OUR STORY [MinYoon-KookV] ✅

By TIAN_LIAN

43K 7.3K 792

Min Yoongi tak pernah menyangka, kembalinya ke kota kelahiran sang ibu akan membawanya bertemu dengan sang pr... More

SATU
DUA
TIGA
EMPAT
LIMA
ENAM
TUJUH
DELAPAN
SEMBILAN
SEPULUH
DUA BELAS
TIGA BELAS
EMPAT BELAS
LIMA BELAS
ENAM BELAS
TUJUH BELAS
DELAPAN BELAS
SEMBILAN BELAS
DUA PULUH
DUA PULUH SATU
DUA PULUH DUA
DUA PULUH TIGA
DUA PULUH EMPAT
EPILOG

SEBELAS

1.4K 269 28
By TIAN_LIAN

.

.

.

.

.

Jimin membuka mata perlahan, tapi segera memejamkan mata lagi. Cahaya matahari yang menyilaukan membuat matanya terasa perih. Jimin mengucek mata, lalu mencoba duduk dan melihat sekeliling. Ruangan kelasnya masih lengang. Jimin bangkit, lantas menggerakkan pinggang yang terasa kaku. Lehernya juga terasa sakit. Tidurnya semalam sangat tidak nyenyak.

Selain lantai kelasnya keras dan dingin, nyamuk yang berkeliaran juga tidak tanggung-tanggung. Jimin menggaruk tangan dan pipinya yang penuh bentol. Jimin terasuk ke bangkunya, lalu duduk. Ia lantas menatap ke depan, kea rah papan tulis yang dipenuhi coret-coretan anak buahnya.

Kebanyakan coretan itu tentang makian terhadap guru, tapi ada juga yang menjadikan papan itu ajang untuk menitip salam. Jimin menguap, lalu tanpa sengaja melirik meja di sebelahnya.

Meja Yoongi.

Jimin tersenyum sendiri, mengingat kejadian semalam. Ia tak pernah menyangka masih ada hal yang bisa membuatnya tersenyum setelah mimpi buruknya selama tiga tahun menjadi nyata.

Jimin menghela napas, sekarang teringat pada sosok ayahnya yang muncul di pintu rumah setelah tiga tahun di penjara. Jimin berpikir ia masih punya waktu dua tahun, tapi ternyata ia salah.

Ayahnya sekarang sudah kembali. Itu yang menolak Jimin untuk pulang. Tanpa ia sadari, ia meraba punggungnya yang mendadak terasa sakit. Bukan karena tidur di lantai yang keras, tapi karena luka di masa lalu. Luka yang sampai kapan pun tak akan bisa sembuh.

"Hei," Jimin mendongak, lalu melongo saat melihat siapa yang barusan berbicara. Yoongi muncul dari pintu kelas, lantas masuk dengan ceria sambil menenteng sebuah tas berwarna biru. Ia meletakkan tas itu di atas meja Jimin, membuka isinya dan menyodorkannya pada Jimin.

Jimin hanya menatap bingung kotak bekal di tangan Yoongi. "aku tahu kau pasti masih di sini." kata Yoongi sambil tersenyum. "Makanya aku datang pagi-pagi. Ini, sarapan dulu."

Jimin menatap Yoongi yang masih tersenyum, lalu kembali menatap kotak bekal bergambar kumamon itu dan menerimanya. Yoongi segera duduk di depannya. "Punya mu...?"

"Oh, aku? Aku sudah makan," jawab Yoongi cepat, membuat Jimin mengangguk-angguk. Jimin lantas membuka tutup kotak bekal itu, membuat Yoongi segera meringis.

"aku tidak bisa masak. mian." Jimin menatap nasi putih beserta beberapa sosis goreng di bentuk gurita dan telur dadar yang ada di dalam kotak bekal itu, tapi tak lantas melahapnya. Ia menatap Yoongi lekat-lekat, lalu dengan sekali gerakan cepat, ia meraih kepala Yoongi dan mengecup dahinya. Yoongi melongo parah sementara Jimin segera asyik mengunyah sosis.

Beberapa saat kemudian, Yoongi sadar dan memegang pipinya sendiri yang sudah terasa panas. Jimin melihatnya dari sudut mata, tapi pura-pura tidak peduli walaupun setengah mati ingin tertawa. "Semua orang juga tahu kalau yang di masak bentuknya begini," komentar Jimin setelah selesai makan, membuat Yoongi mendelik.

Jimin tertawa, lalu menepuk kepala Yoongi. "Terima kasih," gumam Jimin tak jelas sambil bangkit dan mengelus-elus perutnya yang kenyang. "Apa?" tanya Yoongi pura-pura tak mendengar, tak ingin melepaskan Jimin kali ini. Jimin berdecak kemudian mendekati Yoongi yang segera menunduk. "Apa perlu ku katakan dengan cara lain?" tanya Jimin membuat Yoongi cepat-cepat menggeleng takut.

Jimin mengangguk-angguk dengan ekspresi jahil, lalu meregangkan otot-ototnya. Yoongi menatap kemeja Jimin yang kotor. "Jimin, kemejamu kotor sekali. kau tidak punya baju ganti?" tanya Yoongi, membuat Jimin mengintip punggung kemejanya yang memang sudah cokelat terkena debu lantai.

"Oh, baju olahraga," Jimin segera mengeluarkan baju olahraganya dari laci, membuat Yoongi bergidik. Yoongi bersumpah suatu saat akan mengeluarkan isi laci Jimin dan mengirimnya ke laundri. Jimin melepas kemejanya, dan pada saat itulah Yoongi menyadari sesuatu. Yoongi bangkit, lantas mendekati Jimin menyentuh punggungnya. Jimin tersentak kaget dan buru-buru mengenakan kaus olahraga, tapi Yoongi sudah keburu melihat. Ia sudah melihat bekas-bekas luka panjang yang memenuhi punggung Jimin.

"Kenapa...?"

Jimin mengehela napas, lalau menyisir rambutnya sendiri dengan jari. Ia sedang tidak ingin bercerita apa pun.

"apa ayahmu?" tanya Yoongi membuat Jimin mendelik. Yoongi segera menutup mulut, tahu kalau tebakannya benar.

"Jangan bicara hal tidak penting," sergah Jimin, kembali dingin seperti kemarin-kemarin. Jimin lantas mendesah. "aku mau mandi dulu." Jimin bergerak kearah pintu, tapi langkahnya tiba-tiba terhenti. Nayoon ada di sana sambil menatap mereka tak percaya.

" apa yang sedang kalian lakukan berduaan dikelas ini pagi-pagi sekali?" tanyanya curiga.

"Bukan urusan mu, pelacur," kata Jimin sinis, lalu melewatinya.

"JIMIN!" sahut Yoongi, tapi Jimin sudah menghilang di balik pintu. Yoongi lantas menatap Nayoon penuh rasa bersalah.

"maaf."

"Kenapa kenapa kau minta maaf?" tanya Nayoon dingin. "Memang kau siapanya?"

"aku ak─ku b─bukan... tapi memang tidak seharusnya Jimin bicara seperti itu, kan?" kata Yoongi, membuat Nayoon mendekatinya dengan tatapan sinis.

"Jangan minta maaf atas nama dia," desis Nayoon tanpa berkedip. "karena kau bukan siapa-siapa."

Yoongi menggigit bibir sementara Nayoon melewatinya dan melemparkan tas ke bangkunya. Yoongi menoleh, lalu menatap Nayoon yang sekarang sudah sibuk dengan ponsel.

"Kenapa kau diam saja saat Jimin menghinamu seperti itu?" tanya Yoongi, tak tahan dengan rasa penasarannya. "apa kau tidak merasa harga dirimu diinjak-injak?"

Nayoon mengangkat wajah dari layar ponsel, kemudian menatap Yoongi tajam. Ia lantas bangkit dan mendekati Yoongi yang tampak gemetar. Tanpa kata-kata, Nayoon menampar keras wajah Yoongi. "Tau apa kau?" desis Nayoon geram. "TAU APA KAU!!" Nayoon menabrak tubuh Yoongi hingga oleng, lalu berderap keluar kelas. Yoongi meraba pipi kanannya yang berdenyut menyakitkan. Baru kali ini ia ditampar seseorang.

.

.

.

.

.

"Halo! Ada orangnya tidak?"

Yoongi tersentak, lantas menatap kearah pintu. Taehyung melongokkan kepala dari sana. Pemuda cantik itu melambai, lalu masuk ke dalam. "Waah... baru kali ini aku masuk ruang OSIS, ternyata nyaman juga," komentarnya sambil melempar pandangan ke sekeliling. Ia lalu menatap Yoongi yang hanya sendirian di ruangan itu.

"Si ketua OSIS ke mana?"

"sedang ke ruang guru," jawab Yoongi sambil tersenyum lemah. Taehyung memperhatikan Yoongi, lantas duduk di depannya.

"kau kenapa?" tanya Taehyung membuat Yoongi menggeleng. Taehyung mengangguk-angguk pelan. Ia tahu ada yang aneh dengan Yoongi, karena tidak biasanya anak itu melamun sepanjang hari.

"Tadi... bertanya pada Nayoon," kata Yoongi, membuat Taehyung menatapnya. "Kenapa dia tidak marah saat dipanggil pelacur. Kenapa dia tidak merasa harga diriya diinjak. Tapi... dia malah namparku." Yoongi meraba pipinya, ia masih merasa panas sampai sekarang. Taehyung menatapnya simpati, lalu menghela napas.

"Jawabannya simple," kata Taehyung membuat Yoongi menatapnya. "Karena dia emang pelacur." Mata Yoongi melebar mendengar jawaban Taehyung.

"Maksud mu...?"

"Dia, aku, dan kebanyakan perempuan serta pemuda di sekolah ini," kata Taehyung santai. Yoongi sekarang menganga.

"Tap-tapi itu tidak benar bukan? Itu Cuma image sekolah kita, kan? Itu Cuma yang orang-orang pikir tentang kita, kan?"

"Itu semua benar, Yoongi, bukan Cuma image," Taehyung tersenyum miris. "Dan jangan bilang 'kita', kau membuat ku jadi sedih. Kau bukan bagian dari 'kita'. Kau tidak akan pernah." Yoongi menekap mulutnya sendiri, tak percaya dengan pendengarannya barusan.

Selama ini, ia menyangka julukan 'pecun' itu hanyalah ejekan, bukan yang sebenarnya terjadi. Tapi ternyata ia salah.

"Tapi kenapa...?"

"Banyak alasannya," jawab Taehyung lagi. "Alasan-alasan yang orang seperti mu tidak akan pernah mengerti." Yoongi menatap Taehyung lama hingga matanya terasa panas. Ia lalu teringat pada Nayoon dan ekspresinya saat ia menampar Yoongi. Yoongi memang tidak tahu apa alasan Nayoon, tapi Yoongi ingin mengetahuinya.

.

.

.

.

.

Nayoon membuka pintu rumahnya yang reyot, kemudian masuk tanpa bersuara. Tanpa melepas sepatu, ia masuk ke dalam kamar dan membanting pintu. Nayoon merebahkan tubuh di atas ranjang dan menatap langit-langit kamarnya yang penuh sarang laba-laba. Nayoon bedecak, lalu tahu-tahu pintu kamarnya terbuka. Seorang pria tua muncul dari sana.

"sudah ku bilang kalau mau masuk ketok dulu!" Nayoon bangkit dan mendekatinya untuk mencegahnya masuk ke dalam kamar. "Ada apaan sih?"

"appa hanya mau melihatmu," kata ayahnya. Nayoon mendesah. "sudah lihat kan? sudah sana, pergi!" Nayoon mendorong ayahnya, lalu bermaksud menutup pintu. Tapi ayahnya menahannya.

"Nayoon... Appa tadi dapat uang untuk bayar uang sekolah kamu," kata ayahnya lagi, membuat Nayoon menatapnya. "Mana?" tanya Nayoon ketus. Ayahnya merogoh saku celana hitam belel yang dipakainya, lalu menyerahkan beberapa lembar uang dari sana. Nayoon menerima lembaran uang sepuluh ribuan, lima ribuan, dan seribuan won, lalu tertawa sinis.

"Mana cukup ini!" Nayoon melempar uang itu kembali pada ayahnya. "Appa jangan coba mempermainkanku. bayar sekolah dengan uang receh seperti ini hah!" Nayoon kembali masuk ke dalam kamar, lantas membanting pintu kamarnya. Ia bisa mendengar suara batuk-batuk, jadi ia menyurukkan kepala di antara bantal agar tak bisa mendengarnya.

Tapi entah bagaimana, batuk ayahnya yang sudah menahun itu tetap bisa menembus bantal dan masuk ke telinganya.

"SIALAN!" sahut Nayoon.

"Kenapa aku bisa lahir di keluarga begini, hah?? KENAPA???" Nayoon melempar bantal kearah pintu, lalu menjambak rambutnya sendiri, menyesali nasibnya. Saat ia baru saja merasa tenang, ponselnya tiba-tiba berbunyi. Nayoon mengambilnya, kemudian menatap nanar gambar yang baru saja masuk ponselnya. Luna, sahabat baik skaligus saingan saat SMP, tampak sedang menggandeng seorang anak laki-laki tampan di depan sebuah mobil mewah.

Di bawahnya, terdapat tulisan. Nayoon, aku baru diberi hadiah oleh namja chingguku, kau iri bukan? Nayoon berusaha menahan segala emosi yang membuncah di dadanya, tapi ia tak bisa. Ia menggigit bibir keras-keras sambil meremas rok. Ia teringat pada kejadian tadi pagi saat menemukan Yoongi dan Jimin berdua. Ingatan Nayoon lantas terlempar pada kejadian setahun silam, saat ia terpojok di depan sekolah karena dicampakkan oleh kliennya. Jimin yang kebetulan sedang lewat, menyelamatkannya.

Semenjak itulah, Nayoon memutuskan untuk tidak lagi menerima orderan dan bertahan walau semiskin apa pun hidupnya. Tapi bahkan alasan itu sudah tidak ada lagi. Yoongi sudah mengambilnya. Anak bau kencur itu mengambil semua di saat ia sudah punya semuanya. Nayoon merasa darahnya naik ke kepala. Tangannya menggenggam ponsel keras, lalu menekan sebuah tombol.

"Oppa?" kata Nayoon begitu tersambung.

" apa kau ingat anak baru yang aku ceritakan padamu waktu itu? cari dia dan laporkan padaku 'nanti malam'. Ya. 'nanti malam' kita bertemu. Sekalian.. carikan aku klien." Nayoon mendengarkan kata-kata lawan bicaranya, lalu menyudahi hubungan telepon. Nayoon menatap pantulan wajahnya sendiri di cermin. Ia akan kembali lagi ke kehidupan lamanya, gara-gara pemuda sok polos itu.

Maka dari itu sekarang adalah saatnya untuk membalas dendam.

.

.

.

.

.

Continue Reading

You'll Also Like

21.6K 2.9K 7
[ COMPLETED] "The most important thing in life is to learn how to give out Love, and to let it come in." -unknown Collaboration book with @hitamputae...
21.8K 2K 28
Isinya gak jelas banget #selinganbacaan
124K 6.9K 12
the next secret Just secret
7.9K 960 15
Taehyung tidak tahu, bahwa inisiatifnya untuk melewati jalan pintas yang tak pernah ia lewati, justru membawanya bertemu sesosok pemuda misterius. :...