The Wolf Is Coming

By TitikMerah

2K 413 176

Terinspirasi dari kisah karakter Mobile Legends Ruby dan dongeng klasik Red Riding Hood. The wolf is coming... More

Alvant
Hunter
Pertemuan Kapak dan Taring
Blood Crimson
Yang Tersisa, Yang Tertinggal
Penyihir di Hutan
Hitamnya Kematian
Bola Mata Crimson
Demonangel
Menuju Ibu Kota
Tristan
Sihir Kuno
My sword or your axe

Wolf King

173 40 7
By TitikMerah

Jauh di dalam gunung. Di antara bebatuan yang terjal terkikis salju di musim dingin. Goa gelap menganga lebar. Dari dalam bertiup angin yang mengusir siapapun yang hendak masuk.

Semua hewan secara insting akan menjauhi tempat itu. Semuanya.

Pepohonan mati di depan goa memberi isyarat 'mati' bagi siapa saja yang melangkah ke wilayah Sang Penguasa.

Langit mulai bergemuruh. Awan putih berkumpul dan memadat. Salju yang turun bagaikan butiran halus mulai beruntun menambah jumlahnya.

Terseok-seok datang seekor serigala betina bersama anaknya. Tubuhnya terluka parah di bagian paha kiri. Darah merah bersinar tajam membasahi tanah yang memutih.

"Grrrr..." Liff. Seekor serigala tua berbulu hitam menatap tajam serigala muda di depannya.
"Jangan macam-macam kau! Ini mangsaku!" Taringnya berliur terbuka.

"Pak Tua. Kau seharusnya menunggu mati saja. Biarkan yang muda-muda ini memakannya. Niscaya itu akan lebih berguna dibanding kau yang memakannya. Lagi pula kau juga sudah tidak bisa ikut berburu." Gerombolan ketiga serigala muda itu tidak mau mundur. Bukannya mundur diancam oleh Liff, mereka malah semakin maju. Menepakkan cakarnya ke atas daging rusa yang telah berhari-hari lalu mati.

"Grrrr!!! Pergi atau kucabik leher kalian!" Liff semakin membara. Otot pahanya sudah menegang bersiap untuk menerjang.

Serigala-serigala lain yang tadinya bersantai dan tidur dipeluk dingin mulai mengangkat kepala mendengar keributan. "Hei-hei lihat. Ada yang seru." Ucap serigala berbulu putih dengan corak coklat di punggungnya.

"Lagi-lagi si tua Liff berulah. Kapan dia mati? Membebani kelompok kita saja." Serigala berbulu perak dengan luka di mata kirinya itu menggaruk leher dan melemaskan badan.

"Graa!!!" Tanpa peringatan Liff melompat menerjang ketiga serigala muda itu. Sontak saja mereka bertiga dengan refleks yang masih bagus melompat ke belakang. Tanpa basa-basi perkelahian berat sebelah pun terjadi.

Cakaran serigala muda itu mampu menembus bulu lebat Liff seperti pisau menusuk kertas.
"Graa!!!!" Serigala tua itu tidak menyerah. Meski lambat, mulutnya tetap berusaha menggigi leher serigala muda di hadapannya.

"Duar!!!" Petir menyambar kencang hingga menggetarkan gua. Bayangan serigala terbesar disana berdiri dan langsung membuat semuanya diam.
"Grrr..." Liff meringis kesakitan. Terseok menepi ke dinding batu.

"Hentikan." Suaranya berat dan dalam. Mampu membuat bulu-bulu serigala yang kuat berdiri. Dinginnya cuaca saja seolah tidak berasa, namun serigala hitam dengan mata merah menyala itu mampu membuat semuanya gemetar.

Bulu hitamnya tercabik sedikit bekas luka pertempuran. Kukunya lebih gelap dari bayangan. Giginya tajam seperti gergaji.
"Badai dingin akan segera tiba menimpa gunung. Kalian jangan melakukan keributan sia-sia dan menghabiskan tenaga." Ucapnya tenang.

Ekor ketiga serigala muda itu pun lemas. Mereka menunduk mundur dan menepi.

"Raja Woofang!!!" Anak serigala berteriak dari depan gua. Sang Ibu yang berjalan bersamanya tertinggal di luar.
"Raja Woofang!!! Tolong! Tolong ibu saya!"

Ekor semua serigala pun terangkat dan mereka berlarian keluar gua.
Serigala betina berbulu putih itu sudah tidak mampu bergerak. Darahnya banjir hingga salju tak mampu menutupinya.
"Ibu!!! Ibu!!!!" Anak serigala itu menangis di samping. Kepalanya yang kecil mendorong-dorong kecil kaki Sang Ibu. Mencoba memberikan kekuatan kecilnya.

"Apa yang terjadi Silvia?" Woofang datang berjalan. Serigala yang lain pun menyingkir mempersilahkannya lewat.

"Pemburu... Para manusia pemburu itu menyerang ketika kami meminum air di sungai..." Dengan suara serak Silvia berusaha mengumpulkan kekuatan. Mencoba menjawab Rajanya.

"Dimana yang lain!" Petir yang dari tadi menyambar bersahutan tak terdengar. Semuanya menunduk mendengar suara Woofang meninggi.

"Semuanya... Semuanya telah dibantai..." Serigala berbulu putih itu terbatuk memuntahkan darah.

"Kenapa? Apa kalian menyerang mereka lebih dulu!?" Woofang meletakkan kaki depannya yang besar ke pundak anak serigala yang sedang menangis di samping Ibunya. Mengelusnya pelan. Raja itu tahu, waktu Sang Ibu sudah tidak banyak lagi.

"Tidak... Tidak.... Kami selalu menyingkir jika ada mereka.... Tetapi... Tadi, mereka... Mereka menyerang karena merebut mangsa kami... Padahal di pundak mereka sudah banyak hewan yang tumbang dipangku." Serigala putih itu kemudian menatap anaknya. Bibirnya tersenyum. Gigi taringnya seolah menghilang tak pernah ada.

"Ibu!!!!"
"Sayang.... Tenang... Raja akan menjagamu...  Ibu... Ibu sayang denganmu nak..." Mata gelapnya mulai berair. Pandangannya mulai tak tergambar. Sosok anaknya perlahan semakin kabur di pandangan.
Matanya terjatuh bersama salju.
Untuk selamanya.

"Ibu!!!!" Dari dalam gua Liff terseok-seok menyeret tubuhnya. Mencoba melihat apa yang sedang terjadi.

"Ini sudah yang keberapa kali..." Ucap salah satu serigala muda.
"Tenang nak..." Ucap Woofang sambil mengelus pelan punggung anak serigala itu.

"Apa yang akan dilakukan Raja? Apa dia sudah menjadi terlalu tua seperti Liff sehingga dia melembek?"
"Entahlah... Jika dia seperti ini terus, lama kelamaan posisi Alpha akan tergantikan."
Para serigala muda mulai berbisik.

"Apa yang akan kau lakukan Woof?" Liff yanh merupakan sahabat Sang Raja bergumam di dalam hati.

Woofang berjalan ke sebuah batu. Berdiri di puncaknya dengan gagah. Di belakangnya tebing curam begitu indah dipandang, seandainya salju tidak turun lebat.

"Keserakahan mereka akan berakhir malam ini!!!" Teriak Woofang.
Semua serigala langsung berdiri sigap menerima perintah.

"Terlalu lama kita berdiam diri! Mangsa kita perlahan mulai menipis! Pohon yang menaungi kita semakin dibabat habis!" Woofang berjalan kecil di atas batu. Taringnya sudah tidak tersembunyi. Liurnya menetes panas.

"Terlalu lama kita hidup menghormati aturan Ibu Alam! Tapi mereka! Para manusia biadab itu berkali-kali melanggar dan Ibu Alam tidak bertindak apa-apa!" Angin datang berhembus kencang mengibarkan bulu-bulu mereka.

"Serigala sudah terlalu lama berdiam diri! Aku! Woofang! Sang Penguasa gunung ini terlalu lama menurut dan menunggu Ibu Alam bertindak! Tapi hasilnya nihil!!!" Woofang berdiri tegak menatap tajam ke arah kumpulan serigala di hadapannya.

"Tidak.... Tidak akan lagi. Tidak akan ada serigala yang mati tidak terhormat seperti Ibu anak ini. Malam ini! Kabarkan ke semua serigala yang duduk di wilayah kekuasaanku ini! Kita akan menyerang Alvant!" Semua serigala pun meninggikan ekor. Bersiap siaga. Taring mulai nampak. Cakar mulai bersiap.

"Badai salju terlebat pun tidak akan menghentikanku... Auuuuu!!!!!" Woofang melonglong keras.

"Auuu!!!!! Auuu!!!!" Mereka semua ikut membalas melonglong.
"Auuu!!!!!" Liff yang dari tadi mendengarkan juga ikut melonlong. Walau suaranya sedikit serak.

"Auuu!!!!" Suara lolongan itu saling bersahutan. Semua serigala di gunung itu saling meneruskan pesan Sang Raja.

------------------------------------------------------------------

Uap panas hasil rebusan sup meluap ke langit-langit. Kalkun liar sudah dipotong kecil-kecil, disajikan dengan jamur dan wortel yang didapat dari gunung.

"Yeaaayyy~ sup kalkun!!!" Ruby menepukkan tangannya. Mulutnya menganga sudah tidak sabar ingin menyantap masakan dari Sang Ibu yang baru saja diangkat ke atas meja.

"Heh! Jangan dimakan dulu! Tunggu Ayah!" Sang Ibu pun langsung menegur putrinya yang sudah hampir menempelkan hidungnya ke kuah sup.

"Hehehe... Iya Bu..." Ruby pun kembali menarik diri. Duduk manis di kursi meja makan.

"Malam ini sepertinya akan ada badai..." Nenek menyampaikan apa yang barusan dilihatnya di langit.

"Hmm tenang~ Ruby sudah pergi mencari kayu bakar tadi pagi!" Ruby melipat tangannya. Merasa bangga.

"Jubahmu lepas dulu kalau mau makan..." Ucap Ibu pelan sambil membagikan jatah roti ke masing-masing piring.

"Tidak.... Tidak bisa.... Mulai hari ini jubah ini akan Ruby pakai seterusnya. Sampai Ruby melampaui kakek Red Hood!!!" Ruby mengangguk kecil.

Nenek tersenyum. "Sepertinya dia terlalu tua untuk dipanggil kakek olehmu Ruby..."

"Hmmm ya ya. Maksudnya buyut..."

"Auuuu!!!!!" Suara lolongan serigala terdengar  jelas meski rumah kayu mereka sudah tertutup rapat.

"Auu!!!" Lagi suara dari serigala lain yang lebih jauh juga cukup jelas terdengar.

"Ada apa?" Ruby bingung. Baru kali ini dalam hidupnya dia mendengar lolongan serigala sekencang itu. Terlebih lagi lolongan itu saling bersahutan.

Wajah nenek sedikit pucat. Sedangkan Ibu masih asyik menata makanan di atas meja.
"Bruak!" Pintu kamar mandi terbuka.
Ayah masih memakai handuk dan tubuhnya masih belum kering sepenuhnya.
Wajahnya sama dengan Nenek. Pucat seperti salju yang turun di kota Alvant.

Continue Reading

You'll Also Like

429K 47.6K 44
Karena kesamaan rupa antara gundik yang ditemuinya di rumah bordil dengan Parvis Loine sang tokoh utama wanita sekaligus gadis yang dicintai oleh Ize...
960K 65.4K 34
"kenapa foto kelulusanku menjadi foto terakhirku.."
245K 10K 32
Nakala Sunyi Semesta Setelah tragedi di rel kereta api malam itu Kala di buat heran dengan hal aneh yang terjadi pada nya, kala pikir malam itu dia m...
187K 18.5K 29
Karel terjebak dalam sebuah novel remaja dan harus memerankan sosok penjahat berusia 18 tahun. Namun, ia merasa bersyukur karena karakter penjahat ya...