My Little Girl

By Itsdai7

411K 28.1K 1.6K

Diktator. Dingin. Tegas. Adalah sebagian dari sifat Iqbaal Dhiafakhri. Pria tampan yang menjadi kekasih seora... More

'My Little Girl' 1
'My Little Girl 2'
'My Little Girl 3'
'My Little Girl 4'
'My Little Girl 5'
'My Little Girl 6'
'My Little Girl 7'
'My Little Girl 8'
'My Little Girl 9'
'My Little Girl 10'
'My Little Girl 11'
'My Little Girl 12'
'My Little Girl 13'
'My Little Girl 14'
'My Little Girl 15'
'My Little Girl 16'
'My Little Girl 17'
'My Little Girl 18'
'My Little Girl 19'
'My Little Girl 20'
'My Little Girl 21'
'My Little Girl 22'
'My Little Girl 23'
'My Little Girl 24'
'My Little Girl 25'
'My Little Girl 26'
'My Little Girl 27'
'My Little Girl 28'
'My Little Girl 29'
'My Little Girl 30'
'My Little Girl 31'
'My Little Girl 32'
'My Little Girl 33'
'My Little Girl 34'
'My Little Girl 35'
'My Little Girl 36'
'My Little Girl 37'
'My Little Girl 38'
'My Little Girl 39'
'My Little Girl 40'
'My Little Girl 41'
'My Little Girl 42'
'My Little Girl 43'
'My Little Girl 44'
'My Little Girl 45'
'My Little Girl 47'
'My Little Girl 48'
'My Little Girl 49'
'My Little Girl 50'
'My Little Girl 51'
'My Little Girl 52'
'My Little Girl 53'
'My Little Girl 54'
'My Little Girl 55'
'My Little Girl 56'

'My Little Girl 46'

6.8K 525 31
By Itsdai7

Dibikin enjoy aja gengs karena alurnya masih panjang. Mungkin menurut kalian bertele-tele tapi semuanya emang udah aku atur sedemikian rupa. Supaya ceritanya sampe sama kalian..

And Happy Reading

***

Entah sudah berapa wahana permainan yang sudah Iqbaal, Shelna dan (Namakamu) coba. Yang jelas, mereka begitu menikmati malam minggu ini. Senyum dan tawa turut memeriahkan kegembiraan mereka.

"Nana gak mau naik pesawat itu lagi om Ibaal" ucap Shelna dengan nada gerutuannya.

"Emangnya kenapa?" tanya Iqbaal mengelus puncak kepala Shelna.

"Tadi pesawat Nana miling-miling mau jatuh, nanti Nana jatuh kan sakit om Ibaal"

Jawaban Shelna sontak membuat Iqbaal dan (Namakamu) tertawa bersamaan. Memang, tadi Shelna mencoba sebuah wahana permainan anak yang berbentuk pesawat. Gerakannya seperti ombak dan kadang naik turun. Dan itu membuat Shelna ketakutan.

"Bilang aja Shelna penakut" cibir Iqbaal meremehkan Shelna.

Gadis cilik itu tidak terima diremehkan Iqbaal. Dia kemudian bertolak pinggang dan mengangkat dagunya sombong.

"Nana gak takut apapun! Nana pembelani"

Dengan jahilnya, Iqbaal kembali menggoda Shelna "Pembelani-pembelani, ngomong aja masih belepotan segala sok berani"

Kesal, Shelna menepuk pipi Iqbaal, tapi tidak keras. Iqbaal pun sama sekali tidak merasa kesakitan.

"Om Ibaal ngeselin, ante?"

"Iya?" balas (Namakamu) yang daritadi terus memperhatikan perdebatan Iqbaal dan Shelna.

"Ante jangan mau jadi pacal om Ibaal ya?" pesan Shelna polos.

(Namakamu) sedikit bingung, darimana gadis sekecil Shelna bisa mengerti tentang pacaran?

"Apasih Shelna? Kenapa tante cantik gak boleh jadi pacar om Ibaal?" protes Iqbaal yang kesal.

"Soalnya om Ibaal lese, nanti ante cantik pasti halus nahan kesel kalo ngomong sama om Ibaal. Jadi, ante gak boleh pacalan sama om Ibaal!" jelas Shelna layaknya orang dewasa yang sedang menasehati temannya.

(Namakamu) lagi-lagi dibuat tertawa oleh ucapan Shelna.

Dengan gemas (Namakamu) mencubit pipi Shelna "Shelna masih kecil kok udah tau pacar-pacaran? Diajarin sama siapa sih?"

"Yang jelas bukan aku yah" kata Iqbaal cepat saat (Namakamu) menatapnya. Seolah Iqbaal-lah pelaku yang mengajarkan Shelna tentang percintaan orang dewasa.

"Om Babas, kata om Babas jadi pelempuan jangan mau jadi pacal olang yang suka ngeselin kaya om Ibaal" ungkap Shelna dengan gaya polosnya.

Bila saja Bastian ada dihadapan Iqbaal saat ini juga. Iqbaal sudah pasti akan menghajarnya, karena sudah mengajarkan hal yang seharusnya tidak diajarkan pada anak seusia Shelna.

"Bastian sarap!" umpat Iqbaal menahan kesal.

"Salap? Apa om Ibaal?"

"Hah? Enggak kok, yuk kita jalan lagi. Shelna masih mau mainkan?"

Shelna mengangguk penuh semangat. Tangan kanan Iqbaal digunakan untuk menggendong Shelna.

Tangan kirinya yang bebas lalu menggenggam erat tangan (Namakamu). (Namakamu) ingin menepis tangan Iqbaal, tapi Iqbaal malah mengeratkannya.

"Aku bisa jalan sendiri" ucap (Namakamu) yang masih berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Iqbaal.

Dan dengan santai Iqbaal menjawab "Gapapa, takut nanti kamu hilang"

"Aku bukan anak kecil!" kesal (Namakamu) pada Iqbaal.
Iqbaal malah tersenyum manis.

"Tapi hampir mirip"

Lalu (Namakamu) menatap Iqbaal sinis "Setuju sama Shelna, jangan pacaran sama orang yang ngeselin"

"Aku bukan orang yang ngeselin. Jadi, kamu mau kan jadi pacarku?"

Pertanyaan Iqbaal sempat membuat (Namakamu) terdiam beberapa detik.

"Kata Shelna, jangan mau" jawab (Namakamu).

Iqbaal tertawa pelan melihat tingkah (Namakamu). Semakin hari semakin menggemaskan saja.

Iqbaal lebih senang (Namakamu) yang sekarang. Lebih banyak tersenyum dan tertawa. Bukan (Namakamu) yang ia lihat tadi sore. (Namakamu) yang menangis dan bersedih karena kehilangan pasien yang ia rawat.

Tadi sore Iqbaal berniat bertemu (Namakamu) dirumah sakit. Namun, dia malah melihat (Namakamu) yang sedang menangis dipelukan Ari. Dia memperhatikan Ari dan (Namakamu) dari kejauhan. Setelah mencari informasi, ternyata pasien yang ia rawat meninggal dan itu yang menyebabkan (Namakamu) bersedih.

"Kita nostalgia yuk?" ajak Iqbaal, (Namakamu) pun kebingungan tak mengerti ucapan Iqbaal.

"Ayo, ikut aku"

Iqbaal menarik tangan (Namakamu) untuk mengajaknya kesuatu wahana bianglala. (Namakamu) menatap heran kearah Iqbaal.

"Dulu, terakhir kali kepasar malam. Kamu minta naik bianglala, tapi berhubung waktu itu udah malem. Aku gak izinin kamu, kamu ingat?"

Sejenak (Namakamu) mengingat sebuah memori yang barusaja Iqbaal katakan. Dia ingat, malam itu Iqbaal tidak mengizinkannya naik bianglala karena sudah larut.

"Dan hari ini, aku bakal nepatin janji aku"

Tak ada kata yang bisa (Namakamu) ucapkan. Perasaan senang menjalari hatinya, saat tahu Iqbaal masih mengingat janjinya.

"(Namakamu), ayo naik. Kok malah ngelamun?" ajak Iqbaal yang ternyata sudah naik salah satu tempat yang berbentuk sangkar burung.

(Namakamu) menuruti kemauan Iqbaal. Dia duduk berhadapan dengan Iqbaal sedangkan Shelna malah berdiri karena sangat antusias melihat pemandangan pasar malam dari atas ketinggian.

"Om Ibaal, itu pesawat miling-miling yang Nana naikin tadi" heboh Shelna kesenangan.

(Namakamu) tertawa pelan, dia lalu mencium pipi Shelna.

"Kayanya sayang banget sama Shelna?" kata Iqbaal yang daritadi melihat tingkah (Namakamu).

"Iya soalnya Shelna gemesin sih"

"Aku gemesin gak? Biar disayang sama kamu gitu?" Iqbaal terkekeh pelan setelah berhasil menggoda (Namakamu).

"Gemesin, pengen nabok" kesal (Namakamu) pada tingkah Iqbaal yang masih suka menggodanya.

Iqbaal malah tertawa "Gapapa, seenggaknya ada yang kamu suka dari aku. Biar aku diinget terus sama kamu"

"Niatnya mau bilang makasih karena udah buat aku seneng, tapi kayanya gaperlu"

Benar, (Namakamu) membatalkan niatnya untuk berterimakasih pada Iqbaal karena berhasil membuatnya senang malam ini. Tapi karena keusialn Iqbaal yang terus menggodanya. Membuat (Namakamu) kesal.

"Gausah bilang makasih, itu udah jadi tugasku buat kamu seneng"

Hening. Beberapa saat hening, hanya ada celotehan Shelna yang ditanggapi Iqbaal seadanya.

(Namakamu) menjadi pemerhati. Terbesit pikiran untuk memberi kesempatan Iqbaal tapi hatinya masih ada keraguan.

"Kak," panggil (Namakamu) pelan "Aku mau tanya sesuatu boleh?"

Iqbaal menatap (Namakamu) intens lalu tersenyum manis "Boleh, apapun itu"

"Kak Iqbaal... masih, sayang sama aku?"

Lalu Iqbaal menatap (Namakamu) penuh arti "Selalu sayang, lebih dari yang kamu tau"

Tenggorokan (Namakamu) terasa tercekat mendengar jawaban Iqbaal.

"Kalo aku kasih kesempatan kedua, kakak mau?"

***

Ceklek

(Namakamu) barusaja mengunci pintu rumahnya setelah pulang dari pasar malam tadi.

"Kyaaa..." teriak (Namakamu) histeris saat memutar badannya dan menemukan pria yang sedang bersidekap dengan mata tajamnya.

"Bagus, jam segini baru pulang"  pria itu masih menatap (Namakamu) tajam.

"Bang Ari, lo ngagetin gue tau!" kesal (Namakamu) pada Ari yang tiba-tiba sudah ada dirumahnya.

"Gue butuh penjelasan"

(Namakamu) mendesah lelah, kemudian dia merebahkan tubuhnya disofa ruang tamu. Sama sekali tidak heran dengan keberadaan Ari yang hampir tengah malam ini ada dirumahnya.

Pria itu sering kerumah (Namakamu) hanya untuk memastikan bahwa (Namakamu) baik-baik saja sewaktu orang tuanya masih tinggal di Singapura dulu.

"Apa sih bang? Gue capek" jawab (Namakamu) memejamkan matanya.

Dia benar-benar lelah, banyak yang ia lakukan tadi bersama Shelna dan Iqbaal. Tapi itu sangat menyenangkan.

"Kenapa jam segini baru pulang? Mentang-mentang om Haviar sama tante Kiran pergi keluar kota, terus lo bisa bebas pulang jam berapapun?"

(Namakamu) menatap Ari sekilas "Gak gitu bang, toh gue juga udah biasa pulang jam segini kalo lagi ada pasien. Bahkan kadang lebih larut, lo kan tau"

"Tapi sekarang lagi gak ada pasien, terus lo kemana aja? Daritadi gue hubungin lo tapi ponsel lo gak aktif, lo tau? Gue khawatir sama lo"

"Gue gak kemana-mana, cuma refreshing sedikit. Tadi hp gue lowbet, iya sorry udah bikin lo khawatir"

"Kalo cuma dikit, gak mungkin sampe selarut ini. Pergi sama siapa?" tanya Ari penuh selidik.

Beberapa detik (Namakamu) terdiam, bingung harus menjawab apa pada Ari.

"Gue..gue tadi--"

"Jujur sama gue" ujar Ari cepat sebelum (Namakamu) memulai kebohongannya. Ari dapat melihat gelagat mencurigakan dari (Namakamu).

"Sebenernya, gue pergi sama kak Iqbaal. Tapi kita gak cuma berdua kok, ada Shelna juga keponakan--"

"Kak Iqbaal? Lo pergi sama kak Iqbaal?" Ari menatap (Namakamu) dengan tatapan tak percaya.

(Namakamu) menganggukkan kepalanya pelan "Tadi, dia dateng kesini sama Shelna, keponakan dia. Terus mereka ngajak gue pergi. Awalnya gue udah nolak tapi--"

"Tapi akhirnya lo seneng? Iya?"

"Bang Ari gue--"

"(Namakamu) lo kenapa masih berhubungan sama kak Iqbaal sih? Udah jelas-jelas kalo dia udah nyakitin lo dulu"

"Gue cuma mau kasih kesempatan buat dia bang. Dia kayanya emang tulus buat minta maaf" (Namakamu) mencoba meyakinkan Ari.

"Lo yakin kalo dia gak akan nyakitin lo lagi? Gue gak mau lo disakitin kayak waktu itu"

"Dia udah janji sama gue bang, dia gak akan ngulangin kesalahan yang sama"

Ari menghela nafas pasrah. Sangat tahu, bahwa sahabatnya ini masih begitu menyayangi Iqbaal.

Kemudian Ari ikut duduk disamping (Namakamu).

"Gue harap, janji yang dia bilang gak akan pernah dia ingkari. Gue gak mau liat lo disakiti lagi untuk sekian kalinya" kata Ari tulus. Dia sudah benar-benar menyayangi (Namakamu) seperti adiknya sendiri.

(Namakamu) tersenyum manis, begitu beruntung memiliki sahabat yang sangat perhatian dan mengerti dirinya.

"Sayang abang Ari" ceria (Namakamu) memeluk tubuh Ari dari samping.

"Hmm"

Sahutan yang diberikan Ari membuat (Namakamu) sedikit kesal.

"Kok responnya gitu banget sih?" omel (Namakamu) tak suka seraya melepaskan pelukannya pada Ari.

"Gue masih gak rela, adek gue. Balik lagi sama mantannya"

"Tuh kan, bang Ari suka nyebelin. Tadi aja ngedukung, sekarang udah kayak gini lagi"

"Sebagai seorang kakak, wajar dong gue ngerasa cemas sama adek sendiri. Gue cuma takut lo disakitin lagi, udah itu aja" seberapa keras Ari merelakan (Namakamu) kembali pada Iqbaal, tetap saja, masih ada ragu dalam hatinya.

"Gue seneng lo perhatian sama gue, peduli sama gue, artinya lo emang bener-bener sayang sama gue. Tapi bang, setiap orang berhak buat dapet kesempatan kedua kan? Kalo emang kak Iqbaal nyakitin gue lagi, gue udah siap sama semua yang harus gue hadapi"

"Sebelum dia nyakitin lo lagi, gue pastiin gue udah nyingkirin dia" 

(Namakamu) tersenyum manis mendengar ucapan Ari. Pria itu memang selalu berusaha menjaganya.

Ari kemudian beranjak dari tempat duduknya, sebelum itu dia sempat melirik kearah jam dinding yang ada diruang tamu menunjukkan pukul sepuluh malam.

"Mau kemana?" tanya (Namakamu) tefleks ikut berdiri seperti Ari.

"Mau pulang, udah malem. Gue kesini cuma mau mastiin kalo lo baik-baik aja"

"Kok cepet banget? Nanti aja pulangnya, rumah disamping gue juga" kata (Namakamu) dengan nada merajuk.

Ari tertawa pelan, mengerti bila gadis didepannya ini masih ingin ditemani.

"Gue udah daritadi, lo-nya aja yang kelamaan" Ari mengacak rambut (Namakamu) pelan.

"Padahal mau gue bikinin sup ayam"

Ari semakin tertawa lalu sedikit menggoda (Namakamu) "Ceritanya lagi nyogok supaya gue gak pulang?"

Mendengar godaan Ari, (Namakamu) mencebikkan bibirnya kesal.

"Gue cuma nawarin, kalo gak mau juga gakpapa" ketus (Namakamu) kemudian berlalu pergi.

Pada akhirnya Ari lebih memilih untuk tetap dirumah (Namakamu). Karena bagaimana pun, sup ayam buatan (Namakamu) adalah salah satu makanan favoritnya.

"Gue mau sup ayam dek"

***

Sekumpulan karyawan IDR'S Company berbondong-bondong menuju kantin kantor saat jam makan siang berlangsung. Beberapa diantaranya memilih keluar kantor, untuk mencari makan siang di restoran terdekat.

Menu kantin yang monoton kadang membuat karyawan merasa bosan dan memutuskan untuk makan diluar.

"Iya, ini gue udah selesai meeting kok. Tunggu disana aja, bye" Ari memutuskan sambungan telfonnya. Dan melanjutkan kembali perjalanannya.

Hari ini dia ada meeting dengan perusahaan Iqbaal yang akan melakukan perluasan gedung. Setelah meeting berakhir, rencananya dia akan makan siang bersama (Namakamu).

"Ari" panggil Iqbaal pada Ari yang sudah berjalan mendahuluinya.

Ari menoleh menatap Iqbaal "Kenapa?"

"Lo mau ketemu (Namakamu)?" tanya Iqbaal tidak menggunakan bahasa formal mengingat ini bukan jam kantor.

Ari mempertajam tatapannya untuk Iqbaal "Lo nguping pembicaraan gue?"

Kesimpulan Ari memang seperti itu, kalau tidak menguping pembicaraannya ditelfon tadi, lalu bagaimana bisa Iqbaal tahu jika dia mau bertemu (Namakamu)?.

"Gak sengaja denger" kilah Iqbaal.

Ari memutar bola matanya malas, dia tahu Iqbaal berbohong "Ada perlu apa emangnya?"

"Gue mau nitip ini, tolong kasih ke (Namakamu)" kemudian Iqbaal memberikan paper bag berukuran sedang.

Sesuatu yang sudah Iqbaal persiapkan sebelumnya untuk (Namakamu).

"Ini apaan?" penasaran Ari menerima paper bag yang Iqbaal berikan.

"Lo gak usah tau, gak akan ngebahayain (Namakamu) juga. Yang penting, lo kasih ini ke dia"

Ari mencibir "Kenapa gak kasih sendiri aja sih?"

"Pengennya sih gitu, tapi ada bodyguard galaknya nanti gue malah dipukulin" kata Iqbaal meledek Ari yang selalu melindungi (Namakamu) kapanpun itu.

"Sialan lo, udah gue balik dulu"

"Ohya, salamin ya ke (Namakamu). Bilang sama dia..."

Kemudian Iqbaal membisikkan sesuatu pada Ari. Setelah mendengarkan perkataan yang terlontar dari mulut Iqbaal, Ari langsung bergidik ngeri.

"Terserah lo, mending gue cepet balik"

"Jangan lupa sampein yang gue bilang tadi"

Tak mau ambil pusing tentang ocehan Iqbaal, Ari segera membalik badannya dan pergi meninggalkan Iqbaal yang sedang tertawa puas.

'Puk'

Seseorang menepuk bahu kanan Iqbaal. Aldi, dia pelakunya. Pria itu menatap Iqbaal aneh karena Iqbaal tertawa sendiri.

Aldi menempelkan telapak tangannya di kening Iqbaal "Normal. Baal? Lo waras kan?"

Kesal, Iqbaal menepis tangan Aldi kasar "Apaan sih? Lo pikir gue gila?"

"Kali aja gitu, lagian ketawa sendiri kan aneh"

"Gausah dipikirin, makan yuk? Laper gue" ajak Iqbaal lalu berjalan berdampingan dengan Aldi menuju kantin.

Semua karyawan memandang Iqbaal takjub saat Iqbaal sudah duduk dikursi kantin. Aldi sendiri pun heran dengan tingkah sahabatnya yang satu ini.

Pasalnya, selama kantor ini berdiri. Iqbaal sama sekali belum pernah makan dikantin kantor, biasanya dia delivery makanan atau pergi ke restoran yang ada diluar. Dan dengan tiba-tiba tanpa ada badai, Iqbaal ingin makan di kantin kantor?

"Lo udah ke dokter baal? Kayaknya ada yang salah sama lo" tanya Aldi penasaran, dari rautnya pun Iqbaal nampak lebih ceria.

Iqbaal menghembuskan nafasnya kesal "Bisa diem gak? Atau kita gak usah makan?!"

"Eh iya-iya, jangan ngambek gitu dong. Kayak anak kecil lo"

Barusaja Aldi mengucap syukur karena Iqbaal moodnya terlihat bagus, sekarang pria itu sudah badmood lagi. Dasar moody!

Aldi dan Iqbaal kemudian duduk dikursi kantin yang kosong. Setelahya Aldi memesan makanan untuk mereka berdua.

"Lo ngapain ke kantor gue? Ada masalah?" tanya Iqbaal to the point.

Bukannya Aldi CEO yang super sibuk dikantornya. Lalu kenapa dia disini?

"Jadi gini, gue udah mikir selama kurang lebih satu bulan supaya lo bisa deketin (Namakamu) lagi dan bisa balikan sama dia" jelas Aldi dengan wajah seriusnya.

Iqbaal mendelik "Lo, telat!"

"Maksudnya? (Namakamu) udah balik keluar negeri lagi? Terus kesempatan lo hilang dong?"

"Bukan gitu--"

"Woy bro! Gila gak ngajak gue makan siang ya lo pada. Oke fine, mulai sekarang lo gue end" cerocos Bastian yang barusaja datang dengan... Clarissa?

Iqbaal dan Aldi sama sekali tak berniat merespons ucapan Bastian.

"Tuh--"

"Permisi, ini pesanannya pak" ucap pelayan kantin yang datang membawa pesanan Aldi.

Aldi tersenyum ramah "Terimakasih.."

"Temen terjahanam kalian" sinis Bastian pada sahabat-sahabatnya.

"Selamat siang pak Iqbaal dan pak.." sapa Clarissa ramah tapi terhenti ucapannya ketika melihat Aldi.

"Saya Aldi" kata Aldi mengenalkan diri.

Clarissa tersenyum ramah "Saya Clarissa, salam kenal pak Aldi"

"Duduk Ris" Bastian mempersilahkan Clarissa duduk disampingnya.

"Kalo diluar jam kantor, gak usah pake embel-embel 'pak' kesannya kayak udah tua aja" ucap Bastian.

"Tapi gak enak--"

"Gapapa Clarissa, kalo sama kita santai aja" tambah Aldi yang sedang mengunyah makanan.

Clarissa hanya tersenyum, matanya menatap Iqbaal yang sedang konsentrasi dengan makanannya.

"Ris, mau pesen apa?" tanya Bastian yang ternyata sudah memanggil pelayan.

"Euh.. samain aja Bas, aku gak begitu tau makanan yang enak di kantin ini"

"Yaudah, aku pilihin aja ya?" kata Bastian lembut.

Pria ini memang sedang mendekati Clarissa diam-diam. Bastian kemudian memesan makanan untuknya dan juga Clarissa.

"Jadi, ada hal apa yang membuat sang CEO IDR'S Company. Mau makan dikantin kantornya?" heran Bastian saat melihat keberadaan Iqbaal dikantin kantor.

"Gak ada yang penting. Gue cuma mau ngasih solusi biar Iqbaal cepet dapet jodohnya" jelas Aldi setelah menyelesaikan kunyahannya.

"Ga perlu, kasih tau Bastian aja. Lagi butuh kan lo?" tambah Iqbaal yang daritadi diam.

Dengan sombong Bastian menjawab "Oh itu juga gue gak perlu baal, lo kan tau. Kemarin aja gue dikejar-kejar sama cewek-cewek yang ada di mall sebrang jalan"

Aldi bedecih tak percaya. Mana mungkin Bastian dikejar-kejar perempuan. Tidak mungkin!

"Sayangnya gue gak percaya"

"Ck, kalo gak percaya. Lo tanya sama Iqbaal deh" balas Bastian yang agak kesal dengan Aldi.

Karena sudah kepo, Aldi kemudian bertanya pada Iqbaal "Emang beneran baal?"

"Bener" Iqbaal mengangguk, sebelum melanjutkan ucapannya dia minum lebih dulu.

"Maksud lo dikejar waria-waria yang lagi kena razia satpol PP kemarin kan Bas?" jelas Iqbaal pura-pura polos.

"Huaa hahahhaha" Aldi tertawa terpingkal-pingkal mendengar ucapan Iqbaal.

"Anjay! Bastian laris juga, dikalangan waria" ejek Aldi sangat puas.

"Tau ah! Gue ngambek sama lo baal!"

Iqbaal tertawa pelan tanpa memperdulikan tatapan Bastian. Sementara itu, Clarissa juga ikut tersenyum ketika melihat Iqbaal tertawa.

Ini pertama kalinya Clarissa melihat sang CEO yang terdengar dingin itu tertawa. Terlihat semakin menawan.

Sepertinya jatuh hatinya sudah sangat dalam pada CEO IDR'S Company.

***

Bersambung...

Done up! Follow ig 👉atha_adzein👈 karena semua info update dan hal lainnya ada disana.

Tolong jelaskan, gimana perasaan kalian setelah baca part ini!!

Jangan lupa voment!!

Bye 😍😍

Continue Reading

You'll Also Like

59.1K 4.5K 68
Why did you choose him? "Theres no answer for choosing him, choosing someone shouldn't have a reason." - Aveline. ------------ Hi, guys! Aku kepikir...
73.5K 11.5K 16
Yang publik ketahui, kedua pemimpin perusahaan ini sudah menjadi musuh bebuyutan selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sebelum orang tua mereka pensi...
269K 28K 30
warn (bxb, fanfic, badword) harris Caine, seorang pemuda berusia 18 belas tahun yang tanpa sengaja berteleportasi ke sebuah dunia yang tak masuk akal...
120K 10.4K 22
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...