Bunny Couple [Eunkook] | END

By itsjejae98

323K 31.1K 1.8K

Just a book about eunkook love story. Warn; This is eunkook area and i'm not mean anything. So if you dislik... More

00000
1) Not this time
2) Sorry?!
3) What a boring life
4) Don't hate me [1/3]
5) Don't hate me [2/3]
6) Don't hate me [3/3]
7) Nightmare
8) Back, but not same [1/2]
9) Back, but not same [2/2]
10) Secret (Admirer) [1/2]
11) Secret (Admirer) [2/2]
12) Jungkook side
13) Eunha Side
14) Sweet (Sad) Milk [1/2]
15) Sweet (Sad) Milk [2/2]
16) Hwiparam [1/2]
17) Hwiparam [2/2]
not an update
18) Attack on me [1/3]
19) Attack on me [2/3]
20) Attack on me [3/3]
21) Mingyu
22) Fake
23) Broken
24) Dark Side (Fool)
25) Please
26) Gone
27) Realize
28) Should I?
file doesn't exist
29) TaeTae
30) Grow Up
31) Something
32) TaeTae [2]
33) Feeling [1/2]
34) Feeling [2/2]
35) Turn Around [1/3]
36) Turn Around [2/3]
37) Turn Around [3/3]
38) Lolipop Candy (1)
39) A planing
40) A day with
41) Hard to say
42) Lollipop Candy (2)
file doesn't exist (2)
43) Mad Bunny
44) Mine
45) Missing you
46) Sweet Rain
47) [Strange] Love Whisper
48) Demand
-
49) Crush
Boo!
-
50) Distance
51) Reset
52) Asking
53) Different
54) The Beginning
55) Show it
56) Jealous
57) The past
58) Can't go
59) Worst feeling
60) Kind heart
Spoiler
62) The Last [1/2]
63) The Last [2/2] END

61) Incident

3K 319 21
By itsjejae98

'When two people really care about each other, they always find a way to make it work. No matter how hard it is.'



Author POV



Gambaran ini begitu asing, kali pertama menunjukkan jati diri. Bertahan sendiri di setiap perjalananannya. Memahami dengan betul betapa kesulitan dan kesepian itu menyapa tanpa jeda. Semua itu tak menjadi alasan untuk menyerah, tak bisa mematahkan semangatnya untuk terus menunggu.

Meski terbilang membenci tindakan satu itu, tapi dirinya mempercayai satu hal. Bahwa seseorang akan datang jika kita terus menunggunya di tempat yang sama. Dia sama sekali tidak ingin menjadi beban, tapi dia juga tetap ingin berpegang pada seseorang.

Hanya sekedar penyemangat bila dirasa mulai lelah. Memutuskan untuk pergi sementara waktu dan kembali dengan penampilan yang berbeda tapi dengan hati yang sama.

Masalah kembali menguji dirinya, begitu berat sampai hampir tak ada lagi keberanian untuk menghadapi masalah itu. Di saat dirinya mulai rapuh, ia hanya berharap orang itu berbalik dan menatapnya meski sebentar.



***

Biasanya pagi yang tenang itu akan terisi oleh suara bising nan ricuh hingga mengharuskan Jung Eunbi melipat tubuhnya lebih dalam, bersembunyi di balik gelungan selimut tebal miliknya.

Tapi kali ini suasana terasa berbeda, tidak ada Sowon yang berteriak menyuruhnya untuk bangun berkali-kali. Atau tubuhnya yang mendapati pukulan sebagai bentuk usaha agar Sowon bisa membangunkannya.

Sunyi, hanya itu yang ia tangkap. Saat matanya berhasil menelusup keluar, menurunkan selimut yang sempat menutupi seluruh wajahnya, Eunbi segera mendapati tubuhnya tengah berada dalam kukungan seseorang.

Tubuhnya terasa aneh, sedikit berat dan sulit untuk digerakkan. Ini bukan karena posisinya yang sedang dipeluk. Tapi badannya memang terasa tidak enak. Eunbi baru bisa merasakan tenggorokannya perih seperti terbakar, juga matanya yang sembab dan sedikit sakit bila diusap.

Tangannya berusaha melepaskan tangan Jungkook—orang yang mendekapnya, kemudian segera beralih ke kamar mandi. Eunbi terperanjat manakala mematut diri di depan cermin dan mendapati penampilannya benar-benar kacau.

Mata cekung ditambah lingkaran hitam juga terlihat meski tak terlalu jelas. Ah, dia baru ingat malam itu menangis dengan sangat hebat sehabis membaca pesan dari Solbin.

"Bahkan mimpi buruk itu datang lagi."

Selalu saja helaan nafas berat keluar dari celah bibirnya, hanya pada kondisi seperti ini Eunbi akan dengan mudah merutuki semua yang sudah terjadi di masa lalu.

Isi pesan dari Solbin masih menghiasi sebagian besar bagian dari dirinya. Eunbi tidak tahu kenapa dia harus merasa bersalah ketika Solbin jelas-jelas hanya berusaha untuk meminta maaf. Bukankah itu hal wajar mengingat dirinya sudah menerima banyak sekali kesulitan untuk ditanggung sendiri?

Eunbi memang sangat tidak menyukai Solbin. Siapapun pasti memiliki pemikiran yang sama dengannya. Perempuan mana yang tidak murka ketika mendapati kekasihnya ternyata dimanfaatkan oleh wanita lain?

Disini, Eunbi hanya ingin menjadi sebagaimana perempuan kebanyakan. Yang akan merasa marah ketika hak miliknya diambil begitu saja. Murka ketika seseorang secara terang-terangan mencoba mendepaknya keluar dari kehidupan yang semestinya ia jalani.

Tapi jujur, dia bukan membenci apalagi menyimpan dendam. Bagaimana perasaan Solbin selaku wanita, ia tahu betul itu.

"Eunha, kau ada di dalam?"

Gadis itu sudah memulai ritual membersihkan diri sejak beberapa saat lalu ketika pikirannya menjelajah dan mendapati suara seseorang dari luar sana. Itu pasti suara Jungkook, lelaki itu sudah mengetuk pintu kamar mandi sembari berteriak khawatir mengenai keadaan Eunbi didalam sana. Karena pikirannya masih kacau, Eunbi jadi tak menyadari kalau Jungkook sudah menyerukan namanya beberapa kali.

"Aku akan mendobrak pintu ini kalau kau masih tidak bersuara."

Gila!

Memangnya Jungkook tahu apa akibatnya kalau dia mendobrak pintu begitu saja? Eunbi bahkan harus mengumpat kesal di pagi hari hanya karena kalimat konyol yang ia dengar dari Jungkook. 

Sembari memejamkan mata, menghalangi aliran air agar tidak mengenai matanya Eunbi mulai angkat bicara. "Diam dan jangan melakukan hal aneh, Jeon Jungkook! Sampai kau melakukannya, jangan panggil aku Jung Eunbi kalau kau masih hidup."

Bagus, dengan begitu Eunbi yakin Jungkook benar-benar percaya keadaannya sekarang sudah dari lebih baik dari sebelumnya. Terdengar cicitan kecil dari lelaki itu sebelum akhirnya meninggalkan Eunbi agar lebih leluasa membersihkan diri.



***


Di kediaman Choi Yuna, suasananya masih biasa. Tidak terlalu hening tidak juga terlalu ramai. Yuna masih pada pribadinya sebagaimana yang Eunbi kenal sejak dulu. Tidak ada yang berubah, seperti sekarang.

Entah apa yang mendasari Jimin harus mengucapkan kata maaf berulang kali agar gadisnya itu tidak merasa kesal atau marah. Tapi tahukah Jimin, karena tingkah lelaki itu yang terlihat menyebalkan rasanya Yuna ingin berteriak sekuat tenaga, berkata bahwa dirinya baik-baik saja.

Rencananya Jimin akan menemani Yuna untuk fitting gaun pernikahan, tapi karena urusan mendadak lelaki itu harus membatalkan rencananya dengan Yuna. Masalahnya, tidak ada waktu untuk menunda lagi.

Pakaian Jimin sudah selesai beberapa hari yang lalu, sementara gaun milik Yuna mengalami sedikit kendala hingga mengharuskannya fitting hari ini. Jimin kira Yuna akan marah karena harus pergi sendiri.

Dia lupa jika Yuna bukanlah gadis manja yang harus ditemani kemanapun, karena takut Yuna benar-benar marah padanya Jimin sudah mengucapkan maaf berkali-kali guna meluluhkan hati gadis itu.

"Mck, cukup Jim. Kau mau aku marah sungguhan, huh?" bagus, Jimin tentu tidak menginginkan hal itu terjadi bukan?

Lelaki itu segera menegakkan tubuhnya yang tadi sempat berlutut di hadapan Yuna lalu mengambil tempat di atas sofa. "Aku hanya takut kau marah."

Baiklah, Jimin juga tidak pernah berubah. Selalu bertingkah seenaknya tanpa memikirkan bagaimana perasaan Yuna yang bisa saja kesal karenanya.

"Dengar, aku baik-baik saja pergi sendiri ke butik. Kenapa kau jadi begini, hm? Ayolah, kita bahkan belum menikah tapi kau seperti sudah mengalami sindrom orang menikah."

Pipi Jimin bersemu, ia malu mendengar omongan telak dari gadis yang sebentar lagi akan menjadi istrinya itu. Entah kenapa akhir-akhir ini dia menjadi sedikit lebih membawa perasaan dalam hal apapun. Lucu jika apa yang Yuna katakan memang benar. Jimin harus memeriksakan dirinya ke dokter kalau begitu.

Mencoba menenangkan, Yuna ikut mengambil posisi tepat di samping kekasihnya itu. "Aku tahu kau sudah punya pekerjaan sekarang. Jadi, tidak masalah kalau kau harus membatalkan janji secara tiba-tiba."

Jimin merasa sangat bahagia mengingat fakta bahwa gadis seperti Yuna akan menjadi Ibu dari anak-anaknya kelak. Di balik wajah dingin itu tersimpan sejuta cara agar orang-orang di sekelilingnya merasa nyaman. Benar, Jimin tidak perlu mengkhawatirkan apapun tentang Yuna.

Gadis itu memiliki tingkat pengertian yang sangat tinggi. Yuna bukanlah gadis remaja yang akan dengan mudah cemburu hanya karena melihatnya berjalan dengan seorang klien perempuan. Bukan juga seorang gadis yang akan dengan mudah marah karena keinginannya tidak terpenuhi.

"Aku akan meminta Eunbi untuk menemaniku. Masih ada gadis itu, jadi kau tidak perlu merasa bersalah. Dan urus pekerjaanmu sebaik mungkin, mengerti?"

Mungkin ini bawaan hari pernikahan yang sudah dekat. Bulan depan mereka akan mengucapkan janji guna menyatukan kehidupan mereka ke depan nanti. Yuna tidak bersikap garang dan jadi lebih lembut dari biasanya.

Tersenyum dan mengangguk, Jimin merasa lega Yuna tidak mempermasalahkan perjanjian yang batal. "Baiklah, kalau begitu sampaikan terimakasihku pada Eunbi karena sudah mau menemanimu. Aku pergi dulu."

Sebuah kecupan manis Jimin hadiahkan untuk kekasih tercinta. Ah, siapa sangka Choi Yuna si gadis garang bisa luluh oleh Park Jimin yang faktanya adalah playboy kelas kakap? Well, tidak akan ada yang menebak bagaimana itu masa depan.




***



Eunbi masih mematut dirinya pada sebuah cermin ketika pintu kamar mandi terbuka, menampilkan presensi Jeon Jungkook yang terlihat begitu menggiurkan di matanya. Mungkin jika mood-nya sedang bagus, wajahnya akan bereaksi. Menguarkan semburat merah mudah yang setianya akan muncul ketika ia merasa suasana sedikit memanas.

Berbeda dengan Eunbi yang memandang biasa saja, Jungkook sudah mengukir senyuman selebar mungkin. Gadis itu sudah mengenakan pakaian rapih, jangan tanyakan dari mana Jungkook mendapatkan pakaian baru untuk Eunbi karena itu bukan milik Solbin. Well, tidak sulit melakukan apapun bagi seorang Jeon Jungkook.

Sebenarnya dalam hati, Eunbi sudah mengutuk wajah Jungkook yang tersenyum sembari menghampirinya. Dia gugup, itu sudah pasti. Kepalanya masih belum mengerti posisi apa yang tengah ia hadapi sekarang ini.

Melihat tubuh topless milik Jungkook yang dulu hanya ia lihat secara diam-diam, dan sekarang lelaki itu dengan terang-terangan mengumbarnya begitu saja. Kalau Eunbi tidak salah, otot-otot kekar pada tubuh Jungkook sudah berkembang semakin menjadi.

Oh, benarkah lelaki yang berada di sampingnya itu Jeon Jungkook kekasihnya dulu?

Tunggu, ada sesuatu yang terasa ganjal. Mengenai status mereka sekarang, apakah mereka masih sepasang kekasih seperti dulu?

Entahlah, bertanya pada Jungkook hanya mengantarkannya pada kandang harimau. Lelaki itu akan dengan mudah menyudutkan dirinya.

"Aku tidak melihat Jihoon, apa dia sudah pergi?" Eunbi bertanya ketika tangannya berhenti menyisir rambutnya.

Jungkook tersenyum, sembari mengusap rambutnya yang masih basah menggunakan handuk kecil. "Hm, Namjoon yang mengantarnya."

"Benarkah? Lalu bagaimana reaksi Jihoon?"

Melihat wajah penasaran Eunbi, entah kenapa perut Jungkook rasanya seperti tergelitik. Sebesar itukah kepedulian gadis itu pada Jihoon? "Iya, Jihoon baik-baik saja. Dia anak yang baik. Sesuai prediksi, Jihoon akan menyukai siapapun yang bersikap baik padanya."

Syukurlah kalau begitu, Eunbi jadi tidak harus repot membujuk Jihoon agar hubungan anak lelaki itu berjalan lancar dengan Namjoon yang notabene adalah ayah kandungnya. Yah, meski semuanya belum terungkap secara langsung, tapi Eunbi harap ke depan nanti mereka bisa berkumpul layaknya keluarga yang utuh.

Omong-omong keluarga, Eunbi jadi teringat soal pesan yang Solbin kirim untuknya tadi malam. Entah kenapa, firasatnya berkata sesuatu yang buruk akan terjadi, terlebih mendapati Solbin meminta maaf padanya. Masalahnya bukan disitu, tapi pada kalimat dimana Solbin berkata agar Eunbi mau menjaga Jihoon. Namjoon juga mengatakan hal yang sama, tapi rasanya begitu berbeda.

Gadis itu terdiam seketika, wajahnya hanya diisi oleh raut kesedihan yang bisa tingkap oleh Jungkook dengan mudah. Sadar akan Eunbi tengah memikirkan sesuatu, tangan lelaki itu meraih dagu lancip milik Eunbi kemudian mengarahkan kedua pasang obsidian itu agar saling menatap satu sama lain.

"Percaya padaku semuanya akan baik-baik saja. Mungkin, sekarang bukan saat yang tepat untuk mengatakan semuanya pada Jihoon. Seperti yang Namjoon katakan, sampai saat itu tiba aku mohon kau mau menjaganya."

Satu lagi orang yang berkata seperti itu. Dia memang menyayangi Jihoon, sangat. Bahkan jika diminta untuk menjaga anak itu, Eunbi akan dengan senang hati melakukannya.

Gadis itu tersenyum sebelum akhirnya beralih mengambil handuk kecil yang Jungkook pegang, mengganti posisi membuat lelaki itu duduk di kursi yang tadi ia tempati.

Jungkook tak banyak berkata, hanya menuruti apa yang Eunbi lakukan padanya. Kepala lelaki itu mendongak dan terlihat sangat lucu di mata Eunbi. Rasanya seperti mengurusi Jihoon yang lain, wajah Jungkook sangat polos kalau saja Eunbi melupakan otot-otot keras pada perut lelaki itu.

Sembari mengeringkan rambut Jungkook, Eunbi terkekeh geli. Lantas itu mengundang rasa penasaran dari Jungkook dengan cepat. "Kau tidak sedang memikirkan sesuatu yang aneh, bukan?"

"Hah? Memangnya kau kira aku sedang memikirkan apa?!" tidak terima diledek seperti itu, Eunbi lantas membantah.

Mata Jungkook sudah berganti memicing, lelaki itu menjatuhkan tatapan penuh pada Eunbi yang tengah mengusap kepalanya pelan. "Siapa tahu kau sedang berimajinasi dengan tubuhku. Ayolah sayang, kau bisa menikmati secara langsung kalau begitu."

Heol!

Demi kerang ajaib!

Sejak kapan Jungkook berubah menjadi si mesum yang kepalanya diisi hal-hal aneh?

Nyut!

"Akh! Itu sakit, Eunha. Menapa kau melakukan kekerasan padaku, huh?"

Terima itu, Eunbi sengaja mencubit perut keras milik Jungkook cukup kuat. Itu berhasil membuatnya meringis kesakitan, tak sampai di situ saja Eunha juga menarik hidung Jungkook disusul aksi lain selanjutnya. Biar saja, kalau dengan begini Jungkook akan sadar itu tidak masalah.

Menjatuhkan pandangan tajam, Eunbi segera memerintahkan Jungkook. "Sana, cepat pakai bajumu. Kau pikir aku senang melihat tubuhmu itu? Tch, tidak sama sekali, Tuan."

Bohong, Eunbi tentu senang bisa melihat tubuh sempurna milik Jungkook. Hanya saja, dia sedang menyembunyikan kegugupannya. Tidak baik berlama-lama pada posisi seperti ini, terlebih dia sudah hapal bagaimana kebiasaan Jungkook yang selalu bisa mencuri start. Atau bicara tentang kecurangan, tentu saja Jungkook juga ahli dalam hal itu.

Eunbi kembali harus menahan tawa ketika wajah Jungkook berubah menjadi cemberut. Bak bayi besar, lelaki itu segera saja beralih pada lemari dan mengambil pakaiannya. Sebelum membuka handuknya, Jungkook sempat menjatuhkan pandangan pada Eunbi yang masih berdiri di tempatnya.

"Apa? Baiklah, aku akan keluar," ucap gadis itu lengkap dengan wajah garang.

Usai keluar dari kamar, Eunbi segera memegangi perutnya yang keram karena menahan tawa mati-matian. Bagaimana bisa lelaki berumur seperti Jungkook bereskpresi seperti itu? Apa dia belajar dari Jihoon?

"What a cute man."   

Jungkook keluar setelah menghabiskan waktu beberapa menit di dalam kamar. Lelaki itu sudah mengenakan pakaian santai, atensinya teralih pada Eunbi yang tengah bersiap sembari mematut tas yang sudah ia persiapkan. Benar, Jungkook memang ingin bertanya kemana gadis itu akan pergi dengan mengenakan pakaian yang ia beli.

Posisi Eunbi sedang membelakangi Jungkook, ia tak sadar lelaki itu sudah berdiri di belakangnya dengan wajah yang kentara sekali seperti ingin bertanya. Tepat ketika berbalik, Eunbi mendapati sebuah kejutan kecil karena seseorang berdiri di hadapannya secara mendadak.

Satu tangan mengelus dada, Eunbi menatap Jungkook dengan sedikit aneh. "Apa yang ingin kau tanyakan, hm?"

Seakan tahu isi pikiran Jungkook, Eunbi segera menjatuhkan sebuah pertanyaan untuk lelaki di hadapannya itu. "Kau mau pergi? Kemana? Dengan siapa?"

"Um, aku akan pergi dengan Yuna ke butik. Jimin ada urusan mendadak, jadi dia tidak bisa menemani Yuna hari ini."

Setelahnya, Jungkook merubah raut wajah menjadi cemberut. Jika Eunbi harus pergi, itu artinya dia harus menghabiskan waktu sendirian. Ayolah, ini hanya sekedar acara menemani Yuna. Eunbi tidak akan pergi ke manapun, tapi kenapa Jungkook bersikap sedikit berlebihan?

"Tidak bolehkah aku ikut?"

Dan pertanyaan itu terjawab hanya dengan gelengan singkat dari Eunbi. Tak sampai di situ, Jungkook terus berusaha agar Eunbi mengijinkannya untuk ikut pergi.

"Aku hanya pergi dengan Yuna, kenapa kau bersikap berlebihan? Tidak biasanya," ledek Eunbi sambil memasang senyuman remeh.

Jungkook sendiri sudah bertingkah seperti anak kecil yang batal dibelikan mainan oleh orangtuanya. Lelaki itu tanpa ragu mendekat kearah Eunbi kemudian memeluk gadis itu dengan erat. Rasanya sungguh aneh, entah kenapa. Eunbi benar, kenapa dia harus bersikap berlebihan sementara gadis itu hanya akan pergi menemani Yuna?

"Aku mengkhawatirkanmu, Eunha."

Rasanya ingin sekali bertanya pada Jungkook mengenai kenapa lelaki itu tidak pernah mau memanggilnya dengan panggilan baru?

Maksudnya, panggilannnya yang sekarang bahkan lebih baik karena menggunakan nama asli. Tapi kenapa Jungkook terus saja memanggilnya dengan panggilan lama?

Di balik rengkuhan hangat itu, Eunbi ikut membalas. Mendekap dengan tangan mungilnya seerat mungkin. Dia berharap bisa membuat Jungkook merasa lebih tenang. Itu bagus mengingat mereka bisa mengkhawatirkan satu sama lain.

"Dengar, kau mengenal Yuna seperti aku mengenalnya, dia bukan Lee Jira yang tega melakukan kekerasan kepadaku. Yah, setidaknya selama itu bukan Park Jimin, Yuna masih bisa menahan emosinya." kalimat terakhir tentunya memiliki maksud khusus, kalau saja dengan begitu Jungkook merasa takut.

Entah bagaimana reaksi Yuna ketika tahu Jungkook ikut serta dalam acara mereka kali ini. Mereka berdua cukup jarang menghabiskan waktu bersama akhir-akhir ini karena memang Yuna tengah mempersiapkan serba-serbi pernikahannya dengan Jimin. Eunbi bahkan tidak bisa menjamin keselamatan Jungkook jika Yuna sudah bertindak meski lelaki itu termasuk kekasihnya, katakanlah begitu.

"Tapi tetap saja, kau tidak tahu firasatku berkata jika sesuatu yang buruk akan terjadi." Jungkook tetap membantah sampai akhir. Lelaki itu kembali mengeratkan pelukannya.

Eunbi tahu, bahkan sebelum Jungkook menguarkan kalimat itu. Dia yang lebih dulu memiliki firasat buruk pada kondisi seperti ini. Tapi jika berbekal pada ekspektasi yang belum tentu jadi kenyataan, rasanya tidak baik. Maka sebisa mungkin ia berusaha untuk mengesampingkan semua itu dan menjalaninya seperti biasa.

"Kau masih kekasihku yang dulu, bukan?" pertanyaan Eunbi berhasil membuat Jungkook terheran.

Lelaki itu sudah melepas kontak tubuh mereka secara mendadak. Bagaimana bisa Eunbi bertanya seperti itu sementara dia sendiri sudah pasti tahu apa jawabannya. Maksudnya, jika Jungkook akan menjawab dengan kalimat kebalikan, untuk apa dia bersusah payah membawa gadis itu kembali padanya?

Eunbi juga bukan orang bodoh, dia jelas tahu apa jawabannya. Melontarkan pertanyaan semacam ini hanyalah sebagai metode untuk menenangkan Jeon Jungkook yang tengah merasa gelisah.

Mematri senyuman, Eunbi terkekeh geli melihat wajah cemberut milik Jungkook. "Sepertinya aku sudah tahu jawabannya. Kalau begitu, kau pasti percaya padaku."

Dilihat secara kasat mata, Eunbi seperti tengah memerankan peran seorang Ibu yang sedang menenangkan anaknya.

Lihatlah, wajah menggemaskan milik Jungkook tidak berkedip sedikitpun ketika memandang wajah cantik gadis di hadapannya. Seolah bila ia menutup mata barang sedetik, wajah Eunbi akan menghilang dari hadapannya. Jungkook begitu menikmati, ketika tangan mungil itu mengusap kedua pipinya.

Eunbi hanya menggunakan sedikit gerakan, tapi itu berdampak sangat besar bagi Jungkook. Lima tahun dia tidak merasakan sentuhan hangat gadis itu, jangan lupa. Rasanya masih sama, hangat dan nyaman.

"Aku akan pulang dengan selamat," ujar Eunbi meyakinkan.

"Promise me?"

"I promise you."



***



Bersama Yuna, Eunbi keluar dari sebuah butik ternama. Mereka baru saja selesai dengan urusan fitting gaun pernikahan yang akan Yuna kenakan. Eunbi tidak bohong ketika matanya begitu menyiratkan pandangan terkesima saat Yuna mengenakan gaun dengan nuansa putih yang kental.

Modelnya sangat cantik, sederhana tapi terkesan berkelas. Sesuai dugaan, Yuna memang terlihat bagus mengenakan apapun. Bahkan setelah Yuna melepaskan gaunnya, Eunbi tak habis memuji kecantikan gadis itu. Wajar saja jika Park Jimin memilih Choi Yuna, gadis itu memiliki karisma yang tidak ditunjukkan secara sembarangan.

"Bagaimana kalau kita cari makan lebih dulu?" Eunbi bertanya pada Yuna dengan harap-harap cemas. Kalau saja gadis itu tengah dalam program diet, itu berarti Eunbi harus menahan lapar sampai pulang nanti.

"Baiklah, kau tidak pernah berubah ternyata." syukurlah Yuna menyetujuinya.

Dengan semangat yang menggebu, Eunbi segera menarik tangan Yuna. Kepalanya sudah bisa membayangkan bagaimana sensasi dari potongan daging yang lembut memasuki mulutnya. Pasti akan sangat menyenangkan, selama ini dia juga menjalani program diet. Asupan seperti daging sudah jarang menyapa perut datarnya.

Mereka masih berjalan berdampingan hingga sesuatu tak terduga terjadi. Dari arah berlawanan, datang seorang lelaki dengan penampilan yang sangat misterius. Hampir seluruh bagian wajahnya ditutupi oleh topi dan masker.

Kejadiannya begitu cepat sampai mereka baru sadar orang itu mengincar tas Yuna. Karena lengah, Yuna dan Eunbi sempat tertegun dan baru menyadari beberapa detik kemudian jika tas yang tengah Yuna pegang sudah dirampas.

Saling berhadapan satu sama lain, mereka kompak berteriak. "Pencuri!"

Sialnya lagi tempat ini cukup sepi, wajar untuk ukuran kawasan elit. Alhasil, baik Yuna maupun Eunbi mau tak mau mengandalkan kecepatan berlari mereka untuk mengejar pencuri itu. Mereka tidak memikirkan apa yang akan dilakukan jika seandainya bisa mengejar orang itu. Mereka permpuan dan orang itu lelaki, meskipun bergabung menjadi satu itu tidak akan cukup.

Jangan lupakan bagaimana gilanya seorang pencuri bila sedang terdesak.

Seperti yang diprediksikan, mereka berdua berhasil mengepung orang itu pada sebuah gang yang cukup sempit. Terlihat logat kebingungan dari orang di seberang sana meski wajahnya ditutupi. Sejenak, Eunbi dan Yuna mencoba untuk menetralkan napas mereka yang sudah memburu karena tadi berlari cukup kencang.

"Oy, berikan tas itu sekarang juga." itu Yuna, gadis itu mencoba bersikap normal meski jantungnya sudah berdetak kencang.

Di samping itu, Eunbi sudah memasang rencana. Dengan cekatan, jarinya mengambil ponsel kemudian menekan nomor satu pada panggilan lalu meletakkan ponsel itu di atas aspal dengan jarak cukup jauh dari tempatnya berdiri.

Kembali pada orang itu, dia tidak bergeming. Mungkin sedang menatap remeh mengingat yang melawan adalah dua orang gadis, tentu bukan lawan yang seimbang.

"Aish, semua barang-barangku ada disana. Bagaimana ini?" cibir Yuna ketika merasa pikirannya mulai buntu.

Eunbi yang melihatnya tentu tidak tinggal diam. Perlahan ia melangkah mendekat meski sebelumnya Yuna sudah memperingatinya agar lebih berhati-hati. Gadis itu segera melepas jam tangan yang melekat pada pergelangan tangannya kemudian mengarahkan benda itu pada orang di seberang sana.

"Hey, kau lihat? Ini jam tangan edisi terbatas buatan Jepang. Kau bisa mendapatkan lebih banyak uang dengan jam tangan ini dari pada mengambil tas itu. Bahkan dengan seluruh isinya, aku jamin itu tidak setara dengan harga jam tangan ini." bagus, Eunbi melakukan semuanya dengan sempurna.

Mengabaikan raut keterjutan dari Yuna, Eunbi kembali melanjutkan perkataannya. "Bagaimana? Kau mau bertukar?"

Keadaan hening sejenak, Eunbi tahu orang itu tengah berpikir. "Baiklah, lemparkan kemari."

Bagus, perangkapnya terpasang sempurna.

Mengangguk pelan, Eunbi tersenyum singkat kemudian mulai mengambil ancang-ancang. "Dalam hitungan ketiga, lemparkan tas itu kemari."

"Satu ... Dua ..."

Sementara itu, Yuna hanya bisa berdoa dalam hati agar mereka bisa pulang tanpa lecet sedikitpun. Dalam diam, dia terus memperhatikan interaksi antara Eunbi dan pencuri itu.

"Tiga!"

Sesuai perjanjian, Eunbi sudah melempar jam tangan miliknya dengan harapan orang itu juga melakukan hal yang sama. Tapi sepertinya dugaannya salah besar. Bukannya menangkap, orang itu malah menggunakan kakinya untuk menendang jam tangan milik Eunbi. Mata gadis itu tidak bisa lepas setelah apa yang dilakukan oleh orang itu. Tensinya naik seketika melihat jam tangan kesayangannya tergeletak di atas aspal dengan keadaan sudah tak berbentuk.

"Yaishh! Dasar keparat! Kau pikir aku main-main, huh?! Kau pikir itu hanya tiruan?! Baiklah, akan kupastikan ini adalah hari terakhirmu!"

Selanjutnya, tanpa aba-aba Eunbi melangkah maju tidak sabaran. Diikuti Yuna yang sudah memasang pertahanan di belakangnya. Mereka mengandalkan cara berkelahi yang biasa perempuan gunakan. Memukul, menendang, menampar dan menjambak. Mereka melakukannya dengan baik.

Pada kondisi semacam ini Eunbi bersyukur karena sedikit banyak dia dibekali ilmu bela diri yang diajarkan oleh Ayahnya saat masih berada di Jepang. Karena kesal mendapati perlakuan semacam ini, orang itu melakukan gerakan tak terduga. Satu tangannya menyelinap ke dalam saku pakaian kemudian mengeluarkan sebuah pisau lipat. Mengarahkannya pada kedua gadis yang menyerangnya tanpa ampun dengan brutal.

"Akh!"

Gawat!

Salah satu dari mereka harus rela menjadi korban, tepat setelahnya si pencuri berhasil mendapatkan pukulan telak dari seorang lelaki yang datang secara tiba-tiba. Sepertinya lelaki itu warga disini yang melihat kejadian ini tanpa sengaja. Tanpa basa-basi lagi, pencuri itu langsung pergi dan meninggalkan tas yang sempat menjadi sasarannya.





'His feeling is right.'




See you next chapter✌✌✌  

Continue Reading

You'll Also Like

179K 8.8K 29
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
44.7K 6.2K 21
Tentang Jennie Aruna, Si kakak kelas yang menyukai Alisa si adik kelas baru dengan brutal, ugal-ugalan, pokoknya trobos ajalah GXG
87.9K 10.1K 53
「ーincredibly cheesy, soon will be shocking. Watch your own steps, darling❦」 Tak puas dengan pencapaiannya merampas ciuman pertama 'Sang Gadis Galak'...
280K 21.8K 102
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...