B[L]ACKSTREET

By marsh-melo

10.4K 1.4K 988

Dua orang introvert yang saling jatuh cinta, tentu mereka hanya ingin dunia dimiliki berdua saja. Hanya salin... More

Pengantar
Prolog : Dari Oh Seungmi
01 - Di Halaman Depan Rumahku
02 - Unbelievable First Kiss
03 - Melodi Adalah Untaian Rasa
05 - Vitamin
06 - Awal Baru
07 - Chamber of Secret
08 - Partner
09 - No Date, No Life?
10 - Senior Jung
Intermezzo : Meet her, Oh Seungmi!
11 - Bukan Hal Baru
12 - Pertengkaran Kecil
13 - Gadis Kanvas
14 - Gloomy Saturday
15 - Distance
16 - Heard It Through The Grapevine *)
17 - Retakan (1)
18 - Retakan (2)
19 - Drunken Night
20 - Persinggahan
21 - Wrong Desicion
22 - Kunjungan
23 - Dangerous
24 - Pameran
25 - Picasso
26 - Penafsiran
27 - Operasi Perangkap
28 - Weird Confession (1)
29 - Weird Confession (2)
30 - A Flashback : An Unsolved Feeling
Intermezzo #2 : Which Couple?
31 - Menghindar Bukanlah Solusi
32 - Meledak
33 - Titik Terang dan Titik Buta
34 - Maaf, Aku Menyesal
35 - Tiga Permintaan
36 - Bagian Tersulit
37 - Penyembuh Luka
38 - Hold My Hand
39 - Backstreet, No More! (1)
40 - Backstreet, No More! (2) [END]
Bonus - Junk Food Meeting
Epilog : Dari Oh Seunghee
#BTS (Behind The Story) of B[L]ACKSTREET

04 - Bimbang

269 40 56
By marsh-melo

Seungmi berusaha membuka matanya yang masih terasa berat. Cahaya matahari yang menelusup celah-celah kaca jendela memaksanya untuk terbangun. Sebenarnya ia sangat malas. Namun perutnya juga sudah lapar, mau tak mau ia harus bangkit dari ranjangnya.

"Astaga, jam sembilan?!" matanya seketika membelalak melihat jam digital di meja. Ia menoleh pada ranjang di sebrangnya yang sudah rapih tanpa penghuni.

Seunghee dimana? Biasanya aku lebih cepat bangun daripada dia.

Malas-malasan, gadis itu bangkit dari ranjangnya dan meraih sebuah handuk kecil. Tentu saja bukan untuk mandi. Ia hanya berminat untuk mencuci wajahnya agar tidak begitu kumal saat bertemu orang tuanya di meja makan. Hanya butuh lima menit untuk menyegarkan wajah dan menyikat gigi di kamar mandi. Ia bahkan tidak berniat mengganti piyama bermotif Teddy Bear yang sedang ia pakai.

Baru saja ia menggenggam gagang pintu kamarnya saat terdengar suara familiar lelaki di balik pintu.

"Apa Seungmi masih tidur, Tante?"

Matanya membelalak seketika. Itu suara Lee Minhyuk.

ASTAGA!! Sedang apa dia disini??

"Coba lihat ke kamarnya, Minhyuk! Kalau bisa, tolong bangunkan dia, sudah terlalu siang untuk sarapan. Aduh, memalukan sekali anak gadisku-" terdengar suara sang Ibu menyahut Minhyuk.

Gadis itu semakin meringis panik. "Ah, bagaimana ini.."

Tanpa pikir panjang lagi, ia segera kembali ke ranjangnya dan bersembunyi di balik selimut - berpura-pura tidur. Beberapa saat kemudian ia menyesal karena pintu kamar tidak terkunci. Terdengar suara pintunya yang terkuak begitu mudah. Seungmi dapat mendengar langkah lelaki itu mendekat ke arahnya.

"Seungmi," suara lelaki itu semakin jelas terdengar. "Kau masih tidur?"

Kini lelaki itu bahkan duduk di samping ranjangnya. Gadis itu memejamkan matanya dibalik selimut.

Krubuk..

Aktingnya sia-sia begitu saja ketika perutnya yang tidak bisa berkompromi itu bersuara keroncongan. Ia bahkan dapat mendengar Minhyuk tertawa kecil karenanya.

Sial, aku tidak bisa menahan rasa lapar.

Ia pasrah saat lelaki itu menguak selimutnya dan mengguncangkan bahunya pelan. "Seungmi, ayo bangun. Kau sudah lapar kan? Ayo, kita sarapan! Aku sudah membuat jus melon untukmu."

Setidaknya gadis itu harus tetap melanjutkan akting-nya dengan berpura-pura terbangun dari tidur. Perlahan ia membuka matanya dan mendapati wajah Minhyuk sudah ada di hadapannya. Ia bangkit dari tempat tidurnya.

Lelaki itu menatap Seungmi keheranan. "Astaga, kau berkeringat? Kenapa rambutmu basah-"

Matanya beralih pada handuk yang masih ada di tangan Seungmi. Lelaki itu kembali tersenyum geli.

"Kau cuci muka sambil tidur ya?"

Seungmi tertunduk pasrah. Ia tak tahu lagi harus menaruh mukanya dimana sekarang.

***

Seungmi menyabuni satu persatu piring bekas sarapan dengan murung. Mood-nya benar-benar tidak bagus pagi ini. Padahal ini bukan kali pertama Lee Minhyuk ikut sarapan bersama keluarganya. Tapi ini adalah kali pertama ia bertemu lagi dengannya - sejak peristiwa ciuman pertamanya seminggu yang lalu.

...

Minhyuk melepaskan tautan bibirnya dari Seungmi. Perlahan ia melepaskan tangannya dari wajah Seungmi dan mengambil sedikit jarak. Keduanya membisu sambil menelusuri pikiran masing-masing.

Mereka sama-sama sulit berpikir jernih sekarang. Rasanya wajah mereka akan segera meledak saking panasnya.

"Oh Seungmi.."

"Oppa-"

Keduanya urung berbicara dan kembali canggung. Gadis itu bahkan tidak berani menatap wajah Minhyuk.

"Aku.. pulang dulu, Oppa."

Gadis itu melepaskan jaket sport Minhyuk dan berdiri dari tempat duduknya, namun Minhyuk menahan tangannya. Lelaki itu ikut berdiri, mengambil jaket sport itu dan memakaikannya kembali pada Seungmi.

"Pakailah. Udaranya sangat dingin."

"Tidak perlu-"

"Kau bisa mengembalikannya nanti, mungkin setelah memiliki jawaban untukku."

Wajah Seungmi semakin tertunduk saat lelaki itu merapatkan jaket itu ke tubuhnya. Lee Minhyuk tidak akan membiarkan Seungmi keluar sendirian selarut ini - ia menggenggam lengan Seungmi untuk mengantarkannya sampai ke gerbang rumah. Rupanya yang lain sudah pulang duluan.

"Tidur yang nyenyak, ya." Minhyuk melempar senyum canggung sebelum meninggalkan Seungmi yang berdiri membisu di depan gerbang rumahnya. Gadis itu tidak pernah membayangkan dirinya akan secanggung ini di depan seorang Lee Minhyuk.

Lagi, apakah setiap ungkapan perasaan harus diberi jawaban? Ia sendiri tidak tahu harus menjawab apa sekarang.

...

"Sini, aku bantu."

Sebuah suara berat mengusik lamunannya. Minhyuk sudah berdiri di sampingnya, tengah mengenakan sarung tangan merah muda yang tergeletak di pinggir bak cuci piring.

Gadis itu menyatukan alisnya. "Tidak perlu," ia mencegah tangan Minhyuk menyentuh piring-piring bersabun. "Kau bersama Ayah dan Ibu saja di depan. Aku saja-"

Minhyuk menggenggam lengan Seungmi. Wajahnya mendadak serius. "Kau menghindariku, kan?"

Gadis itu tidak menjawab, hanya mengalihkan pandangannya salah tingkah. Menghindari seorang tetangga ramah seperti Minhyuk memang bukan hal yang mudah.

"Apa kau merasa terbebani dengan pengakuanku?"

Lagi-lagi gadis itu tidak menjawab.

"Maafkan aku," lanjut Minhyuk. "Aku terbawa suasana malam itu. Jadi aku tidak bisa menahan diri."

Seungmi menelan salivanya dalam-dalam. Seberapa lama lelaki ini telah menyimpan perasaan itu padanya? Ia tidak pernah tahu. Lelaki ini terlihat akrab pada siapapun. Selama ini ia menganggap perhatian Minhyuk padanya seperti seorang kakak pada adik.

"Ini.. sedikit tidak mudah bagiku, Oppa. Jadi, bisakah kau.."

Minhyuk tersenyum. Tangannya mengusap kepala Seungmi dengan lembut. "Ya, jangan terburu-buru. Kembalikan jaketku.. ketika kau benar-benar siap."

Lelaki itu melepas lengan Seungmi, memakai sarung tangan dan bersiap membantu Seungmi mencuci piring.
Gadis itu merutuki dirinya dalam hati. Ia sendiri tidak yakin dengan apa yang baru saja ia katakan. Tidak semua orang bisa menunggu dengan sabar. Sesuatu apa yang membelenggu kepalanya hingga ia masih begitu ragu menerima seorang lelaki yang nyaris sempurna seperti Lee Minhyuk?

Atau justru, lelaki yang terlalu sempurna adalah sebuah hambatan?

***

Hari demi hari berlalu. Seungmi melupakan sejenak permasalahan asmaranya dan akan mulai sibuk dengan les persiapan CSAT untuk beberapa bulan ke depan. Minggu pertama lesnya ia 'rayakan' di sebuah restoran cepat saji bersama dua sahabatnya - yang merupakan sepasang kekasih - Namjoo dan Sungjae.

Kim Namjoo, gadis langsing yang sedikit rakus itu memesan satu kotak pizza ukuran sedang, dua bungkus kentang goreng dan tiga gelas coke untuk camilan mereka malam itu.

"Kapan kau akan diet, Joo?" ketus Sungjae pada pacarnya dengan alis tebalnya yang menyatu. Lelaki itu selalu menggerutu jika mereka datang ke restoran junk food. Gadisnya pasti menggila.

"Besok." Namjoo menjawab asal sambil menarik sepotong pizza dengan tidak sabar. Seungmi ikut menarik sepotong dengan antusias. Tomorrow never come.

"Kau juga, Seung. Kapan kau punya pacar? Agar kalian tidak perlu berkeliaran di restoran junk food bersama Namjoo seperti ini lagi!"

Seungmi berdecak. "Asal kau tau saja Yook, aku akan mencari pacar yang bersedia diajak makan ke tempat seperti ini, tidak cerewet sepertimu." Gadis itu menimpalinya dengan mulut penuh.

Namjoo mengacungkan jempolnya pada Seungmi dan mengajak ber-hi five, membuat lelaki bermata runcing itu semakin mengeritingkan bibirnya kesal. Dua gadis ini memang keras kepala.

Seungmi sudah berteman dengan sepasang dumb and dumber ini sejak kelas satu SMA. Mereka sama-sama menunda ujiannya setelah kelulusan SMA dan akan mengikuti ujian CSAT akhir tahun ini bersama-sama. Bahkan Seungmi dan Namjoo berencana mendaftarkan diri ke jurusan dan universitas yang sama.

"Tapi.. kenapa kau tiba-tiba mengajak kami kesini sehabis les?" Namjoo mengerutkan dahinya keheranan. "Biasanya sehabis les kau ingin segera pulang."

Seungmi berhenti mengunyah pizza di mulutnya, menatap satu persatu temannya dengan datar. Sungjae dengan mata runcingnya seolah menganalisis ekspresi Seungmi lekat-lekat.

"Ini karena lelaki, kan?" ujarmya tiba-tiba.

"Omo." Sahut Namjoo.

Gadis itu menelan pizzanya bulat-bulat. Segera ia menenggak coke-nya untuk mendorong makanan yang tersangkut di kerongkongan.

"Bukan seperti itu." Seungmi masih menyangkal meski sudah tertangkap salah tingkah. Namun kedua temannya tidak menyerah.

"Siapa dia?" selidik Sungjae.

"Apa mungkin.. Hyunsik Sunbae-"

"Bukan! Sunbae menyukai gadis lain!" Seungmi memotong ucapan Namjoo.

Ketiganya berpandangan kikuk. Seungmi baru saja mengatakan hal yang benar-benar ingin ia rahasiakan itu di depan dua temannya. Gadis itu menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Seungmi nyengir. "Hei, anggap.. saja aku tidak pernah mengatakan hal tadi, ya."

"Jadi siapa kalau bukan Hyunsik Sunbae?" Sungjae menyeringai.

Ingin sekali Seungmi menyumpal mulut Sungjae dengan kaleng coke saat itu juga, kalau saja Namjoo tidak ada disana.

"Shinwon? Dia kan monster junk food sepertimu." Celetuk Namjoo asal.

Seungmi menggelengkan kepalanya sambil mencomot kentang goreng. "Lelaki itu lebih mencintai hamburger daripada wanita, asal kau tahu saja."

Selanjutnya Sungjae dan Namjoo menyebutkan satu persatu teman lelaki Seungmi yang mereka kenal seperti tim detektif yang sedang meng-interogasi sang tersangka, namun lagi-lagi Seungmi menggelengkan kepalanya. Sebut saja satu-satu sampai habis.

"Mungkin.. siapa pelatih sepak bola tampan itu.. yang rumahnya di sebelah rumahmu?"

"Oh, Minhyuk hyung?"

"Nah, benar!"

Seungmi sontak tersedak saat menenggak coke-nya. Rasanya tiba-tiba kepalanya kaku dan tidak bisa menggelengkan kepala untuk menjawab 'tidak'.

"Ah benar. Dia orangnya." Sungjae dengan bangga menyatakan kesimpulannya setelah selesai melakukan 'investigasi'.

Gadis itu memang tidak pandai menjaga rahasia pribadi, termasuk menyembunyikan perasaannya. Seratus delapan puluh derajat berlainan dengan Oh Seunghee yang begitu pandai menyembunyikan apapun dengan ekspresi datarnya.

"Heol! Dia mengajakmu kencan? Lalu bagaimana? Kau menjawab iya, kan? Ayolah.." Namjoo memburu dengan tidak sabar.

Seungmi menatap Namjoo dengan sayu sambil menggelengkan kepalanya lemah.

Rahang Namjoo jatuh seketika. "Apa? belum? Sejak kapan?"

"Satu- tidak, hampir dua minggu yang lalu."

"Du-dua minggu? Selama itu? Heh!" Mulut Namjoo semakin menganga. "Bodoh, semua gadis di dunia ini juga ingin kencan dengan lelaki seperti dia!"

"Lalu kau juga mau, begitu?" sindir Sungjae pada Namjoo. "Ya sudah, sana. Kencani dia saja."

Gadis itu nyengir. Ia menjawil pipi kiri Sungjae. "Aish, tentu saja tidak, bodoh. Pertanyaan macam apa itu. Itu hanya sebuah ungkapan umum saja."

Seungmi memutar matanya malas. Di saat ia sedang bercerita, sempat-sempatnya ia melihat sepasang kekasih ini saling merajuk. Membuat iri saja.

"Oh Seungmi, pikirkan baik-baik. Asal kau tahu, kebanyakan lelaki tidak bisa menunggu jawaban terlalu lama." Sungjae kini berujar dengan nada serius.

"Itu benar, Seung." Sambung Namjoo. "Bukan apa-apa tapi.. Dia itu sangat tampan, sangat ramah, sangat baik melakukan apapun. Mendapatkan gadis yang menyukainya itu seperti menjentikkan kedua jari baginya.

"Kecuali jika gadis-gadis itu keras kepala sepertimu, Seung-Seung." Sela Sungjae. Namjoo menyikut lengan panjang Sungjae untuk menyuruhnya diam.

"Cobalah buka hatimu untuk orang lain, Seung. Daripada menunggu Hyunsik Sunbae yang tidak pasti, " usul Namjoo dengan 'bijak'.

Seungmi menghela napas panjang dan tersenyum kecut. Meski selalu ribut, sepasang dumb and dumber ini selalu menjadi tempat yang paling tepat untuk mendapatkan pencerahan.

***

Sudah sepuluh menit Seungmi mondar-mandir di depan gerbang rumah Minhyuk. Padahal sepanjang perjalanan pulang ia sudah membulatkan tekad untuk menemui tetangganya itu, namun tiba-tiba saja nyalinya kembali menciut sesampainya ia di depan gerbang rumah. Ia mengeluarkan ponsel dari saku jaket untuk meminta lelaki itu keluar, mungkin lebih nyaman jika bertemu di luar rumah.

Namun sial, ponselnya kehabisan baterai.

Seungmi menyerah. Ia membuang napasnya dengan kasar. Dipandanginya jendela kamar Minhyuk di lantai dua. Lampu kamarnya sudah dimatikan, mungkin dia sudah tidur.

Ia melangkah lunglai menuju rumahnya dengan perasaan yang masih menggantung dan tidak tuntas.

"Aku pulang," Seungmi menyapa Ibunya yang sedang menonton televisi itu dengan lesu.

"Seungmi sayang, darimana saja kamu nak?" Mary Kim bangkit dari tempat duduknya dan menghampirinya.

"Aku makan di luar dengan temanku, Bu."

"Astaga. Ibu menghubungimu dari tadi, tapi ponselmu tidak aktif."

"Ya, ponselku low bat. Ada apa, Bu?"

Mary mengenggam kedua tangan Seungmi. "Tadi Minhyuk datang untuk berpamitan. Dia ingin bertemu denganmu, tapi kau tidak kunjung pulang."

Mata sayu Seungmi seketika membelalak mendengar nama lelaki itu disebutkan. Berpamitan?

"Oppa.. pergi kemana, Bu?"

"Seoul. Katanya dia bergabung dengan sebuah klub sepak bola disana."

Rasanya lutut Seungmi lemas seketika.

***

Dia menitipkan ini untukmu.

Sebuah kotak besar berwarna merah muda kini ada di pangkuan Seungmi. Ditariknya pelan-pelan seutas pita merah tebal yang mengikat kotak. Hari ini bahkan bukan hari ulang tahunnya, tapi Lee Minhyuk memberinya sebuah kado yang cantik sebelum pergi ke Seoul.

Ternyata isinya adalah berbagai peralatan menggambar, lengkap dengan beberapa kanvas kosong dan cat lukis. Terdapat sebuah amplop di atasnya, sebuah surat.

...

Dear, Seungmi-ku.

Selama aku mengenalmu, aku belum pernah memberikan kado yang bagus untukmu, karena mungkin aku tidak begitu tahu tentang apa yang kau sukai. Namun sejak hari itu, saat kau menggambar sketsa wajahku di atap rumah, aku mulai melihat masa depanmu : kau akan menjadi pelukis yang hebat ketika kau sudah besar nanti.

Ini tidak banyak, juga tidak begitu mahal.. aku tak mengerti tentang merk alat lukis yang paling bagus untukmu, tapi semoga kau dapat menggunakannya dengan baik.

Ini sungguh berat, Seungmi. Aku akan sangat merindukanmu.

Tapi kita semua memiliki mimpi yang harus dikejar dengan cara keluar dari kamar kita yang nyaman dan pergi sejauh mungkin untuk menggapainya.

Tentang malam itu.. maafkan aku. Aku tidak tahu ternyata itu akan menjadi beban untukmu. Aku bahkan memaksamu memberikan jawaban dengan menahan jaketku padamu. Tapi aku mulai sadar, aku tidak bisa memaksakan perasaanku pada hatimu yang lembut itu.

Jadi, aku akan mulai belajar melepaskanmu. Aku tidak akan menunggumu untuk memberikan jaketku lagi. Simpan saja, atau buang saja jaket itu jika kau sudah muak, haha.

Eits, aku tidak akan pernah membencimu, sungguh. Kau tetap menjadi gadis paling manis untukku.

Akan sangat menyenangkan jika akhirnya kita bertemu lagi nanti, ketika kita sudah sukses dengan mimpi masing-masing. Mari bertemu kembali, mungkin saja nanti kau menyukaiku juga (haha, bercanda).

Baiklah, Seungmi. Tetaplah menjadi Seungmi yang paling membanggakan orang tua dan kakaknya, menjadi Seungmi yang selalu ceria, menjadi Seungmi yang tidak mudah menyerah, menjadi Seungmi yang selalu kurindukan senyum manisnya.

Berbahagialah, Seungmi-ku. Aku menyayangimu.

Dari Oppa yang Paling Kau Sayangi,
Lee Minhyuk.

...

Penyesalan memang selalu datang di akhir.

Rasanya seperti saat kau sedang kelaparan di sebuah di hutan, lalu mendapatkan sebuah ikan besar di sungai namun kau melepaskannya begitu saja ke lautan yang luas.

Lee Minhyuk, seorang lelaki paling tampan dan baik hati, satu-satunya lelaki yang menganggap Seungmi sebagai seorang gadis, kini pergi meninggalkannya juga.

Seungmi perlahan meneteskan air matanya. Semakin lama ia menatap surat itu, semakin menyakitkan. Rasanya ulu hatinya sedang digores pelan-pelan oleh sebuah silet. Ia baru menyadari begitu keras kepalanya selama ini. Butuh sebuah pukulan untuk menyadari perasaannya yang sesungguhnya.

-TBC-

Continue Reading

You'll Also Like

5.8K 257 26
Dua insan yang saling bermusuhan Tinggal satu kompleks perumahan Permusuhan bermula dari orang tua Sehingga anak-anaknya pun bermusuhan Siapa sangka...
526K 5.7K 88
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
39K 2.4K 58
Galen sudah membulatkan tekad untuk menjauhkan Ciara dari kehidupannya untuk sementara waktu. Ciara menyetujui keputusan Galen dan mereka berpisah, b...
1.3M 93.5K 46
Sequel cerita "D and A" Bisa dibaca terpisah *** Nathaniel Alvaro Smith, anak tunggal dari pasangan Davin dan Ara, lelaki yang telah mendaratkan hati...