Raindrops

Por KeziaNadira

21.8K 535 31

Cylla, gadis yang memiliki segalanya. Kekayaan, masa depan yang cerah, kasih sayang, kecantikan, kebaikan, sa... Mais

1 : The Perfect Life
2 : The Unfortunate Life
3 : Love Can Grow...Fast
4 : When God Finally Answered
5 : No Feast Lasts Forever
6 : You Can Run, But You Can't Hide
7 : Where Everything Begins
8 : Is This The Life You Really Want?
9 : What's Supposed To Happen Will Happen....Eventually
10 : Let The River Flows
11 : A Question When You're Lying, Until When?
12 : Shook
14 : Silence is Gold
15 : Love Conquers All, Even Hate
16 : When You Wish Upon A Star....
17 : Like An Opera Soap, But It Happens....
18 : Being Good Will Bring You An Eternal Happiness....
19 (EPILOG) : Loving You in Every Rain That Drops

13 : Am I The Good Guy, or Bad Guy?

641 17 1
Por KeziaNadira

Evan berlari di sepanjang koridor rumah sakit swasta yang terletak tak jauh dari kantornya. Wajahnya begitu panik dan menyiratkan kekhawatiran yang luar biasa. Keringat membasahi kening dan lehernya, karena ia sehabis berlari. Hatinya begitu berdebar ketakutan, rasa takut dan khawatir begitu menggerayangi dirinya.

Jelas saja, siapa yang tidak akan merasa seperti ini apabila dikabari orang yang disayangi mengalami kecelakaan dan masuk rumah sakit?

Satu jam yang lalu, ketika ia sedang melakukan meeting dengan perusahaan YouthWoods, tiba-tiba ada panggilan dari nomor yang tak ia kenal. Awalnya ia tidak mau mengangkatnya, tapi panggilan itu terus-menerus mengganggunya. Oleh karena itu ia mengangkat, dan betapa terkejutnya ia ketika mengetahui telepon itu dari rumah sakit yang mengabarkan bahwa Ella mengalami kecelakaan. Ia segera melesat ke rumah sakit, dan sempat terjebak macet. Padahal, letak rumah sakit ini cukup dekat dari kantornya.

Mudah-mudahan Ella baik-baik saja.

"Permisi, Sus...pasien bernama Ella, ada di kamar nomor berapa? Dia baru saja masuk sekitar dua jam yang lalu...mengalami kecelakaan..." Evan mencegat seorang suster yang membawa map cokelat di koridor.

Suster itu berhenti dan mengecek map yang ia bawa, "Apakah Anda keluarganya?" tanyanya.

Evan mengangguk.

"Oh, kalau begitu...Anda ditunggu oleh Dokter Arya di ruangannya."

Evan mengernyit, "Tapi...apa saya tidak bisa menemui Ella terlebih dahulu? Saya..."

"Kondisi Ella akan dijelaskan lebih lanjut oleh Dokter Arya nanti, Pak. Bapak sudah ditunggu oleh beliau di ruangannya."

Evan mengangguk saja dan mengikuti suster itu berjalan menyusuri koridor yang berbau obat dan didominasi warna putih. Sepanjang Evan berjalan, terdapat beberapa orang yang matanya sembab dengan wajah sayu. Inilah alasan mengapa Evan tak pernah menyukai rumah sakit.

"Silakan masuk," Suster itu mempersilakan Evan, kemudian ia pergi berlalu. Ruangan Dokter Arya tidak terlalu luas, dan didominasi warna putih gading. Seorang pria yang sepertinya kepala empat duduk di balik mejanya, dengan mengenakan jas putih dan kacamata tebal. Beberapa helai uban menyembul dari rambut hitamnya. Pria itu mengangkat wajah dari dokumen yang sedang ia baca, kemudian ia mempersilakan Evan untuk duduk di seberangnya.

"Ada apa, Dok? Apakah...Ella baik-baik saja?" tanya Evan dengan hati berdebar. Semoga apa yang hendak disampaikan dokter ini bukanlah suatu yang buruk.

"Oh," Dokter itu melepas kacamatanya, "saya hanya mau menjelaskan mengenai kondisi Ella."

"Apakah dia baik-baik saja?" Evan mengulangi pertanyaannya dengan panik.

Dokter Arya tersenyum kecil, "Tidak. Tidak apa. Dia sudah sadarkan diri, kok. Sehat." Jawabnya. "Saya hanya mau bertanya, apakah pernah ada kecelakaan yang dialaminya sebelumnya, yang menyebabkan beberapa fracture di kepalanya?"

Evan mengangguk. Ia kemudian menceritakan kecelakaan yang dialami Ella sepuluh tahun yang lalu.

"Oh, saya sudah menduganya...amnesia," gumam Dokter Arya. "Tapi ia baik-baik saja ketika dibawa ke sini. Hanya luka kecil di keningnya. Tapi saya memiliki insting untuk melakukan x-ray padanya. Dan saya menemukan beberapa fraktur seperti ini."

Dokter itu menyodorkan hasil x-ray pada Evan. Evan agak terkejut melihat gambar kepala Ella, ia tidak terlalu mengerti. Tapi itu semua tidak penting, yang penting adalah Ella baik-baik saja.

"Lalu..." Evan menelan ludah, merasa lega sekali karena Ella baik-baik saja, "siapa yang menabrak Ella, Dok?"

"Ah, saya tidak tahu. Jelasnya tabrak lari. Saya kurang tahu. Yang terpenting adalah kondisi Ella kini baik-baik saja, bukan?" ia tersenyum.

Evan mengangguk pelan, "Terimakasih, Dok. Ehm...kalau boleh saya tahu...dimana Ella sekarang?"

****

"Tik...Tik...Tik..."

Cylla mengulurkan tangan dan menengadahkan telapak tangannya ke atas langit. Ia bertingkah seolah saat itu sedang turun hujan rintik-rintik. Ia memejamkan matanya, mencoba mengingat, membayangkan, dan merasakan tetesan air hujan dingin yang jatuh di telapak tangannya, dan dinginnya serasa memasuki pori-pori kulitnya.

Namun membayangkannya membuat Cylla kembali teringat masa lalunya. Kemudian, tetes air mata menggenang di pelupuk matanya. Air mata itu jatuh membasahi pipinya.

Ia sudah ingat semuanya. Semua penggalan masa lalunya, masa lalu dari hidup yang telah direnggut darinya secara paksa.

Kini...gadis yang berpura-pura menjadi dirinya adalah Luella. Kembarannya yang menemuinya di malam dimana kecelakaan itu terjadi. Dan semua orang, Caesar...kedua orangtuanya...mengira gadis itu adalah dirinya. Mengira gadis itu adalah Cylla.

Dan dirinya, terbangun dari kecelakaan dalam keadaan tidak mengingat apa pun. Tanpa rasa curiga apa pun, ia menjalani kehidupan yang bukan miliknya. Ia menjalani kehidupan milik Luella, melalui penderitaan yang seharusnya dirasakan oleh Luella.

Dan, bukankah Luella yang tadi menabraknya? Sayangnya, gadis itu malah membuat Cylla mengingat semuanya. Dan, namanya bukanlah Ella, melainkan Cylla.

Cylla menangis lagi ketika ia merasakan rasa sakit hati di dalam dadanya. Pantas saja ketika melihat Caesar...ia merasa bahwa ia telah terikat oleh pria itu. Ternyata, pria itu pernah mengisi hatinya. Dan sulit ia akui, sampai sekarang pun masih.

Apakah ini semua adil baginya? Apakah ini jalan hidup yang harus ia tempuh dan jalani? Inikah kehidupannya yang sebenarnya?

Tapi....bukankah Cylla yang kini hendak dinikahi oleh Caesar? Bukankah Cylla yang dicintai oleh Caesar? Atau...apakah Luella? Kalau memang benar Cylla-lah yang dicintai oleh Caesar, berarti kini Caesar tengah mencintai seorang gadis yang salah? Gadis yang sebenarnya berada di sini, duduk di taman rumah sakit, dengan hati sakit dan tersayat.

Cylla menangis lagi. Ia mengusap air matanya dengan punggung tangannya. Ia tidak boleh terlihat lemah dan rapuh. Rasa marah membuncah dalam dadanya. Ia tidak akan menangis dan meratapi nasibnya, atau berusaha meyakinkan Caesar dan kedua orangtuanya bahwa dirinya adalah Cylla dan gadis yang tengah bersama mereka adalah Luella. Tidak, ia tidak akan melakukan hal bodoh itu.

Ia akan mempersiapkan dirinya dan berusaha. Ia sudah memiliki rencana. Ia tidak peduli apakah ia nanti dibilang jahat, egois, atau apa pun itu. Bukankah semua orang berhak mendapatkan keadilan? Ia akan merebut kembali apa yang telah direnggut darinya secara paksa. Ia akan menuntut keadilan bagi dirinya. Tapi, tidak saat ini, dan tidak dengan cara seperti tadi. Ia akan melakukannya dengan caranya sendiri. Perlahan demi perlahan.

"Ella..."

Tubuh Cylla menegang. Ia menegakkan badannya ketika mendengar sebuah suara yang ia kenal memanggil namanya. Ralat, nama Luella. Ella adalah nama penggalan dari Luella. Namanya adalah Cylla, dan ia tidak tahu sampai kapan orang-orang akan memanggilnya dengan nama Ella.

Evan duduk di sebelah Cylla. Ia menyandarkan tubuhnya di punggung kursi taman. Ditatapnya kolam ikan kecil yang terdapat di hadapannya.

Cylla mengeratkan pelukan di lututnya. Ia lebih nyaman duduk dengan menekuk lutut seperti ini, rasanya begitu hangat.

"Ella..."

Cylla terkesiap. Kemarin-kemarin, saat ia masih belum mengingat semuanya, nama itu begitu biasa saja ketika terdengar oleh telinganya. Tapi kini, ia merasa begitu...tidak nyaman. Ia melirik Evan yang duduk di sebelahnya. Pria yang sudah ia terima lamarannya ini...tidak tahu bahwa gadis yang akan menjadi pasangannya adalah Cylla, bukan Luella, bukan gadis yang ia kira. Apa yang akan terjadi apabila Evan mengetahui yang sebenarnya?

"Apa...kamu baik-baik saja?" tanya Evan menatap Cylla khawatir.

Cylla menatap Evan balik dengan tatapan bersalah. Evan tak salah dalam hal ini. Ia hanya korban, sama seperti dirinya. Cylla sebenarnya merasa semakin bersalah membohongi pria ini, tapi...ini semua demi kebaikan semua orang. Demi kebaikan dirinya dan Evan.

"Ya..." Cylla memaksakan seulas senyum di bibirnya. "Kamu nggak usah khawatir."

Evan memutar tubuh Cylla sehingga gadis itu menghadapnya kini, "Aku ingin bertanya...dan...berjanjilah kamu tidak akan marah, ya?"

Cylla mengangguk pelan.

"Apa..." Evan berdeham, "ingatanmu sudah kembali?" tanyanya.

Cylla tersentak mendengar pertanyaan Evan. Ia menghindari tatapan mata pria itu. Sangat tak mudah baginya kini berpura-pura sebagai Luella, padahal selama sepuluh tahun ia telah berhasil melakukannya. Hanya saja, selama itu ia melakukannya karena ia tak mengingat apa pun. Kini, ia telah mengingat semuanya, dan mengetahui bahwa dirinya bukanlah Cylla. Semua kemudian menjadi terasa aneh dan sulit untuk kembali bepura-pura sebagai Luella. Ia juga tak pandai berbohong.

Cylla memberanikan dirinya untuk memandang bola mata Evan. Demi kebaikan semuanya, lebih baik ia berbohong, dalam hati ia terus menggumamkan kata-kata itu.

"Belum." Jawabnya. "Untuk apa aku mendapatkan ingatanku kembali? Tak ada yang patut dan layak untuk diingat." Lanjutnya dengan nada getir. "Aku akan menjalani apa yang kupunya kini, melupakan masa lalu. Tidakkah lebih baik seperti itu?" tanyanya.

Evan tersenyum kecil. Ia menghela napas, "Aku sangat takut ketika mendengar kamu masuk rumah sakit."

Cylla terdiam. Evan begitu baik dan lembut, pria ini begitu menyayangi dan mengkhawatirkannya. Tapi...siapa yang sebenarnya dikhawatiri dan disayangi pria ini? Dirinya atau...Luella?

"Aku lega kamu baik-baik saja." Evan tersenyum lembut dan menggenggam tangan Cylla.

Cylla membalas tatapan pria itu. Ia menyadari satu hal dalam hatinya, bahwa ceritanya masih sangat panjang. Ia takkan membiarkan dirinya memiliki akhir seperti ini.

****

Cylla menatap gedung di hadapannya dengan perasaan galau. Gedung perusahaan ini adalah kantor Evan, kantor miliknya. Gedungnya tidak terlalu tinggi menjulang, namun cukup besar dan luas. Terpampang huruf-huruf besar yang tertempel di gedung itu, Clavichord Company. Rasanya sulit memercayai gedung besar ini adalah perusahaan milik Evan.

Dengan memantapkan hatinya, Cylla memasuki gedung itu. Sensasi sejuk menerpanya saat pintu kaca sensor terbuka. Lantai berapa kira-kira ruangan Evan? Jujur saja, ini adalah kali pertama baginya datang ke tempat kerja pria itu. Kali ini ia datang membawa makanan kesukaan Evan, dan kedatangannya akan menjadi kejutan. Tidak ada salahnya memanjakan Evan, membalas segala kebaikan pria itu terhadapnya selama ini.

Gadis itu memasuki lift dan memencet tombol angka tiga. Rasanya, Evan pernah mengatakan padanya tentang letak ruangannya, jaga-jaga kalau Cylla mau datang.

"Permisi, Mbak...mau cari siapa?"

Langkah Cylla terhenti ketika ia baru saja keluar dari lift. Seorang gadis yang berdiri di belakang meja kerja lebar berbentuk L menatapnya. Mungkin gadis ini sekretaris Evan.

"Ah," Cylla menghampiri gadis itu sambil tersenyum. "Maaf, saya mau menemui Evan."

"Pak Evan?" tanya gadis itu lagi. Cylla melirik name tag yang ia kalungkan di lehernya. Nama gadis itu adalah Juli. Mungkin lahir di bulan Juli, gumam Cylla.

"Iya, Pak Evan...ada di dalam kan?" tanya Cylla. Jangan bilang Evan sedang berada di luar untuk makan siang.

"Ada, Mbak. Tapi..." Juli, sekretaris itu, tampak bingung, "apakah Anda telah membuat appointment dengan Pak Evan?"

Cylla mengerutkan dahinya. Untuk apa ia membuat janji? Ia menggeleng.

"Kalau begitu, Anda harus membuat perjanjian terlebih dahulu. Pak Evan sedang sibuk."

"Tapi... saya adalah Cy..." Cylla tercekat, ia segera memperbaiki kalimatnya, "Ella, katakan itu padanya. Pasti dia memperbolehkan saya masuk."

Karena melihat Cylla begitu keras kepala berusaha meyakinkannya, sekretaris itu menghubungi telepon di ruangan Evan. Suara pria itu tak lama kemudian terdengar.

"Maaf mengganggu, Pak....ada tamu, namanya Ella. Dia meminta saya untuk mengizinkannya masuk dan menemui bapak. Bagaimana, Pak?"

"Oh, Ella!" seru Evan. Pria itu terdengar senang mengetahui kedatangan Cylla. "Biarkan saja ia masuk."

Cylla memandang sekretaris Evan dengan kemenangan. Habisnya, gadis ini begitu sok tahu!

"Maaf, Mbak Ella. Saya tidak tahu bahwa Mbak adalah calon istri pak Evan," gumam sekretaris itu.

Cylla jadi merasa bersalah, "Tidak apa, kok. Terimakasih, ya." Ia tersenyum.

Ia berjalan ke ruangan dengan pintu besar yang berwarna cokelat, terbuat dari kayu yang terpahat dengan indah. Cylla mengetuk tiga kali, karena tak ada jawaban, ia membuka pintu itu pelan-pelan.

Ketika kakinya menginjak karpet di ruangan Evan, ia tercekat. Pemandangan di hadapannya membuat matanya membulat, jantungnya berdegup kencang, dan tubuhnya menegang seketika. Tangannya gemetar gugup, segugup hatinya yang berdebar tak keruan kini.

"Ella! Kenapa kamu nggak bilang mau datang?" Evan menghampiri Cylla dan menutup pintu. Pria itu tak memperhatikan raut wajah Cylla yang begitu kaget dan tercengang.

"Ah...aku..." Cylla menelan ludah, "aku tak tahu kamu ada tamu. Lebih baik aku keluar dulu..."

"Eh, nggak perlu! Justru ini saat yang tepat. Aku mau memperkenalkan kamu dengan klienku, sekaligus teman baruku juga." Evan menggenggam tangan Cylla dan menariknya.

Rasanya Cylla saat itu hendak menangis.

Sesosok pria yang ada di hadapannya adalah Caesar. Pria itu sangat tampan, seperti selalu. Ia mengenakan kemeja hitam berlengan panjang. Seperti biasanya, lengan kemeja ia gulung hingga ke siku. Ia begitu tampan dan gagah.

Caesar tampak kaget sekali melihat kedatangannya, dapat terlihat dari matanya yang menyiratkan keterkejutan. Caesar langsung berdiri melihat Cylla berjalan mendekatinya. Cylla juga sempat menangkap lirikan mata Caesar kepada tangannya yang digenggam Evan.

Cylla memang pernah bertemu dengan Caesar, setelah sepuluh tahun tidak bertemu. Tapi ia menemui pria itu sebagai Ella, bukan Cylla. Saat itu ia tidak tahu siapa Caesar sebenarnya. Kini setelah ia mengetahui semuanya, berhasil mengingat seperti apa masa lalunya, semua terasa begitu berbeda. Rasanya seperti...bertemu lagi dengan Caesar semenjak sepuluh tahun yang lalu. Caesar yang dulu, yang merupakan sahabat sejatinya semenjak TK sampai SMA. Yang pernah mengisi relung hatinya, dan masih mengambil separuh hatinya sampai saat ini. Namun, kepahitan masa lalunya muncul kembali, menyeruak di antara rasa-rasa aneh di dalam dadanya. Memori dan ingatan yang kekal itu, tentang perbuatan Caesar dan Luella, membuat Cylla berhasil berpikir jernih dan kembali ke rencananya.

"Apa...kalian sudah saling kenal? Kalian tampak terkejut satu sama lain," Evan bertanya bingung. Ia melempar pandangan ke arah Cylla dan Caesar secara bergantian.

Cylla melihat Caesar hendak membuka mulutnya untuk menjawab, oleh karena itu ia segera lebih dulu menyatakan jawaban.

"Tidak." Cylla menjawab sambil menatap mata Caesar dengan tajam. Dalam hati ia menguatkan dirinya ketika melihat raut wajah Caesar yang bingung dan terkejut mendengar jawabannya. Namun, Cylla melanjutkan, "Kami tidak pernah bertemu sebelumnya. Bukankah kamu ingin memperkenalkan kami?" Cylla melempar pandangan ke Evan yang terbengong-bengong.

"Oh, ya, tentu. Ella, ini adalah Caesar. Ia adalah pemilik perusahaan YouthWoods. Dan Caesar, gadis ini adalah Ella..." Evan menggantungkan kalimatnya sebelum melanjutkan, "calon istriku."

Cylla mengulurkan tangannya, mencoba terlihat biasa-biasa saja dengan seulas senyum di bibirnya. Caesar tampak terkejut dan agak terguncang mendengar penjelasan Evan mengenai siapa Cylla, namun ia dengan perlahan menyambut uluran tangan gadis itu.

Cylla tersentak merasakan kehangatan yang menjalari tubuhnya ketika tangan Caesar menyentuh dan menggenggam tangannya. Serangkaian memori masa lalu ketika Caesar bersentuhan dengannya membuatnya terlena. Dengan segera ia mengenyahkannya.

Cylla duduk di samping Evan. Ia menggenggam tangan pria itu sambil tersenyum. Evan agak bingung melihat tingkah Cylla yang tak seperti biasanya, namun ia tetap membiarkan Cylla menggenggam tangannya.

"Aku harap aku tidak mengganggu meeting kalian," Cylla bersuara, memecah keheningan ruangan itu.

"Tidak, tentu. Kami sudah selesai." Caesar menjawab, membalas tatapan mata Cylla. "Jadi...kapan kalian akan melangsungkan pernikahan?"

"Secepatnya. Kami sedang mengurusnya. Tidak ada gunanya menunda-nunda. Mencegah hal yang tidak diinginkan terjadi. Kembalinya sosok masa lalu, contohnya." Cylla menjawab. Ia menyindir, lebih tepatnya.

Caesar mengangkat alisnya bingung.

"Ah, begini..." Evan tampaknya merasa canggung dengan ketegangan yang terjadi, "Ella, besok lusa Caesar akan menyurvei hotel kita di dekat Puncak. Aku dan Caesar akan menginap beberapa hari di villanya, yang kebetulan letaknya dekat dengan lokasi pembangunan hotel kita. Apa...kamu mau ikut, sekalian untuk berekreasi?" tawar Evan.

Cylla tersenyum, "Tentu. Aku selalu suka suasana seperti Puncak. Banyak bintang saat malam. Aku bisa melakukan stargazing di atas trampolin. Apa...kamu memiliki trampolin di villa, Caesar?"

Caesar terperanjat mendengar Cylla. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi. "Ti..tidak.."

"Ah, sayang sekali. Aku selalu menyukai hal itu. Menamai bintang-bintang...ah, seru sekali."

"Permisi," Evan mengeluarkan iPhone miliknya. Benda canggih itu berdering, ada panggilan. Evan berjalan ke luar ruangan untuk menjawab panggilan itu. Sepeninggal Evan hanya ada Caesar dan Cylla berdua.

"Mengapa...kamu tidak mengatakan yang sebenarnya pada Evan?" tanya Caesar, memberanikan diri untuk bertanya.

"Mengatakan sebenarnya yang apa? Yang mana?" Cylla balik bertanya, pura-pura tidak tahu.

"Kita telah bertemu sebelumnya. Mengapa kamu tidak mengatakannya pada Evan?"

Cylla menepuk dahinya, "Oh, kita pernah bertemu, toh. Aku kira kamu telah melupakannya." Ia tertawa sebentar, kemudian melihat raut wajah Caesar, ia langsung menghentikan tawanya. Wajahnya berubah serius. "Aku rasa tidak perlu menceritakannya pada Evan. Hal itu tidak penting, untuk apa kuingat?"

"Maksudmu?"

"Ada beberapa hal yang patut diingat, dan tidak pantas diingat. Untuk hal itu, termasuk di yang kedua. Berpura-puralah tidak mengenalku. Berpura-puralah kamu tidak mengingatku."

Caesar menampakkan raut wajah bingung, mempertanyakan maksud kata-kata Cylla.

Cylla bangkit berdiri, "Sudahlah. Kamu tidak akan mengerti." Ia melangkah menuju pintu, "Sampai jumpa hari Kamis. Oh, ya...selamat juga...untuk pernikahanmu." Sebelum benar-benar menghilang dari pandangan Caesar, Cylla mengedipkan sebelah matanya pada pria itu, tak lupa juga seulas senyum sinis.

Continuar a ler

Também vai Gostar

2.4M 446K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.❞▫not an...
7.4M 227K 46
Beberapa kali #1 in horror #1 in thriller #1 in mystery Novelnya sudah terbit dan sudah difilmkan. Sebagian cerita sudah dihapus. Sinopsis : Siena...
6.1M 479K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
3.3M 177K 38
Siapa yang tak mengenal Gideon Leviero. Pengusaha sukses dengan beribu pencapaiannya. Jangan ditanyakan berapa jumlah kekayaannya. Nyatanya banyak pe...