DANCING ON MY OWN. / KV

By maachin

39.9K 3.1K 563

in the end, the ending is still the same; he fights alone. [kookvweeks event] More

ii
iii
iv
ending (im sorry ㅠㅠ)

i

14.3K 736 51
By maachin

Jam dua lewat lima belas menit tengah malam, Taehyung tidak lagi tau helaan nafas keberapa saat dirinya menyamankan diri di kepala sofa. Jarinya mengetuk tanpa tujuan di pahanya sendiri, pandangannya kosong walau yang sebenarnya adalah dirinya melawan kantuk yang menyerang. Sesekali, kepalanya menoleh pada pintu cokelat yang dia harap terbuka sambil menampilkan seorang bartender dengan badan kokoh dan rahang tegas; kekasihnya.

Pria bersurai cokelat madu itu tidak ingin tidur, tidak sebelum Jungkook pulang.

Saat udara malam dingin kembali menyapa tubuhnya yang hanya menggunakan kemeja putih tipis, juga diiringi detakan jarum jam yang benar benar bergema di ruangan sunyi, ditambah Taehyung yang notabenya memiliki jam tidur cepat kini menahan matanya untuk melebar; menunggu kekasihnya, kini mata itu perlahan menutup.

Persis, seperti dua hari berturut turut yang lalu, ketika Taehyung kembali menunggu Jungkook seperti ini. Dua hari, Taehyung akan tertidur saat jam dua tengah malam, paginya berakhir menemukan dirinya tertidur di kasur dengan sisi kosong pada kasurnya; Jungkook sudah pergi sebelum dirinya terbangun. Juga pulang saat dirinya tertidur.

Malam ini, itu tidak terjadi. Karena saat Taehyung benar benar masuk ke alam mimpinya, satu gerakan pintu dan deritan pelan membuat matanya melebar. Kemudian, menarik kedua sudut bibirnya; membuat satu senyuman merekah yang lebar, menghilangkan segala rasa kantuknya dan membakar segala bosan ketika sosok itu terpampang jelas.

Kaki itu kini tertapak ke bumi, berlari hanya untuk memberikan satu pelukan pada pemuda bersurai hitam sekelam gagak yang menggunakan jas bartender lengkap.

"Jungkook, aku rindu."

Suaranya pelan karena terpendam di dada Jungkook, namun pria bersurai hitam kelam itu masih bisa mendengarnya dengan jelas. Sadar atau tidak, ada satu senyuman kecil yang terpampang di wajahnya sembari balas memeluk Taehyung; membawa kedua tangannya untuk melingkar pada pinggang pemuda manis itu, kemudian dengan satu gerakan yang tiba tiba namun lembut membawa Taehyung makin dalam kedekapannya.

Ini tidak adil. Jungkook ingin membecinya namun tidak bisa. Membeci bagaimana dirinya terasa seperti ingin membawa pria manis itu kedepakannya tanpa melepasnya, membeci bagaimana Jungkook tidak bisa berhenti menghirup aroma vanilla yang menguar sekali pria manis itu ada didekapannya. Rasanya, Jungkook lemah sekali. Namun, Taehyung yang jauh lebih rapuh dikedapakan Jungkook, membuat pria itu rasanya aman.

"Aku juga," satu kecupan mendarat pada pucuk kepala Taehyung, "maafkan aku."

Taehyung menggeleng sesaat ketika dirinya membuat jarak-karena Jungkook tidak akan membuat jarak sedikitpun ketika Taehyung sudah memeluknya, kecuali ketika Taehyung yang memulai-, pria itu tersenyum manis. "Jangan meminta maaf." Katanya, sambil perlahan melepas dasi bartender yang mengikat di leher tegas kekasihnya.

"Maaf," Ujarnya, sekali lagi.

"Tidak perlu, Jungkook."

"Perlu." Jungkook berucap tegas, sambil membawa Taehyung untuk masuk ke dalam apartemen.

Berakhir, dengan Taehyung yang terduduk di sofa dan Jungkook yang berjongkok di bawah, membawa satu tangan Taehyung untuk dikecup sebelum matanya menatap hazel indah milik Taehyung.

Taehyung hanya mengerjap polos ketika Jungkook menatapnya. Kegugupan itu ada ketika Jungkook menatap begitu dalam menuju matanya, seakan merasa begitu bersalah. Lagipula, ini bukan masalah besar bagi Taehyung walau sendirian di apartemen setelah bekerja itu membosankan.

"Tak apa." Jawab Taehyung, sama.

"Kau kesepian?"

"Tidak." Taehyung menggeleng sambil tersenyum begitu halus, menepuk sisi kosong di sebelahnya; memberi kode Jungkook agar duduk di sampingnya.

Jungkook merasa begitu lega ketika Taehyung tersenyum begitu tulus padanya malam ini.

"Maaf,"

Lagi.

"Tak apa."

Lagi.

Bodoh, bukan itu yang Jungkook maksud. Ada beribu maaf yang ingin Jungkook katakan sekarang disamping meninggalkan Taehyung sendirian. Ada beribu, namun ada satu yang begitu membuatnya ingin menangis begitu keras, memeluk Taehyung, kemudian mengikhlaskan pemuda manis itu untuk seseorang yang lebih pantas daripadanya.

"Maaf."

Lidahnya terasa beku, membawa rasa bersalah makin memenuhinya.

"Tak apa."

Tak apa katanya. Namun, Jungkook yakin, jika saja dia memberi taunya pada Taehyung, maka tidak ada kata tak apa lagi yang keluar dari mulut pria manis itu.

Jungkook masih berharap.

■ ■ ■

Taehyung berkeringat sekujur tubuh dengan nafas tersenggal ketika dirinya terbangun bersamaan dengan gerakan duduk yang tiba tiba. Butuh beberapa menit untuk Taehyung agar nafasnya kembali normal. Tangannya menghapus peluh yang membajiri pelipisnya, mengusak kasar surainya saat mimpi itu kembali ada. Sejak kemarin.

Mimpi yang sama persis seperti dua tahun yang lalu, dimana Taehyung tidak berhenti menangis selama seminggu penuh, dimana Taehyung rasanya ingin pergi jauh, tersesatpun dia tidak peduli.

Kini mimpi itu datang lagi, menghantui pikirannya.

Pemuda manis itu melirik Jungkook. Pria itu tertidur damai dengan dengkuran halus yang keluar dari mulutnya.

Tidak ingin menganggu, Taehyung dengan perlahan mencoba tidak membuat keributan apapun sambil melangkah menuju dapur. Dirinya butuh air putih. Namun, entah karena dirinya tidak fokus atau masin ada rasa kantuk didirinya, Taehyung tidak memegang gelas itu dengan benar.

PRANG!

Berakhir dengan suara pecahan yang keras dan serpihan kaca dimana mana. Bahkan, Taehyung tidak lagi peduli saat kakinya terlihat mengalir darah. Sakit, namun ada yang lebih sakit lagi di pikirannya.

"Taehyung!"

Jungkook datang tergesa dengan penampilan kacaunya, terlihat khawatir dan terlihat lebih khawatir lagi saat melihat kaki Taehyung yang mengalir darah segar. Pria itu membawa Taehyung dalam gendongannya; bridal style. Dengan tergesa dan gumaman khawatir yang Taehyung tidak bisa dengar dengan jelas, Jungkook mendudukan Taehyung di ranjang mereka. Taehyung meringis sedikit ketika Jungkook mulai membersihkan lukanya dengan segala peralatan medis yang ia letak di bawah kasur.

Ketika selesai dan yakin bahwa tidak ada lagi darah yang mengalir, Jungkook menatapnya. Sorot khawatir begitu terpampang jelas di wajahnya, juga keringat yang mengalir dari pelipis pemuda itu meyakinkan bahwa; benar, Jungkook khawatir.

Jungkook duduk di tepi ranjang ketika Taehyung memutuskan untuk bersandar di kepala ranjang, masih diam tanpa suara. Bahkan Jungkook tidak bisa menebak dari wajahnya, apa yang Taehyung rasakan sekarang.

Mata Taehyung yang tadi tertutup kini perlahan terbuka ketika merasa kulit pipinya disentuh begitu lembut dengan gerakan pelan, juga sorot mata yang teduh juga terselip khawatir melayang ke hazelnya.

"Taehyung, masih sakit?" Tanyanya.

Taehyung tidak menjawab, tapi tersenyum kecil. Sedikit memiringkan tubuhnya agar bisa leluasa menatap Jungkook-diiringi dengan omelan kecil pemuda itu tentang jangan banyak bergerak dan luka di kakinya-membuat Taehyung sedikit lebih menampilkan senyumnya.

Jungkook masih khawatir kala Taehyung tidak menjawab. Tangannya perlahan menyingkirkan poni Taehyung yang hampir menutupi mata hazel indahnya. Perlahan, kedua tangannya menangkup pipi Taehyung. Dingin, Jungkook juga bisa merasakan keringat disekujur wajah Taehyung.

"Kau berkeringat?" Tanyanya, "Taehyung, ada apa?"

Taehyung hanya tersenyum.

"Baby.." Jungkook kembali berkata. Tangan kirinya kini perlahan berpindah dengan gerakan halus menuju tengkuk Taehyung.

"Jungkook,"

"Ya?" Jungkook menjawab cepat, makin menatap pemuda itu; menunggunya kembali berbicara.

"Jangan tinggalkan aku.."

Jungkook hampir terjatuh dari tepi ranjang ketika Taehyung memeluknya dengan tiba tiba. Matanya membola, namun meredup setelahnya. Membawa tangannya untuk mengusap punggung sempit Taehyung sambil menggumamkan segala kata kata penenang kecil di telinga Taehyung dengan nada yang begitu lembut.

Bahkan Jungkook tidak tau kenapa Taehyung tiba tiba berkata seperti ini. "Tidak akan.."

Jungkook sedang mengelus rambut pemuda manis itu ketika Taehyung memutuskan untuk membuat jarak. Bertatap muka, dan sorot khawatir tampak lagi di wajah Jungkook ketika matanya kini dipenuhi dengan sosok Kim Taehyung yang menangis.

"Hey, ada apa?!" Jungkook menangkup kembali pipi itu, menatap dalam netra hazel yang kini perlahan menetes air mata. "Taehyung.."

Maka, Jungkook kembali mendekapnya. Kali ini, benar benar mendekap pemuda itu dengan begitu kuat. Tangannya menarik pinggang Taehyung untuk mendekat kemudian memeluknya begitu posesif, puluhan kecupan kecil juga ia layangkan pada pucuk kepala Taehyung. Gumaman "aku disini" dengan nada yang begitu halus membuat Taehyung menunda untuk membuat kembali jarak.

"Kau disini," Taehyung bergumam lirih, terpendam dalam dada bidang Jungkook. "Kau disini.."

"Ya, aku disini."

"Sampai kapan?"

Jungkook terdiam, gerakan helusan pada surai Taehyung terhenti sementara. Kemudian, berlanjut dengan gerakan yang sedikit kaku. "Kau ingin sampai kapan?"

"Selamanya."

"Kalau begitu, selamanya."

"Janji?"

"Aku janji."

Lagi, helusannya terhenti. Jungkook menangkup kedua pipi Taehyug saat pemuda manis itu masih terasa begitu nyaman, bahkan hampir tertidur di dada Jungkook. Hazelnya kembali bertemu mata Jungkook.

"Tidurlah." Katanya, membawa Taehyung untuk kembali berbaring.

"Jungkook.." Taehyung merentangkan tangannya.

Dan, selama dua tahun bersama Taehyung, Jungkook tidaklah begitu bodoh untuk tidak mengetahui bahwa Taehyung ingin kembali didekap. Kembali memeluknya.

Taehyung tau, dan yakin, Jungkook tidak akan menolaknya. Dua tahun penuh, Jungkook tidak pernah menolaknya. Tapi-

"Tidurlah, Tae.."

Maka malam itu, bersamaan dengan satu kecupan yang terasa di dahi Taehyung juga selimut yang perlahan membalut tubuh dinginnya, pemuda manis itu menyimpulkan satu hal; untuk pertama kali, Jungkook menolaknya.

Jungkook bilang dia ada di samping Taehyung. Selamanya. Benarkah?

Taehyung terlalu sibuk memikirkan Jungkook dikala Jungkook juga sibuk memikirkan kesalahan yang menghantuinya.

■ ■ ■

Bar di seberang toko cafe dan langkah lima toko dari toko bunga di jalan setapak adalah tempat yang bersejarah di dalam hidup Taehyung. Dirinya melangkah, satu langkah itu juga mengiringi senyum lebarnya.

Malam itu, di malam ulang tahunnya. Taehyung tidak yakin namun sekitar jam sebelas menuju dua belas, dirinya tersenyum bersamaan dengan langkah Jungkook yang mendekat dan satu tangan yang menarik pinggangnya.

Tiga Puluh Desember malam itu, Taehyung tidak akan lupa bagaimana Jungkook menarik pinggangnya dengan pelan, bagaimana pemuda itu menarik dirinya ke sudut. Menjadi tiba tiba tuli dengan lagu keras bar malam itu, rasanya hanya ada senandung lagu pelan yang mengiringi setiap gerakan yang keduanya lakukan. Berakhir dengan, punggung Taehyung yang disudutkan; bertemu dengan dinding lorong sepi di Bar. Dan, satu kecupan yang menjadi first kiss Taehyung.

Juga sebagai ulang tahunnya yang tidak akan pernah ia lupa, ditambah bisikan, "jadi kekasihku, ya, sweetie?" Dan Taehyung, tidak akan menyesal dirinya menerima tawaran teman untuk berpesta di Bar selama seminggu penuh kala itu.

"Taehyung?"

Pemuda bersurai cokelat madu itu menoleh bersamaan dengan dirinya yang sadar dari memorinya, menemukan sosok bersurai blonde lengkap dengan pakaian bartender bar yang biasa Jungkook gunakan setiap hari. Dirinya tersenyum sembari bergumam sedikit sapaan, sebelum akhirnya memilih duduk di satu kursi, tepat di depan bartender tersebut, hanya terbatas oleh satu meja bar.

"Pesan apa?"

"Um," Taehyung menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "aku tidak minum alkohol." Tawa renyahnya.

Gumaman "oh" panjang keluar dari mulut bartender tersebut, kemudian meletakkan botol yang tadi ia genggam-ia kira Taehyung ingin memesan.

"Mencari Jungkook?" Katanya, tersenyum sambil berdiri dengan kedua tangan di meja bar. Pemuda itu sedikit santai, berhubung tidak banyak yang memesan kala itu.

Taehyung mengangguk, "hanya ingin bertemu." Jawabnya, setelah ingat Jungkook pernah bercerita dengan partner barunya yang notabenya satu angkatan dengannya ketika masa sekolah; Park Jimin.

"Tapi dia belum datang."

"Belum?" Taehyung sedikit membulatkan matanya; bingung. Pemuda itu, ketika Taehyung sudah tidak melihat dirinya terbaring indah di kasur, harusnya ada di bar tempat kerjanya. Maka pikirannya bekerja dengan kerutan jelas yang terpampang di wajahnya.

"Oh," satu gumaman menghancurkan pikiran berkelana Taehyung, sekilas saja melihatnya, Taehyung sudah tau pemuda itu juga seorang bartender. Surai oranye yang dibiarkan berantakan dan satu wine yang dibawa, pemuda itu menatapnya. "Taehyung? Baru pulang bekerja dari cafe?"

Taehyung mengangguk.

Oh, Jung Hoseok.

"Tidak ada Jungkook." Katanya, seakan tau apa yang Taehyung inginkan.

Menjadi senior dekat Jungkook sekaligus partner kerja, membuat pemuda bermarga Jung itu terkadang mengangguk bosan tentang Jungkook yang membicarakan kisahnya dengan Taehyung dari malam hingga ke malam lagi-karena semenjak malam Tiga Puluh Desember itu, pemuda itu tidak berhenti berkoar-,dan Hoseok tidaklah begitu bodoh-sebagai orang yang selalu dibumbui omongan Jungkook setiap hari-untuk mengetahui, Taehyung tidak kuat wine. Dan, satu satunya dan tanpa alasan lain mengunjungi Bar hanyalah melihat Jungkook.

"Dia sudah izin sejak malam tadi," Jimin menimpali setelah selesai memberikan satu wine kepada seorang wanita, lengkap dengan senyuman menawannya. "Kurasa mengunjungi temannya, karena kutanya dan jawabnya urusan dengan teman." Katanya, kali ini tidak menatap Taehyung dengan segala kerutan bingung diwajahnya karena dirinya sibuk dengan wine yang ada di belakang.

Satu tawa tipis pria bermarga Jung terdengar, kemudian satu senyuman licik yang kentara terpampang di wajahnya sebelum berkata, "teman?"

Jimin berbalik, hanya karena instingnya berkata ada yang tidak baik dari nada bicara partner kerjanya barusan, dan menemukan pria itu tersenyum licik menatapnya. "Y-ya?" Jawabnya tak yakin sebelum pandangannya berpindah ke arah Taehyung, pemuda itu tampak bingung sambil menatap Hoseok.

Hoseok menggeleng, "bukan," katanya, otaknya kembali mengingat apa yang terjadi malam itu. Kejadian, yang harusnya dari awal Hoseok lakukan agar Taehyung menjauh dari pemuda itu. "Bukan teman."

Satu kalimat, kemudian Taehyung tidak bisa tenang dengan segala pemuda bermarga Jung itu ucapkan. Pikirannya berkelana. Ada banyak kemungkinan yang harusnya ada di kalimat pendek itu.

"Dua hari lagi ulang tahunmu. Sudah dua tahun bersama Jungkook, eh?" Tersenyum, kali ini tulus. "Karena aku tidak bisa mengatakannya besok, jadi, selamat ulang tahun, Taehyung."

■ ■ ■

"Jadi kekasihku, ya, sweetie?"

Tidak adil. Setelah, kecupan begitu lembut yang membuat Taehyung merasakan kupu kupu di perutnya, dan jatuh dalam pesona pemuda itu. Kini dengan mudahnya dia bertanya seperti itu. Tepat, detik detik dimana Taehyung jatuh dalam pesonanya bersamaan dengan satu kecupan yang manis tadinya.

Maka, bagaimana bisa Taehyung menolak?

Satu anggukan bersamaan dengan kepala yang tertunduk membuat Jungkook menarik salah satu bibirnya. Senyuman miring; puas dengan reaksi pemuda di depannya.

Jungkook melepas dasi bartendernya ketika sudut matanya melirik jam dinding, beberapa menit sebelum tengah malam tiba. Artinya, beberapa menit lagi sebelum akhirnya pemuda manis yang tengah menyembunyikan wajah merahnya ini berulang tahun.

"Mau ikut aku?" Katanya, dengan satu tangan yang melingkar di pinggangnya dan satu tarikan pelan, membawa Taehyung ke dekapannya.

Saat pemuda itu bahkan belum menjawab, Jungkook menariknya, meninggalkan koridor sepi, melewati segala lautan manusia yang terlarut dengan alkohol dan dentuman lagu yang begitu nyaring, kemudian mengabaikan omelan partner ketika Jungkook pergi begitu saja.

Maka saat itu Taehyung yakin, Jungkook bukannya menawarkan ajakan, namun memaksa.

"K-kita kau kemana?"

Bukan hal yang mudah bagi Taehyung menyuarakan sesuatu, terlebih pemuda yang menggenggam tangannya kali ini baru saja mencuri first kiss-nya dan baru saja menjadi kekasihnya beberapa detik yang lalu.

"Merayakan ulang tahunmu." Satu senyuman yang ditarik, terpampang jelas pada wajahnya ketika pemuda itu membuka pintu mobil, mempersilahkan Taehyung masuk.

Taehyung tidak tau darimana pemuda itu bisa mengetahui hari ulang tahunnya, karena ketika bertepatan dengan Jungkook yang duduk di kursi kemudi, pemuda itu menarik Taehyung ke arahnya, membungkamkan segala kata kata yang ada di ujung tenggorokan Taehyung dengan ciuman dalam.

"Aku belum puas. Dan, tidak akan pernah puas jika dihidangkan benda manis ini."

Dan, bungkam dengan kecupan lagi.

□□□

Taehyung tidak tau, kata apa lagi yang harus ia ucapkan sebagai perwakilan dari kegakumannya, selain 'wah' panjang.

Taehyung tidak tau, dalam dua puluh tahun lebih ia hidup, ada tempat yang membuatnya bisa melihat seluruh bintang seluas ini.

Seumur hidup, tak pernah walau sekali, Taehyung merasa senyaman ini di dalam hutan. Tepatnya, tengah hutan.

"Bagaimana bisa?" Tanyanya pelan, matanya terus bergulir menatap langit malam itu, tidak melihat Jungkook yang kini tengah tersenyum menatapnya.

"Ayahku memberi tau tempat ini," Katanya, mendekat dengan langkah pelan sebelum membawa tangannya melingkar indah di pinggang Taehyung dari belakang. "Kau orang yang pertama kutunjuk kesini,"

Taehyung tersenyum, membiarkan satu tangan pemuda itu menggapai pinggangnya, kemudian menariknya begitu pelan hingga punggung Taehyung menyentuh dada bidang Jungkook.

"Aku merasa bahagia," katanya, bersamaan dengan tawa kecil yang keluar dan kepala mendongak; menemukan Jungkook tersenyum.

"Aku bahagia jika kau bahagia," katanya, membawa Taehyung makin mendekap padanya.

"Jungkookie suka bintang?" Tanyanya semangat, mengabaikan bintang yang harusnya terlihat begitu indah saat ini.

Suka bintang? Tidak suka bukan berarti benci. Jungkook tidak pernah yakin dirinya punya kesukaan dengan segala hal di dunia ini-dalam artian makhluk tidak hidup; barang dan sebagainya (kecuali koleksi ironman miliknya), apalagi benda langit. Tapi binar mata hazel yang terbuka lebar dengan antusias dan senyuman kotak yang begitu cerah milik Taehyung membuatnya ingin berterima kasih pada dongeng buatan-dirangkai dan diceritakan begitu detail dengan senyuman yang tak pudar hingga kata terakhir ("tamat, tidurlah.")-oleh ayahnya sendiri.

"Ibumu itu terang sekali ketika tersenyum, seperti bintang," kata ayahnya kala itu. Dongeng malam itu membuat Jungkook malah mempalsukan tidurnya kemudian berpikir-antara penasaran dan tidak masuk akal-tentang dongeng ayahnya. Entah karena otak anak dua belas tahun-Jungkook akui itu sedikit tua untuk mendengar dongeng-seperti dirinya yang tidak dapat menangkap atau malah ayahnya yang menceritakan kisah yang tidak masuk pada otak anak dua belas tahun.

Hingga anak dua belas tahun itu makin dewasa, dongeng ayahnya malah terdengar omong kosong. Bukan, bukan karena dirinya tidak pernah menyukai seseorang kala itu-memang belum, namun suatu hari dalam benaknya-, namun Jungkook merasa ayahnya itu hiperbolis (tolong jangan bilang dia durhaka) tentang segala yang ada pada ibunya.

Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.

Dan Jungkook kini tahu bagaimana bintang ada pada binar polos dan bahagia, juga hinggap di senyuman seseorang.

"Aku," tangannya yang bebas hinggap pada pipi yang lebih tua, mengelus pelan bersamaan dengan bisikan, "tidak pernah sesuka ini dengan bintang."

"Bintang itu indah," kata Taehyung, tertawa lagi.

"Tidak, bintang itu cantik." Jungkook tersenyum kemudian tertawa ketika pandangan bertanya polos Taehyung memenuhi indera penglihatannya. "Well, semua orang punya denifisi masing masing untuk masing masing hal yang ada di dunia ini, sayang."

Taehyung tersenyum sambil menunduk malu, sebelum akhirnya memutuskan untuk mengakhiri kontak mata dengan menatap bintang di langit.

"Oh!" Jungkook berseru, mendapatkan atensi Taehyung yang buru buru menatapnya dengan mata bulat penuh tanya. Jungkook tertawa pelan sebelum melanjutkan, "ada mawar." Tunjuknya, tepat di pinggir sebuah pohon besar.

Taehyung berdengung, kemudian matanya berbinar lagi ketika benar benar ada mawar. Di tengah hutan yang seluruhnya hanya pohon besar, really?

"Mau kupetik untukmu?" Katanya, mengelus lagi pipi Taehyung agar pemuda manis itu melirik ke arahnya lagi. Berhasil, dengan gelengan manis bersamaan dengan rambut halus yang bergerak mengikuti gerakan kepala empunya; menolak.

"Tidak usah. Itu langka," katanya, menatap Jungkook, "bagaimana ada mawar seindah itu di hutan rimba ini, Kookie?"

Jungkook tertawa pelan setelah memberi satu kecupan di pucuk kepala Taehyung, "well, aku percaya keajaiban."

"Jungkook pernah merasakan keajaiban lagi?!" Tanya antusias.

Jungkook, atau mungkin hampir semua orang yang pernah bercakap dengan Taehyung, bisa menyimpulkan bahwa anak itu terlampau penasaran dan antusias. Dan Jungkook bersyukur, tatapan atusiasnya tidak pernah tidak dilengkapi dengan senyuman.

"Pernah."

"Apaa?" Tanyanya, memanjangkan nada.

"Memilikimu."

Cup.

Taehyung terdiam dengan muka yang makin memunduk perlahan lahan setelah Jungkook memberi kecupan pada dahinya. Dan Jungkook menyukainya, bagaimana raut antusias pemuda itu berubah sepersekon menjadi malu, juga tangannya yang mengepal antusias menunggu jawaban menjadi memilin ujung pakaiannya.

Jungkook menyeringai, bersamaan dengan tubuh yang dibungkuk maju dan wajah yang sedikit merunduk; menyesuaikan jarak dengan Taehyung. Kemudian, berbisik tepat di telinga Taehyung dengan suara yang begitu seksi; menggoda, namun penuh kehati hatian dan kelembutan secara bersamaan,

"I love you, my precious little one."

Kemudian, membawanya pada pelukan yang begitu dalam. Juga tangan Taehyung yang menggengam baju Jungkook begitu erat; makin malu, rupanya.

"K-kalau begitu, janji padaku!" Katanya, dengan nada yang begitu pelan. Dan beruntunglah, dengan nada yang sedekat ini, Jungkook bisa mendengarnya dengan jelas.

"Janji apa?"

"Janji jangan pernah tinggalkan aku,"

"Sure."

Satu kecupan lagi, pada dahinya sebelum akhirnya mendapat di bibir dengan begitu lembut. Dan bersamaan dengan doa yang Taehyung ucapkan dalam hatinya.

"Ngomong ngomong, mau berdansa lagi, princess?"

Anggukan pelan Taehyung membuat Jungkook melebarkan senyumannya. Kemudian dengan gerakan pelan tapi pasti, dirinya membawa tangannya pada pinggang Taehyung.

Kemudian, berdansa. Sekali lagi, bersamaan dengan doa yang Taehyung ucapkan dengan begitu dalam di hati kecilnya.

■ ■ ■


3007 words XD

tag : taemaru killer_jeon WataeshiFeby ferinchy hitamputae

saya butuh ngumpul keberanian sekian hari hanya buat daftar ke kak fer. lol XD

Continue Reading

You'll Also Like

55.2K 4.3K 7
KookV Jeon Jungkook Kim Taehyung Park Jimin Other cast : - Other pair : MinV, V!uke
13.2K 1.3K 7
Istoría(Greek) ; Cerita Romansa sepasang pemuda yang digambarkan dengan berbagai cara. Top!Jungkook ; Kookv [Jeon Jungkook x Kim Taehyung] Cover by...
1.6K 213 5
[COMPLETE] berawal dari Taehyung yang terpilih sebagai salah satu peserta kelas nasional di Busan, mengenalkannya pada seseorang yang berhasil menari...
949K 57.4K 35
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...