Sepertinya, Cinta (UPDATE SUN...

By PriciliaChang

2.2M 55K 3.8K

Adhyaksa Prasaja Hagam - 30, ISTJ.Ivy Leaguers, Pewaris takhta Hagam Group, Bachelor of The Year Cosmo Indone... More

Tentang Sepertinya, Cinta
1. Sepertinya, Hari Ini Aku (Tidak) Beruntung
2. Sepertinya, Kamu Terlihat (Tidak) Asing
3. Sepertinya, Kita (Tidak) Seharusnya Bertemu
4. Sepertinya, Aku dan Kamu (Tidak) Harus Sampai di Sini
5. Sepertinya, Kini Tidak Ada yang (Tidak) Mungkin
7. Sepertinya, Kamu Selalu Berada di Tempat yang (Tidak) Salah
8. Sepertinya, Ini Bukan Waktu yang (Tidak) Tepat
9. Sepertinya, Aku (Tidak) Bersama Orang yang Salah
10. Sepertinya, Masa Lalu (Tidak) Bisa Diingkari
11. Sepertinya, Ada Sesuatu yang (Tidak) Aku Ketahui Tentangmu
12. Sepertinya, (Tidak) Ada Kali Kedua Untuk Kita
13. Sepertinya, Aku (Tidak) Mungkin Melepaskanmu
14. Sepertinya, (Tidak) Ada Kata Terlambat untuk Memulai

6. Sepertinya, Kita (Tidak) Bisa Bertemu Lagi

32K 3.2K 106
By PriciliaChang

6. Sepertinya, Kita (Tidak) Bisa Bertemu Lagi


Rasa kantuk yang seharusnya menyergap Aksa tidak menampakkan diri sama sekali. Dia tetap terjaga meski bulan perlahan-lahan lenyap dari langit kota Sydney.

Dibukanya pintu balkon yang menghadap langsung ke arah Hyde Park, taman terbesar di Central Business District kota ini, sembari menyesap kopi yang baru saja dia seduh dari Nespresso nya.

____________________________

Nina
iMessage
3 Jun, 01:06 AM

Sa, please, don't act like I'm a stranger to you. Aku tau aku salah, tapi kamu liat aku kembali kan? Jelas aku nggak bakal ngelakuin kesalahan yang sama dua kali, aku nggak sebodoh itu. Kasih aku kesempatan buktiin.

____________________________

Aksa baru saja membaca deretan pesan dari Nina yang sudah beberapa jam bercokol di unread messages nya dan karena itu dia sangat membutuhkan udara segar.

Dari kejauhan Aksa melihat para pekerja cafe yang berada di bawah apartemennya memulai rutinitas mereka, dan kendaraan bermotor kian lama kian memadati jalanan Elizabeth Street yang terbentang di depannya.

Malamnya terasa begitu singkat, Aksa tidak yakin dia siap menghadapi hari yang baru.

Perasaan tidak enak menaungi hati Aksa ketika dia menginjakkan kaki di lobby hotel Sheraton Grand Sydney Hyde Park. Aksa tidak mengerti mengapa firasat buruk menghantuinya hingga dia melihat Nina duduk di meja yang ditunjukkan oleh waiter restauran The Gallery di mana seharusnya Dimas yang sedang menunggu nya di sana.

"Morning," sapa perempuan itu riang seakan mereka berada dalam keadaan saling berbicara satu sama lain.

Aksa tersenyum miring. Walaupun dia enggan berurusan dengan perempuan yang pernah menyandang status sebagai kekasih tujuh tahun nya itu, rasa penasaran membuatnya menduduki salah satu kursi yang ada di meja persegi tersebut.

"Kamu kemanain Dimas?" Tanyanya setelah meminum black coffee yang disajikan waiter mereka.

"Apa nggak ada pertanyaan lain?" Nina mendecak, bibir cantiknya mengerucut tanpa basa-basi. "Kamu nggak pengen tau kabar aku gimana gitu?"

"Gimana kabar kamu?" Balas Aksa mengikuti permainan perempuan itu.

Nina mengembangkan senyum berharga kontrak ambassador brand produk kecantikan luar negeri nya. "Lagi nggak sabar buat memulai hidup sebagai istri kamu, sayang."
Perempuan itu kemudian mengambil salah satu pastry yang tersusun rapi di atas piring porselen kemudian mengolesinya dengan sedikit butter. "Jadi kita mau settle di mana? Aku bosen di Singapore, tapi aku nggak mau tinggal di sini ah... nggak ada apa-apanya. Kita di Tokyo aja gimana? You know I love flowers. We'll have our own Sakura garden, it'll be perfect."

Aksa tidak merespon Nina. Dia menyibukkan diri dengan makanan yang tersedia di atas mejanya. Kesabarannya untuk Dimas yang seharusnya dia temui menipis dengan cepat.

Beberapa menit berlalu, dan Aksa tetap tidak menghiraukan pandangan menuntut jawaban dari Nina. Dia hanya mengamati guratan kekesalan yang perlahan-lahan mencuat dari wajah mulus perempuan itu.

"Well? What do you say?" Celetuk Nina ketika perempuan itu meletakkan garpu dan pisau nya dengan tenaga yang sedikit terlalu banyak di atas serviette di samping piringnya.

Aksa sebenarnya berniat untuk tidak menganggap Nina hingga perempuan itu sadar dan berhenti dengan sendirinya, tetapi dia ingat bahwa Anggita Lanina Nasution sangat suka berada di dalam spotlight, dan tidak ada yang bisa menduga sejauh apa tingkah nya kali ini.

"My plan does not involve you," jawab Aksa dengan tatapan lurus ke kedua mata Nina.

Ini adalah kali kedua perkataan itu keluar di antara mereka. Tetapi jika dulu yang mengatakannya adalah perempuan itu, akhirnya kini dia mendapat kesempatan untuk melemparkannya kembali.

Saat Nina menghancurkan keinginannya untuk bangun dari tidurnya dulu, Aksa tidak pernah menyangka bahwa akan ada hari di mana situasi mereka bisa berubah terbalik. Hari ini adalah hari yang bahkan tidak pernah muncul dalam mimpinya.

Dengan gerakan yang pelan namun penuh dengan penekanan, Aksa memperhatikan bagaimana perempuan itu menjelaskan sakit hati yang baru saja dirasakannya.

"Ini bukan terakhir kalinya kamu lihat aku," bisik Nina di telinganya.

Kilatan tekad di mata Nina begitu jelas, Aksa tahu bahwa perempuan itu pasti akan membuktikan perkataannya.

"Seharusnya kamu udah tau, kalau aku bukan orang yang nyerah cuman karena kata-kata doang." Sebuah senyuman berkehendak lantas menghiasi wajah Nina. Perempuan itu lantas mengeraskan maksud dengan mendaratkan sebuah kecupan singkat di dahinya sebelum berjalan keluar meninggalkannya. "I'll miss you."

"Kayaknya Nina udah berubah," celetuk Dimas sesaat setelah pria itu mengambil alih tempat Nina tadi.

Aksa menyipitkan mata. Dari dulu Dimas memang tidak pernah bisa mengerti situasinya dengan Nina. Dia sebenarnya ingin memarahi sepupunya itu karena telah mengeluarkan suatu perkataan bodoh, tetapi hal itu agaknya percuma karena siapa juga yang akan mengetahui orang seperti apakah Nina sesungguhnya?

Jika ada orang yang mengenal bagaimana versi asli Nina, hanya dia lah orangnya.

Aksa tahu bahwa Nina yang dulu meninggalkannya demi sebuah karir dalam dunia kaca dan asap tidak akan mau undur diri tanpa argumen yang diakhiri dengan kemenangan seperti yang baru saja terjadi.

Aksa juga tahu bahwa meskipun Nina mungkin memang sudah berubah, perempuan itu tidak akan mau mengaku kalah tanpa sebuah perlawanan yang pantas.

Anggita Lanina Nasution bukanlah seseorang yang kalah, apalagi mengalah, dan itu sudah mendarah daging bagi perempuan itu.



***



"Sa, lo belom confirm flight minggu depan," tutur Dimas masih dengan mata terpaku pada iPhone nya. Mereka berdua sedang berada di ruang pertemuan gedung JP Morgan, perusahaan partner yang turut berperan dalam proyek ekspansi bisnis mereka kali ini.

Meeting yang dijadwalkan masih sepuluh menit lagi, dan itu berarti ada sepuluh menit di mana Dimas akan memulai sesi tanya jawab kelas infotainment nya. Aksa yang sudah tahu kebiasaan Dimas sejak tadi sudah menghindari momen senggang bersama dengan sepupunya itu tetapi agaknya usahanya itu tidak akan bisa bisa berlanjut. Dari sudut matanya dia bisa melihat Dimas tidak benar-benar sibuk, dan hanya menunggu waktu yang tepat untuk menyudutkannya.

"Hmm..." Dia menjawab seadanya.

"Lo jadi pulang apa nggak?"

"Hmm..." Lagi-lagi Aksa hanya menggumam pelan. Dia berharap Dimas berhenti melontarkan pertanyaan dan membiarkannya berpura-pura tidak paham lebih lama, tetapi sepupunya itu rupanya bertekad untuk mengusiknya.

"Sa, lo yakin nggak mau ngasi Nina kesempatan?" Tembak Dimas to the point, dan dia sontak menghela nafas panjang.

Dia tidak pernah suka membicarakan hubungan pribadinya dengan siapapun juga, termasuk pada Dimas, yang bisa dikatakan sebagai salah satu dari sedikit orang yang bisa mempengaruhi jalan pikirannya.

Bukan berarti Aksa memiliki problem dengan keterbukaan, hanya saja, dia adalah orang yang menghargai privasi, dan menurutnya, membicarakan hubungan sama saja dengan melanggar hak privasi kedua belah pihak.

"Kalau emang lo yakin, ya udah, I'm fine with it." Dimas mengangkat bahu. "I'm just asking, cause... nih, Nina nanyain Om sama Tante lagi di mana," lanjutnya seraya tertawa dan menggelengkan kepala. "Gila, who would've thought ya? After all this time..."

Alis Aksa terangkat. Dia merasakan mata kanannya berkedut karena perkataan Dimas barusan. Ternyata Nina yang sekarang jauh lebih membahayakan bagi dirinya dibanding Nina yang dahulu.

"Nggak lo jawab kan?" Tanya Aksa khawatir. Hal terakhir yang dia butuhkan sekarang adalah Nina yang mencoba menginfiltrasi keluarga Hagam. Masalah keluarga yang dia hadapi sudah cukup banyak tanpa adanya campur tangan seorang Anggita Lanina Nasution.

"Gue jawab nggak tau, karena emang gue nggak tau Om sama Tante lagi di mana juga." Dimas mendecak. "Lagian gue ngerti lah kalau ini urusan kalian berdua. Saran gue sih ya buruan lo kelarin daripada ntar si Nina mikir you guys are still possible..." Perkataan Dimas menggantung. Pria itu menatapnya dengan pandangan menyelidik. "It's not, right?"

Aksa mendiamkan pertanyaan Dimas.

Kembalinya Anggita Lanina Nasution sesungguhnya telah mengacaukan suasana hati Aksa. Sudah enam tahun lebih mereka tidak pernah bertemu secara langsung, dan melihat perempuan itu berdiri di hadapannya membuat Aksa lagi-lagi merasakan kehilangan yang dulu sempat melumpuhkan semangat hidupnya.

Hari-hari paska Nina adalah hari-hari yang suram bagi Aksa, dan dia tidak ingin terseret kembali ke masa itu.

"I'll take care of it," tutur Aksa menyudahi percakapannya dengan Dimas, dan di saat yang bersamaan, partner kerja yang sedang mereka tunggu memasuki ruang rapat.

[ SEPERTINYA, CINTA ]

Naya tidak ada ubahnya dengan orang yang kesurupan. Mengacau-balaukan kamar berikut ruang tamu serta seluruh sudut ruangan yang ada di apartemennya, mengeluarkan setiap isi tas yang dia miliki, menyapu setiap kolong yang tertangkap matanya, bahkan menciduk isi drain kitchen counter, wastafel, dan tempat pembuangan air di kamar mandinya.

Lebih dari setengah hari sudah Naya mengisolasi diri di apartemen karena dia kehilangan cincin yang diberikan Andre kemarin. Panik yang menghantui dirinya tidak bisa terkatakan. Dia bahkan tidak sanggup untuk mengeluarkan sepatah kata pun sejak dia menyadari bahwa cincin itu tidak lagi tersemat di jari manis tangan kirinya.

Pagi ini ketika Naya terbangun dari tidurnya, pikirannya langsung tertuju pada bagaimana dia bersikap dismissive pada keseriusan Andre yang sudah jelas membutuhkan banyak pengorbanan itu. Dan kenyataan bahwa sebuah cincin sudah menunggu di penghujung dinner mereka menunjukkan bahwa pria itu sudah merencanakan semuanya dengan tekad yang tidak bisa diukur lagi. Semuanya terasa begitu tidak nyata bagi Naya, dan alangkah terkejutnya dia kala memorinya tidak bisa memutar ulang kapan terakhir kalinya cincin itu masih ada pada dirinya.

Naya yang tadinya sudah menyerah setelah mengobrak-ngabrik laci meja rias untuk yang kesekian kalinya tiba-tiba merekoleksi potongan memori di mana dia sempat mengamati cincin itu ketika dia berada di meja Pancake on The Rocks.

Pantas saja cincin itu tidak bersama Naya saat ini karena kemarin malam dia melepaskan cincin itu dan meletakkannya di dalam kantong jas Aksa setelah dia menangkap pria itu turut melirik berlian yang terlihat mencolok di jemarinya itu. Dia tahu bahwa Aksa tidak akan mungkin mengkomentari perhiasan yang dipakai seorang perempuan, namun dirinya sendiri saja yang merasa canggung memakainya dan karena itulah dia kini harus menanggung akibat dari keteledorannya.

Secepat kilat Naya menyambar iPhone nya dan menekan tombol call pada nomor Aksa. Dia tidak mampu menghadapi kenyataan jika cincin itu sampai tidak ada pada pria itu. Sembari mengumandangkan doa dalam hati, dia mendengarkan nada sambung yang tidak kunjung diangkat.

Dua kali dia mencoba menelepon pria itu, tetapi dua kali juga dia mendapatkan panggilannya terputus dengan sendirinya karena tidak adanya jawaban.

Naya melihat jam dengan gugup. Meski hari ini memang hari Sabtu, dan pekerja kantoran biasanya libur pada hari keenam, orang sekelas Aksa tentunya tidak termasuk dalam kategori tersebut. Pria itu pastinya memiliki kesibukan di level yang berbeda dengan orang pada umumnya, dan hal itu membuat Naya kembali mengalami nervous breakdown.

Bagaimana jika dia sudah terlambat menyelamatkan cincin itu? Sekarang saja belum tentu cincin itu masih ada di kantong jas Aksa. Bisa saja cincin itu tercampur dalam laundry yang entah di mana keberadaannya, bisa saja cincin itu bahkan tidak ada di sana karena terlempar ketika Aksa menaruh jas nya, bisa saja cincin itu tanpa dia sadari terjatuh keluar dari kantong jas Aksa ketika mereka berada di mobil, dan lain-lain, dan lain-lain.

Banyak sekali kemungkinan yang bisa terjadi pada cincin itu dan Naya tidak sanggup menghadapi kenyataan jika sampai hal itu terjadi.

Sudah tidak ada waktu lagi untuk berdiam diri di dalam rumah sementara masa depannya terlihat menyeramkan. Dia lantas membuka tab message dan mengirimkan sebuah pesan untuk pria itu sebelum menyambar tas yang tergeletak di bawah kaki ranjangnya.



Disclaimer : Sheraton Grand Sydney Hyde Park itu hotel beneran ya di Sydney. Tempatnya deket sama apartemen nya Aksa.

A/N : Kalo ada yg nanya, emang sengaja ya dibikin si Aksa punya mantan dan si Naya punya mantan yg mau balikan. Iya emang sengaja dibikin gitu bukan krn gue kehabisan plot ya ahahhahaa, tp krn mreka ini memang bukan tipe orang yg gak berpengalaman.

Cerita ini emang slow ya, krn ini style nya ala korean melodrama gitu yg supporting characternya banyak dan ini plot bawa-bawa keluarga. Emang gue mah dinosaurus, jadi sukanya drama ala kbs. WKWKWKWKWk.

Kalau kalian uda sering baca, pasti tau kalo scene ketemu dua karakter itu kebanyakan agak jayus krn emang susah nulis berlogika itu. Kebanyakan fan service mulu jatuhnya ya gitu deh, MAKSA bgt. Pliz dong notice usaha gue buat bikin cerita ini realistis dengan komen biar traction nya naik. Cerita sebagus apapun gada gunanya kalo ga banyak yg tau. Ga akan ada yang ngelirik hahahaha cryyyyyyy.

Continue Reading

You'll Also Like

963K 47K 37
"Jalang sepertimu tidak pantas menjadi istriku, apalagi sampai melahirkan keturunanku!" Bella hanya menganggap angin lalu ucapan suaminya, ia sudah...
2.3K 303 12
Alisha menyukai Dennis. Satu rahasia umum yang diketahui semua kepala dalam kosan yang mereka tempati. Namun, Alisha tidak bisa mengatakannya secara...
6K 1K 12
Hidup Bonnie tak lepas dari ramalan zodiak dan tarot. Bonnie menjadikan keduanya sebagai pedoman untuk mengintip masa depan, menghindari nasib buruk...
3.5K 766 10
Yayan Tanuwijaya yakin selama ini semua perempuan dengan mudah naksir padanya. Satu ketika, Yayan bertemu dengan Fralita Angkasa yang terang-terangan...