Incredible Brothers (TERBIT)

By Unianhar

11.5M 310K 8.4K

(FOLLOW SEBELUM MEMBACA) Hidup sebagai gadis panti asuhan selama bertahun-tahun telah Ily rasakan semenjak ib... More

Chapter 01 || Bolos Karenanya
Chapter 02 || Ke Jakarta
Chapter 03 || Tersesat di Tribakti
Chapter 04 || Keputusan Vania
Chapter 05 || Miranda Kerr
Chapter 06 || Seperti Masha
Chapter 07 || Kedatangan tamu
Chapter 08 || Masa Lalu
Chapter 09 || Selamat Datang
Chapter 10 || Kaki pendek
Visualisasi
Chapter 11 || Ciuman dan Luka
Chapter 12 || Rimba, dia adikmu
Chapter 14 || Rahasia Beruang
Chapter 15 || Salah Sambung
Chapter 16 || Olahraga Pagi
Chapter 17 || Mereka kembali
Chapter 18 || Ungkapan Hati
Chapter 19 || Ketempelan Setan
Chapter 20 || Hari yang Buruk
Chapter 21 || Kesempatan Bagi Saka
Chapter 22 || Bukan Salah Saka
Chapter 23 || Di bawah Kendali Rimba
Promosi
Nanya-Nanya
Curhatan Author
Saquel
Info
Segera!!!
Xxxx
Pre Order Now
H-2 Sebelum PO Tutup

Chapter 13 || Resmi Menerima

207K 12.4K 202
By Unianhar

Ini Ily lagi didandani sama Mami Pricill 😄

***

Follow Unianhar yang belum follow, tekan bintang pojok kiri bawah, komentar yang banyak dan share cerita ini biar lebih ramai. Terima kasih 😘

_____________

Bosan berdiam diri di kamar, Ily memilih mengelilingi rumah kediaman keluarga barunya. Langkahnya terhenti ketika melewati sebuah ruangan yang cukup besar. Ia pun mundur melirik ke sana, beberapa pelayan terlihat melakukan sesuatu, penasaran Ily pun menghampiri dengan senyum mengembang.

Sibuk menyiapkan makan malam, para pelayan tidak menyadari kehadiran Ily yang antuasis mengetahui mereka sedang memasak. Gadis itu teringat saat di panti, tiap akhir pekan ia dan beberapa temannya ikut membantu memasak.

"Biar aku bantu Mbak."

Ily meraih pisau dan sayuran brokoli di wadah, pelayan di sana senyap sesaat aktivitas mereka berhenti mengetahui nona di rumah itu berada diantara mereka. Satu dari sekian pelayan memberanikan diri menyambar pisau dan brokoli di tangan Ily.

"Apa yang Nona lakukan di sini? Tolong kembali, jangan kemari Nona, ini tidak cocok untuk Anda," cetusnya tidak enak meminta Nonanya pergi. Lebih baik seperti itu dari pada mereka dapat masalah.

Senyum Ily luntur, terbersit rasa kecewa, ekspresinya tidak bisa menutupi. "Ka-kalian keganggu aku di sini?"

"Bu--bukan begitu Nona, kami tidak enak. Tempat ini tidak cocok Anda masuki. A-apa Anda butuh sesuatu?" Suryati--salah satu pelayan senior di sana menimpali berharap sang Nona mengerti.

"Aku nggak butuh apa-apa, aku cuma mau bantu, aku bisa masak jadi kalian nggak usah khawatir aku akan hancurin dapur ini, ya?" bujuknya tak putus asa. Ia benar-benar bosan tidak melakukan apa-apa di rumah itu.

Tidak ada yang langsung menjawab. Setelah sedikit pertimbangan akhir Suryati mengangguk pasrah. "Baik, Nona," putusnya. Beberapa dari rekannya mendelik hendak protes. Siapa yang akan bertanggung jawab kalau Tuan Besar-nya marah?

Ily tersenyum semringah lalu berterima kasih. Ia berjanji tidak akan membuat masalah apalagi menggnggu pekerjaan mereka. Belum meraih pisaunya, suara berat seseorang terdengar. Sontak semuanya menoleh dan menundukkan kepala karena takut.

Ily terkesiap bukan main. Di ambang pintu masuk melihat pria tinggi menatap tajam ke arahnya, pisau di tangan terlepas. Mendarat di bibir meja lalu memantul lagi ke lantai, beruntung ia cepat menghindar jika tidak benda tajam itu mendarat di sana. Pria itu berjalan ke arahnya dengan raut wajah yang tak terbaca.

"Kamu ngapain di sini?"

Ily terperanjat, mendongak kala pria itu berdiri di depan meja pantry. Keduanya berhadapan dan hanya disekati oleh meja berisikan bahan-bahan masakan tersebut.

"Ma-mau masak," jawabnya terbatu.

Tidak ada respon, pria itu menatapnya dalam sebelum menghela napas panjang.

"Kemari."

"Huh?"

Rimba mengelilingi meja mendekati Ily yang planga-plongo karena kaget dengan sikapnya. Semua pelayan menepi memberi jalan Tuan Muda-nya. Tangan besarnya terulur pada Ily. Gadis itu tak lagi menyorot wajah melainkan tangan Rimba.

"Jangan kembali ke tempat ini lagi," ungkapnya sarat akan perintah.

"Kenapa?"

"Kakak nggak suka."

Ily mencerna ucapannya Rimba. Kakak? Dia sudah menerimanya sebagai adik? Dia tidak membencinya lagi? Atau jangan-jangan dia merencanakan sesuatu mencelakainya agar Ily pergi dari rumah itu.

"Tanganku pegal." Rimba melirik tangannya terus terulur.

Ily tersentak langsung meraih tangan itu. Tangan mungilnya digenggam hangat kemudian dituntun keluar dari sana. Dalam hati Ily terus meracau, bagaimana kalau Rimba membawanya ke tempat sepi untuk mencekiknya?

*****

"Masha duduk di sini!"

Ily menuju meja makan untuk sarapan. Saka memanggil memintanya duduk di sebelahnya. Pemuda itu memundurkan kursi diantara ia dan Mami-nya, lalu memberi isyarat duduk di sana.

"Mama minta aku duduk di situ" tunjuk gadia itu pada kursi ke empat sebelah kanan, lebih tepatnya kursi samping Rimba.

Saka melirik Rimba sekilas kemudian menggeleng panik. "Jangan di situ, bahaya. Mending di samping aku." Saka berdiri hendak menarik Ily tetapi Rimba lebih dulu menarik gadis itu duduk di sampingnya.

Ekspresi datar dan aura intimidasinya sangat kuat. Ily masih melengo kaget menatap kakaknya itu dari samping. Alih-alih menyerah Saka ngotot Ily harus duduk di sampingnya.

"Masha duduk di sini!" rengeknya.

"Hei, diam." Rimba mendongak melayangkan tatapan tajam pada adiknya itu.

"Aku nggak ngomong sama kamu, Hutan," ketusnya menekan kata hutan.

Rimba mendelik seakan Saka rivalnya. Refleks Saka meneguk salivanya susah lalu membuang muka. Kalau wajah Rimba sejelek itu tandanya Saka harus diam. Bukan karena takut, Saka cuma tidak ingin mati muda.

"Rimba, katanya Saka mau belajar olahraga tinju, dia minta diajarin sama kamu."

Saka langsung menoleh menatap Mami-nya horor. Apa nih? Ia mendadak hilang ingatan. Kapan ia pernah bicara begitu? Ini Maminya ngigo apa mode julidnya kumat. Saka ketar-ketir menyorotnya dengki. Yang ditatap malah makan tanpa terganggu dengan tatapan putra bungsunya.

Rimba berpikir sejenak sebelum mengangguk. "Baiklah, selesai mak---"

"Hidupmu serius amat, Bang." Saka menyela cepat. Mampus-mampus!

Sendok di tangan Rimba kini tergeletak di atas piring yang masih berisi nasi goreng. Ia meraih segelas air, meneguknya, kemudian mengelap bibirnya dengan tisu. Dengan tenang pria itu menatap Saka lurus.

"Ikuti aku!"

Saka tertawa garing. Mengibaskan tangan bertanda ia menolak. Mampusnya berkali-kali ini, pemuda itu kebablasan karena memotong pembicaraan Abangnya.

"Aku nggak pernah ngomong gitu, Bang. Mami tuh katanya mau belajar Muay Thai. Mending nggak usah, Mi! Nanti pinggang Mami encok, kasihan Papi," kelakarnya melirik sang Mami menghindari tatapan Rimba.

"Idih idih." Pricillia mencibir.

"Udah. Kita lagi sarapan, bertengkarnya nanti aja," sergah Aryan pada ipar dan keponakannya.

Keduanya terdiam, fokus menikmati sarapan bersama yang lain. Kendati demikian Saka masih kesal. Apa ia harus melakukan tes DNA? Saka semakin yakin kalau dirinya bukan anak kandung Mami-nya, mana ada ibu yang mau anaknya disiksa kecuali Nyonya Pricillia Thomas.

"Makan ini juga."

Semuanya mengangkat kepala melihat pemilik suara. Rimba memberikan lauk kesukaannya pada Ily. Samar-samar mereka tersenyum kecuali Saka yang cengo. Sejak kapan Rimba bersikap manis seperti itu? Selama hidup Rimba tidak pernah melakukan itu pada siapa pun.

"Ini banyak banget," keluh Ily melihat pemberian Rimba.

"Kalau nggak abis biar aku yang makan sisanya."

Byyuuuurrr!

Ily dan Rimba sontak berdiri ketika semburan air terarah pada mereka. Mereka melihat Saka makin cengo, bibir terkatup namun setetes air jatuh dari bibir bawahnya. Gelas masih setia di tangan kanannya.

"Ih jorok." Ily membersihkan air pada tubuhnya.

Tidak tinggal diam Rimba membantu Ily mengelap air di tangan. Sedangkan Saka melotot tak mendengar teguran kelima orang dewasa di sana. Suara mereka tertelan di udara, Saka bisa melihat bibir mereka komat-kamit namun tidak ada suara yang diserap oleh sarafnya. Ia fokus pada Rimba yang tidak normal.

"Apa yang kamu lakuin?" kecam Rimba dingin.

"Aku yang harus nanya, apa yang kamu lakuin? Kamu nggak sakit, kan? Ma, Pa Hutan harus dibawa ke rumah sakit sebelum parah, kalian nggak mau kan punya keluarga yan--"

Duuuk!

Saka mengusap kepalanya yang baru saja dipukul sendok oleh Papi-nya, Arham. Kalau tidak menyudahinya sudah pasti Saka tidak akan berhenti.

"Mending kamu berangkat!" usirnya.

*****

Cup!

"Kakak pergi dulu, Sha," pamitnya mencium pipi Ily. 

Saka mengacak rambut Ily gemas apalagi melihat wajah cemberutnya karena Saka tiba-tiba menciumnya, lagi.

"Jangan sentuh! Nanti berantakan." Rimba menepis tangan Saka kasar. Kemudian menarik Ily menjauh dari pemuda itu.

Ily menyeringai melihat Saka mengepalkan tangan di belakang Rimba. Ia tahu Saka hanya membual, pemuda itu tidak akan berani. Mama sama Mami pernah cerita diantara ketiga abangnya Saka paling takut sama Rimba. Sama dengannya. Ia juga takut, yang lebih menakutkan pria itu tiba-tiba baik semalam dan pagi ini.

"Kak Saka nggak lupa kan janjinya?" peringatnya. Kemarin Saka berjanji sepulang sekolah akan membawa Ily jalan-jalan.

"Janji apa?" tanya Rimba di samping mereka.

"Eh diam deh, kamu tuh nggak diajak!" jutek Saka.

"Aku nggak nanya kamu." Rimba membalas.

Saka berjengit. "Dih kepo banget. Kakak bakal pulang cepat, abis itu kita cus keliling Jakarta," katanua sebelum memasuki mobil sport yang telah nangkirng di depan teras. Satpam keluar dari sana membuka pintu untuknya.

Sepinggalnya, Rimba menatap Ily lekat. "Kamu belum jawab pertanyaanku."

"Yang mana?"

Rimba berdecak, refleks menepuk-nepuk kepala Ily. "Kamu gemasin banget," beonya lantas mencubit kedua pipi Ily.

Ily mengadu kesakitan berusaha melepas tangan Rimba. "Sakit," tukasnya.

"Kakaknya mana?"

"Apa?"

"Panggil Kakak."

Pupil mata Ily membesar menatap Rimba di depannya. Ekspresi pria itu dipenuhi dengan harapan agar Ily mau memanggilnya demikian. Memang pria itu benar-benar sudah menerimanya?

"Aku juga kakakmu jadi panggil Kakak! Hem?"

Benar, pria itu kakaknya. Tidak ada alasan baginya untuk menolak. Dengan ragu Ily mengangguk.

Rimba tersenyum langsung memeluknya erat. Diciumnya kening itu cukup lama membuat Ily membeku. Apa sekarang bertambah satu lagi? Pipi dan keningnya sudah tidak suci lagi. Disaat Ily sibuk dengan kerandoman otaknya, Rimba dilingkupi kebahagiaan. Orang ditunggunya selama ini telah berada dalam dekapannya.

"Maaf kalau aku telat. Selamat datang di keluar kita, My Angel," bisiknya.

*****

"Perfect!"

Usai memoles wajah Ily, Pricillia berdecak kagum melihat hasilnya. Pada dasarnya Ily memang cantik meski tanpa make up sekali pun. Ily melihat pantulan dirinya di cermin, benar-benar berbeda.

"Cantik, kan?"

Ily mengangguk.

"Apa itu nggak berlebihan, Cil? Ily masih remaja loh," ungkap Bella memperhatikan make up sang putri.

"Nggak kok, Mba. Ini cocok dengannya," bantahnya. Make up seperti ini cocok bagi remaja seusia Ily.

Bella geleng-geleng kepala. Ia merasa Ily menjadi obsesi Pricillia. Selama ini wanita itu berharap memiliki anak perempuan agar bisa didandani. Tiap kali jalan-jalan ke pusat perbelanjaan Pricillia selalu ingin membeli baju anak perempuan, sepatu, atau aksesoris yang menarik perhatiannya.

Pricillia ingin sekali melakukannya. Namun sayang wanita itu tidak memiliki anak perempuan. Kalau pun membeli barang seperti itu tidak akan berguna untuknya. Saat mengetahui anak perempuan Aryan kembali dia sangat senang, nyaris semua pakaian yang berada di walk in closet Ily pilihannya.

"Kamu nggak apa-apa Sayang dengan make up-nya?" Bella memastikan, jangan sampai Ily risih dan takut mengatakannya.

"Nggak apa-apa, Ma. Ily suka."

"Benar?" selidik Bella. Ily mengangguk, tidak ada kebohongan dari ekspresi gadis itu.

"Kita mau ke mana Ma, Mi?" Sejak tadi Ily diam membiarkan Pricillia memoles wajahnya, ia belum sempat menanyakan ke mana akan pergi.

"SHOPPING!"

Bella dan Pricillia kegirangan kompak menjawab. Samar-samar mengangguk, sepertinya mereka memang senang berbelanja. Orang kaya mah bebas, batinnya.

Bersambung.....

Follow juga :

Ig : unianhar
Tiktok : unianhar_

Continue Reading

You'll Also Like

4.3K 333 7
Kumpulan oneshoot! Tentang keseharian Satya dan Junian, 2 vampir yang sama-sama bucin dan hobi bermesraan. WARNING, contains : - bxb, fantasi, SFW, r...
1.7M 189K 51
Ditunjuk sebagai penerus untuk mengabdikan dirinya pada pesantren merupakan sebuah tanggung jawab besar bagi seorang Kafka Rafan El-Fatih. Di tengah...
959K 29.7K 42
-please be wise in reading- βˆ† FOLLOW SEBELUM MEMBACA βˆ† Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...
55.7K 1.5K 76
"saat aku yang masih SMP menikah dengan cowo SMA". ----- Ini bukan cerita Dewasa ya kawan. Karna ini nggak ada unsur pornografi. Zunaira Leannie Apri...