Reynan

By nisnnisa_

2.4K 413 635

Cinta bukan tipuan, tapi nyata. Abraham Reynan Arsyahka Darmawangsa. Ketua OSIS, SMA Panca Bakti. Cowok kere... More

Freyni
Ketua OSIS
Tired
Necklace
Bopong
Kenalan
Pulang
Selalu Salah
Helped
Dipanggil
ROOFTOP SMA PANCA BAKTI
ROOFTOP SMA PANCA BAKTI #1
ROFFTOP SMA PANCA BAKTI #2

Sial

250 47 162
By nisnnisa_

Tring... Tring...

Bel sekolah berbunyi tepat saat Freyni memasuki gerbang SMA PANCA BAKTI, satpam yang berjaga sudah siap untuk menutup gerbang sekolah itu. Langkah kaki Freyni bergerak setengah lari saat menyusuri koridor. Memegang erat tali tas hitam sandangnya dan paper bag. Terlihat perempuan itu belum menggunakan satu pun perlengkapan MOS -nya. Seperti anak yang lain sudah berkumpul di lapangan dan telah mengenakan perlengkapan dengan lengkap.

Freyni mengenakan perlengkapan itu sambil berjalan. Mengeluarkan perlengkapannya dari paper bag yang dia masukan menjadi satu kedalam sana. Mengalunkan rangkaian permen dari berbagai merek, mengenakan gelang rumbai - rumbai. Taklupa kantong plastic besar berwarna merah dengan tali rapiah yang dijalin. Rambutnya ia biarkan terurai, karena sedikit basah dan belum sempat ia keringkan menggunakan headdrairer -nya. Terakhir mengenakan id card dari kardus serta ditutup karton berwarna kuning dengan identitas lengkap.

Freyni bergegas menuju lapangan dimana setiap gugus berbaris. Tetapi perempuan itu merasakan ada sesuatu barang yang ia lupakan. Dengan cepat Freyni mengubah posisi tas sandang hitamnya kedepan dan mencari benda yang dia lupakan. Langkah kakinya masih bergerak menuju lapangan SMA PANCA BAKTI.

Tanganya masih mengotak - atik isi didalam tasnya dan kedua matanya tidak lagi melihat jalan. Hingga, ia menabrak seorang cowok yang entah muncul dari mana asalnya dan membuatnya juga terjatuh. Sekarang posisi tubuh Freyni berada di atas tubuh cowok yang ditabraknya tadi. Kedua mata mereka saling bertemu. Dengan cepat Freyni berdiri dan menjauh dari cowok itu. Walaupun, sedikit gelabakan.

Detik itu juga Freyni seperti mendapatkan serangan jantung kecil. Sungguh, di benar-benar terkejut. Cowok yang ia tabrak adalah kakak kelas. Terbukti dari seragam yang cowok itu kenakan. Dan parahnya adalah, cowok itu juga mengenakan almamater OSIS dengan nama 'Reynan' yang dengan sempatnya ekor mata Freyni meliriknya. Freyni juga memperhatikan cowok itu. Tatapan yang indah serta alis yang tebal, sungguh Freyni terpanah dengan perawakan cowok ini.

Tidak mau mendapatkan omelan Freyni langsung meminta maaf kepada cowok yang tidak ia tahu siapa. " Ma-maaf... K-kak. Beneran nggak sengaja kok," Ucap Freyni dengan malu dan gugup karena perbuatannya. Perempuan itu hanya berdiri dengan kepala yang menunduk - nunduk maaf.

"Punya mata nggak sih?! Nggak liat lo ada orang!" Jawab cowok yang berusaha berdiri dan Freyni juga mengulurkan tangannya untuk membantu cowok itu berdiri. Namun langsung di tepis olehnya. Freyni juga cemberut kesal dan meniup nafas-nya ke atas sehingga rambut kecilnya sedikit terangkat.

"Kan aku udah mintak maaf, kok kakak jadi nyolot yak!" ujur Freyni dengan nada yang jengkel karena jawaban cowok barusan.

Cowok itu menggertak, "Masa lo nggak liat kalo ada orang disini ! mata lo udah min atau emang nggak bisa ngeliat?!"

"Enak aja kalo ngomong! Mata aku masih sehat wal'afiat ya kak. Kakak juga salah, ngapai juga kakak jongkok-jongkok nggak jelas?!" Freyni juga balik menyemprot kata-kata Reynan barusan.

"Anehan lo. Baru kali ini gue nemu mahluk kayak lo. Padahal lo yang salah," Reynan menjeda ucapannya dan mengeluarkan senyum dengan tatapan membunuhnya. "Dan, seharusnya lo sadar nggak waktu jalan kesini? Gue jongkok tadi juga belum ada orang!"

Kening Freyni tampak berkerut. "Ih bodo amatlah. Mau kakak jongkok, jungkir balik, atau mau lari, terserah kakak! Intinya gue udah mintak M-A-A-F," Freyni menekan nada bicara-nya pada kalimat akhirnya serta kalimat gue yang keluar, bukan lagi kalimat aku seperti tadi.

"Coba lo liat kaki gue!" perintah Reynan dan langsung dituruti oleh Freyni.

Perempuan itu menunduk dan terlihat tali sepatu menggilap Reynan terlepas dari ikatan pitanya. Freyni hanya mengangguk paham dengan mulut yang mancung dan setelahnya, mengeluarkan senyum yang dipaksa. "Udah kan kak, kelar ? Yaudah," Freyni langsung berbalik badan dan meninggalkan cowok yang mengajaknya bercekcok tadi.

Reynan hanya menggeleng kepala aneh. Tanpa ucapan maaf yang benar, perempuan itu pergi begitu saja. Dan Reynan masih melihat punggung Freyni yang masih berjalan menjauh darinya. Lalu Reynan mengikat pita tali sepatunya kembali. Membersihkan bajunya, dengan sedikit menepuknya pada bagian yang terkena debu. Menarik dasinya hingga rapi kembali. Tetapi, ada sebuah benda yang tersangkut pada kacing baju almamaternya.

Reynan mengambilnya, sebuah kalung perak dengan ukiran huruf yang bertulisan 'FRANCINE'. Menatapnya, itu lah yang dilakukan oleh Reynan.

"Eh, Rey! Dicariin juga dari tadi. Udah mau mulai tuh!" Deva datang menghampirinya.

Serasa namanya dipanggil, Reynan menoleh dan langsung meyimpan kalung tadi kedalam kantung baju-nya.

"Yaudah, kita kelapangan." Ajak Reynan dan langsung dijawab dengan anggukan dari Deva.

***

Sementara Freyni tengah kebingungan mencari barisan pada gugusnya. Sesekali perempuan itu mengetuk bahu orang lain untuk menanyakan gugus berapa. Freyni sungguh bingung hingga ia harus membuang napas. Dan tanpa sadar, Freyni menghinjak sepatu orang di sebelahnya. Sungguh hari ini adalah hari tersial.

"Eh, maaf ya. Nggak sengaja," Ucap Freyni dengan menggigit bibir bawahnya.

"Nggak papa kok," Jawabnya dengan sedikit senyuman, entah apa sikapnya yang ramah atau apa. Sungguh itu adalah cowok yang baik, lain seperti kejadiannya di koridor tadi.

Freyni sedikit melirik name-tag yang dikenakan cowok tadi. Tertera tulisan gugus 6. Iya itu adalah gugus Freyni untuk ikut MOS-nya. "Emm, maaf boleh nanya nggak?" tanya Freyni dengan sedikit malu.

Cowok berkaca mata itu menoleh dan mengangguk iya.

"Ini gugus 6 bukan?"

"Iya, lo gugus berapa?" cowok itu balik bertanya.

"Gue gugus 6 juga. Btw barisan anak ceweknya dimana?"

"Ini sebelah gue," jawabnya dengan mendorong kaca mata-nya keatas hitung.

"Thanks ya," Ucap Freyni dengan senyuman yang begitu manis dan juga ia merasa lega.

Freyni meninggalkan cowok tadi dengan sedikit memukul kecil bahu cowok itu setelah berterimakasih. Beruntung ketika ia memasuki lapangan tadi, Freyni langsung kebelakang barisan. Walaupun sedikit membingungkan, Freyni tidak akan malu jika ia salah barisan. Tapi untungnya ia bertemu dengan cowok tadi dan Freyni baru sadar, jika ia lupa untuk berkenalan. Tapi jika dipikir kembali, kan cowok tadi satu gugus dan tentu akan ada sesi berkenalan.

Yang dilakukan Freyni hanya diam. Berada di barisan paling belakang adalah hal yang menyenangkan, Karena bagi Freyni tidak akan diperhatikan. Sungguh Freyni tidak mendengar apa yang dibicarakan didepan, karena kebiasaan orang ketika berbaris. Di depan berbicara maka yang belakang ikut bicara.

Selesai sudah, pembicara di tribun sudah selesai. Gugus Freyni sudah memisah dari beberapa gugus yang lain. Mereka berjalan hingga ke pinggir lapangan. Duduk di barisan belakang kembali, itulah kebiasaan Freyni. Di depan sana ada anak OSIS yang tengah memberi sedikit materi dan wajib di tulis.

Freyni begitu menyimak apapun yang ia dengar. Tangannya menulis dengan cepat apa saja aturan yang harus dipatuhi selama mengikuti Masa Orientasi Siswa (MOS) dan juga peraturan di sekolah. Setelah selesai, barulah adanya sesi perkenalan. Dimana didalam gugus ini harus ada yang kenal, kompak , serta kreatif.

Sambil menunggu giliran untuk perkenalan, Freyni membuka lembar paling belakang pada bukunya. Menciptakan sedikit - sedikit goresan halus kasar. Dan sedikit melirik siapa yang tengah berkenalan. Freyni yang tadinya tidak fokus sekarang fokus pada cowok yang tengah memperkenalkan nama-nya.

"Perkenalkan nama saya Alan Divantara Negara. Sering dipanggil Alan. Dan saya berasal dari sekolah..." Ucapnya yang tidak lupa, gaya khas menarik kacamatanya karena sedikit longgar.

Freyni mengagguk dan mengingat nama cowok tadi. Dan Freyni kembali asyik pada dunianya kembali.

"Fokus amat sama gambar?" ucap seseorang yang didepan tadi, dan kini berada di samping Freyni.

Freyni hanya tersenyum, "Sambil nunggu giliran, kenapa nggak?" ucap Freyni dan menutup bukunya.

Alan, ia adalah cowok yang telah menolong Freyni dan sekarang berada di samping Freyni. Canggung itu lah yang mereka berdua rasakan. Dan sekarang giliran Freyni yang maju, sedikit malu dan ragu. Freyni selalu merasakan itu setiap ingin maju. Telapak tangannya sedikit berkeringatan saat ia sudah berdiri di hadapan orang.

"Perkenalkan nama saya Agatha Freyni Varischa, sering dipanggil Frey. Saya juga berasal dari SMP 1 Jakarta. Hobi saya menggambar dan mendengar music. Terimakasih." Ucap Freyni yang sedikit grogi dan terlihat Freyni yang menekan.

"Beneran suka dengar lagu, kalo boleh tahu lagu apa?" tanya cowok yag tidak lain senior OSIS.

"Emm, lagu K-POP kak." Jawab Freyni dengan malu namun ia tutupi dengan senyumannya.

"Kalo denger kakak nyanyi kamu mau?" Goda senior cowok itu lagi.

Freyni sedikit bingung, ia sedikit berpikir dan mengangguk iya. "Boleh kok kak."

"Udahlah Deva suara lo itu sumbang!" Ujur perempuan yang mengenakan Almamater navy dan tertera nama Afyra. "Nggak usah didengarin dek, silahkan balik kebarisan."

Freyni kembali ketempat duduknya.

"Oh jadi lo, Frey?" tanya Alan ketika Freyni duduk di sebelahnya kembali.

"Iya," Jawab Freyni singkat.

"Alan Divatara Negara, Alan aja kok ?" ujurnya dengan mengulurkan tangannya.

"Agatha Freyni Varischa. Frey," Jawab Freyni dan menyambut uluran tangan Alan.

***

Pukul 12.05 WIB, adalah waktu istirahat Ishoma di sekolah ini. Bunyi bel berdering, seluruh siswa yang berada di kelas keluar. Mereka langsung bergunyuran menuju kantin. Padahal hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur panjang Ramadhan. Terlihat siswa/siswi Panca Bakti berkumpul dengan teman, duduk di taman, berlari, bahkan bernyanyi bersama di bawah pohon rindang dengan sebuah gitar.

Reynan tengah bersandar di tempat duduknya. Peluh keringat sudah banyak turun, bahkan rambut hitamnya juga ikut basah. Memang Reynan tidak diam, cowok itu selalu pergi ke setiap gugus untuk memeriksa. Bahkan ia juga ikut menjahili orang yang memintak tanda tangannya. Pasti Reynan mengelak atau berkata bahwa ia bukan ketua OSIS dengan memperlihatkan nama pada almamater.

Dan ada juga yang rela mengejar Reynan, terutama anak perempuan. Mereka bergerumbul membawa buku dan pena, ada juga yang membawa susu kemasan ataupun makanan ringan dan memberikannya kepada Reynan. Dan sekarang susu vanilla itu di minum oleh Deva tanpa ditawakan oleh Reynan untuk meminumnya.

"Enak bet ya jadi lo Rey, baru juga masuk sekolah udah dapet beginian. Emang pesona si Rey nggak ada yang bisa ngalahin," Ucap Deva dengan meminum habis susu kotak tadi.

"Iyalah, Rey kan ganteng. Nggak kayak lo Dev," Sahut Afyra yang julid.

"Diem, nggak ngomong ama lo Fyr," Balas Deva.

"Udah, ntar gue jodohin juga lo berdua, " ucap Reynan bersamaan dengan sedikit terkekehan.

"Ck, udah deh Rey. Deva itu bukan salah satu kategori cowok yang gue suka. Kandidat cowok gue itu kayak Wo Do-Hwan. Kalo Deva mah, gue juga Ogah." Sahut Afyra dengan menyengit jijik.

"Entar lo suka sama cinta mati sama gue gimana?" goda Deva kepada Afyra.

"Ih ogah," Ujar Afyra dan keluar.

"Hayo Dev. Anak orang ngambek noh," Goda Reynan.

"Halah. Entar baik juga kalo gue kasih cinta."

Reynan hanya menggeleng kepala saat melihat tingkah laku aneh Deva. Reynan beranjak dari duduknya dan menuju ambang pintu.

"Eh Rey, mau kemana lo?" tanya Deva.

"Sholat," Ujurnya singkat.

***

Freyni baru saja melepaskan sepatunya dan meletakanya di rak sepatu, melangkahkan kaki kanannya kedalam musholah dengan mengucap salam. Freyni memang pergi dari kelas sendiri karena kurang begitu kenal dan dekat dengan anggota gugusnya terutama peremuan. Tapi, ketika menuju ke musholah Freyni berjalan bersama Alan. Karena, untuk saat ini Alan lah orang yang dapat Freyni ajak komunikasi.

Freyni tengah menunggu untuk mengambil air wudhu. Di pandangnya jam tangan yang menunjukkan pukul 12.20 wib, waktu sholat dzuhur. Freyni sedikit melirik ke samping, dan melihat seseorang yang tidak asing. Perempuan berhijab, hidung yang mancung, serta bibir pink tipis. Dengan pelan Freyni menghapiri perempuan itu. Ragu-ragu tangan Freyni mengetuk bahu sosok orang yang tidakk asing itu. Perempuan itu merespon dan membalikan badan, sedikit terkejut.

"Shirin!" Panggil Freyni.

"Seriously. Freyni," Perempuan berhijab itu langsung memeluk tubuh Freyni dan sebaliknya Freyni juga melakukan hal yang sama. Memang sedikit heboh, namun mereka langsung minta maaf atas kebisingan mereka.

"Gue kira lo nggak masuk SMA ini tahu nggak."

"Nggak dong, ini paksaan Mama sih. Kemaren gue mau masuk sekolah Swasta lagi sih," Ucap Shirin.

"Udalah masuk sini juga nggak papa. Btw , lo gugus berapa?" tanya Freyni.

"Gugus 6, tadi gue udah liat lo. Tapi gue takut salah. Cantik banget lo sekarang, asli deh Frey. Gue tadi hampir nggak kenal sama lo yang sekarang."

"HAH... bener.."

Ucapan Freyni terpotong ketika ada siswi yang menegur Freyni dan Shirin. "Eh, mau wudhu apa nggak? Orang mau wudhu!"

Freyni hanya cengir dan minta maaf. Setelahnya langsung mengambil wudhu bersebelahan dengan Shirin.

***

Sekarang Freyni dan Shirin tengah duduk di saf bagian ke dua. Mereka tengah mendengar kumandang adzan dzuhur. Sungguh suara orang yang Azan saat ini sangatlah bagus dan hati Freyni terasa senjuk. Setelah selesai adzan mereka berdoa dan melakukan sholat dzuhur berjamaah. Saat merapatkan saf, seluruh kaum hawa terpanah pada imam sholat ini. Bahkan, ada yang sedikit menjinjit agar melihat si Imam. Namun, Freyni dan Shirin cuek saja, karean tujuannya kesini adalah sholat bukan yang lain.

Setelah selesai, Freyni dan Shirin tengah melipat telekung yang ia bawa dari rumah tadi. Semua perempuan di sana juga melakukan hal yang sama, namun disertakan dengan membicarakan imam sholat ini.

"Subhanawllah itu yang jadi imam tadi buat hati gue ambyarr."

"Parah suaranya bagus amat."

"Suara aja udah bagus apalagi rupanya."

Begitulah pembicaraan orang tentang sosok imam ini, Freyni memang tidak kepo. Namun, anehnya kenapa mereka harus membicarakan itu di dalam musholah. Mana tahu orangnya dengar atau pacar dari imam itu dengar.

"Frey..." panggil Shirin dengan menepuk pelan bahu Freyni.

"Lo mau bahas imam sholat juga?" Ucap Freyni refleks.

Kening Shirin sedikit berkerut dan langsung memperlihatkan sabit kecil pada wajahnya. "Astagfirullah, ternyata lo ngelamunin si imam?" Sedikit godaan dari Shirin.

"Ihh. Ng-nggak lah," Jawab Freyni dengan gelabakan. "Udah yuk, kita balik ke kelas."

Sekarang Freyni mempunyai teman perempuan. Iya, Shirin Al Athrus adalah teman dimasa taman kanak-kanak Freyni. Namun, kerap di panggil dengan Shireen karena banyak orang mengenalnya dengan nama akun instagram-nya ini. Memang penampilan Shirin selalu mengenakan hijab, ia juga memiliki darah campuran Indonesia - Arab. Tubuhnya tidak setinggi Freyni namun pas. Mereka berdua tengah berjalan bersama. Hingga sosok Alan datang menghampiri Freyni dari belakang.

Bahkan Freyni lupa akan sosok cowok berkacamata ini. Padahal, tadi ia pergi bersama dan Freyni meminta Alan menunggunya karena tidak ada teman. Setelah bertemu Shirin, Freyni malah meninggalkan Alan.

"Dicariin juga," Ucap Alan sedikit ketus.

"Ya maaf. Eh btw kenalin, dia Shirin," Ucap Freyni untuk mengubah hawa atmosfer saat ini yang terasa panas.

Justru Alan dengan cepatnya menjulurkan tangannya untuk berkenalan tanpa rasa sungkan dengan Shirin. Sebaliknya Shirin juga menanggapinya balik. Sekarang tiga sosok itu menjadi akrab dan kembali ke kelas gugusnya, bersamaan.

***

Reynan tengah membenarkan lengan kemeja sekolahnya yang digulung keatas agar tidak basah. Rambut cowok itu juga disugarkan ke belakang agar airnya tidak menetes ke depan wajahnya. Terlihat wajah cowok itu juga berseri - seri karena basuhan dari air wudhu. Wajahnya juga terlihat fresh seperti tadi pagi. Reynan tengah mengenakan sepatunya.

"NAH, Ini nih, yang buat gempar sekolah. Sama wajah si 'ABANG REY'," Goda Gilang membuat Reynan menoleh. Gilang dan teman-temannya baru saja keluar dari musholah.

"Aneh bener deh lo. Lang," Balas Reynan tertawa.

"Noh. liat songongnya keluar nih," Kata Gilang dengan aksen bahasa Betawi kepada teman yang dibelakangnya.

"Maklum. Orang ganteng mah bebas," Sambung Aldi dan membuat Gilang terkekeh.

"Udahlah," Ucap Reynan singkat.

"Ehh. Buset! ngomongnya pelit amat yak," Ucap Gilang.

"Astagfirullah. si bapak Ketua," Ujar Martin bersamaan dengan gelengan kepalanya.

Sekarang suasana di musolah semakin ricuh karena gelak tawa dari Reynan dan teman - temanya. Untungnya, sudah tidak ada yang sholat. Karena musholah SMA ini cukup besar jadi selama melaksanakan sholat berjamaah hanya 1 kali. Fasilitas pada sekolah ini memang bagus dari bentuk bangunan, progam belajar, serta prestasi yang di raih.

"Rey," Tegur Aji.

"Kenapa?"

"Maaf ngomong nih, anak cewek yang baru banyak kagak yang cakep?" Tanya Aji kembali.

"Alamak, bah aku tadi liat anak perempuannya body ya. Behhh... pengen lah ku lahab sekali," Ucap Joshua dengan logat Medan -nya.

"Beneran. Jiwa kecakepan gue nimbul nih," Ujar Gilang dengan PD.

"Ya Allah. Kenapa engkau memberikan cobaan seperti ini?" Ucap Aji dengan menadahkan tangan seperti dilakukan Baim.

"Kagak perlu lah cari jauh-jauh. Noh yang lagi pakek sepatu deket pintu. Liat!" Tunjuk Gilang dengan semangat.

Reynan beserta temanya mengikuti arah tangan Gilang. Walaupun, Reynan sedikit memiringkan kepalanya untuk melihatnya.

"Nggak usah deketin tuh cewek! Biasa juga itu cewek. Nggak cantik," Ujur Reynan dan kembali fokus mengikat tali sepatunya. Pasalnya, kepala Reynan kembali melintaskan ingatannya dengan kejadian tadi pagi ketika ia ditabrak oleh perempuan itu. Reynan tidak tahu perempuan itu tapi, ia masih kesal kepadanya.

Sontak Gilang dan yang lain memandang aneh kepada Reynan.

"Acik -an (doi) lo, Rey?" semprot Gilang.

"Picek mata lo, Rey?" Ucap Aldi sepontan.

"Aneh bener dah lo Rey, cewek bening kayak begitu. Lo kata nggak cantik?!" Timbrung Calvin yang berada di sebelah Aldi.

"Emang ya, Orang ganteng mah bebas kali kalo muncung (mulut) -nya ngomong.." Ujur Joshua.

"Sekarang aja lo bilang nggak cantik. Ntar kalo udah jadi sama lo baru lo bilang cantik," Judgeg Gilang. "Gue doain 'Bucin, se-Bucinnya' lo ntar waktu punya pacar," Lanjutnya.

"Kenapa lo jadi doain gue?" Tanya Reynan dengan tangan yang terlipat di depan dadanya.

"Udahlah, jangan di anggap serius. Ini jugaan cuma bercanda," Tungkas Aji agar tidak memperburuk suasana.

"Sumpah, itu bidadari apa manusia yah. Mata gue nggak mau pindah liat dia," Ujur Martin dengan mata yang tidak berkedip-kedip.

"Rey aja kali yang nggak bisa liat orang cantik. Cewek bentukan kayak Rose BlackPink, tingginya aja kayak Lee Sun Kyun gitu dibilang kagak cantik," Ucap Gilang dengan memperhatikan cewek yang masih mengenakan sepatu.

Ketika perempuan itu berdiri dan mengeluarkan senyumnya ketika temannya yang berhijab membantunya untuk berdiri. Sontak teman - teman Reynan heboh sejadi-jadinya.

"Parah senyumnya. Melele hati abang dek," Ucap Joshua dengan Memegang dadanya.

"Pegang gue! Pegang gue,Ji!" Ucap Aldi dengan menarik tangan Aji untuk di pegang. Aldi sedikit bergaya seperti ditarik-tarik.

"NOOOHH! Liat! Di senyum aja kayak begitu," Tunjuk Gilang dengan semangat.

Reynan hanya menggeleng kepala melihat teman-temannya yang tambah begitu aneh. Lalu berjalan lebih dulu dan meninggalkannya.

"WOY! REY! MAU KEMANO LO?!" Teriak Gilang dan hanya di diamkan oleh Reynan.

***

Pukul 13.30 WIB, adalah saat - saat dimana matahari berada di puncak. Entah bagaimana bisa, hari ini benar - benar panas. Bahkan, lapangan basket juga terasa panas sampai - sampai telapak sepatunya juga terasa panas. Peluh keringat di pelipis Freyni sudah menyerucus deras. Sebenarnya, Freyni ingin menyumpahi para senior OSIS yang mengumpulkan anak baru di tengah lapangan basket. Seperti tadi, Freyni baris pada barisan paling belakang dengan Shirin di sebelahnya.

Freyni mendengus panas. Bahkan posisi berdirinya tidak dapat dikata berdiri. Perempuan itu sedikit menekuk kakinya, untuk menghilangkan rasa pegalnya. Belum lagi keadaan ricuh karena ada gugus yang baru datang ke lapangan basket. Freyni melirik kearah Shirin yang berada di sampingnya, terlihat diam dengan menutup setengah wajahnya dibagian mulutnya dengan jilbab yang ia kenaan.

Para anak OSIS sudah berdiri di depan tribun, mereka semua hanya berdiri tanpa kepanasan. Dan parahnya sekarang, satu anak mengintruksikan para anak baru untuk duduk di lapangan. Ingin rasanya Freyni mengumpatkan para Anak OSIS dengan kata yang tertahan ditenggorokannya dari tadi.

Dan sekarang, mereka mendiamkan siswa baru di lapangan dengan anak OSIS yang bergerombolan seperti tengah berdiskusi.

"Shir, pegel nggak?" Tanya Freyni dengan cemberut.

"Nggak juga. Cuman panas aja," Jawab Shirin dengan senyumanya.

"Ahhh... lama banget," Keluh Freyni dengan congkok karena letih berdiri.

Tak lama setelah keadaan yang riuh dan ricuh tadi kembali senyap. Terlihat Afyra mengambil mic, sebagai pembawa acara kegiatan Masa Orientasi Siswa. Memang kata Shirin, Afyra membawa acara dari tadi pagi.

"Assalamualaikum Warohmatulahi Wabarokatu. Halo semua! Selamat siang?! Gimana, masih semangat nggak semuanya." Ucap Afyra dengan mengarahkan mic kearah barisan untuk dijawab.

"Masih." Jawaban yang kompak dan lantang.

"Apa ? Nggak denger nih? Coba ya sekali lagi, masih SEMANGAT!" Ulang Afyra dengan melakukakan hal yang sama seperti tadi.

"MASIH!" teriakan dari penjuru barisan.

"Oke, Harus tetap semangat ya! Karena siang ini kita bakal seru - seruan. Kepo nggak sama kegiatannya. Tapi. Ada tapinya nih, sebelum kita mulai. Nanti dari pihak OSIS akan meng-check atau memastikan kalian bawa perlengkapan lengkap nggak ? Hayo pada dibawak nggak nih?"

"Bawa," Sorakan dari barisan dengan kompak.

"Baik. Untuk anak OSIS untuk mulai meng- ngecheck setiap barisan per gugus,"

Setelah hampir 20 menit untuk memastikan perlengkap MOS. Dan gugus Freyni di puji karena gugusnya adalah yang paling lengkap dan rapi. Cukup legah, padahal Freyni tadi pagi sudah merasakan satu barang yang ia lupakan. Namun, yang membuat Freyni kembali kesal adalah kembali dijemur seperti ikan asin.

***

Reynan masih berdiri di tribun, hingga manik matanya menangkap sosok perempuan yang membuatnya kesal pada kejadian tadi pagi dan juga membuat kupingnya pengang karena temannya tadi mengejeknya. Kesal. Itulah yang dirasakanya. Walaupun posisinya jauh dibelakang sana dan tak tahu namanya, tapi Reynan dapat melihatnya.

"Eh. Rey," Tegur Deva.

Sontak pandangan Reynan sekarang teralih melihat Deva. Hanya dengan anggukan Deva kembali melanjutkan pertanyaanya.

"Kenapa belum ke gugus tadi?" Tanya Deva dengan menenggerkan sebelah tanganya ke bahu Reynan.

"Belum sempet aja," Jawab Reynan dengan tangan yang terlipat di depan dadanya.

"Tapi, gue liat lo gangguin gugus lain?" Deva bertanya kembali dengan nada yang sedikit mengitrogasi.

"Emang, Pengen aja. Ini juga gue masih pakek Almet -nya Farel."

"Oh, wajar aja. Ini, inih ulah lo, adek kelas terutama yang perempuan tanya sama gue yang mana ketua OSIS ?" Ujar Deva dengan menggebu.

"Lah, gue tadi mau isengin anak cowok di gugus 4. Eh, malah si Dul isengin juga, gue juga yang kena."

"Makanya, kalo punya sifat usil jangan diliatin sama anggota. Lo juga yang kena." Ejek Deva dan juga kekehannya.

Sekarang mereka berdua tengah fokus mengamati para anggota OSIS. Masih bersebelahan seperti tadi.

"Eh Rey. Coba lo liat!" Ujar Deva dengan menepuk bahu Reynan berkali-kali.

Reynan mengangkat alisnya. Sejujurnya Reynan sudah jengah kepada Deva yang dari tadi ngelantur. Ingin rasanya Reynan memberinya satu hadiah yaitu bogem mentah. Tapi jika diingat kembali Deva, temannya juga.

"Anak kelas 10 -nya banyak yang cekep ya, Rey ? Coba tu liat, pada bening sama glowing semua," Ujar Deva.

"Terus?" Tanya Reynan dengan cuek.

"Ah, ngomong sama lo nggak peka. Nggak nyampek ya otak lo? Enakan kalo ngomong kayak begini mah sama Gilang," Ejek Deva.

"Enak aja lo ngomong!" balas Reynan.

"Ahh, emang dasaranya lo nggak peka!" Ujar Deva dengan cemberut.

"Emang," Jawab Reynan dengan mengubah tanganya menjadi masuk kedalam kantong celananya.

"Ehhh bujur, Buseeeet dah. Dasar kagak peka sama kagak ngerti kali."

"Bisa diem nggak lo! Gue tonjok juga ntar," Ancam Reynan dengan genggaman tangan yang berada di sisi celana sekolahnya.

"Bener. Tuh," Ujar Farel yang baru datang dari lapangan karena habis memeriksa anak MOS. Cowok itu menyampirkan almet -nya di lengan tangannya.

"Kenapa nih?" tanya Farel.

"Biasa Rel. Si ketua nggak peka," kekeh Deva.

"Ketawa aja terus, bila perlu sampe besok," Ujar Reynan dengan sorot mata yang tajam.

"Gue suruh blacklise ntar nama lo sama Fyra," Katanya lagi.

"Ah atut dedek, bang." Balas Deva dengan tambahan menggodanya.

"Yakin Rey, walupun somplak kayak gini. Wakil lo nih, panutan, loh." Ujar Farel.

"Seru amat tetangga sebelah, gabung boleh kali. Gibha -in apa nih?" tanya Rafa baru saja datang. Ia baru saja selesai memeriksa seperti Farel tadi.

"Ha. Hah nambah aja, sekalian ajakan se-RT," Balas Reynan saat Rafa yang menyelonyor gabung dengan mereka.

"Liat anak gugus enem (enam) nggak? CAKEP bener.Pas banget jadiin pacar." Ujar Rafa.

"Hah, dateng - dateng ngomongin cewek!" sahut Deva. " Siapa emang? Anak gugus gue tuh," Lanjutnya.

"Itu si Fre-Freyni deh kalo nggak salah." Balas Rafa dengan menggaruk tengkuk ynag tidak gatal.

"Ohh, I know aying mah. Hooh, cantik bener emangan. Baru juga gue godain, ehh si Fyra suruh dia balik." Ujar Deva.

"Yang mana anaknya?" tanya Farel.

"Mau tahu loh. Nggak bakal nyesel dah lo," Balas Deva dengan antusias dengan menghitung barisan di depannya sesaat.

"Kok lo udah tahu namanya sih Fa?" tanya Farel kembali.

"Kenalanlah. Muka ganteng di manfaatin," Ujar Rafa.

"Nah, nemu gue." Ujar Deva hiperbola. " Itu paling belakang, mentok udah nggak salah gue," Tunjuk Deva.

"MasyaAllah. otw diabetes dah gue," Farel juga ikutan hiperbola seperti Deva.

Reynan memperhatikan sekelilingnya dan memang benar temannya tengah menonton sosok perempuan yang diucapkan Deva. Perempuan yang tengah berkipas dengan tanganya karena panas. Namun, masih memperlihatkan senyumannya padahal terlihat ia letih sama seperti yang lain. Reynan menyengir.

***

Notification :

ok guys, cuma mau kasih tahu. cerita ini kembali aku revisi karena memang harus di lakukan, supaya alur pada bacaan biasa yambung sama aku sampai dengan imajinasi kalian. Dari part 1 sampai seterusnya bakalan ada revisi. maaf bagi kalian yang udah sampai jauh. Tapi aku sarani untuk membaca ulang setelah selesai REVISI. karena ada sedikit perubahan.

Dan juga, selamat menunaikan ibadah puasa. semoga pandemi covid-19 cepat meredah. jujur nisa kangen banget sama suasa yang seperti dulu. tapi nisa masih bersyukur karena semenjak di rumah aja kita bisa banyak waktu untuk keluarga.

~ Safety First

~ Be careful

~ Be Aware

~ Be safe with Million smile :)

Ps: jangan lupa vote dan komentarnya ya. Dan follow juga instagram @nisnnisa_ Makasi.

Annisa isnaini

Bengkulu, 22 juni 2018

Revisi :

~ Bengkulu, 27 April 2020~

selamat hari senin & selamat menunaikan ibadah puasa.

#StayAthome

angkat tangan yang kangen sekolah!

Continue Reading

You'll Also Like

13.7K 574 15
Highest Rank #8 on featured Sebuah cerita tentang aku dan kehidupan psikopatku yang anti mainstream. Part demi part sedang dalam tahap pengembangan c...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

656K 30.4K 50
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
117K 2.1K 170
Comment for request BTS lyrics and english translation Indonesian translation? Coment:) Judul lirik sesuai ALFABET Jan lupa kasih bintangnya:v Jan pe...
34K 4.3K 33
"Tuhan.. Izinkan aku bahagia Seperti masa itu.. " -DKS- "Izinkan aku membuatmu bahagia... "-PCY- "Aku ingin menjadi orang yang mampu membuatmu bahagi...