The Wolf Is Coming

By TitikMerah

2K 413 176

Terinspirasi dari kisah karakter Mobile Legends Ruby dan dongeng klasik Red Riding Hood. The wolf is coming... More

Alvant
Hunter
Wolf King
Pertemuan Kapak dan Taring
Blood Crimson
Penyihir di Hutan
Hitamnya Kematian
Bola Mata Crimson
Demonangel
Menuju Ibu Kota
Tristan
Sihir Kuno
My sword or your axe

Yang Tersisa, Yang Tertinggal

151 34 15
By TitikMerah

Sinar matahari akhirnya berhasil menembus awan. Tumbuhan-tumbuhan beramai-ramai membuka lebar daunnya, menyambut hangat yang telah lama mereka rindukan.

Awan salju telah pergi. Menghabiskan semua bawaannya di ujung musim dingin yang telah berakhir.

"Ugh! Ugh!" Seorang pria tua mengayunkan kapaknya. Menghancurkan kayu-kayu besar menjadi bagian-bagian kecil.
Rokoknya menyala membara. Sesekali angin musim semi yang tiba, berhembus membawa abu rokok itu mengenai jenggot hitamnya yang telah beruban sebagian.

Pria itu berada di pinggir sungai bersama gubuknya. Suasananya sejuk. Hanya terdengar kicauan burung dan gemericik air yang mengalir.

Setelah kayu-kayu itu telah terpotong kecil dan terkumpul cukup banyak, ia menancapkan kapaknya ke sebuah batang pohon. Memutuskan untuk menyudahi mengumpulkan kayu bakar.

Sambil menyalakan sebuah batang rokok baru dia melangkah masuk ke dalam gubuknya.

"Masih belum sadar juga huh?" Ucap suara beratnya sambil menatap sosok gadis cantik berambut emas yang terbaring di dalam gubuk itu.

Gadis itu tidak sadarkan diri. Berbaring di atas kasur kayu buatannya. Dengan gaun putih kebesaran melindungi tubuhnya, gadis cantik itu terlihat tidur dengan damai.

"Buburmu lagi-lagi terbuang." Pria itu kemudian kembali mengangkat mangkuk dan berniat membuang bubur yang telah ia siapkan andai saja gadis itu terbangun.

"Fuuuuhh...." Asap rokok yang telah memenuhi mulut dibuang ke udara. "Sebenarnya apa yang telah mereka lakukan padamu dan orang-orang itu..."

"Uhuk! Uhuk!" Tiba-tiba gadis berambut pirang itu sadarkan diri. Pria itu kembali mengambil bubur yang hampir saja ia buang. Membawanya ke meja di sebelah gadis itu berbaring.

"Hei! Kau tidak apa-apa? Pelan-pelan..." Tangan tua itu pun membantu gadis itu mendudukkan diri.

"Pelan-pelan. Kau baru saja terbangun dari koma berbulan-bulan..." Pria itu pun segera membuang rokoknya. Menyeret kursinya lebih dekat kepada Sang Gadis.

"Ini... Dimana?" Gadis bermata hijau itu membuka matanya pelan. Dengan lemah dia mencoba melihat sekeliling. Gubuk kayu yang sesekali mengeluarkan suara ketika angin terlalu kencang meniuplah yang dilihatnya.

"Ini di daerah Vahniir... Ini minum dulu." Pria itu menyodorkan segelas air putih yang langsung habis seketika diminum Sang Gadis.

"Vah...niir?" Gadis itu terlihat bingung.
"Ya... Beberapa puluh kilometer dari selatan Alvant. Tempatku menemukanmu."

"Al...vant?" Gadis itu memegang kepalanya. Penglihatannya masih belum sempurna. Matanya masih terlalu lemah untuk terbuka sepenuhnya.
"Namaku Hans. Apa kau ingat namamu?" Hans mengambil bubur dan menawarkannya kepada Sang Gadis.

"Nama.... Nama...." Gadis itu menunduk dan memejamkan mata. Menggelengkan kecil kepalanya. Berusaha kuat untuk mengingat.
"Sudah tidak perlu dipaksa. Ini makan dulu bubur ini selagi masih bagus." Hans menaruh bubur itu di pangkuan Sang Gadis.

"Ruby..." Ucapnya pelan.
"Hmm?" Hans tidak mendengarnya dengan jelas. Suara gadis itu terlalu kecil dan lemah.

"Ruby... Namaku... Ruby." Ruby pun mengangkat kepalanya. Memandang Hans. Sosok pria besar beruban yang ada di hadapannya.

"Ruby? Kau ingat namamu? Bagus. Apa kau mengingat hal yang lain?" Hans pergi dari kursi sambil membawa gelas kosong. Berniat mengisinya kembali dengan air putih.

Ruby tertunduk. Rambut emasnya sedikit berantakan terurai ke bawah. Dia menggeleng kecil. "Aku tidak ingat apa-apa lagi..."

"Begitu? Ya sudah. Sepertinya kau perlu istirahat sedikit lagi untuk dapat kembali beraktifitas."

Ruby mencoba turun dari kasur kayunya. Kakinya langsung melemas seperti mie yang telah direbus. Untung saja ada meja di samping sempat ia pegang mencegah tubuhnya terjatuh.

Hans pun menoleh ke arah Ruby. "Aku baik-baik saja..." Ruby menarik nafas panjang dan perlahan berdiri. Kakinya masih bergetar menahan tubuhnya.

Ruby mencoba menggerak-gerakkan jari-jari tangannya. Mengepal dan membuka tangannya berulang. "Kekuatanku perlahan-lahan kembali."

"Kau bisa berjalan?" Tanya Hans sambil melihat kaki Ruby yang gemetar mengumpulkan kekuatan untuk sekedar menopang berdiri.

"Sepertinya.... Tidak..." Ucap Ruby sambil tersenyum kecil.

Hans pun mengambil sebatang rokok baru dan menyalakannya. "Fuuh..." Asap kembali dia tiupkan.

"Berarti kau tahu harus makan bubur itu dimana kan?" Ruby pun mengangguk menjawab pertanyaan Hans.

Gadis berambut emas itu kembali duduk di atas kasur kayunya. Menyuap bubur putih itu untuk pertama kali. Dengan sangat lahap.

"Haaannnnss!" Sesosok anak perempuan kecil datang melompat masuk ke gubuk Hans. Telinga gadis itu runcing ke atas. Ekornya mengibas-ngibas seoerti seekor rakun.

Ruby yang terkejut pun menghentikan suapan buburnya. Beberapa bubur itu pun sedikit menetes dari bibirnya yang menganga, terkejut dan penasaran dengan sosok yang dilihatnya.

"Hei! Jangan sembarangan masuk!" Hans pun menegur rakun kecil itu.
"Ah!!! Kakak cantik itu sudah sadar!!!" Rakun kecil itu pun melompat mendekati Ruby.

"Hei Nina! Jangan lompat-lompat di dalam gubukku!" Hans meninggikan suaranya. Tentu saja, suara beratnya itu bergema di dalam gubuk itu.

"Haiiii kakak! Namaku Nina... Salam kenal!" Nina langsung duduk di sebelah Ruby tanpa perduli ocehan Hans.

"Ah.... I.. iya. Namaku Ruby." Ruby mengkerutkan alis menatap Nina. Gadis itu baru pertama kali melihat makhluk seperti Nina.

"Kenapa Kak?" Nina memiringkan kepalanya seperti kucing yang penasaran.
"Hap." Gemas, Ruby memegang telinga dan ekor Nina.

"I.. ini asli?" Ruby tidak percaya apa yang barusan disentuhnya.
"Tentu saja asli!" Nina menggoyangkan ekornya.
"Kya!" Ruby yang kaget pun segera melepas tangannya.

"Hahaha... Kakak lucu sekali!!!" Nina tertawa keras. Taring kecilnya nampak keluar dari bibir.

"Dia adalah kaum Karakun. Jumlahnya sangat sedikit di dataran ini." Hans mencoba menjelaskan kepada Ruby yang masih penasaran.

"Ya! Hans menolong Nina saat Nina hampir mati dimangsa serigala jahat!" Nina mengangguk-angguk.
"Serigala?" Mendengar kata itu kekuatan Ruby seolah pulih lebih cepat. Tangannya sekarang mampu menggenggam erat tanpa ia sadari.

"Jangan khawatir Kak! Selama kakak tidur Nina selalu menjaga Kakak! Nina juga memastikan kalau Hans tidak berbuat yang aneh-aneh!" Nina melipat tangan bangga.

"Ehem!" Hans berdeham keras. "Kau jangan ngomong aneh-aneh rakun licik! Jangan membuat kesalah-pahaman!" Hans berdiri mengangkat Nina. Tangannya yang besar mampu mengangkat Nina tanpa tenaga sama sekali.

"Hahahaha..." Ruby tertawa lepas. Pipinya yang pucat perlahan merona.

Nina dan Hans diam melihat Ruby tertawa. Siapa pun pasti akan diam melihatnya. Gadis itu sudah lama sekali tertidur, dan hari ini dia tertawa lepas.

"Hehehe... Kakak kalau tertawa seperti itu manis sekali! Lebih manis dari buah apel di Karakun! Kalau kakak tertawa seperti itu terus, Nina yakin Kakak akan cepat sembuh!" Nina tersenyum lebar. Ikut senang melihat Ruby tertawa.

"Terima kasih..." Ruby menghembuskan nafasnya pelan. Matanya sedikit berair.
"Terima kasih Nina... Hans..." Bibir gadis itu tersenyum merah merona.

"Itu bukan apa-apa!" Nina berseru senang. Ekornya bergoyang semangat.

"Maaf merepotkan.... Tapi.... Bisa kalian mengantarku ke Alvant? Aku ingin...." Ruby tertunduk merenung. Senyumannya manis dan pahit becampur jadi satu.

"Habiskan dulu buburmu. Setelah itu aku akan mengantarmu ke Alvant." Ucap Hans sambil pergi keluar gubuk.
"Nina juga ikut!!!!" Teriak Nina bersemangat.

Setelah Ruby menghabiskan buburnya, Hans dan Nina membantunya masuk ke dalam kereta kuda milik Hans. Tubuhnya masih sedikit lemas, namun sudah cukup kuat untuk berdiri dan berjalan pelan.

Kereta kuda dipacu. Jalan bebatuan sesekali menggoyang lajunya.

"Inilah Alvant... Atau bisa dikatakan sisa-sisa Kota Pemburu itu..." Hans meghentikan kereta kudanya. Kereta itu menepi dan diikat tepat di samping dinding batu yang sudah mulai berlumut. Lumut-lumut itu sangat tebal hingga menutupi kejayaan yang pernah dimiliki oleh dinding itu.

Ruby pun turun perlahan.

Tidak ada kota yang menyambut. Hanya ada tanah lapang kosong yang dikelilingi dinding batu yang telah berlumut.

Ruby pun berjalan memasuki lebih dalam sisa-sisa Alvant. Sedikit-sedikit mulai terlihat sisa-sisa reruntuhan bangunan.

Bekas perabotan yang telah terbakar menjadj barikade masih membekas di tanah. Beserta bau abunya dan rempahan kayu yang telah mejadi arang.

"Kakak ingat sesuatu?" Nina berjalan di belakang Ruby. Mengikuti langkah pelan gadis itu.

"Hkss." Terdengar suara isak nafas.
Ruby terus melangkah masuk ke dalam sebuah reruntuhan rumah.

Tertimbun di bawah kayu yang telah runtuh, jubah merah itu memanggil mata Ruby. Gadis itu kemudian mengambil dan sedikit membersihkan jubah itu. Debu-debu sisa bangunan di guncang.

"Kak?" Nina memperhatikan Ruby dari belakang. Menyaksikan gadis itu dengan elegan memakai jubah merah darah yang barusan di pungutnya.

"Hkks...." Air mata jatuh dari bola mata hijau berkilau itu. Nina pun mendekat dan memegang tangan Ruby. "Kak...."

"Aku.... Aku tidak tahu.... Aku tidak ingat apa-apa... Tapi... Rasanya.... Sakit sekali disini....." Tangisan Ruby semakin deras. Tangannya naik menekan dadanya yang sesak. Rasa sakitnya tak berbentuk.

Ribuan jarum rasanya menusuk masuk melalui pembulu darah. Ruby menundukkan kepalanya. "Kenapa....."

Hans datang menyusul. "Kau ingat sesuatu?"
Ruby menggeleng menjawab.

"Aku menemukanmu disini. Hanya kau satu-satunya yang masih hidup di antara.... Penduduk yang lain." Hans menjongkok menyentuh sisa-sisa puing rumah itu.

"Seluruh korban yang ada telah dikuburkan oleh pihak kerajaan. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi disini... Hanya saja, selain mayat para penduduk juga ditemukan mayat para seriga...."

"Serigala." Potong Ruby. Hans dan Nina pun langsung menoleh ke arah Ruby.
"Serigala... Hanya kata itu yang kuingat. Mendengar kata itu rasanya membakar tubuhku." Ruby menaikkan tudung merah dari jubahnya menutupi rambutnya.

Tangannya mengepal erat. Ia pun melepaskan tangan Nina perlahan. Mengambil kapak yang juga tertimbun di antara reruntuhan.
Kapak dengan noda darah yang telah mengering.

------------------------------------------------------------------

Tambahan.
Gambaran sosok Ruby.






Continue Reading

You'll Also Like

3.7M 359K 95
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya. ************************************************* Labelina. Atau, sebut dia Lala...
627K 52.3K 55
|FOLLOW DULU SEBELUM BACA, TITIK!!| Transmigrasi jadi tokoh utama? Sering! Transmigrasi jadi tokoh jahat? Biasa! Transmigrasi jadi tokoh figuran? Bas...
650K 38.9K 63
(WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!) Ini tentang Amareia Yvette yang kembali ke masa lalu hanya untuk diberi tahu tentang kejanggalan terkait perceraianny...
141K 13.2K 37
Teman SMA nya yang memiliki wangi feromon buah persik, Arion bertemu dengan Harris dan terus menggangunya hingga ia lulus SMA. Bertahun tahun tak ter...