(Udah terbit๐ŸŽ‰) Singto Krist...

By enfiphune

554K 21.4K 6.6K

"Mmhh.." "Aah.. Ahh..Hhmmph.." "Hah.. aah.. apah.. kau seorang 'Apple Blossom' hah..?" tanya pria berkulit sa... More

Prolog
Kelopak Pertama
Kelopak Kedua
Kelopak Ketiga
Kelopak Ketujuh
Kelopak Kesembilan
๐ŸŒธPermohonan Maaf๐ŸŒธ
Kelopak Kesepuluh
Kelopak Kesebelas
๐ŸŒธ Q & A ๐ŸŒธ
Kelopak Kedua Belas
๐ŸŒปSingto dan Krist dijodohin?๐ŸŒป
PENGUMUMAN PENTING ๐ŸŽ‰
๐ŸŽ‰ OPEN PO!! ๐ŸŽ‰
๐ŸŽ‰ 6 HARI LAGI! ๐ŸŽ‰
๐Ÿ“ฆPAKEEEETTT~๐Ÿ“ฆ
๐ŸŽ‰ OPEN PO KE-2 ๐ŸŽ‰
๐ŸŽ‰ OPEN PO KE-3 ๐ŸŽ‰
AYOK CEPETAN! ๐Ÿคฉ
๐ŸŽ‰ OPEN PO KE-4 ๐ŸŽ‰
pemberitahuan tentang PO ke-4
PEMBERITAHUAN PO KE-5
๐ŸŽ‰ OPEN PO KE-5 ๐ŸŽ‰
๐ŸŽ‰ OPEN PO KE-6 ๐ŸŽ‰
๐ŸŽ‰ OPEN PO KE-7 ๐ŸŽ‰
๐ŸŽ‰ OPEN PO KE-8 ๐ŸŽ‰
๐ŸŽ‰ OPEN PO KE-9 ๐ŸŽ‰

Kelopak Kedelapan

20.8K 1.7K 565
By enfiphune

"Krist"

"Krist"

"KRIST PERAWAT!"

Krist yang terlalu fokus membaca lembaran-lembaran kertas putih di tangannya langsung mendongak untuk melihat Cherreen yang tengah memasang wajah memerah karena menahan kesal.

"Ah iya. Apa?" tanya Krist tanpa merasa bersalah.

"Aku memanggilmu sejak tadi" Cherreen menyilangkan tangannya di depan dada sambil memanyunkan bibir merahnya.

"Ah maaf Cher, aku harus membaca ini berkali-kali agar melekat di dalam otakku" Krist memijat kepalanya yang terasa pening.

"Heuh.. Krist hari ini hari pernikahanmu, berhentilah membaca tulisan terkutuk itu dan nikmati saja acara besarmu. Its your day dude!"

"Cher orang gila mana yang bisa menikmati hari pernikahannya disaat besoknya ia harus sidang skripsi. Ha ha ha maaf saja tapi aku tidak sepintar dirimu nona Cherreen Horvejkul"

Krist benar-benar merasa frustasi, ia tak bisa tidur sejak semalam, bukan karena hari ini ia akan menikah dengan Singto, melainkan karena besok ia harus menghadapi sidang skripsinya.

"Santai saja Krist, kunci utamanya adalah kau harus tetap tenang, jangan tegang dan jangan terlalu banyak menerangkan teori. Percayalah bahwa kau bisa" Cherreen mencoba memberikan masukan untuk sahabatnya.

"Bagaimana bisa tenang, besok itu penentuan gelar 'sarjana pertanian' ada di belakang namaku atau tidak"

Cherreen hanya terkekeh geli melihat tingkah Krist yang sudah mirip seperti orang yang akan dijebloskan ke dalam kandang macan. Ya walaupun sebenarnya saat Cherreen menuju sidang skripsinya, saat itu ia pun tak kalah paniknya dengan Krist.

Ceklek

"Krist"

Ibu Singto menyembulkan sedikit kepalanya dari balik pintu untuk memanggil Krist. Wanita paruh baya itu tersenyum lembut pada Krist seakan-akan memberitahunya bahwa ini sudah waktunya.

Karena terlalu fokus pada sidangnya besok, Krist yang tadinya tak memikirkan penikahannya sama sekali langsung merasa gugup, keringat dingin mulai membasahi tangannya.

Krist mengambil nafas dalam, ia berdiri dan menatap cermin besar yang berada di dalam ruangan itu sedangkan Cherren membantunya untuk kembali merapikan tatanan busana dan rambutnya.

Sebuah bucket bunga Apple Blossom tergenggam erat ditangannya. Krist menengok dan melihat ayah Singto tengah mengulurkan lengan untuknya.

Krist memejamkan matanya sebentar. Ia membuang nafas panjang dan dengan yakin ia tersenyum pada ayah Singto lalu mengalungkan tangannya pada lengan sang mertua.

Pintu gereja St. Louis terbuka dengan lebarnya, suara dentingan piano mengiringi langkah kaki Krist menuju altar. Ia dapat melihat Singto dengan sangat jelas, pria itu tengah berdiri di depan altar dengan mata yang terkunci pada Krist sejak pemuda itu masuk ke gereja.

Pernikahannya dengan Singto bukanlah pernikahan yang didasari atas nama cinta. Krist melakukan semua ini hanya untuk anaknya dan Singto melakukan hal ini hanya karena paksaan ibunya.

Namun Krist pun hanya manusia biasa, ia hanya mengharapkan kehidupan rumah tangga yang bahagia walaupun tidak sempurna.

Krist berdoa, berharap Tuhan membiarkannya bahagia walaupun tanpa cinta. Semoga Tuhan memberi rahmatnya pada Krist.

Krist dapat melihat sahabat-sahabatnyaㅡtermasuk Nichkhunㅡdari sudut matanya duduk di sebelah kiri. Sesuai permintaan Singto, tidak banyak tamu yang diundang, hanya kerabat dan beberapa sahabat. Tak ada pesta mewah, hanya pernikahan biasa.

"Krist"

Krist mengangkat wajahnya yang tertunduk sejak tadi. Ia baru tersadar bahwa saat ini ia telah sampai di depan altar dan Singto tengah mengulurkan tangannya untuk Krist genggam.

Ayah Singto menuntun tangan Krist pada uluran tangan Singto namun Krist ragu dan bimbang, haruskah ia menerimanya?

Belum sempat Krist berpikir, Singto sudah menarik tangannya dan menggenggamnya dengan erat. Jantung Krist semakin berdetak kencang. Suasana di dalam gereja terasa hening dan khidmat, semua orang memfokuskan pandangan mereka pada kedua mempelai.

"Tuan Singto dan tuan Krist, saya persilahkan kalian untuk mengucapkan janji nikah dengan sungguh-sungguh, dengan kebebasan dan tanpa paksaan" ucap sang pendeta mempersilahkan Krist dan Singto untuk saling berucap janji.

Singto menatap Krist lekat.

"I, Singto Prachaya Ruangroj, take you Krist Perawat Sangpotirat, to be my wedded Apple Blossom, to have and to hold, for this day forward, for better, for worse, for richer, for poorer, in sickness and in health, to love and to cherish, till death do us part, or the Lord comes for His own, and hereto I pledge you my faithfulness."

Krist menarik nafasnya dalam lalu menatap mata hitam Singto dengan yakin.

"I, Krist Perawat Sangpotirat ,take you Singto Prachaya Ruangroj, to be my wedded husband, to have and to hold, for this day forward, for better, for worse, for richer, for poorer, in sickness and in health, to love and to cherish, till death do us part, or the Lord comes for His own, and hereto I pledge you my faithfulness."

Singto memegang tangan Krist dan dengan perlahan memakaikan sebuah cincin yang sangat indah di jari manis Krist. Tangan Krist begitu gemetaran hingga saat ingin memakaikan cincin di jari manis Singto alhasil bukannya terpasang, cincin tersebut malah jatuh ke lantai.

"Bodoh" bisik Singto pada Krist.

"Aku tidak sengaja" Krist memanyunkan bibirnya.

Karena kecerobohan yang Krist lakukan semua tamu kini sibuk mencari cincin pernikahan Krist dan Singto yang entah menggelinding kemana.

"Angkat kakimu sebentar"

"Coba cari di pojok"

"Di dekat altar mungkin"

"Cari di belakang"

Suasana ruangan langsung berubah ramai, sang pendeta hanya bisa mengusap wajahnya lalu menggelengkan kepalanya, ia terkekeh geli melihat upacara pernikahan yang seharusnya tenang berubah menjadi kacau begini.

"Ketemu"

Semua orang langsung menoleh ke arah sumber suara. Seorang pria dengan balutan jas berwarna biru gelap kini berjalan menuju ke arah Krist untuk memberikan cincin yang berhasil ia temukan kembali ke pemiliknya.

"Untukmu"

"Terimakasih, P'Nich" Krist tersenyum dengan sedikit canggung pada Nichkhun.

"Durasi" Singto menampilakn wajah kesalnya pada Krist.

Krist medengus sebal, ia menarik tangan Singto dan memakaikan cincin tersebut dengan kasar tanpa kelembutan sedikitpun.

"Dengan ini saya nyatakan kalian resmi menjadi pasangan yang diberkati oleh surga. Kau boleh mencium pengantinmu tuan Singto"

Singto mendekatkan wajahnya pada Krist, namun Krist menundukan kepalanya sehingga ciuman Singto jatuh di keningnya.

Singto yang tak mau kalah langsung menarik tengkuk Krist dan menyatukan bibir mereka. Ia melumat lembut bibir merah Krist. Krist yang tadinya kaget mulai menikmati ciuman yang Singto berikan, iapun ikut membalas lumatan yang Singto berikan.

Sorak sorai para tamu memenuhi pendengaran pasangan pengantin baru itu. Singto menyeringai jahil saat melihat wajah Krist yang berubah merah sempurna ketika ia melepaskan ciuman mereka.

"Itu baru yang namanya ciuman"
.
.
.
"Aku masuk duluan Krist. Wish me luck!"

Krist tersenyum pada seorang temannya yang masuk ke dalam ruang sidang terlebih dahulu. Ia benar-benar gugup. Entah sudah berapa kali ia ke kamar kecil.

Tangan Krist mengusap lembut perutnya, ia berterima kasih pada bayinya karena tadi pagi ia tak muntah-muntah seperti biasanya, hanya sedikit mual namun tak sampai muntah.

Krist melihat cincin yang berkilau pada jari manisnya. Ia memutar-mutar cincin itu lalu menatapnya lekat.

Gelar sebagai Apple orang sudah kumiliki, tapi gelar sebagai sarjana malah belum kudapatkan.

Krist jadi teringat kejadian semalam. Jika pengantin baru lainnya melakukan ritual malam pertama, maka tidak bagi Krist dan Singto.

Semalam Singto membantu Krist dengan berperan sebagai penguji skripsinya. Namun akhirnya mereka malah bertengkar karena Singto menjadi penguji yang sangat kejam dan pertanyaan yang ia berikan benar-benar membuat Krist mati kutu.

Oh ayolah Krist, memberikan pertanyaan mematikan adalah keahlian alami Singto. Tolong jangan lupakan kenyataan bahwa dia adalah seorang pengacara terkenal yang kejam dan juga mata duitan.

Krist jadi benar-benar gugup, takut kalau-kalau pertanyaan yang Singto ajukan padanya semalam sungguhan diajukan dosen pengujinya sekarang. Bulu kuduk Krist langsung merinding saat membayangkannya.

Bisa gagal jadi sarjana kalau dosen pengujinya macam si Singto semua.

Ceklek

"Krist, selanjutnya giliranmu semangat!"
.
.
.
Krist melangkahkan kakinya dengan riang gembira. Sekarang, ia bukan hanya seorang Krist Perawat Sangpotirat lagi melainkan Krist Perawat Sangpotirat S.P. atau sarjana pertanian.

Teman-teman dekat Krist hanya butuh waktu empat tahun bahkan kurang dari itu untuk mendapatkan gelar tersebut namun Krist harus melewati waktu empat tahun setengah karena skripsi sialannya yang tidak kunjung rampung itu.

Krist terus mengusap perutnya dengan lembut sambil mengucapkan kata-kata manis pada bayinya. Krist merasa bahwa kelancaran yang diberikan Tuhan padanya saat sidang tadi, itu pula karena adanya anugerah di perutnya ini.

Ia benar-benar bersyukur pertanyaan yang mereka ajukan bukan pertanyaan mematikan seperti yang Singto berikan.

Krist perlahan menghentikan langkah kakinya, ia menatap langit sore yang berwarna jingga. Semalam ia meminta Singto untuk menemani dan menunggunya selama ia sidang.

Namun dengan datarnya Singto hanya menjawab 'Tidak' dan berlalu pergi begitu saja untuk tidur di perpustakaan. Krist tersenyum getir saat mengingat jawaban Singto.

Krist berjalan dengan lesu, ia benar-benar berharap Singto adalah orang pertama yang ia beritahu, bahwa ia berhasil melewati titik paling menentukan di dalam hidupnya, dan sayangnya kenyataan tak seindah yang Krist harapkan.

Krist menarik nafasnya dalam. Ia mencoba tersenyum walaupun matanya terasa panas. Ia tak ingin rasa bahagia yang tengah dirasakannya langsung menghilang begitu saja hanya karena memikirkan si brengsek.

Untuk mengalihkan pikirannya dari Singto, Krist mencoba menyanyikan lagu korea yang Chimon perdengarkan padanya, namun karena tak tahu liriknya yang sulit diucapkan, Krist akhirnya hanya menggumamkan nadanya.

Huh?

Krist yang berjalan sambil menundukan kepalanya langsung berhenti begitu langkahnya terhalang sepatu hitam yang mengkilap dibagian ujungnya. Hal ini membuat Krist mengangkat wajahnya.

Dilihatnya Singto tengah berdiri dihadapannya, memakai kemeja hitam yang digulung sampai lengan, rambut yang sedikit berantakan dengan nafas yang tersenggal-senggal.

"Aku kebetulan lewat dan tidak sengaja melihatmu, aku tidak ingin Mama menyuruhku menjemputmu nanti jadi sekalianㅡ"

Grepp

Belum sempat Singto menyelesaikan kalimatnya, Krist sudah memeluknya dengan sangat erat, pemuda manis itu mengalungkan tangannya di leher Singto dan menyandarkan kepalanya pada bahu suaminya itu.

"Terimakasih"

"Jangan terlalu percaya diri, aku kesini hanya karena kebetulan" Krist terkekeh kecil, ia tahu Singto bebohong.

Singto yang awalnya sedikit terkejut dengan pelukan yang Krist berikan langsung membalas pelukan hangat pemuda manis itu, dengan lembut ia mengusap punggung Krist dan sesekali mengecup puncak kepala Krist.

Baik Krist maupun Singto tak ada satupun dari mereka yang mau melepaskan pelukan itu. Langit sore di kota bangkok menjadi saksi bisu potret manis pasangan tersebut.

"Kita harus pulang P'singto" ucap Krist dengan masih mengeratkan pelukannya pada Singto.

"Heum, dan lagi pundakku mati rasa. Kepalamu itu berat" walaupun berkata seperti itu Singto pun enggan melepaskan pelukannya pada Krist.

"Sebentar lagi malam, kita benar-benar harus pulang P'" Krist masih bertahan pada posisinya.

"Krist"

"Heum?" Krist mengangkat sedikit kepalanya hingga kini wajahnya dan Singto hanya berjarak satu ruas jari.

"Congratulations" Singto mengecup kening Krist dengan lembut.

Ah, makin berat saja hati Krist untuk melepaskan pelukannya pada Singto.
.
.
.
"Woooaahhh"

Rahang Krist hampir menyentuh tanah saat melihat keindahan yang disuguhkan untuk matanya. Ia menatap pemandangan daratan Santorini dari balkon kamar hotelnya dengan takjub.

Krist dan Singto sedang berada di Santorini, Yunani. Perjalanan liburan ini merupakan hadiah untuk Krist karena telah mendapatkan gelar sarjananya sekaligus sebagai acara bulan madu untuk mereka berdua.

Tempat ini direkomendasikan oleh Chimon, ia berkata bahwa tempatnya sangat indah dan pernah dijadikan tempat shooting drama korea yang entah apa judulnya Singto tidak perduli.

Tadinya Singto mati-matian menolak liburan yang menurutnya tidak berguna ini, namun ibunya memaksa belum lagi Krist yang terlihat ingin menangis saat ia menolak, alhasil jadilah ia mengambil cuti satu minggu utuk datang kesini.

Singto melihat Krist yang tengah asik mengambil selfie di ponselnya. Cih! Padahal tadi dia hampir mati ketakutan saat naik pesawat.

"P'Sing! Ayo kita jalan-jalan" ucap Krist bersemangat.

"Aku lelah. Kau sendiri saja" Singto tidak perduli, ia membaringkan tubuh lelahnya di atas kasur. Oh ayolah jarak dari Thailand ke Yunani itu tidak dekat ya.

Sebenarnya Krist juga merasa lelah, namun pemandangan sempurna ini tak bisa ia lewatkan begitu saja, belum lagi ia ingin mencoba jajanan khas di daerah ini.

"Kalau aku diculik lalu dijual bagaimana?"

"Kau itu terlalu jelek. Untuk dijualpun tidak akan laku"

"Brengsek!" Krist yang kesal langsung melemparkan bantal sofa pada Singto.

Krist pergi keluar dari hotel untuk menikmati pemandangan indah di daerah sekitar. Ia mengendarai sepeda yang disediakan pihak hotel untuk tamunya pergi berjalan-jalan.

Ia pergi ke berbagai tempat yang tak jauh dari hotel dan mencicipi berbagai macam makanan ringan yang dijual disana. Mulai dari yang manis sampai yang gurih.

Krist yang tengah asik menikmati pemandangan birunya lautan sambil memakan es krimnya tiba-tiba saja dihampiri seorang pemuda asing yang sangat tampan.

"Γεια σου γλυκό" Hai manis.

"Huh?" Krist yang tiba-tiba saja disapa dengan bahasa yang ia tak mengerti hanya menatap pria ini bingung.

"ποιο είναι το όνομά σας?" Siapa namamu?

"I'm sorry, i don't understand what you say"

"ας παίξουμε μαζί" Ayo bermain bersama. Pria itu dengan berani memegang lengan Krist.

"Hey don't you dare to touch me! I'm another person's Apple" Krist menghempaskan tangan pria asing itu.

"δεν πωλούν ακριβά" jangan sok jual mahal. Pria itu berjalan mendekati Krist yang mulai melangkah mundur.

Krist ingin berteriak meminta tolong, namun sebelum ia sempat melakukan hal tersebut, ada seseorang yang menarik tubuhnya kebelakang untuk berlindung.

"P'Singto" lirih Krist.

Singto tak mengatakan apapun pada pria asing di hadapannya itu, badan Singto mungkin lebih kecil dari pria itu namun tatapan matanya mampu membuat pria itu mengerti bahwa Singto tak ingin miliknya diganggu orang lain.

Pria itu mengangkat kedua tangannya dan berlalu dari hadapan mereka berdua. Krist bernafas lega dan menyandarkan kepalanya pada punggung Singto.

Singto membalikan tubuhnya dan menatap Krist dengan tajam. Krist yang merasa tak bersalah dalam hal ini pun menatap balik pada Singto tak kalah tajam.

"Kita kembali ke hotel"

"Tunggu dulu" Krist mengambil sepeda yang ia parkirkan tak jauh dari posisi mereka.

Krist menyerahkan sepeda itu untuk dikendarai Singto dan ia akan duduk di belakang sambil memeluk pinggang suaminya dengan erat. Bukankah terdengar sangat romantis?

"Aku tidak bisa naik sepeda"

"What?!"

Krist menatap Singto tidak percaya, bayangan adegan romantisnya langsung hancur begitu saja karena Singto tidak bisa naik sepeda.

"Aku tidak pernah naik sepeda"

"Ya Tuhan P'! kau benar-benar tidak bisa naik sepeda? Waktu ke sekolah dulu kau tidak pernah naik sepeda?" Krist masih tak percaya.

"Diantar jemput dengan mobil"

Orang kaya sialan.

"Ya sudah aku saja yang bawa, P' duduk di belakang"

Singto hanya diam dan menyilangkan tangannya di depan dada lalu menaikkan satu aslisnya pada Krist. Tentu saja Singto tidak akan mau, harga dirinya terlalu tinggi untuk duduk dibelakang berdiam diri dibonceng sang Apple.

"Aarggh! Ya sudah jalan kaki!" Krist yang kesal langsung menuntun sepedanya.

"Aku tidak jalan kaki" Krist menengok dan menatap Singto dengan tajam.

"Lalu P'Sing kesini pakai apa?"

"Pakai taxi"

"The fuck! P' hotel kita bahkan bisa terlihat dari sini!"

"Uangku banyak, tidak sepertimu miskin" Singto menatap Krist dengan senyum jahil.

"SIALAN!"
.
.
.
"Saat seorang Apple Blossom sedang hamil, mereka akan terlihat 10 kali lebih manis dan sexy. Mama tidak mau menantu kesayangan Mama direbut bule tampan : ( Jaga Applemu dengan baik-baik Sing"

Singto mendengus kasar saat membaca pesan yang dikirimkan ibunya. Manis apanya?

Ia dan Krist tidak jadi kembali ke hotel karena tiba-tiba saja Krist merasa lapar lagi dan akhirnya mereka memutuskan untuk mampir ke sebuah restoran sederhana yang ada di pinggir jalan.

Singto mengarahkan pandangannya pada Krist, ia ingin membuktikan apakah perkataan ibunya benar atau tidak. Singto mengerutkan alisnya saat melihat Krist yang tidak ada manis-manisnya sama sekali.

Namun saat diperhatikan lebih lama dan seksama, tingkah Krist mulai terlihat sangat menggemaskan. Apalagi saat saus mayonaise yang tersisa di sudut bibir Krist dijilatnya dengan sensual. Sial Singto jadi teringat malam panas mereka dulu.

"Aku mau ke toilet"

Krist hanya mengangguk tanda mengerti.

Singto kembali dari kamar kecil, ia menghentikan langkahnya saat melihat seorang pria asing lagi, kini tengah menggenggam tangan Krist dengan lembut sambil tersenyum manis pada Krist.

Namun yang membuat Singto benar-benar marah adalah ekspresi yang Krist tunjukan pada pria itu, Krist tengah tersenyum malu-malu dengan mata bulat yang berbinar dan wajah yang merona.

Singto kembali ke mejanya saat pria asing itu telah pergi, ia melihat Krist yang masih merona dengan tatapan dingin.

"Berapa harga yang ia tawarkan padamu?" ucap Singto tanpa melihat Krist sambil melanjutkan makannya.

"Huh?" Krist menautkan alisnya bingung.

"Bukankah tadi ia tengah menawarimu untuk menghabiskan malam bersamanya?" ucap Singto dingin dengan wajah datar.

"A-Apa?" Krist mebulatkan matanya saat mendengar ucapan Singto.

"Berapa harga yang ia tawarkan sampai mampu membuatmu tersenyum seperti tadi huh?"

Deg

Bagai disambar petir di siang hari. Rasa sesak mulai memenuhi rongga dada Krist, pertanyaan yang Singto ajukan benar-benar melukai hati dan perasaannya.

"Apa kau menganggapku seperti seorang pelacur?" Tolong jawab tidak. Aku mohon jawab tidak.

"Iya"

Krist tahu Singto kejam, Krist tahu lidah Singto sangat tajam, dan Krist sangat tahu bahwa Singto tak menyukai dirinya. Namun haruskah ia diperlakukan seperti ini?

Krist menutup matanya yang terasa panas, ia mengepalkan kedua tinjunya dengan erat hingga buku-buku jarinya memutih.

Krist tak ingin terlihat lemah, ia mencoba bersikap biasa saja saat mendengar jawaban menyakitkan dari mulut suaminya. Namun perasaan sakit tak dapat lagi di tahannya.

Pandangan Krist mulai kabur karena genangan air mata yang siap jatuh kapan saja, ia menggigit bibirnya keras, berharap tak ada isakan yang keluar dari sana, dan tangannya mulai gemetar.

Tak mendapat jawaban balasan dari Krist membuat Singto mau tak mau menatap pemuda manis itu. Betapa terkejutnya ia mendapati Krist yang tengah menangis dalam diam.

Air mata terus mengalir membasahi pipinya, tubuhnya bergetar dengan hebat. Tak ada suara isakan yang Krist keluarkan namun keadaannya saat ini mampu menggambarkan betapa terlukanya dia.

"Krist"

Krist mengangkat kepalanya. Ia mencoba tersenyum pada Singto namun gagal, air matanya sudah tak bisa dikendalikan dan rasa perih kini lebih mendominasi perasaannya.

"A-Aku akan kembali ke ho-hotel duluan P'"

Krist berlari keluar dari restoran, meninggalkan Singto yang masih terdiam sendirian di dalam sana.

Sebuah kertas nama kecil tergeletak di samping piring Krist. Singto mengambil kertas itu.

Jasa ramal garis telapak tangan.

Pria tadi bukan sedang menggoda Krist, melainkan tengah meramalnya dan wajah merona Krist itu karena ramalan pria tadi adalah tentang bagaimana bahagianya kehidupannya nanti.

SHIT!

Singto bergegas mengejar Krist, namun ia tak dapat menemukannya. Ia kembali ke kamar hotel berharap dapat menemukan Krist disana namun nihil.

Singto berlari keluar hotel dan mencari Krist di area sekitar, ia bertanya pada setiap orang yang dijumpainya dan tak ada satupun yang melihat Krist. Singto terus berlari kesana kemari untuk mencari Krist.

"Krist!" Singto berteriak frustasi. Ia tak perduli dengan tatapan aneh yang orang lain berikan padanya. Hanya satu yang ia inginkan saat ini, menemukan Krist.

Sudah hampir dua jam berlalu namun Krist tak kunjung ditemukan. Singto masih terus mencarinya, ia sudah tak dapat memikirkan hal lain lagi selain menemukan Krist secepatnya.

Penampilan Singto sudah sangat berantakan, ia berlari dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mencari Applenya yang hilang.

Singto mengusap wajahnya dengan kasar, ia tak menghiraukan darah segar yang mengalir dari lututnya karena terjatuh saat tengah mencari Krist di area dekat tangga beberapa saat yang lalu.

"Krist"

Singto terus memanggil nama Krist, kini ia tengah mencari Krist di area pantai. Langit sudah mulai gelap, matahari kini sudah berganti posisi dengan sang rembulan.

"Krist... Krist..." Singto memanggil nama Krist dengan frustasi.

Krist kamu dimana?

.

.

.
Ancur si kayanya chap ini parah :') /nangis dipojokan dua duaan ama bang nichkhun/

Terus itu thx bgt google translate wkwkwkkw

Sampai jumpa di chap selanjutnya

-fiphu-

April, 21, 2018.
11:45 PM

Continue Reading

You'll Also Like

Platonic By Hamba

Fanfiction

86.7K 13.7K 35
Hidup mereka seperti sebuah diorama, mainan milik Tuhan. Berada dalam sebuah hubungan yang kaku dan membingungkan, tapi Tuhan sepertinya senang kalau...
26.1K 1.8K 15
21++ (completed) gun atthaphan di vonis menderita penyakit mental setelah tragedi yang menimpanya... Bukan hanya itu dia berubah jadi seorang hypers...
170K 5.2K 12
WARNING 21++ This is story about Rendy and his girls.. Entah suatu kesialan atau keberuntungan, seorang Rendy Leonard Sandjaya, pria yang paling diin...
25.5K 535 3
WARNINGโ€ผ๏ธ Cerita ini mengandung 21+ dan berbau pornografi serta cerita nya mengandung unsur BL. Buat yang umur nya dibawah umur atau belum genap 17 t...