Cinta Satu Kompleks

By TheSkyscraper

1.6M 29.8K 2K

Ini tentang Moza dan ketiga cowok yang tinggal satu kompleks dengannya. Ada Eghi, cowok yang Moza sukai. Lalu... More

Prolog
01| Minggu pagi Moza
02| Dua cowok menyebalkan
03| Aryan Suteja
04| Pertengkaran antara Ferrish dan Tejo
05| Mantan kekasih Ferrish
06| Dikejar Ferrish
07| Pulang bersama Ferrish
08| Kepulangan Kak Dylan
09| Pertengkaran dengan Masha
10| Moza mau kencan
11| Pertemuan Moza dengan Tejo
12| Moza patah hati
13| Rasa sesak di dada
15| Lari
16| Tamu tetangga sebelah
17| Rasa penasaran Moza
18| Jawaban dari pertanyaan Moza
19| Lagi-lagi bertemu Masha
20| Semua orang sibuk, kecuali Moza
21| Gosip hangat hari ini
22| Malam di rumah Moza
23| Kembali mencari gara-gara

14| Jadian, yuk?

49.6K 1.6K 209
By TheSkyscraper

                Sepulang dari sekolah aku langsung mengurung diri di kamar. Tadi aku sempat melihat Kak Shila dan Kak Dylan sibuk mengobrol di ruang TV sebelum aku naik ke lantai dua di mana kamarku berada. Dan hanya dengan melihat Kak Shila saja sudah membuat hatiku berdenyut sakit.

Dari arah luar balkon aku mendengar suara petikan gitar yang membuatku mengernyitkan dahi.

"Mungkin ini memang jalan takdirku. Mengagumi tanpa di cintai."

Samar-samar aku mendengar suara seseorang menyanyikan sebuah lagu. Dari suaranya, aku bisa langsung menebak jika itu adalah Ferrish.

"Tak mengapa bagiku asal kau pun bahagia dalam hidupmu, dalam hidupmu."

Dengan perasaan kesal aku langsung bangkit dari posisi tidur lalu berjalan ke arah balkon. Di balkon sebelah rumah, tepatnya di balkon kamar milik Ferrish, kulihat sang penghuni kamar itu sudah duduk di kursi yang berada di balkon. Gitar berada di tangannya. Wajah tengilnya terpasang ketika menyanyikan lagu milik Ungu yang berjudul Cinta Dalam Hati itu.

"Telah lama kupendam perasaan itu. Menunggu hatimu menyambut diriku. Tak mengapa bagiku mencintaimu pun adalah bahagia untukku, bahagia untukku," kata Ferrish menyanyikan lagu yang sejak tadi ia nyanyikan.

Aku menyilangkan kedua tanganku di depan dada. Kutatap Farrish dengan tatapan membunuh. Bisa-bisanya cowok itu menyanyikan lagu menyesakkan seperti itu. Padahal kan dia tahu sendiri kalau aku sedang patah hati.

"Ku ingin kau tahu diriku di sini menanti dirimu. Meski ku tunggu hingga ujung waktuku. Dan berharap rasa ini kan abadi untuk selamanya. Dan...."

Sebelum Ferrish menyelesaikan nyanyiannya, aku terlebih dulu mengambil sebelah sandal selop yang sedang kupakai. Lalu, setelah itu aku melemparkan selopku itu ke arah Ferrish yang sukses mengenai kepalanya.

"Hei!" protes Ferrish seraya melotot garang ke arahku.

"Syukurin!" balasku menjulurkan lidah ke arahnya.

"Dasar nggak sopan," kata Ferrish kepadaku. "Udah dinyanyiin dengan sepenuh hati malah dilempar sandal butut."

"Lo tuh bukan nyanyiin sepenuh hati, tapi nyindir sepenuh hati," ucapku. "Udah tahu kalau gue sedang patah hati, tapi malah sengaja nyanyiin lagu kayak gitu. Tega lo emang."
"Oh, lo sedang patah hati?" ledeknya dengan eskpresi prihatin yang dibuat-buat.

"Bener-bener lo, ya!" balasku makin kesal seraya melepaskan sebelah selopku lalu melemparkannya ke arah Ferrish. Kali ini lemparanku meleset yang malah membuatnya tertawa.

"Nggak kena," katanya meledekku diiringi suara tawanya yang begitu menyebalkan.

Aku mendengus kesal lalu berjalan kembali ke dalam kamar. Ferrish memang jagonya bikin orang emosi. Heran sekali ada orang semenyebalkan itu di dunia.

"Jreeeng...."

Terdengar petikan gitar yang sontak membuatku mengehela napas dalam.

"Baru kusadari..., cintaku bertepuk sebelah tangan...."

Suara Ferrish kembali terdengar. Dan tentu saja, dia masih tetap meledekku dengan lagu galau lainnya.

"Rese lo, ya, Rish!" teriakku kesal seraya berjalan keluar dari kamar. Sebaiknya aku menghindar dari Ferrish dan lagu-lagu galaunya yang membuatku semakin sakit hati.

Aku turun ke lantai satu. Dari ruang TV, aku mendengar suara orang mengobrol. Sontak aku pergi ke sana untuk mengecek ada siapa saja di ruangan itu. Lalu, kulihat sosok Kak Eghi tengah duduk manis di sofa panjang bersebelahan dengan Kak Shila. Di sana, ada pula Kak Dylan yang juga ikut mengobrol.

"Moza, baru kelihatan dari tadi," kata Kak Eghi kepadaku.

"Moz, sini, deh." Kak Shila menepuk sofa tunggal di sebelahnya. "Kami sedang bahas liburan."

Aku menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Kurasakan sengatan rasa sakit dalam ulu hatiku. Kok bisa, di setiap sudut rumah ini hanya membuatku merasa nelangsa. Tidak di kamar, tidak juga di ruang TV.

"Nggak tertarik," balasku seraya berjalan meninggalkan ruang TV menuju dapur.

"Serius nggak tertarik?" tanya Kak Dylan agak berteriak.

Aku tidak perlu repot-repot menjawab pertanyaannya. Toh paling juga dia tidak dengar. Selain itu, aku pun sedang tidak ingin mengobrol ataupun sekedar berbicara dengan mereka. Terlebih dengan Kak Shila dan Kak Eghi. Melihat mereka berduaan seperti itu sungguh sangat menyiksaku.

Sesampainya di dapur aku segera membuka kulkas. Aku mengamati isi kulkas yang penuh dengan buah-buahan. Kak Shila memang suka makan buah. Oleh karena itu Mama mengisi kulkas dengan berbagai macam buah-buahan. Aku sendiri suka makan cemilan seperti kue kering, tapi, Mama sangat jarang membelikanku kue. Sangat tidak adil.

Aku mengambil satu kaleng minuman soda yang sepertinya punya Kak Dylan. Segera aku membuka kaleng itu dan meminum isinya. Minuman soda ini masih belum bisa meredam rasa kesal dan jengkel yang kurasakan sekarang.

Kenapa sih, hari ini menyedihkan dan menyebalkan sekali?

"Dor!"

Aku terperanjat kaget karena seseorang menepuk pundakku. Aku menoleh ke belakang dan kudapati Dennis tengah tertawa senang melihatku hampir mati karena serangan jantung.

"Rese lo, ya," kataku kesal sendiri.

"Ekspresi lo lucu banget, Moz," balasnya di sela gelak tawanya.

Aku meliriknya sebal. "Ngapain lo ke sini?" tanyaku seraya mengambil satu kaleng minuman soda lalu menyerahkannya kepada Dennis.

"Mau melamar lo," jawab Dennis enteng seraya menerima minuman soda yang kuberikan kepadanya.

"Huek," balasku pura-pura muntah.

Kemudian aku berjalan meninggalkan dapur menuju halaman belakang rumahku untuk pergi ke gazebo yang berada di sana. Tampaknya itu adalah satu-satunya tempat yang tenang di rumah ini. Jauh dari Kak Eghi dan Kak Shila, juga jauh dari Ferrish si pengganggu.

"Beneran tahu," kata Dennis yang mengikutiku.

"Udah deh, nggak usah bercanda," balasku seraya duduk lesehan di gazebo itu. "Gue sedang dalam keadaan sebal maksimal."

"Sebel kenapa, sih?" tanya Dennis yang saat ini sudah ikut duduk di sampingku.

"Ada lah pokoknya," jawabku membuang muka seraya kembali meminum minuman soda yang berada di tangan kananku.

Tidak mungkin aku menceritakan kisah sedihku hari ini kepada Dennis. Bisa-bisa dia hanya akan menertawaiku. Apalagi, jika dia tahu kalau aku sedang patah hati karena Kak Eghi yang ternyata menyukai Kak Shila. Aku ingin perasaanku kepada Kak Eghi menjadi rahasiaku sendiri. Aku tak ingin orang lain tahu. Karena entah mengapa rasanya sungguh memalukan mencintai orang yang ternyata tidak mencintaiku. Tapi, sayangnya rahasia itu bocoh sehingga Ferrish tahu tentang perasaanku kepada Kak Eghi.

Aku menghela napas dalam. Kenapa dari banyaknya orang di kompleks ini, harus Ferrish yang tahu? Kan bisa, kucing liar saja yang tahu.

Aku melirik ke arah Dennis yang saat ini sedang meneguk menuman soda yang kuberikan kepadanya. Tatapannya mengarah pada langit sore yang tampak indah dengan semburat oranye.

"Dennis," panggilku.

"Apa, sayang Moza?"

"Kenapa lo suka banget bercanda kalau lo itu suka sama gue?" tanyaku penasaran.

"Siapa yang bercanda? Gue beneran suka sama lo, Moza." Dennis tersenyum lebar ke arahku.

Aku menaikkan sebelah alis, menatapnya tidak yakin. "Lo serius?" tanyaku.

Dennis tersenyum kecil lalu menganggukkan kepala.

"Kenapa?"

"Apanya yang kenapa?" tanyanya bingung.

"Kenapa lo suka sama gue?" tanyaku kepadanya. "Gue kan nyebelin. Suka seenaknya sama lo. Apa bener lo suka sama orang gue?"

"Iya," jawabnya tanpa banyak berpikir. "Gue suka sama lo, Moza. Sukaaa banget."

Aku menatap Dennis dengan perasaan sedih. Bagaimana bisa Dennis mengatakan hal itu secara terang-terangan? Aku sendiri tidak berani mengaku kepada Kak Eghi jika aku menyukainya. Bagaimana bisa Dennis seberani itu?

"Apa yang bikin lo suka sama gue sih, Den?"

Dennis mengamati dengan senyum kecilnya yang membuatnya terlihat sangat manis. Andai, aku jatuh cintanya kepada Dennis, mungkin saja saat ini hatiku tidak sehancur ini. Bisa jadi malah aku akan sangat bahagia karena menyukai orang yang juga suka kepadaku.

"Gue pun nggak tahu," jawab Dennis. "Gue hanya suka aja. Kenapa sih, lo tanya-tanya hal kayak gini? Aneh tahu." Dennis kembali meminum soda yang berada di tangannya.

"Jadian, yuk?" ajakku tiba-tiba yang membuatnya tersedak lalu terbatuk hebat. Aku menepuk-nepuk punggungnya. "Lo nggak apa-apa?" tanyaku agak khawatir.

"Lo gila?" tanya Dennis setelah batuknya reda. "Bercandaan lo nggak lucu banget," tambahnya sambil memasang ekspresi kaget.

"Kok bercanda? Gue kan serius," kataku cemberut.

"Kenapa?" tanyanya.

"Cinta bertepuk sebelah tangan kan nggak enak," jawabku. "Jadi, ayo deh, jadian."

Mendengar perkataanku itu malah membuat Dennis tertawa. Ia menggeleng-gelengkan kepala sambil menatapku.

"Kenapa sih?"

"Ya emang gue suka sama lo, Moza. Tapi, gue nggak seputus asa itu sampai lo harus memaksakan diri jadian sama gue padahal lo sendiri nggak suka sama gue."

"Gue hanya nggak pengen lo sakit hati gara-gara lo suka sama gue," balasku.

"Gue bakal sakit hati kalau kita jadian hanya karena lo kasihan sama gue," katanya.

"Tapi kan, Den—"

"Nggak," potongnya. "Nggak ada tapi. Dan gue nolak lo. Titik."

Aku berdecak sebal sambil menundukkan kepala. Padahal kan niatku baik. Kan siapa tahu dengan kami jadian, aku bisa melupakan sakit hatiku. Juga, siapa tahu nanti tba-tiba aku jadi jatuh cinta kepada Dennis.

"Gue nggak mau menjalani hubungan yang tampak dipaksakan, Moza."

"Tahu ah," balasku.

Dennis terkekeh. "Bukan berarti juga gue bakal berhenti suka sama lo meskipun saat ini gue nolak lo. Jadi, lo nggak perlu khawatir," katanya.

"Udah, nggak usah suka sama gue," ucapku ketus.

"Terserah gue dong, orang perasaan juga perasaan gue sendiri. Lo nggak ada hak buat melarang gue untuk suka sama siapa."

Aku berdecak. "Repot banget sih, hidup lo, Den," kataku.

"Lo yang bikin repot," balasku.

"Gue bikin hidup lo gampang tahu, lo nya malah nolak."
"Moza," katanya dengan nada serius. "Gue nggak mau ya, kalau kita jadian terus tiba-tiba nantinya gue bertanya-tanya apakah lo sudah suka sama gue apa belum? Atau mungkin, lo nantinya bakal suka sama gue atau nggak? Membayangkannya saja udah bikin gue pusing sendiri. Gue nggak mau kayak gitu."

Bukankah selama kita bisa bersama dengan orang yang kita sayang itu sudah cukup? Lalu, aku membayangkan jika aku jadian dengan Kak Eghi lalu aku tahu jika Kak Eghi tidak mencintaiku. Dan kalau dipikir-pikir hal itu cukup menyakitkan. Apa mungkin itu yang dikhawatirkan oleh Dennis?

"Udah sih, nggak usah bahas-bahas gituan," kata Dennis. "Gue terima takdir kok, kalau saat ini gue kena friendzone."

"Ya udah," balasku. "Jangan salahkan gue ya, kalau nanti lo pulang ke rumah terus nyesel karena nolak gue."

Dennis terkekeh pelan. "Kalau gue nyesel, kan gue nanti tinggal ke sini lagi nyamperin lo dan minta lo buat jadian sama gue. Gampang."

"Ogah! Males! Bakal gue tolak!"

Dennis kembali tertawa. "Gimana gue nggak suka sama lo sih, Moz? Lo gemesin banget."

"Ih, najis," balasku memeluk diriku sendiri seraya menatap Dennis dengan ngeri.

---------------------------- 

[Repost-28.11.2021]

Halo! Apa kaba? Ketemu lagi setelah berbulan-bulan yaa. Hehehe

Beberapa bulan ini aku sedang ngerjain naskah yang ada di dreame/innovel jadi belum ada waktu buat lanjutin cerita ini. huhuhu sedih emang, tapi ya gimana ....

Kalau kalian mau baca cerita-ceritku yang ada di sana, cari aja akunku TheSkyscraper

Sampai ketemu kapan-kapan yaaa~

Continue Reading

You'll Also Like

1M 19.2K 46
Gadis cantik yang masih duduk di bangku SMA terpaksa menjalankan misi misi aneh dari layar transparan di hadapannya, karena kalau tak di jalankan, ma...
108K 12.2K 17
Bukan BL Arkanna dan Arkansa itu kembar. Tapi mereka sudah terpisah semenjak masih bayi. Dulu, orangtua mereka menyerahkan Arkanna kepada saudara yan...
157K 127 27
warning! Cerita khusus 21+ bocil dilarang mendekat!! Akun kedua dari vpussyy Sekumpulan tentang one shoot yang langsung tamat! Gak suka skip! Jangan...
Say My Name By floè

Teen Fiction

1.2M 70.4K 34
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...