PIECES ✔

By wusanidol_

926 71 31

[COMPLETE] Dia kacau, hilang dan terbebani masa lalu pahit yang menimpa tiga tahun silam. Tapi Dia tersenyum... More

Meet the character
Prolog
1.
2.
3.
4.
5.
6.
8.
9.
10.
11.
12.
13
14
15
16
17
18
19
20-End

7.

16 2 0
By wusanidol_

"Dunia ini sempit, udah lama gak ketemu, eh diketemuin lagi. Sialan emang,"

🍃

Stella terbangun di sisi kasur yang lain, sontak membuat matanya melebar dan kantuknya hilang seketika.

"Nix!" Stella menoleh ke bawah, barangkali Nix jatuh, tapi bocah itu tidak disana.

"Hm? Kenapa?" tanya Nix sedetik kemudian, Stella menghela nafas lega.

"Gue kira lo jatuh," kata Stella lalu kembali berbaring memeluk guling.

"Iya emang," Stella mendekat ke arah Nix, "Aduh, gara-gara gue ya? Sorry-sorry," kata Stella.

"Kan gue udah bilang, gulingnya jangan di pindahin, malah lo peluk, bawa kesana kemari,"

"Gue kan lagi tidur Nix, maklumlah,"

"Udah diem. Gue mau tidur lagi," kata Nix.

Stella turun dari kasur kemudian menatap jam dinding, pukul satu tepat, dan di luar sangat panas.

Stella segera pergi ke kamar mandi dan melakukan kegiatanya didalam. Setelah selesai, Stella keluar dengan kaus longgar dan celana jeans panjangnya berwarna biru pudar.

"Stell,"

"Hm?"

"Lo kucel, mau kemana?" Stella menoleh, menatap Nix jahat.

"Enak aja kucel, lo tuh yang kucel. Dari tadi pagi lo belum mandi 'kan?" tanya Stella.

"Belom lah, orang ngantuk juga tadi," jawab Nix.

"Nix," panggil Stella setelah Stella selesai menyisir rambutnya.

"Hmm,"

"Anterin gue dong, kalo perlu lo ikut aja sekalian," kata Stella duduk disebelah Nix yang tengah tidur di tepi kasur.

"Gue anterin, tapi gue gak ikut, males."

"Iya udah ayo, seengaknya lo mau nganterin," kata Stella lalu mengemas tas, memasukan beberapa barang dan dompet dia juga membawa kameranya untuk memotret spot cantik dan instagramable.

"Ntar lo dijemput Om G, katanya tunggu aja kalo orangnya belum jemput," kata Nix.

"Masa? Tumben dad hari jumat gak lembur," Stella manatap Nix aneh, Nix bangkit duduk dan hanya mengangkat bahu dan berkata: "Gak tau, Om G sendiri yang bilang gitu,"

Stella menatap Nix yang masih duduk di tepi kasur. "Apaan?" tanya Nix polos.

"Buruan gosok gigi, cuci muka kek, masa lo keluar nganterin gue kayak gitu," kata Stella menatap Nix.

"Gue ganteng kok, udah ayo," kata Nix lalu berjalan diikuti Stella disampingnya.

-+-

"Sini aja ya?" Nix menghentikan mobil.

"Masa gue jalan? Panas ini panas," keluh Stella.

"Ck, jalan dikit doang, belum dijalanin ngeluh," decak Nix memajukan mobilnya beberapa meter kedepan.

"Udah?"

Stella tidak menjawab, dia hanya diam menatap Nix, "Lo yakin gak ikut?"

Nix menggeleng, lalu membuka kunci pintu mobil dan membiarkan Stella keluar.

"Jaga diri Stell," Stella mengangguk kemudian ia menutup pintu mobil dari luar dan melambaikan tangan setelah Nix menjalankan mobilnya.

Stella berjalan beberapa meter kemudian masuk ke sekolah, halaman depan ramai dengan stand makanan dan minuman.

Banyak remaja seumuran Stella dan orang dewasa lainnya yang datang kesini.

Stella masuk ke dalam sekolah dan berhenti di tepi lapangan, memang belum banyak orang yang datang tapi sudah cukup ramai orang yang bersliweran.

"Stella," Stella menoleh, ada Darrell yang tersenyum padanya.

"Hai kak,"

Senyum Darrell melebar, "Lo sendirian?" tanya Darrell berjalan maju membuat Stella mengikutinya.

"Iya, temen aku gak mau ikut tadi, padahal dia yang nganterin aku," jawab Stella.

"Yo, Rell," seseorang menyapa Darrell, membuat Darrell menyalami dan menyapa balik versi mereka.

"Sendirian?" tanya orang itu.

"Engga, ini sama, Stella," kata Darrel agak sedikit minggir memperlihatkan Stella yang tadinya dibalik punggung Darrell.

"Baru Rell?" tanya orang itu menyodorkan tangannya ke Stella.

"Maksudnya?" tanya Stella bingung. Kemudian Darrell tertawa, "Aduh bukan, Stella ini tadi sendirian, jadi gue yang nemenin," jawab Darrell.

Stella menyalami orang itu yang menyebut dirinya, "Devin," lalu Stella juga memperkenalkan diri pada si Devin.

"Eh, rada maju yuk, ntar gak kelihatan Guess Star-nya," kata Darrell sambil mengajak mereka jalan ke depan.

"Emang siapa kak?" tanya Stella.

"Ada banyak kok, terutama dari sekolah ini,ini salah satunya." jawab Darrell sambil menepuk lengan Devin beberapa kali.

"Gue ke back stage dulu ya?" Setelah mendapat jawaban 'Ya' dari Darrell, Devin meninggalkan Darrell berdua dengan Stella.

"Dimana kak Darren?" tanya Stella mengeluarkan kamera dari tas-nya.

"Hm? Oh, dia lagi dokumentasi, dimana ya?" Kata Darrell sambil berputar lalu mendapati seorang Darren yang memotret beberapa orang yang mengobrol santai.

"Darren!" Panggil Darrell.

Kembarannya pun datang membawa kamera di tangannya yang slempangnya di kalungkan di leher.

"Hai Stell," Stella tersenyum manis.

"Jangan gerak," kata Darren tiba-tiba, Stella pun mengikuti perkataannya.

"Kenapa? Ada burung di kepalaku?" tanya Stella panik.

"Enggak, udah diem aja, don't bite your lower lip, you make me want to do that," kata Darren ketika Stella mengigit bibir bagian bawahnya karena degupan dadanya meningkat, sekarang, wajahnya memanas dan pasti sudah memerah.

"Nice," kata Darren setelah melihat hasil jepretannya.

"What is that for?" tanya Darrel memukul dada Darren, Darren hanya tertawa.

"Bagaimana denganku, apa boleh bergerak sekarang?" tanya Stella yang di angguki Darren.

"Kak, lihat panggungnya," kata Stella menunjuk ke atas, ketika dua bocah kembar itu mendongak ke arah panggung, Stella mundur dan mengabadikan wajah mereka.

"Lihat!" Empat orang masuk, salah satu dari mereka langsung menuju balik drum dan yang lain mengambil gitar dan bass.

Stella menoleh ke arah panggung kemudian mendekat selagi masih ada tempat.

"Lo dokumentasi kan? Sono," usir Darrell.

Lagu yang mereka bawakan adalah She Looks Perfect milik 5 Second Of Summer untuk penyemangat di siang menjelang sore hari ini.

Tak lama, banyak orang memenuhi lapangan hingga Stella celingukan karena tidak menemukan Darren maupun Darrell di dekatnya.

Stella berdecak, "Tau gini aku paksa Nix buat ikut deh," katanya sambil menghentakan kaki kanannya.

Dengan bibir yang cemberut dari permulaan hingga pertengahan, Stella akhirnya merelakan berdesakan dengan banyak orang. Stella juga melupakan kekesalannya terhadap Nix karena tidak mau menemaninya disini.

Stella seperti bocah hilang, tanpa pikir panjang dan tidak memperdulikan sekitar, Stella berhenti di stand makanan.

Langit sudah menguning kerlipan dilangit juga sudah terlihat meskipun beberapa.

Setelah mendapat makanannya, Stella menepi dan naik ke tempat yang jauh lebih tinggi untuk memotret.

Sore ini, Stella tertarik untuk mendekat lagi ke panggung untuk memotret penyanyi sekaligus pemain akustik yang menemani senja.

Saat Stella kelimpungan karena terlalu banyak orang yang tidak ia kenal, Tangan Stella ditarik oleh tangan dingin, Stella langsung tahu siapa itu.

Ketika si penarik --tepatnya penyelamat-- Stella berbalik, dugaan Stella salah, itu hanya Darren.

"Mumpung sunset-nya bagus," kata Darren sambil mengangkat kameranya.

"Aku harus gimana nih?" tanya Stella agak kesal karena yang diharapkan datang bukanlah seekor Nix.

Eh.

Seorang Nix.

"Terserah lo aja, senyaman-nya lah," Stella mengangguk dia pun menunduk dan mengangkat kedua tangannya membentuk love.

"Jangan nunduk dong," Stella mengangkat wajahnya dan tersenyum.

"Nih, pake coba," kata Darren memberikan topi yang dia pakai

Stella memakainya dan mendongak.

Matanya menangkap objek foto yang menurutnya unik, seseorang yang baru saja menerbangkan lampion ke udara membuat tangan Stella tergerak untuk memotretnya, tapi setelah dia mencari tau siapa yang menerbangkanya, Stella diam di tempat.

Dia butuh Nix sekarang juga.

Sayang, Nix tidak ada disisinya.

Sial.

-+-

"Mama gak mau tahu Nix, harusnya tanggung jawab itu di laksanakan bukan malah ditinggal sendirian," Perempuan yang sedang melepas kacamata lalu mengusap kedua matanya kemudian berkata lagi, "Nanti kalo Stella kenapa-napa gimana?" tanya perempuan itu khawatir.

"Stella udah gede ma, harusnya dia bisa jaga diri sendiri, paling enggak Stella gak malu-maluin," balas putra tengah perempuan itu.

Helaan nafas keluar dari keduanya. Langit senja menemani perdebatan mereka berdua yang berstatus ibu dan anak.

"Kalo kamu nggak berangkat, mama gak akan bolehin kamu pergi ke premier itu,"

Mereka berdebat soal anak orang yang dititipkan dan dipercayakan pada laki-laki berusia lima belas tahun.

Siapa lagi jika bukan Stella.

"Okey, fine. Nix berangkat," kata Nix kemudian bangkit dari sofa dan berganti pakaian.

"Gitu dong,"

Dengan kesal --tapi mau-- Nix melajukan mobilnya menembus jalanan kota menuju calon sekolahnya beberapa hari lagi.

Sesampainya ditempat tujuan, ramai sekali orang membuat Nix celingukan, tapi tubuh tingginya membantu Nix dengan mudah untuk mencari seseorang yang di cari nya.

"Duh bocah pendek kemana sih," gumamnya lalu masuk berdesakan dengan orang lain.

"Makin rame lagi,"

"Nah itu,"

Ketika Nix mendekati Stella, satu kristal bening mengalir di pipi gadis itu membuat Nix merasa bersalah.

Baru aja mau di ledekin, eh nangis.

Kenapa lagi ni bocah?

Nix memasang penutup kepalanya kemudian berjalan tanpa berhenti menuju Stella dan menabrakan diri pada gadis itu.

"Gue udah bilang tiga kali ini kalo gue gak suka liat lo nangis," kata Nix, ketika Stella ambruk ke belakang karena tubuhnya yang bertabrakan dengan Nix, tapi Nix segera cekatan menopang tubuh Stella, tangan kanan Nix yang tadinya bergerak mengusap setitik air di pipi Stella, tertunda karena mendapat bogem mentah dari seseorang.

Stella yang terkejut hanya bisa menutup bibirnya yang terbuka lebar karena terkejut.

"Jangan berani-beraninya lo sentuh Stella atau gue bakal bikin badan lo memar semua," kata orang itu terang-terangan.

"Apa-apan lo?! Siapa lo bisa ngomong kayak gitu?!" tanya Nix dengan nada tenang tapi membentak.

"Lo gak perlu tau, sekarang pergi dari sini!"

"Yeh. Ogah, orang gue disini pengen nonton ini," cibir Nix meskipun tulang pipinya nyeri.

Nix berjalan menjauh dari Stella, seakan lupa bahwa tujuannya tadi untuk menemani Stella, eh malah kena bogem.

"Nix!" Nix mendengarnya, suara penuh kegetiran dan ketakutan yang di teriakan oleh orang yang dia kenal dua hari belakangan ini.

Sorry Stell, mungkin gak sekarang, gue datang disaat yang gak tepat.

Nix semakin masuk ke kerumunan orang didepan panggung hingga Stella tidak bisa melihat punggung Nix.

Stella berbalik, "Puas?!" bentaknya pelan.

"Puas kak udah bikin temen aku bonyok?!"

"Halah pukulan segitu masa bikin bonyok,"

"Asal kakak tau, dia lebih baik daripada kakak yang cuman bisa ngebunuh orang," perkataan terakhir Stella menampar telinga orang yang mendengarnya.

Bahkan pipi Stella jadi korban balas dendam akan perkataan Stella sendiri.

Dia ditampar.

"Jaga omongan lo ya!"

Stella berlari entah kemana, yang penting dia ingin sendiri, tidak ingin diganggu karena satu orang penyebab masalah hidupnya ada disini.

Jangan kira perdebatan kecil sengit tadi tidak ada yang melihat, sedari tadi dari kejauhan Nix melihat apa yang dilakukan orang itu pada Stella, bahkan Nix sekarang melangkahkan kakinya lebih cepat daripada kucing untuk menyusul Stella.

Dan satu lagi, perempuan yang disela-sela jarinya terselip satu batang rokok yang sudah beberapa kali di hisap. Ketika orang itu menghampirinya, perempuan itu langsung membuang putung rokoknya dan bertanya, "Yang sering lo ceritain?"

Orang itu hanya mengangguk, "Jadi lo beneran ngebunuh orang?"

Continue Reading

You'll Also Like

9.8M 184K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...
2.4M 446K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.❞▫not an...
8.6M 526K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
Bed Mate By Ainiileni

General Fiction

554K 18.7K 45
Andai yang mabuk-mabukan di barnya bukan Aruna, Mario tidak akan peduli. Namun karena yang berada di depannya adalah mantan tunangan dari sahabatnya...