SWEET LOVE STORY : DANCING IN...

Por Roxabell212

258K 19.5K 837

Elsa adalah salah satu pelayan favorit Putri Anne. Ia pikir kehidupan seorang putra dan putri raja selalu dip... Más

Dancing in The Dark - Ready PDF
Ready PDF Dancing in the Dark - Republish Chapter 1 and Chapter 2
Dancing in The Dark - Republish Chapter 3. Proper Meal
Dancing in The Dark - Republish Chapter 5. Sister
Dancing in The Dark - Republish Chapter 6. Stubborn Zen
Dancing in The Dark - Republish Chapter 7. Anne's Wedding Plan
Dancing in The Dark - Republish Chapter 8. Starving
Dancing in The Dark - Republish Chapter 9. Hubert
Dancing in The Dark - Republish Chapter 10. Reveal
Dancing in The Dark - Republish Chapter 11. Sir Wilhem
Dancing in The Dark - Republish Chapter 12. Engagement
Dancing in The Dark - Republish Chapter 13. True Feeling
Dancing in The Dark - Republish Chapter 14. Duty
Dancing in The Dark - Republish Chapter 15. Lost
Dancing in The Dark - Republish Chapter 16. Savior
Dancing in The Dark - Republish Chapter 17. Sorrow
Dancing in the Dark - Republish 18. Responsibility
Dancing in the Dark - Republish 19. Blacksmith
Dancing in The Dark - Republish Chapter 20. Market
Dancing in The Dark - Republish Chapter 21. Anger
Dancing in The Dark - Republish Chapter 22. Truth
Dancing in The Dark - Republish Chapter 23. Festival
Dancing in The Dark - Republish Chapter 25. Key
Dancing in The Dark - Republish Chapter 26. Key

Dancing in The Dark - Republish Chapter 4. History About Zen

9.4K 948 16
Por Roxabell212

Elsa terburu buru kembali ke Istana Zen sebelum Tuan Jeff menyadari ada beberapa bahan yang hilang di dapur. "Elsa?" Celetukkan seseorang mengagetkannya. Dengan perlahan, berpura-pura tidak ada yang ia sembunyikan, Elsa menoleh ke belakang.

Rupanya Martha, salah satu pelayan istana utama. Ia membawa nampan berisi makanan, sisa.

"Martha? Apa ini?" Elsa mengerutkan dahinya.

"Ini makanan untuk Pangeran Zen,"

Elsa nyaris tidak percaya dengan yang didengar. Makanan yang sudah "tidak layak" untuk disajikan, terbukti dengan daging ayam yang sudah terkoyak, sayur mayur yang sudah tercacah dan sebuah roti dengan bercak hijau dan putih alias jamur, hendak disajikan untuk Pangeran Zen. Ini benar benar di luar batas kewajaran.

"Apa..apa Pangeran Zen memakan ini?" Elsa ternganga.

Martha mengangguk ragu. "Sejak mulai bekerja di istana, aku bertugas untuk mengantar ini. Pangeran Zen mungkin memakannya sebab ketika aku mengambil nampannya kembali, semua sudah kosong,"

"Berikan padaku!" rebut Elsa. Ia tidak mungkin membiarkan Zen memakan makanan seperti ini!

"Ah tapi-"

"Aku pelayan Pangeran Zen sekarang. Putri Anne memindahkanku kesini," potong Elsa.

Mata Martha membulat. "Apa? Dipindah kesini? Dan kau mau? Kau tahu kan-"

"Iya aku tahu. Tapi apa boleh buat. Berikan saja padaku. Biar kuberikan pada Pangeran," seloroh Elsa.

Martha menggeleng heran dengan keputusan Elsa setuju dipindahkan ke istana gelap milik Zen. "Berjuanglah!" Pesan Marta membuat Elsa tertawa.

"Aku tidak sedang berperang, Martha. Tapi, terima kasih!" Balasnya.

Martha pun pergi kembali ke istananya. Kini, tinggallah Elsa berdiri sendirian dengan nampan berisi makanan sisa. Ia tidak langsung memberikannya pada Zen, namun ia menuju dapur dan membuat makanan itu lebih layak dimakan. Elsa menyingkirkan perabotan dapur yang menutupi meja. Ia mencuci garpu dan pisau yang telah berdebu dengan bersih, lalu menggunakannya untuk memotong motong bagian daging ayam yang terkoyak agar lebih rapi dan layak saji. Kemudian ia menyingkirkan sayuran yang tercacah. Untuk roti, dengan terpaksa ia tidak memberikan itu pada Zen. Ia tidak ingin Zen keracunan. Selanjutnya ia mencuci sebuah gelas dan mengisinya dengan air.

Elsa mengetuk pintu kamar Zen perlahan. Kali ini cukup sekali ketukan Zen membuka pintu.

"Kau lama sekali! Tidakkah kau tahu aku lapar?!" Marahnya.

"Maaf, Pange-"

"Zen! Berapa kali ku harus katakan panggil aku Zen! Apa kau tidak lihat keadaanku disini? Tidak ada pangeran yang hidup ditempat seperti ini, mengerti?!" Omel Zen. Ia tidak suka mendengar seseorang memanggilnya dengan sebutan pangeran, karena baginya, ia bukan pangeran.

Elsa tersentak. Telinganya berdenging diteriaki oleh Zen seperti itu. "Ba..baik, Tu-Tuan,"jawab Elsa terbata bata. Rasanya sungguh sulit memanggil Zen tanpa gelarnya.

Zen menaikkan satu alisnya lalu menghela nafas. "Baiklah. Itu lebih baik,"

Zen lalu melirik nampannya. Ia sedikit kaget dan heran. Makanan hari ini, untuk pertama kalinya sangat rapi sampai sampai ia tidak sadar jika itu adalah makanan sisa. "Apa ini makanan baru?" alis Zen mengeryit.

"Benar, Tuan. Ini makanan baru," bohong Elsa. Ia bertekad, tidak ada lagi makanan sisa untuk tuannya. "Silahkan dimakan, Tuan," Elsa menyodorkan nampan itu. Ugh, ruangan Zen begitu menyengat baunya. Elsa mencoba curi-curi pandang ingin tahu keadaan kamar Zen seperti apa hingga mengeluarkan bau tidak sedap seperti itu.

"Apa yang kau cari?!" Tanyanya galak. Elsa buru buru menggeleng.

"Katakan padaku!" Paksa Zen. Ia diam-diam penasaran dengan gerak-gerik Elsa.

Elsa melinting renda seragamnya dengan takut. "Anu, maaf, Tuan. Tapi apa saya bisa..saya bisa membersihkan ruangan anda? Sepertinya berdebu.." tawar Elsa sambil menunduk.

"Tidak perlu," jawabnya ketus.

"Tapi, Tu-"

"Aku kan sudah bilang aku tidak butuh pelayan. Aku bisa mengurus diriku sendiri," potongnya membela diri.

Elsa diam-diam mencibir. Mengurus diri sendiri? Tubuh kurus, dekil, kumal, dan bau, itukah bukti dia bisa? Begitu cibirnya.

"Tapi Tuan, saya bisa mencium bau-" Elsa buru buru menutup mulutnya. Ia mengutuk dirinya. Bagaimana bisa berbicara seperti itu di depan seorang Pangeran. Mengatakan seorang pangeran bau sama saja seperti menjatuhkan harga diri Zen. Tapi, lingkungan kotor itu sungguh tidak baik bagi kesehatan Zen.

Mata Elsa berhasil mencuri keadaan kamar Zen. Elsa merasa ia harus mengelus dadanya, prihatin dengan ruangan Zen. Selimut kumal berceceran di lantai. Lilin yang sudah tinggal sedikit, nyaris sumbunya saja. Beberapa piring kotor terlihat berserakan, pakaian Zen juga tergeletak tidak karuan. Debu, sarang laba laba, semua memenuhi kamar Zen. "Tuan, saya hanya ingin menjalankan tugas dari Putri Anne," Elsa bersihkeras.

"Katakan saja padanya kau sudah mengurusku,"

Elsa menggeleng. "Saya tidak bisa berbohong, Zen,"

Zen berdecak. "Kenapa? Tidak perlu kau bersikap seperti itu!" Cecarnya.

Elsa dengan sabar menggeleng. "Bukan begitu, Tuan. Tapi saya memikirkan bagaimana Putri Anne begitu memikirkan anda. Dia bahkan memohon pada saya untuk mau mengurus anda. Itulah sebabnya saya tidak bisa berbohong,"

Zen terdiam sejenak. "Anne itu..dia hanya berpura pura baik padaku,"

Elsa tersentak. "Bagaimana bisa anda bicara begitu? Tuan, bahkan Putri Anne menyediakan beberapa bahan makanan segar untuk anda. "

Zen tetap menggeleng. "Aku tidak percaya dengan wanita itu. Dia tidak ada bedanya dengan Ratu dan Edward. Mereka semua berubah ketika tahu siapa aku,"

Elsa terpaku. Zen begitu sedih. Tatapan matanya lurus ke nampannya. Kosong. Hampa. Zen, adalah Putra terakhir Ratu Annelise. Sejarahnya begitu menyayat hati bagi siapapun yang mendengarnya. Tidak terkecuali Elsa, pelayan yang sudah bertahun tahun berada di sisi Anne. Anne pernah bercerita, saat itu, Edward dan Anne masih sangat kecil. Suatu hari, Raja Fernand membawa pulang seorang balita laki laki. Katanya, Zen salah satu korban dari perang yang berkecamuk kala itu. Orangtuanya mati membela kerajaan dalan perangnya. Merasa kasihan, Zen dibawa ke istana dan diangkat sebagai anak. Dia dihujani oleh kasih sayang dan harta layaknya seorang pangeran pada umumnya. Hidupnya bahagia. Tapi tidak bertahan lama, Ratu mengetahui bahwa Zen, bukanlah korban perang seperti yang Raja bilang. Zen, adalah putra hasil hubungan gelap Sang Raja dengan salah satu wanita dari kalangan rakyat jelata. Wanita itu sendiri meninggal saat melahirkan Zen. Untuk menutupi rasa bersalahnya, Raja pun membawa Zen. Akan tetapi, kesalahan terbesar Raja, yaitu berselingkuh bahkan hingga memiliki seorang putra dari wanita lain, tidak dimaafkan oleh Sang Ratu. Seketika dunia seperti terbalik untuk Zen. Kasih sayang Ratu dan Edward sirna begitu saja. Bahkan ketika Anne mengajak Zen bermain, Ratu tidak segan menghukum putrinya dan mengusir Zen dari dekatnya. Hanya Sang Raja yang tetap mengajaknya berbicara. Kasih sayangnya untuk putranya tidak pernah hilang.

Bertahun-tahun setelah terbongkarnya fakta tentang Zen, hubungan Ratu dan Raja retak. Keretakkan dengan istri tercintanya itu begitu menguras pikiran Raja. Hingga akhirnya Raja pun jatuh sakit. Kemarahan Ratu yang teramat sangat, membuat Raja tidak teurus. Hanya pelayannya yg mengurusnya dan itu tidak cukup jika bukan istrinya sendiri yang mengurus. Hingga akhirnya Raja meninggal dunia.

Meninggalnya sang Raja berimbas pada Zen. Hidup Zen seolah ikut berakhir. Ratu mengusir Zen dari istana. Namun, berkat Anne yang pantang menyerah membujuk ibunya, akhirnya Ratu mengizinkan Zen tetap diistana dengan catatan, Zen diasingkan ke bagian paling belakang kompleks istana dan harus mengurus dirinya sendiri. Tidak ada pelayan untuknya.

Zen hanya bisa pasrah menerima semua keputusan Ratu. Dia mengasingkan diri di istananya. Sendirian, tanpa teman. 





E-book PDF: Dancing in the Dark
Price: Rp. 35.000
Jumlah halaman : 758 halaman A5
Kontak Pembelian via ponsel : 085-726-266-846
Kontak Pembelian via IG : roxabell_212
Kontak Pembelian via wattpad dm : Roxabell212

Seguir leyendo

También te gustarán

1.6K 497 27
Dijodohkan adalah hal klise dan paling konyol menurut Aluna dan Arsenio. Mereka sepakat bahwa cara menyatukan dua insan melalui perjodohan adalah seb...
4.6K 1.1K 21
✔️ [TAMAT] [FIKSI REMAJA] "Tiga tahun yang sangat kucintai sekaligus kubenci setengah mati." Hanya sepenggal kisah tentang hati yang jungkir balik di...
3.5K 570 39
Ketika dua hal berkebalikan bertemu dan menjadi warna baru. Apa yang terjadi?
1.6M 99K 45
Hai nama gue Shine, dan gue nggak pernah akur sama nyokap gue!! Gue benci banget sama dia, guess what?? 3 kali gue pacaran, 3 kali pula cowok gue mut...