke kanan, tidak ada tanda-tanda kehidupan lain di tempat itu.

Aksa mengangguk. "Make yourself at home, saya cari dulu ya jasnya. Seharusnya sih masih ada di laundry, cleaning staff don't come on weekends." Pria itu lantas menunjuk dining area yang terletak di dekat ruang tamunya. "Ada minuman di kulkas kalau kamu haus, atau... kalau mau ambil makanan please go ahead, tapi saya nggak tau ada apa aja di sana."

Naya menjawab dengan senyumanannya. Dia kemudian pergi menuju ke area yang ditunjukkan oleh Aksa sementara pria itu menghilang di balik pintu kamar yang sekiranya adalah kamarnya.

Unit apartemen milik Aksa begitu mewah. Mulai dari furnitur ruang tamu hingga kabinet yang tersusun rapi di sekitarnya, serta kitchen counter yang ditata sedemikian rupa sehingga dirinya merasa seakan-akan sedang berada di salah satu set design untuk majalah Martha Stewart Living.

Mata Naya berbinar-binar menilik keindahan perabotan yang terdapat di setiap ruangan apartemen itu. Bahkan rak buku yang berdiri di ruang tamu pun memiliki ukiran khas jaman Reinnasance yang lebih berwujud layaknya koleksi antik daripada lemari fungsional. Tidak pernah dirinya berada di tempat yang begitu sarat akan prestige.

Sejenak Naya bermimpi akan kehidupan yang mengijinkannya dikelilingi oleh kemewahan seperti itu.

"Is this it?" Celetuk Aksa sontak membuat Naya menolehkan kepalanya, dan pada telapak tangan pria itu, dia menemukan apa yang dia cari.

Sebuah cincin berlian yang sudah mengirim Naya menuju gerbang insanity nya kini kembali berada dalam genggamannya. Urat-urat jantungnya yang terjebak pada kondisi tegang seketika melemas beserta dengan hilangnya perasaan bersalah yang muncul akibat keteledorannya.

"Oh My God, thank you, thank you, thank you!" Seru Naya teramat ceria. Matanya terasa pedas oleh air mata yang tidak sengaja dia teteskan karena kelegaan yang dia rasakan. Hidupnya hari ini seakan terhenti pada momen di mana dia menyadari bahwa cincin itu telah lenyap.

"Emh... Runaya... bukan kehabisan nafas seperti ini yang saya prefer."

Celetukan berbisik Aksa di telinga kanannya kemudian memudarkan euforianya, dan dia meringis gugup menyadari lengannya tengah melingkar erat pada leher pria itu.


Disclaimer:
Apartemen nya Aksa di seberangnya Hyde Park, kalo di U.S ibaratnya tuh tempatnya overlooking Central Park. Kalo dibilang yg paling mahal, of course not, kan apartemen gimana pun juga gak akan segede rumah tanah ya. But it is a landmark. Tempatnya ikonik! Nggak semua org kaya bisa punya tempat macem ini, krn ownership tempat-tempat kayak gini tuh eksklusif, dan cuman dijual ke dan lewat orang-orang tertentu aja. Ya nggak sampe yang gimana kok. Harga terakhirnya skitar 150M aja gitu. Iya gue sengaja jelasin ini biar kalian dapet feelnya kalo Aksa tuh bukan orang kaya (wattpad) pada umumnya.

A/N: Kalo lo new reader, komen dong, makasih banget udah mampir. Masa iya sih lo ga penasaran next episode gimana. Buat yang ngedrop cerita ini krn lo pikir this is predictable, gue kasih tau nih ya. Gue tuh ngabisin banyak waktu buat mikir gimana caranya ngejebak para readers lol, makanya nulis ga kelar-kelar dah, semedi 10 thn. Janji garansi lo pasti ga akan bisa berhenti baca.

Plizzzzzz follow Naya-dalam-hati di instagram. Gue sering update hal hal (gak) PENTING yang bisa kasih lo visual Naya dan kehidupannya wkwkwkwkwk.

Continue Reading

You'll Also Like

6.1K 1.1K 12
Hidup Bonnie tak lepas dari ramalan zodiak dan tarot. Bonnie menjadikan keduanya sebagai pedoman untuk mengintip masa depan, menghindari nasib buruk...
3.5K 767 10
Yayan Tanuwijaya yakin selama ini semua perempuan dengan mudah naksir padanya. Satu ketika, Yayan bertemu dengan Fralita Angkasa yang terang-terangan...
652K 118K 51
Mereka bagai bintang yang terang. Gemerlap dan menyilaukan. Namanya di elu-elukan sedemikian besar, popularitasnya meledak hingga sampai pada tahap d...
427K 39.2K 96
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...