Saka lagi liatin siapa, tuh?
***
Follow Unianhar, vote dan komentar ye gengs.
*****
"Mau nasi goreng atau roti?" tanya Bella setelah Ily duduk di samping Rimba.
"Nasi goreng aja, Ma," jawab Ily pelan meraih piring yang disodorkan Bella padanya.
"Makan yang banyak, Sayang!" seru Aryan melirik putrinya riang.
Semuanya sarapan diselingi pembicaraan mengenai kerjaan dan tentang kehidupan Ily selama ini di panti. Mereka bertanya tentang apa yang Ily suka dan di mana Ily akan melanjutkan pendidikannya sekarang.
"Pagi semua!" sapa Saka menghampiri mereka dengan senyum tergambar jelas di wajahnya. Saka mencium pipi Pricillia, Bella dan terakhir Ily.
Uhuk!
Ily tersedak menutup mulut. Wajahnya memerah disertai cairan bening mengumpul di pelupuk mata. Refleks Rimba menyodorkan air membantu Ily minum.
"Kamu nggak apa-apa, Sayang?" Abimanyu menatap cucunya khawatir begitu pun yang lainnya.
"Nggak apa-apa Opa, aku cuma kaget," ungkapnya mengelus sisa air di bibir. Ily menatap lurus Saka yang kini duduk di hadapannya.
Abimanyu bernapas lega.
Tatapan itu berubah kesal melihat cengiran jenaka dari Saka. "Kenapa nyium aku?" sungut Ily keberatakan. Tanpa seizinnya pemuda itu menyambar pipinya, ia tidak terima.
Alih-alih membantu Ily mengomeli Saka Abimanyu malah tertawa lepas, Aryan-Bella dan Arham-Pricillia tersenyum geli sementara Rimba hanya diam melanjutkan sarapannya. Kendati mereka bersalah Saka hanya tersenyum memperhatikan wajah kesal Ily.
"Aku nggak minta kamu senyum," desis Ily.
"Emang salah kalau nyium adik gue sendiri?" tanya Saka balik, merasa tindakan spontannya bukan apa-apa. Tidak ada yang perlu dibesar-besarkan. Saka menerima selembar roti diolesi selai oleh Mami-nya.
"Saka bicaramu! Emang Ily siapa? Meski dia adikmu kamu harus bicara sepantasnya padanya!" tegur Abimanyu tegas.
Saka melongos tidak paham. Memangnya ia bicara apa pada Ily? Karena masih belum sarapan otaknya masih eror menyadari kesalahannya. Tiba-tiba Saka berjengit kala perutnya dicubit.
"Mami!" sentaknya kesakitan.
"Jangan pakai bahasa gaulmu pada anggota keluarga kita, Tuyul!" tukas Pricillia melotot kecil pada putranya.
Bibir kemerahan Saka membulat. Ternyata itu. Ia kira apa. "Kalau aku Tuyul Mami apa? Induk Tuyul?" balasnya sinis.
"Induk kamu bilang? Kamu pikir Mami hewan?!" Pricillia kembali ingin mencubit Saka tetapi untuk buru-buru menjauh.
"Mi, udah. Kamu juga Saka, nggak takut dosa sama Mami sendiri," lerai Arham yang dituruti Saka.
Setelah keduanya berhenti berdebat Abimanyu beralih pada Ily yang masih melengos mengamati tingkah Mami dan sepupunya itu.
"Biasakan dirimu, Ily! Itu belum seberapa. Kalau mereka kembali kamu pasti lebih kaget," ungkap Abimanyu membuat Ily menoleh padanya tidak mengerti.
Memang dalam keluarga Thomas semua anak-anaknya mempunyai kebiasaan mencium perempuan dalam keluarga, seperti Mami dan Mama setiap pagi atau sebelum tidur, katanya itu merupakan bentuk pembuktian kasih sayang.
"Ma--maksud Opa?"
"Kamu akan tahu sendiri," celetuk Pricillia mengedipkan sebelah matan pada Ily.
"Ngomong-ngomong Opa sudah putuskan Ily akan sekolah di tempat yang sama dengan Saka."
Ily menoleh tak percaya, kenapa mesti satu sekolah dengan Saka?
"Asyik!" Raut wajah Saka semakin bahagia, bukan hanya tinggal bersama tapi sekolah di tempat yang sama. Saka punya teman perempuan yang bisa diajak hang out.
"Apa nggak ada sekolah lain, Opa? Jakarta besar jadi aku rasa itu--"
"No!" sambar Saka tahu jika Ily akan meminta Opa mencari sekolah lain untuknya. "Ucapan Opa nggak bisa diganggu gugat lagi, ibarat di persidangan palunya udah diketuk tiga," lanjutnya tidak memberi Ily celah untuk menyuarakan pendapat.
"Sayang, sekolah Saka bagus banget. Di sana cocok untuk kamu, Saka bisa diandalin, dia bakal jaga kamu," terang Aryan setuju putrinya sekolah di Tribakti. Sekolah sekeren itu cocok untuk putri dari keluarga Thomas.
"Iya Sayang kalau pun Saka jahat bilang aja sama Mami! Biar Mami yang ngasih hukuman biar tahu rasa." Pricillia juga ikut menimpali.
"Curigaan mulu sama anak, bukan cuma anak aja loh Mi yang bisa durhaka, Mami juga bisa," sinis Saka. Mami-nya itu selalu cari gara-gara dengannya, Saka pernah berpikir apakah ia memang anak Pricillia atau anak Bella. Pricillia selalu bicara pedas padanya sedangkan Bella sebaliknya, meski Bella juga kadang menyentil usus dua belas jarinya.
"Tapi nggak ada anak yang bisa ngutuk orang tuanya, Saka! Jadi jangan macam-macam!"
Saka mendengus, maminya itu selalu tahu cara mendiamkannya. "Masha tetap sekolah di tempatku, titik!" tegas Saka tidak mau dibantah.
"Masha siapa?" tanya Arham bingung.
Saka menunjuk Ily dengan dagunya.
"Namaku Ily bukan Masha, jangan coba-coba ganti namaku!" ralat Ily.
"Bodo."
Ily menghela napas jengah melihat Saka tersenyum miring padanya. Dari pada menanggapi pancingan manusia satu itu Ily memilih mengambil tisu untuk mengelap bibirnya belepotan. Namun, tidak sengaja tangannya menyenggol gelas berisi susu panas yang baru saja diletakkan pelayan di sampingnya.
"Awww!" pekiknya refleks mengibaskan tangan. Perih, panas dan nyut-nyutan serasa kulitnya akan melepuh sekarang juga.
Sontak mereka berdiri melihat apa yang terjadi. Rimba langsung menarik Ily ke belakang meletakkan tangannya di bawah air mengalir. Setetes cairan bening lolos dari matanya karena tak bisa menahan luka bakar di tangan.
"Kumohon jangan nangis." Rimba membeo berusaha tetap tenang.
"Astaga kita harus bawa Ily ke rumah sakit." Bella menutup mulut melihat tangan Ily memerah.
Semuanya panik. Saat itu juga keluarga Thomas bergegas ke rumah sakit membawa Ily yang kebingungan karena kelakuan mereka. Padahal tidak separah itu tapi mereka bertingkah seperti Ily akan kehilangan nyawa.
Selepas kepergian mereka ke rumah sakit. Rimba langsung memanggil pelayan yang menaruh susu di samping Ily. Ekspesi pria itu sedatar lempengan bumi, auranya mengelap menarik atmosfer mencekam di sekitarnya.
"Kemasi barang-barangmu dan pergi dari sini!" titahnya menahan emosi yang ingin keluar.
"Ta--tapi Tuan, saya---"
"Kamu mau saya masukkan ke penjara karena melukai adik saya?!"
"Maafkan saya Tuan Muda, saya tidak sengaja, saya mo----"
"PERGI!"
*****
"Lukanya tidak parah, setelah diberi obat akan membaik."
"Benarkah? Coba periksa lagi Dokter!"
Dokter spesialis kulit yang menangani Ily tetap tersenyum meski rasa jengkel mendominasi dirinya. Ini ke-lima kalinya mereka meminta untuk memeriksa ulang dan hasilnya tetap sama.
Ingin rasanya Dokter itu berteriak "Cucu dan anak Anda baik-baik saja jadi tidak usah terlalu lebay! Dia tidak akan mati dengan luka sekecil itu!" Tapi karena dokter itu masih sayang masa depannya ia pun urung melakukannya. Ia tahu siapa mereka siapa. Cari masalah sama sama saja bunuh diri.
"Opa, aku nggak apa-apa. Ini cuma luka ringan," ungkap Ily kasihan pada dokter yang menanganinya.
"Tapi Sayang lukanya ng---"
"Pa!" rengeknya tidak mau lagi diperiksa.
"Baiklah." Melihat putrinya merengek membuat Aryan mengalah.
"Tapi lukanya nggak bakal berbekas kan Dok? Saya nggak mau putri saya punya bekas luka," resah Pricillia.
"Tenang saja, Bu! Saya pastikan itu tidak akan berbekas," jawab dokter tersebut dengan sabar.
"Papa sama Papi nggak ke kantor? Ini udah jam 8 loh," tanya Ily tidak enak. Kalau bukan karenanya mereka pasti sudah berangkat.
"Gimana Papa bisa berangkat kalau putri Papa sakit," kata Aryan diangguki Arham.
Ily meyakinkan Papa, Papi dan Opa jika ia baik-baik saja dan meminta mereka berangkat ke kantor. Ily juga baru tahu Opan masih bekerja. Akhirnya Ily pulang bersama Bella dan Pricillia.
*****
"Kenapa pada masih di sini?" Saka berjalan menghampiri kedua sahabatnya di parkiran sekolah.
"Ya nunggu lo Bambang, masa nunggu bidadari turun dari Kayangan?!" sewot Leon menunjuk Saka yang menjauhkan sedikit wajahnya.
"Kebanyakan nonton kolosal." Axel mengibaskan tangan, berjalan duluan disusul Saka.
"Tungguin!"teriak Leon berlari mengikuti keduanya.
Banyak pasang mata menatap kagum ketiga pemuda yang memasuki lingkungan sekolah. Tampan, keren, kaya, dan berprestasi, siapa yang tidak mengenal Saka, Axel dan Leon? Tiga pemuda the most wanted di sekolah Tribakti.
Saka Rivano Thomas, selain karena ketiga ciri yang telah melekat di atas, Saka juga terkenal sebagai ketua tim basket Tribakti, selama menjadi ketua Saka membawa Tribakti menang dalam ajang perlombaan antara sekolah. Saka juga terkenal dengan keramahan, mudah bergaul, ceria dan peduli terhadap orang lain.
Axel Dirgantar, mantan ketua Osis Tribakti yang terkenal dengan sifat cueknya, tidak suka diganggu serta tidak suka gadis kecentilan yang selalu mengejarnya. Setia pada sahabatnya.
Leon Abraham Kusuma, ketua ekskul footsal tak diragukan lagi pencapaiannya. Tak kalah tampan dari kedua sahabatnya, maka dari itu ia memanfaatkan wajahnya menggaet gadis-gadis cantik. Berbeda dengan kedua sahabatnya yang belum pernah pacaran, Leon ini kebalikannya. Leon sering jalan dengan gadis berbeda tiap hari. Katanya mumpung wajahnya masih ganteng.
"Berisik," gumam Axel mempercepat langkahnya.
"Yaelah lo nikmatin, dong! Bayangin suara mereka lantunan biola mendayu-dayu." Leon menutup mata sekilas memasang senyum manis, para gadis-gadis di sana berteriak histeris.
"Bayangin aja sendiri!" ketus Saka.
"Mending bayangin lo putus sama Dara," imbuh Axel tanpa dosa.
Leon menggeleng tak habis pikir. Bagaimana bisa seorang sahabat menginginkan sahabatnya putus dengan pacarnya?
"Yang jomblo nggak diajak," sindirnya.
*****
Seorang pria sejak tadi tak bisa duduk tenang setelah sampai di kantor. Pikirannya masih saja mengingat kejadian tadi pagi. Ia benar-benar takut terjadi sesuatu pada gadis itu, apalagi tangannya memerah.
Memecat pelayan itu belum cukup, rasanya ia masih kesal.
"Gimana kabarnya sekarang?"
Ia menekan interkom meminta sekretarisnya mencari tahu Opanya sudah datang. Ia ingin menelepon Opa hanya saja ponselnya ketinggalan di meja makan.
Tahu Opa baru saja tiba, ia langsung bergegas menemuinya.
Bersambung......
Ig : unianhar
Tiktok : unianhar_