Dylana

By yoophorina

62K 1.9K 175

Ana yang seorang Bad Girl di sekolahnya harus mau merelakan waktunya yang berharga untuk Dylan, seorang Most... More

Dylan
First Meet
Satu langkah lebih dekat
Andriana Caroline Enderson
What Makes You Beautiful
Live While We're Young
Bad Reputation
Bad Stalker
Bad Stalker part 2
Stalker
Bad Side
Senyuman yang Hilang
First Date
Senyuman yang Sempat Hilang
Berkencan
Sweet Talk
Overdose
Dilla
The Name is Called Best Friend
We're Best Friend
Relation-sweet
The Name is Called Kencan
Triple Date
The Storm is begin
Kehilangan Sebelah Sayap
Rapuh
Kecewa?
Axel si Moodboster
The Darkest Side
Senang dan Sedih Satu Paket
For the First Time
Perubahan Besar Ana

Kisah Manis

1.1K 42 2
By yoophorina

Sekarang aku melupakan satu hal. Satu hal bahwa kita tak boleh terlalu senang karena kesenangan itu akan berakhir dengan suatu kesedihan. -Ana

•••

"Bunda, aku bantuin masak ya." pinta Ana saat melihat Bunda sibuk menyiapkan makan siang untuk mereka sekeluarga. Bunda menganggukkan kepala dan memanggil Ana untuk mendekat.

"Nah, kamu potong-potong ini ya." Ana menganggukkan kepala saat diberi tugas memotong bawang merah, bawang putih dan beberapa sayuran lainnya. Tak lama Kinnan ikut bergabung untuk membuat menu makan siang mereka.

"Jangan pakai cumi, Bun. Kakak gak suka."

"Kamu suka cumi, Sayang?" tanya Bunda ke arah Ana dan menghiraukan larangan dari sang anak tertua.

"Suka sih, Bun." senyuman Bunda melebar dan Kinnan menundukkan kepala seakan ia kalah di medan peperangan yang ia dan Bunda ciptakan.

"Bunda tega."

"Loh, kan Bunda mau masakin menu spesial buat calon mantu Bunda." pipi Ana seketika memerah karena ucapan Bunda yang ditujukan untuk sang anak tertua yang memasang wajah cemberut.

"Giliran Ana, Bunda pake masak segala, coba yang ke sini Calvin, mana mau Bunda repot-repot masak."

"Emang Calvin cewek?" pertanyaan Bunda mampu membuat Kinnan terdiam dan melangkahkan kaki keluar dapur dengan langkah yang dihentak-hentakkan.

"Kamu jangan dipikirin omongan tadi ya, kita memang biasa seperti itu."

"Iya, Bunda."

Bunda. Entah mengapa saat mengucapkan kata itu hati Ana menghangat, ia seakan memiliki seseorang yang dapat dipanggil dengan sebutan Ibu.

"Kamu suka makan sayur apa?" tanya Bunda sembari tangannya sibuk mengaduk sop di wajan dan menolehkan kepala sejenak ke arah Ana yang sekarang sedang memotong beberapa sayuran untuk dimasukkan ke dalam sop.

"Aku suka banget sama plecing kangkung, Bun. Waktu itu, Bibik buatin pakai resep yang dikasi sama anaknya, eh ketagihan deh sampai sekarang." cerita Ana dengan semangatnya sampai Bunda melihat ada binar di kedua mata Ana dan Bunda tersenyum melihat hal itu.

"Besok-besok Bunda masak plecing kangkung deh buat kamu."

"Yang bener Bun? Asik!" seru Ana dengan heboh sampai ia memeluk Bunda yang dibalas dengan pelukan hangat Bunda.

"Makanya kamu sering-sering main ke sini, ya." perintah Bunda yang dibalas dengan gerakan tangan seperti menghormat oleh Ana.

"Bunda, kenapa pacarku dibawa sih, kan aku juga mau sayang-sayangan." ucapan Dylan membuat Bunda menolehkan kepala dengan cepat dan secepat itulah telinga Dylan dijewer sang Bunda. "Aku salah apalagi sih Bun?"

"Sayang-sayangan, inget kamu masih sekolah, belum lulus juga udah mau sayang-sayangan sama pacar!"

"Loh, emang salah, Bun?"

"Pake nanya lagi!" Bunda menolehkan kepala ke arah Ana dengan senyuman yang berbanding terbalik dengan wajahnya saat menatap Dylan, penuh intimidasi. "Kamu tendang aja ya, kalau Dylan macem-macem."

Ana membalasnya dengan mengacungkan ibu jarinya dengan semangat serta mengembangkan senyuman di bibirnya. Sedangkan Dylan mengerucutkan bibirnya dengan sebal karena aksi Bunda didukung penuh oleh Ana.

"Kok kamu dukung Bunda sih, Yang? Pacar kamu aku atau Bunda?" tanya Dylan dengan tak terima dan dibalas oleh gelak tawa Ana dan Bunda tentunya.

"Ya, kamu dong."

"Kenapa belain Bunda?"

"Kenapa kamu marah?"

"Aku gak marah!"

"Kalau gak marah, apa dong?"

"Sebel."

"Duh, berasa jadi ABG lagi deh, Bunda. Yaudah sana sana ributnya di luar aja. Bunda mau lanjut masak." usir Bunda dengan mendorong pelan bahu Ana dan Dylan menjauhi teritorinya.

"Ayo, Yang. Kita sayang-sayangan." Ana memukul lengan Dylan dengan tatapan horornya.

"Ambigu banget sih, Lan."

"Tuhkan aku gaada mikir ke sana loh."

"Nyebelin."

"Tapi sayang kan?"

•••

"Ayo, makan yang banyak, Sayang." Bunda mengambilkan makanan untuk Ana yang disambut dengan berbagai macam ekspresi dari keluarganya. Lebih dominan wajah Kennan, Dylan dan Kinnan yang serempak memasang wajah patah hati dengan memegang dada kirinya seolah mereka terkena serangan jantung. Sedangkan Ayah hanya menampilkan senyuman lebarnya seolah puas dengan apa yang Bunda lakukan.

"Bunda menyakiti kami." ujar ketiga Anak di keluarga mereka dengan serempak.

"Apa?" tanya Bunda dengan wajah polos sembari menatap ketiga anaknya.

"Bunda!"

"Hai sayang? Ke sini sama siapa?" Bunda menyambut seorang gadis yang diperkirakan berusia dua tahun yang berlari menuju ke arah Bunda dan dengan sigap Bunda menangkap tubuh mungilnya.

"Cama Mama." Gadis mungil itu berada di pelukan Bunda seraya menceritakan berbagai macam hal yang membuat Bunda hanya tersenyum menatapnya.

"Bunda, Vi nitip Dilla ya. Vi sama Darius mau keluar kota." Vi memamerkan senyumannya ketika lagi lagi ia dan suaminya menitipkan sang anak ke Tantenya.

"Iya, biar Bunda yang jagain." terdengar suara yang mengatakan yes dan Vi mencium pipi Bunda dan Dilla sebelum melambaikan tangan meninggalkan rumah bersama suaminya yang menunggu di mobil.

"Ayo kita makan." Dilla bersorak riang seraya mengatakan berbagai macam makanan yang biasanya dibuat oleh sang Mama.

"Hai." sapa Ana saat melihat Bunda menggendong seorang bocah imut dengan pipi yang ingin ia cubit sampai kempes.

"Halo Kakak cantik." sapa Dilla seraya meminta Ana untuk memangkunya dan Ana dengan senang hati menerimanya. Di sela-sela ia makan, ia melirik Dilla yang tengah asik makan sampai mulutnya belepotan dan Ana segera mengambil tisu untuk membersihkan wajah Dilla.

"Kakak cantik, main yuk." ajak Dilla setelah selesai dengan makanannya dan menarik tangan Ana untuk mengikutinya menuju ruang mainan khusus miliknya tanpa menghiraukan Kinnan yang memandangnya tak percaya, karena selama ini Dilla selalu mengajaknya bermain dan akan menangis saat Kinnan menolak.

Ya, karena terlalu sering Dilla main ke rumah Bunda, akhirnya Ayah membuatkannya sebuah ruangan dengan boneka dari yang kecil hingga besar, selain itu pula ada sebuah ranjang untuk Dilla beristirahat.

"Dilla mau main apa?" tanya Ana saat telah memasuki ruangan dan melihat Dilla mengetuk jemari mungilnya di dagu seolah ia sedang berfikir keras.

Hal itu membuat Ana tersenyum. "Mau main boneka?" tawar Ana yang disambut sorakan gembira oleh Dilla dan Dilla segera mengambil beberapa boneka yang bisa ia bawa ke hadapan Ana dan memberitahukan nama-nama bonekanya.

"Ini Keyinci, ini jeyapah, ini gajah, ini halimau, kodok juga ada, beluang." jelas Dilla seraya menunjuk boneka-boneka yang berbentuk binatang, namun ia menyebutkan boneka itu dengan nama yang berbeda. Misalnya tadi Dilla mengatakan kelinci namun itu boneka beruang.

Ana tertawa kecil sebelum menganggukkan kepala pertanda mengerti dan merekapun mulai bermain dengan Dilla yang berbicara bahasa aliennya.

Beberapa menit kemudian suara Dilla memelan dan menghilang bersamaan dengan kepalanya yang tertunduk. Ana menggendong Dilla menuju kasurnya dan merapikan semua boneka yang dimainkan tadi.

"Dilla sudah tidur?" bisik Bunda saat Ana mengendap ke luar ruangan dan melihat Bunda berdiri di depan pintu dengan senyuman yang meneduhkan. Ana membalasnya dengan anggukan kepala.

"Ayo kita ke belakang." ajak Bunda ke taman belakang yang dipenuhi bunga mawar sampai bunga anggrek dan pohon mangga.

"Ana! Ayo sini!" seru Kinnan dengan menggendong seekor kelinci putih yang mungil. Dengan langkah pasti Ana menghampiri Kinnan dan mengelus kepala kelinci.

"Lucu."

"Itu, kamu bisa mainan sama mereka." tunjuk Kinnan dengan dagunya ke arah kandang yang memuat puluhan kelinci berbagai warna dan ukuran karena kedua tangannya memeluk erat kelinci putih yang terdiam nyaman di lengannya.

"Boleh?" mata Ana berbinar ketika melihat puluhan kelinci berkeliaran di sekitar taman dan meraih seekor kelinci mungil berwarna coklat.

"Suka banget sama kelinci?" tanya Dylan yang entah darimana ia datang dan berdiri di sebelah Ana yang memegang wortel untuk kelinci di gendongannya.

"Banget!"

Dylan ikut tersenyum saat Ana tersenyum lebar dengan raut wajah yang berbinar. Dylan menolehkan kepala ke arah belakangnya dan mendapati keluarganya tersenyum bahagia dan Dylan tau karena apa.

"BUNDA!" suara itu membuat mereka tersadar dan segera berlari menuju sumber suara itu yang diiringi dengan tangisan kencang.

•••

Maunya gue buat challenge komen 20 di setiap part, kalau berhasil gue up besok.

But, gue gak mau nargetin gitu deh): Gamau jadi penggila voment gitu):

Thanks yang udah bersedia membaca, vote dan komen 💞 tanpa kalian aku butiran ampas kedelai yang jadi tahu terus digoreng *inigaje

Continue Reading

You'll Also Like

28.9K 1.8K 31
Yoona siswa baru yang sangat mencintai bola basket, kesan pertama pada gadis itu adalah 'perfect' tapi siapa sangka Yoona adalah bad girl di sekolah...
19.6M 639K 46
BLURB: Gabriella Anatasya, seorang bad girl di SMA Garuda terpaksa tinggal berdua di satu rumah bersama Alvaro, seorang Ketua OSIS sekaligus Kapten B...
SENIOR By K.O.H

Teen Fiction

21.2M 349K 35
[SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU TERDEKAT] Berawal dari rasa penasarannya pada Nakula, ketua MOS yang gantengnya membelah tujuh benua. Aluna, mulai menca...
12.1K 286 14
Haruskan bully melandahku setiap hari. Bully yang selalu melanda setiap hari membuat ani frustasi Anithasya ini selalu dibully sama temannya sendiri...