Married by Accident

Por litmon

5.2M 382K 57.6K

[ver. belum di edit] Jeon Jungkook dan Shin Jinri adalah tetangga yang terkenal selalu tidak akur. Jeon Jungk... Más

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Litmon Info (Harap dibaca)
Chapter 22
Chapter 23
Pengumuman (Wajib Baca)
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
ask_litmon
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 44
Pengumuman
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Tolong dibaca :'v
Chapter 59
OPEN ORDER MBA versi PDF

Chapter 43

94.6K 6K 1.1K
Por litmon

Seperti kemarin, hari ini Jinri tidak bisa menyembunyikan senyum senangnya. Selama seharian ini Jungkook benar-benar memanjakannya. Laki-laki itu seperti mengerti apa yang ia mau. Mereka berdua hari ini berkunjung ke DisneyLand dan berkeliling sepuasnya.

Dari bangun tadi pagi sampai malam ini Jungkook benar-benar memperlakukannya seperti tuan putri. Laki-laki itu bahkan tidak segan-segan menuruti semua permintaan Jinri. Siapa yang tidak bahagia ketika dimanjakan seperti itu.

Perlakuan Jungkook yang tiba-tiba romantis dengan memberikannya sebuket bunga setiap pagi sudah membuatnya melayang. Sekarang, ditambah lagi dengan dirinya yang dimanjakan bak tuan putri membuat Jinri benar-benar melambung ke langit ketujuh.

Ia hampir lupa dengan sikap Jungkook yang biasanya selalu menyebalkan dan selalu merecokinya dengan berbagai tingkah usilnya. Entah apa yang terjadi pada suaminya itu ketika sesampai mereka di Jepang. Sikapnya tiba-tiba berubah menjadi 180 derajat lebih manis.

Setelah pulang dari acara jalan-jalan mereka hari ini, Jungkook maupun Jinri memutuskan untuk langsung istirahat. Kedua orangtua Jinri juga sedang tidak ada di rumah karena menghadiri pesta perusahaan tempat Tuan Shin bekerja. Mungkin kembali tengah malam nanti.

Untuk urusan makan malam, Jinri bisa bernapas lega karena Jungkook mengajaknya makan malam di salah satu restoran yang terletak di Ginza Area. Ia tidak menyangka laki-laki itu mengajaknya ke tempat pusat perbelajaan yang terkenal dengan fashion branded dengan harga fantastis. Ia tidak berani lirik sana-sini karena jujur saja berbelanja di kawasan itu sama saja dengan membiarkan isi dompet kosong melompong saat sesampai di rumah.

Okey..., lupakan masalah Ginza area dan sejenisnya karena saat Jinri masuk ke dalam kamar Jungkook terlihat masih sibuk dengan ponselnya sambil bersandar di headbed. Padahal tadi laki-laki itu beberapa kali mengeluh mengantuk sesampai mereka di rumah.

Jinri duduk di meja riasnya sambil memoleskan krim malamnya. "Kenapa kau belum tidur? Bukankah tadi kau mengatakan sangat mengantuk." tanya nya menatap pantulan Jungkook dari cermin.

Jungkook mengalihkan fokusnya sebentar dari ponselnya yang ia tatap bak hidup dan matinya sejak tadi. "Tadinya memang mengantuk tapi sekarang sudah hilang. Kau terlalu lama di toilet jadi kantukku hilang." sahutnya beralasan.

Jinri mengerutkan keningnya bingung. Apa hubungannya toilet dengan rasa kantuk yang hilang. "Kenapa jadi karena aku lama di dalam toilet rasa kantukmu bisa hilang? Tidak ada hubungannya, Jungkook-ah." jawabnya lalu berbalik menjadi duduk menghadap Jungkook yang masih bersandar santai di atas ranjang,

Jungkook mendengus pelan. "Tentu saja ada. Kau pikir menahan panggilan alam selama itu tidak berpengaruh? Aku sampai kehilangan rasa kantukku karena itu." sanggahnya setengah ketus.

Jinri tidak bisa menahan tawa gelinya. Ia ingat bagaimana Jungkook berteriak menyuruhnya untuk cepat sampai-sampai rengekannya pun keluar. "Tapi bersyukur saja kau tidak sampai mengotori celanamu. Makanya saat memesan makanan kau harus memikirkan kondisi pencernaanmu juga. Akhirnya, jadi begitu, kan?" ucapnya setengah mengecek.

Raut wajah Jungkook tampak berubah. Ia menyeringai. "Mengotori celana? Tidak apa-apa jika itu terjadi karena inti dari permasalahan itu berawal darimu. Jadi, kau yang harus mencucinya, Nyonya Jeon." balasnya dengan seenaknya saja.

Jinri meringis ngeri. "Hih..., Dasar jorok. Cuci sendiri." pekiknya.

Jungkook langsung tertawa terbahak-bahak. Jinri kembali kalah telak. Ia suka melihat sikap istrinya itu saat meladeni candaannya. Dari awal ia hanya berniat bercanda tapi Jinri selalu terjebak dengan candaannya. Wanita itu selalu menanggapi candaannya dengan serius. Dan..., hal itu sangat menghibur.

Akhirnya, Jinri kembali berbalik menghadap meja rias dengan mengabaikan Jungkook yang masih menikmati tawa kemenangannya. Ia hanya bisa menghela napas sabar. Kadar manis Jungkook sepertinya mulai kehabisan daya tergantikan dengan sikap usilnya seperti biasa.

Saat ia ingin merapikan alat-alat make-up nya, Jinri tidak sengaja melihat kemasan masker wajah yang sengaja ia keluarkan dari kotaknya. Ia lupa sebenarnya tadi ia ingin memakaikan masker wajah itu untuk Jungkook. Hampir seharian selalu di luar ruangan membuat kondisi kulit menjadi tidak sehat apalagi disaat musim dingin seperti ini. Kulit biasanya mudah kering.

Entah sejak kapan, Jinri menambahkan merawat wajah Jungkook menjadi hobbynya. Ia dengan rutin memberikan pelembab, serum, masker wajah, dan perawatan wajah lainnya pada laki-laki itu walaupun dengan keluhan risih dari Jungkook.

Type kulit wajah Jungkook termasuk sensitif jadi salah sedikit akan menimbulkan jerawat. Dan..., jika ada jerawat maka ia juga akan repot karena Jungkook akan mengeluh seperti anak gadis sepanjang hari tentang sakit dan perihnya jerawat.

Jinri melirik Jungkook yang kembali sibuk dengan ponselnya. Ia mengambil kemasan masker itu dari atas meja riasnya lalu menyimpannya di kantong piyamanya. Jika ia menunjukkannya lebih dulu laki-laki itu pasti menolak.

Ia naik ke atas ranjang lalu duduk bersila di samping Jungkook. Laki-laki itu tampak meliriknya sebentar. Tidak lama setelah itu, Jungkook langsung membawa bantal ke atas pangkuan Jinri dan merebahkan kepalanya dengan santai. Sikapnya seperti tidak terjadi apa-apa barusan.

Jinri hanya diam dengan tingkah suaminya itu. Jika Jungkook seperti ini malah semakin mempermudahnya untuk melakukan aksinya. Ia dengan gerakan pelan menarik kemasan masker dari dalam kantong bajunya lalu membukanya dengan gerakan yang tidak kalah pelan.

Tidak butuh aba-aba ia langsung memasang masker berbentuk topeng itu ke wajah Jungkook walaupun terpasang dengan berantakan. Ia bisa merapikannya nanti yang terpenting adalah masker itu sudah menempel di wajah laki-laki itu.

Jungkook terlihat terkejut dan berniat untuk menyingkirkan benda dingin itu dari wajahnya. Namun, Jinri dengan cepat memukul tangannya dengan keras. "Jangan dilepas. Besok tidak ada morning kiss jika kau berani melepasnya." ancamnya telak.

Jungkook terdiam sesaat dengan senyum dibibirnya. "Woah..., Ancamanmu kejam sekali, Nyonya Jeon." ucapnya terdengar seperti gurauan.

Jinri merapikan masker di wajah suaminya itu dengan telaten. "Aku tidak bohong, Jeon Jungkook. Kau benar-benar tidak akan mendapatkannya besok, besok lagi dan, besoknya lagi." sahutnya dengan penekanan kata.

Jungkook tertawa pelan. "Okey..., Okey. Aku kalah tapi sebagai gantinya besok aku harus mendapatkan double morning kiss." pintanya kembali dengan seenaknya saja.

Jinri mendengus pelan. "Dalam mimpimu saja." sahutnya ketus.

Jungkook terlihat tidak terpengaruh sama sekali dengan ancaman istrinya itu. Ia malah asyik memainkan tangan Jinri yang berada di sisi kepalanya. Bagaimana pun wanita itu mengancamnya pada akhirnya ia juga pasti mendapatkannya. Ia masih memiliki seribu cara untuk mendapatkannya.

"Kau punya rencana mau kemana besok?" Jungkook membuka percakapan setelah beberapa menit dalah keheningan.

Jinri langsung antusias ketika mendengar pertanyaan suaminya itu. "Hmm..., bagaimana jika kita ke kuil? Yerin merekomendasikannya." sarannya cepat.

Jungkook tampak berpikir sesaat. "Aku berencana membawamu ke tempat yang lebih jauh." responnya sudah terdengar jika ia tidak setuju untuk berkunjung ke kuil.

Jinri seperti paham dengan respon Jungkook barusan. Laki-laki itu menolak sarannya. "Kemana?" tanya nya.

Jungkook tersenyum walapun hampir tidak terlihat karena masker yang menempel di wajahnya. "Lake Kawaguchiko." Jawabnya cepat.

Jinri sempat terdiam sesaat ketika mendengar rencana Jungkook yang tak tertebak itu. "Itu di kawasan gunung Fuji, kan?" tanya nya dengan suara setengah bergumam.

Laki-laki itu menganggukkan kepalanya. "Hmm..., Aku sudah memesan kamar di salah satu resort kawasan Yamanashi. Kita juga akan ikut mendaki gunung Fuji." jelasnya dengan santai.

Jinri terperangah kaget. "Hah? Kau tidak bercandakan? Me⎯Mendaki gunung Fuji? Ini musim dingin, Jungkook-ah. Apa kau cari mati mendaki gunung dengan cuaca dingin seperti ini? Bagaimana jika kita tersesat di tengah gunung?" tuturnya dengan cepat bercampur panik.

"Dan..., Kenapa kau menanyakan rencanaku jika pada akhirnya kau juga menentukan tempatnya dengan seenak jidatmu sendiri." lanjut Jinri dengan omelannya.

Sebelum menjawab respon berisi protes istrinya itu. Jungkook akhirnya melepas masker di wajahnya. Toh, sudah lewat dari 15 menit. Laki-laki itu berdehem pelan. "Kita mendaki dengan bantuan pemandu dan kita tidak akan tersesat di tengah gunung seperti yang ada di bayanganmu. Kau tenang saja. Disana memiliki banyak spot foto yang bagus dan aku jamin pemandangan disana akan mematahkan semua bayangan horror di otakmu." jelasnya kembali.

"Masalah aku menanyakan rencanamu itu..." Jungkook mengambil jeda sesaat. "Aku hanya ingin mendengarnya saja." lanjutnya terdengar tanpa beban sama sekali.

Jinri memutar matanya jengah. Jadi, Jungkook sengaja menanyakan rencananya hanya untuk dipatahkan begitu saja. Karena laki-laki itu bersikap begitu manis beberapa hari ini membuatnya lupa jika Jungkook tidak bisa meninggalkan sikap seenak jidatnya itu.

"Tapi tetap saja ini terlalu mendadak. Kita belum menyiapkan apa-apa untuk perjalanan jauh. Seharusnya kau memberitahuku beberapa hari sebelum berangkat." protes Jinri. Ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran Jungkook yang merencanakan segala sesuatu dengan mendadak seperti ini. Ia jadi bingung harus menyiapkan apa. Perjalanan mereka cukup jauh dan otomatis butuh banyak persiapan.

Jungkook mengubah sedikit posisi tidurnya menjadi lebih nyaman. Ia menutup matanya dengan santai. "Kita berangkat siang. Jadi, kau sempat menyiapkan segala keperluan besok pagi. Mudah, bukan?" sahutnya seraya membuka matanya lalu mendongak menatap wajah Jinri yang terlihat masih kesal.

Jinri menghela napas dengan kasar. "Mudah untukmu tapi tidak untukku. Kau pikir menyiapkan segala keperluan kita itu gampang? Apalagi aku mengerjakannya sendiri dengan waktu yang tidak banyak." keluhnya.

Jungkook mengibas-ngibas tangannya tenang. "Aku akan membantumu. Catat saja apa yang harus aku kerjakan." sahutnya tanpa ragu.

Jinri terlihat masih ragu. Ia tidak yakin si Jeon itu akan membantunya yang ada malah menambah pekerjaannya saja. Tapi, tidak mungkin juga ia tidak ikut apalagi sampai menyuruh Jungkook untuk membatalkan rencana liburan itu.

"Kau benar-benar akan membantukukan besok? Kau biasanya hanya hebat bicara saja tapi ujung-ujungnya semua tugas yang aku berikan untukmu malah aku sendiri yang menyelesaikannya." serang Jinri. Ia lebih baik bicara blak-blakan dari awal daripada nanti terulang lagi.

Jungkook mengernyit tidak suka mendengar perkataan istrinya itu. Ia seolah-olah seperti tidak bertanggungjawab sama sekali. "Kau tidak percaya padaku? Biasanya itu karena aku memiliki pekerjaan lain. Aku tidak bermaksud untuk tidak mengerjakannya." elaknya.

"Jadi, kau ikut tidak? Kalau tidak ikut ya terserah kau saja. Aku akan berangkat sendiri besok. Siapa tahu di perjalanan aku bertemu gadis cantik yang tidak takut tersesat di tengah gunung untuk menemaniku mendaki gunung Fuji." lanjutnya terang-terangan melempar sindiran.

Jinri kembali memutar matanya jengah. Sindiran yang kekanak-kanakan sekali pikirnya. "Aku akan membunuhmu jika kau seperti itu." gumamnya.

Jungkook bangun dari posisi tidurnya. Ia menatap istrinya itu dengan senyum penuh arti. "Jadi kau ikut?" tanya nya memastikan.

Jinri pura-pura sibuk menyingkirkan bantal dari pangkuannya. "Hmm..., Tapi awas saja jika kita sampai tersesat di tengah gunung. Aku tidak akan memaafkanmu." jawabnya. Pada akhirnya ia cemas juga jika Jungkook benar-benar pergi sendiri tanpa dirinya. Bagaimana jika laki-laki itu benar-benar bertemu seorang gadis saat pergi sendiri. Ia tidak akan membiarkan itu terjadi.

Jungkook mengepalkan tangannya sambil bergumam 'yes' dengan puas. Akhirnya, ia benar-benar memiliki waktu hanya berdua saja dengan Jinri. Ia diam-diam menyeringai penuh arti. Tinggal di rumah ini membuatnya dan Jinri tidak bisa leluasa seperti di apartemen mereka.

-00-

Jimin menghentikan tangannya untuk mengunci pintu cafenya ketika melihat Yoora mantan kekasihnya berdiri di depan cafenya dengan keadaan basah kuyup. Entah berapa lama gadis itu berdiri disana.

Ia dengan cepat mengambil payung lalu menghampiri gadis itu. "Yoora, apa yang kau lakukan disini? Hujan semakin lebat. Aku akan mengantarmu pulang." Jimin memayungi gadis itu dengan payung yang ia bawa. Yoora terlihat sudah gemetar dan bibirnya memucat.

Yoora mengangkat kepalanya, ia menatap wajah Jimin dengan tatapan sendu. "Aku..., Aku merindukanmu, Jim." ucapnya lemah hampir seperti bisikan namun Jimin masih bisa mendengarnya.

Jimin cukup lama terdiam. Entah apa yang dipikirkan laki-laki itu. "Jangan gila, Lee Yoora. Jangan melukai dirimu sendiri. Kau bisa sakit berdiri di tengah hujan seperti ini." ucapnya setengah membentak.

Gadis itu terlihat langsung menunduk. "Lalu apa yang harus aku lakukan? Aku hanya ingi bertemumu." sahutnya dengan menahan tangis.

Jimin menghela napas, ia menarik gadis itu untuk ikut dengannya. Laki-laki itu membawa Yoora untuk masuk ke dalam cafe. Ia tidak akan tega membiarkan gadis itu pulang dengan keadaan basah kuyup di tengah musim dingin dan hujan lebat. Jimin akan mengutuk dirinya sendiri jika ia melakukan itu.

Jimin membawa Yoora ke ruang kerjanya yang terletak di lantai dua. Ruang kerja pribadinya itu di lengkapi dengan kamar tempat ia beristirahat. Biasanya ia sering menginap di cafe jika pekerjaannya belum ia selesaikan.

Yoora keluar dari kamar mandi tepat saat Jimin masuk ke dalam kamar dengan membawa nampan berisi dua cangkir coklat hangat. Jimin meletakkan dua cangkir coklat hangat tersebut ke atas meja kecil di depan televisi. Meja tersebut di lengkapi dengan dua kursi bean bag berbentuk Brown dan Cony. Kursi bean bag itu dulunya Yoora yang memilihnya saat Jimin mendekorasi ruang kerja dan ruang beristirahat pribadinya.

Jimin duduk di kursi bean bag brown miliknya seperti biasa sambil memilih channel televisi. Tidak lama setelah itu, Yoora datang menyusulnya dengan pakaian yang ia pinjamkan tadi. Gadis itu memakai sweeter yang terlihat kebesaran dengan panjang sebatas pahanya. Jimin hanya memiliki sweeter itu di dalam lemarinya yang sekiranya dapat dipakai oleh gadis itu. Ia mengutuk dirinya karena lupa mencuci celana olahraganya. Jika saja celana itu bersih pasti sudah ia pinjamkan pada Yoora.

Yoora duduk tanpa menatap Jimin yang sejak tadi diam-diam memperhatikannya. Mereka berdua cukup lama terdiam dengan suasana canggung yang entah kenapa merayap diantara mereka.

Gadis itu baru menolehkan kepalanya kearah tempat duduk Jimin saat laki-laki itu bangun mengambil selimut dari atas ranjang. Jimin membawa selimut itu lalu memberikannya pada Yoora.

"Pakai selimut ini untuk menutupi kakimu." ucapnya tanpa menatap mantan kekasihnya itu.

Yoora langsung mengambil selimut itu untuk menyelimuti kakinya. "Mm..., terima kasih, Jim." ucapnya pelan.

Jimin hanya tersenyum tipis sebagai balasannya. Ia kembali ke tempat duduknya dan langsung menyesap coklat hangat yang ia buat tadi hingga tersisa setengah.

Kecanggungan diantara mereka semakin terasa. Jimin yang biasanya selalu punya topik pembicaraan kini malah tidak tahu harus berbicara apa. Ia berdeham cukup keras. "Untuk malam ini kau istirahat saja disini. Besok aku akan mengantarmu pulang. Kau bisa tidur di kamar ini, aku bisa tidur di ruang kerjaku." ucapnya dengan matanya yang menatap lurus ke arah televisi.

Yoora menolehkan kepalanya menatap Jimin disampingnya. Jarak mereka hanya dibatasi meja kecil namun, ia merasa jarak itu sangat jauh. Laki-laki itu mulai menciptakan jarak diantara mereka walaupun sikapnya masih baik padanya.

"Kenapa kau tidak mengusirku saja tadi? Jika kau masih bersikap baik padaku seperti ini, aku tidak akan mundur untuk mengejarmu kembali, Jim. Kau mengakhiri hubungan kita tapi disisi lain kau juga memberi harapan untukku bertahan disini." ungkap gadis itu dengan tangannya yang mencengkram cangkir yang ia pegang.

Jimin masih tidak melepas fokusnya pada televisi di depan mereka. Namun, raut wajahnya merespon perkataan mantan kekasihnya itu. Ia kembali tersenyum dengan sorot mata sendu. "Aku akan pergi ke Inggris setelah kelulusanku tahun depan. Aku menerima tawaran Appa untuk belajar disana selama satu tahun." ucapnya dengan nada bicara tenang.

Genggaman Yoora pada cangkir coklat hangat yang tengah ia pegang langsung melemah. Ia langsung menolehkan kepalanya ke arah Jimin dengan mata membulat. "Ka⎯kau tidak bercandakan? Apa itu alasanmu meninggalkanku? Inikah alasanmu menolak kembali?" tanya gadis itu dengan perasaan yang mulai campur aduk.

Jimin akhirnya meninggalkan fokusnya pada televisi digantikan dengan tatapannya yang jatuh pada mantan kekasihnya itu. "Aku serius, Ra-ya. Aku sudah lama memutuskan hal ini, menurutku tidak ada salahnya aku menerima tawaran Appa. Ini juga termasuk tugas yang harus aku lakukan sebelum Appa melimpahkan semua tanggung jawab perusahaan untukku. Aku perlu belajar." jelasnya panjang lebar.

"Dan..., Ini juga keputusan yang terbaik untuk kita memikirkan kembali bagaimana hubungan kita. Aku hanya ingin memutuskan semuanya sekali lagi secara matang. Kau juga ingin melanjutkan karirmu, bukan? Aku juga begitu, Yoora-ya. Satu tahun kepergianku ke Inggris anggap saja sebagai proses untuk kita mendewasakan diri." lanjutnya dengan senyum tipis khasnya.

Yoora menatap Jimin dengan tatapan tidak setuju. "Bagaimana kau berbicara segampang itu, Jim? Tidak. Aku tidak ingin berpisah denganmu lagi." tolak gadis itu keras.

Jimin mengambil napas pelan. "Satu tahun ini adalah kesempatan untukmu dan aku juga untuk berpikir kelanjutan hubungan kita. Aku tidak benar-benar meninggalkanmu, Lee Yoora. Aku hanya butuh waktu berpikir dan menenangkan diri. Kau pun juga begitu. Hubungan kita selama ini hanya didasari oleh keegosian kita sendiri maka dari itu aku memberimu kesempatan untuk berpikir kembali." jelasnya sekali lagi.

Yoora menggigit bibirnya untuk menyalurkan perasaannya yang semakin tidak karuan. "Aku tidak butuh berpikir kembali, Jim. Aku hanya ingin bersamamu." sahutnya dengan air mata yang sudah menganak di sudut matanya.

Jimin terdiam sesaat. Ia menatap mantan kekasihnya itu dengan tatapan yang entah apa artinya. "Aku tahu." gumamnya dengan senyum tipis.

"Tapi jika kau bersamaku sekarang. Aku tidak bisa membahagiakanmu, Ra-ya. Kau ingat masa depan yang kita rencanakan? Aku ingin mewujudkan semua itu untukmu karena itu aku menerima tawaran Appa." lanjutnya lagi.

Yoora mengangkat kepalanya. "Kalau begitu aku akan ikut denganmu. Aku akan menerima apapun keputusanmu asal aku bisa pergi denganmu. Aku tidak ingin kita berpisah lagi, aku tidak jauh denganmu lagi." bujuk gadis itu mulai terisak.

Jimin mengambil napas panjang melihat Yoora yang terisak. Ia bangkit dari tempat duduknya, menghampiri gadis itu. Ia berlutut di depan gadis itu lalu meraih tanganya yang terasa dingin. Ia menggegamnya dengan hangat.

"Dengarkan aku, Lee Yoora. Kau tidak bisa ikut denganku. Kau harus meraih mimpimu juga. Aku ingin kau meyakini sesuatu. Kemanapun aku pergi sejauh apapun aku akan menghilang, kita pasti akan bertemu lagi jika takdir itu memang untuk kita." jelas Jimin dengan suara lembut. Ia mencoba meyakinkan Yoora atas keputusannya.

Yoora masih terisak walaupun tidak separah tadi. "Bagaimana bisa kau seyakin itu? Aku tidak bisa, Jim. Aku tidak bisa meyakini itu." sahutnya masih tidak bisa menerima.

Jimin kembali memberikan senyum teduhnya. "Aku yakin karena cinta akan tetap kembali ketempatnya. Karena cinta tahu kemana ia harus pulang." jawabnya.

Yoora terdiam. Ia menatap dalam mata Jimin yang juga tengah menatapnya. Tanpa mereka berdua sadari. Air mata mereka jatuh bersamaan.

Jimin tidak bisa menahan air matanya lagi. Ia berbohong jika keputusannya untuk pergi tidaklah membebaninya. Ia sangat terbeban. Ia juga tidak ingin berpisah lagi dengan Yoora namun, disisi lain ia sadar tidak bisa membahagiakan gadis itu jika ia tetap disini. Ia dan Yoora mempunyai mimpi dan dengan cara inilah mereka berdua menggapai mimpi itu.

Yoora langsung memeluk Jimin dengan isakannya yang kembali meledak. Jimin langsung menyambut pelukan gadis itu. "Aku mencintaimu, Lee Yoora." bisiknya.

Yoora semakin mengeratkan pelukannya pada Jimin. "Aku juga. Aku juga mencintaimu, Park Jimin. Sangat mencintaimu." balasnya di tengah isakannya.

Mereka berdua cukup lama berpelukan dengan Yoora yang menangis. Butuh waktu lama bagi Jimin untuk membujuk gadis itu agar berhenti menangis. Yoora memang memiliki kebiasaan susah menghentikan tangis jika sudah menangis.

Kini, mereka duduk berhadapan di atas karpet. Sisa-sisa isakan Yoora masih terdengar berpadu dengan suara televisi yang masih menyala sejak tadi.

Jimin mengulurkan tangannya untuk mengusap sisa-sisa air mata di pipi gadis itu. "Jangan menangis lagi. Masih banyak waktu sebelum aku berangkat. Kita bisa menghabiskan waktu bersama sebelum keberangkatanku." hiburnya.

Yoora menganggukkan kepalanya. "Kau harus berjanji untuk kembali. Aku akan selalu menunggumu." ucapnya dengan suara parau karena efek terlalu banyak menangis.

Jimin mengelus puncak kepala Yoora dengan lembut. "Aku berjanji. Jadi, tunggu aku." sahutnya dengan mantap.

-00-

Jungkook masuk ke dalam dapur sambil sesekali menguap lebar. Wajar saja ia masih mengantuk karena ini masih jam 7.30 pagi. Biasanya ia masih nyaman bergelung di dalam selimut pada jam-jam pagi seperti ini. Namun, pagi ini ia harus memaksakan dirinya untuk bangun lebih awal karena janjinya untuk membantu Jinri.

Ia sudah menyelesaikan tugasnya sesuai dengan catatan yang Jinri berikan. Jungkook bahkan sudah mengecek semuanya berkali-kali barang-barang yang ia susun rapi di dalam tasnya bersama Jinri. Jika ada yang tertinggal entah omelan jenis apa yang akan keluar dari mulut istri cerewetnya itu. Karena omelan Jinri semakin lama akan semakin menjalar menjadi ke masalah-masalah lain yang bahkan sudah berlalu biasanya. Sungguh itu membuatnya pusing.

Jinri tengah membuat sarapan dan mungkin langsung menyiapkan bekal untuk mereka nanti siang saat Jungkook masuk ke dalam dapur. Wanita itu tampak asyik dengan kegiatan memasaknya hingga ia tidak menyadari kehadiran Jungkook yang tengah berjalan mengendap-endap di belakangnya.

Jinri terperanjat kaget ketika ia merasakan ada seseorang yang memeluknya dari belakang. Ia mengambil napas untuk menenangkan dirinya. Jika ia memiliki penyakit jantung mungkin ia bisa mati saat ini juga.

"Bisakah kau tidak mengejutkan seperti itu, Jungkook-ah? Aku hampir memukulmu dengan panci asal kau tahu." ucapnya dengan tangannya masih sibuk memotong kubis.

Jungkook hanya tertawa pelan. Ia melepas pelukannya lalu menggeser tubuhnya menjadi berdiri di samping istrinya itu. Laki-laki itu hanya memperhatikan pekerjaan yang tengah dilakukan Jinri tanpa berniat membantu. Ia tidak ahli dalam hal ini, malah mungkin ia bisa menghancurkan masakan istrinya jika ia membantu.

Jinri melirik Jungkook yang tengah memperhatikannya. Ia mulai risih karena pandangan Jungkook kearahnya. "Kau sudah menyelesaikan tugasmu?" tanya nya membuka suara.

Jungkook menganggukkan kepalanya. "Mm..., Sudah. Sesuai dengan perintah," sahutnya sambil mencomot satu potong tomat di piring.

"Tapi tidak seharusnya kau menyiapkan semuanya dan aku hanya bertugas menyusunnya ke dalam tas. Aku bisa menyiapkan semuanya, janji kita malam kau tinggal memberi daftar barang apa yang harus aku siapkan, bukan? Kau tidak percaya padaku?" lanjutnya kali ini dengan protes.

Tadi saat ia bangun, semua barang yang akan mereka bawa sudah Jinri siapkan. Ternyata ia hanya mendapatkan tugas untuk memasukkan dan menyusun barang-barang itu ke dalam tas sesuai urutan seperti di daftar yang Jinri berikan padanya.

Kali ini Jinri menghentikan kegiatan memotong sayurnya. "Aku bukannya tidak percaya padamu, Jungkook-ah. Sebagian barang-barang yang ada di daftar kau tidak tahu tempatnya jadi sekalian saja aku menyiapkan semuanya daripada kau sibuk mencarinya kesana kemari. Itu pasti buang-buang waktu." sahutnya dengan senyum tipis.

Jungkook tampak mengangkat alisnya tidak setuju. "Tapi aku bisa bertanya padamu jika aku tidak menemukan tempatnya." balasnya.

Jinri kini mengubah posisinya menjadi menghadap Jungkook dengan deheman pelan. "Iya, kau bisa. Tapi, pada akhirnya aku juga yang akan turun tangan untuk membantumu, bukan? Itu sama saja seperti biasa." ucapnya telak.

Jungkook terdiam. Benar juga apa yang dikatakan Jinri. Biasanya juga seperti itu dan pada akhirnya Jinri juga yang menghandle tugasnya. Padahal awalnya tugas itu diberikan padanya. "Hmm..." gumamnya terlihat tidak terlalu bersemangat. Ternyata ia juga payah dalam hal ini. Ia memang tidak berbakat dalam urusan pekerjaan rumah.

Melihat raut Jungkook yang sepertinya kecewa membuat Jinri sedikit menyesal juga. Ia maju satu langkah lalu mengalungkan kedua lengannya di leher suaminya itu. Jinri menarik leher Jungkook dan langsung mendapat respon dari laki-laki itu seakan paham apa yang harus ia lakukan.

Jungkook menundukkan kepalanya agar Jinri lebih mudah menggapai bibirnya. Wanita itu langsung mengecup bibirnya dengan lembut.

"Terima kasih karena sudah membantuku, Jungkook-ah. Tidak usah cemberut seperti itu." bisik Jinri lalu memberikan satu kecupan lagi sebelum ia melepas pelukannya di leher suaminya itu.

Jungkook terlihat senyum-senyum karena mendapatkan morning kiss lebih pagi ini. "Hmm..., bukan masalah." sahutnya dengan nada bicara yang lebih bersemangat dari tadi.

Jinri kembali menganggukkan kepalanya lalu kembali melanjutkan kegiatan memasaknya. "Kalau begitu kau bisa menunggu di meja makan. Sebentar lagi sarapan akan siap. Appa dan Eomma juga pasti sebentar lagi bangun." perintahnya dengan nada bicara setengah mengusir.

Jungkook menghentikan senyumannya ketika mendengar perintah istrinya itu. "Kau mengusirku? Yang tadi tidak ada lanjutannya?" tanya nya dengan nada menggoda.

Jinri langsung menatap Jungkook tidak paham. "Lanjutan apa? Kau meminta kelanjutan tugasmu?" tanya nya dengan kerutan dahi.

Seringaian Jungkook mulai terbentuk di sudut bibirnya. "Bukan. Ini lanjutan tugasmu. Barusan kau melakukan tugasmu hanya setengah-setengah." jawabnya. Ia sudah mengambil satu langkah mendekati istrinya itu.

Jinri menggeser tubuhnya menjauh dengan tatapan paham. "Hah? Jangan macam-macam. Tadi tidak ada lanjutannya, okey? Bagaimana kalau Appa dan Eomma melihat? Itu memalukan." sahutnya dengan ancang-ancang waspada.

Sepertinya keputusan Jinri memberi hadiah seperti tadi adalah keputusan yang salah karena hal itu malah mengundang pikiran-pikiran mesum yang bersemayam di otak si Jeon di depannya ini dan berakhir ia di goda habis-habisan oleh laki-laki itu.

Jungkook hanya tersenyum santai. "Kenapa jika mereka melihat kita? Tidak ada yang salah, itu wajar dilakukan oleh suami-istri, bukan? Jadi, apa yang membuatmu malu?" godanya kembali. Kali ini Jungkook meraih pinggang Jinri untuk lebih dekat dengannya.

Jinri memukul lengan Jungkook yang melingkar erat di pinggangnya. "Pokoknya tidak ada lanjutannya. Lepaskan atau kau tidak mendapatkan sarapan. Masakanku tidak jadi-jadi jika kau seperti ini, Jungkook-ah." ancamnya. Walaupun sebenarnya ia diam-diam menikmati pelukan Jungkook tapi tidak mungkin ia meladeni godaan suaminya itu sekarang. Waktu tetap berjalan dan ia harus segera menyelesaikan masakannya jika tidak mereka akan terlambat sarapan.

Jungkook terkekeh pelan. "Wow..., Nyonya Jeon, kau ganas sekali. Aku hanya bercanda. Jangan terlalu serius seperti itu." sahutnya lalu melepaskan pelukannya.

Jinri mendengus sebal. "Terserah kau saja." jawabnya dengan seadanya. Jungkook berhasil membuang-buang waktunya dengan candaan tidak penting yang sayangnya sempat ia anggap serius.

Tunggu dulu..., Kenapa ia malah merasa sedikit kesal ketika mendengar Jungkook mengatakan itu semua hanya sebuah candaan? Apa yang ia harapkan sebenarnya? Sepertinya ada yang tidak beres dengan isi pikirannya barusan.

-00-

Bus menuju kawasan Lake Kawaguchiko sudah melaju sekitar satu jam meninggalkan kota Tokyo. Perjalanan masih panjang karena butuh waktu sekitar 1,5 jam untuk sampai kawasan wisata tersebut.

Jinri melirik jam tangannya, masih lama untuk sampai ke tujuan. Ia tersenyum tidak sabar. Saat membaca review di salah satu blog, tempat yang ingin ia dan Jungkook kunjungi katanya sangat indah dan memiliki udara yang bersih karena jauh dari perkotaan. Sangat cocok untuk pasangan yang memang ingin mendapatkan real quality time.

Tempat itu juga banyak dikunjungi pasangan yang sedang berbulan madu. Onsen disana juga sangat bagus bahkan beberapa hotel menyediakan private onsen untuk pasangan.

Jinri tanpa sadar merona. Apa Jungkook memesan private onsen untuk mereka berdua? Jika iya, apa yang harus ia lakukan? Suasananya pasti sangat jauh berbeda dari bathup kamar mandi mereka di apartemen. Apa yang harus ia lakukan? Jinri memegang pipinya yang memanas. Baru berkhayal saja ia sudah gugup setengah mati.

Bosan dengan kameranya, Jungkook akhirnya menyimpan benda kesayangannya itu kembali ke dalam tas. Ia menolehkan kepalanya pada Jinri yang sempat ia abaikan beberapa saat karena ia fokus dengan kamera.

Jungkook mengerutkan keningnya ketika melihat Jinri senyum-senyum dengan pipi merona. "Apa kau begitu senang sampai tersenyum lebar seperti itu?" tanya nya sambil memperhatikan wajah istrinya. Wajah merona Jinri begitu cantik pikirnya.

Jinri sempat terlihat terkejut sebelum ia menghentikan senyum-senyum tidak jelasnya itu. "Ah..., Hmm.., Ti⎯tidak juga." sahutnya dengan suara aneh. Hah? Ada apa dengannya?

Jungkook tersenyum penuh arti. "Mm..., begitukah? Lalu ada apa dengan senyum dan pipi meronamu itu? Apa yang sedang kau pikirkan? Jangan-jangan..." laki-laki itu memberi jeda pada kalimatnya. Ia mendekatkan mulutnya di telinga istrinya itu. "......kau sedang memikirkan hal-hal mesum, hm." bisiknya.

Jinri mengernyit geli. Hembusan napas Jungkook di sekitar telinganya membuatnya merinding. Sepertinya laki-laki itu sengaja menggodanya. "Maaf, aku bukan sepertimu. Jangan menuduh macam-macam, okey? Aku hanya sedikit senang karena kita pergi liburan. Itu saja." sahutnya mengelak. Padahal sebenarnya ia juga sempat berpikir yang macam-macam.

Jungkook menjauhkan tubuhnya dari Jinri, ia kembali bersandar pada kursinya sambil tertawa pelan. "Biasa saja. Tidak usah marah-marah seperti itu. Jika benar juga tidak apa-apa, tidak usah disembunyikan." katanya lagi dengan santai.

Jinri mendelik sebal. "Aku tidak marah dan aku tidak berpikiran seperti yang kau tuduhkan." ucapnya masih tidak terima.

Jungkook melirik wanita di sampingnya itu. Jinri terlihat mengerucutkan bibirnya. Dari cara Jinri mengelak perkataannya saja sudah terlihat jika sebenarnya tuduhannya itu benar. Jungkook diam-diam tersenyum geli.

Mereka berdua lama terdiam sampai Jinri teringat dengan perkataan Jungkook kemarin malam. Laki-laki itu ingin membicarakan sesuatu padanya hari ini. Dari cara Jungkook berbicara juga terlihat serius. Sepertinya ada hal penting yang ingin laki-laki itu bicarakan.

Jinri melirik Jungkook yang tengah membuka ponselnya. Pasti ingin bermain game lagi pikirnya. "Jungkook-ah." panggilnya.

Jungkook membuka aplikasi gamenya, jari-jarinya terlihat sibuk mengusap layar ponselnya tersebut. "Hmm..., ada apa?" sahutnya tanpa menoleh.

Jinri membawa jari-jarinya untuk memainkan ujung lengan pakaian yang dikenakan Jungkook. "Kau ingin membicarakan sesuatu hal denganku, bukan? Kau ingin membicarakan apa? Apa ada masalah serius?" tanyanya sambil memperhatikan perubahan raut wajah suaminya itu.

Jungkook menghentikan gerakan jarinya yang tadi asyik bermain diatas layar ponselnya. Wajahnya langsung terlihat murung. "Bukan masalah serius. Tidak usah terlalu penasaran seperti itu. Nanti juga kau tahu." sahutnya sambil tersenyum tipis yang dipaksakan.

Jinri hanya menganggukkan kepalanya paham. Ia tidak menyahut lagi. Ada yang aneh dengan Jungkook. Setiap ia menanyakan masalah itu, Jungkook pasti akan menjawab nanti juga kau tahu dengan senyum yang dipaksakan. Sejak tadi pagi Jungkook sering kepergok melamun dengan wajah murung. Walaupun laki-laki itu berusaha menutupinya dengan bersikap jahil seperti biasa tapi Jinri dapat merasakan ada yang disembunyikan oleh suaminya itu.

Jungkook mempause gamenya dengan helaan napas berat. Kenapa ia tiba-tiba menjadi cemas kembali? Ia sudah memutuskan untuk memberitahukan masalah beasiswanya pada Jinri hari ini tapi dilain sisi ia juga takut dengan reaksi wanita itu nanti. Ia tidak tahu harus bagaimana cara menyampaikannya.

-00-

Setelah bus berhenti di Kawaguchiko Station, Jungkook dan Jinri langsung menuju hotel tempat mereka menginap. Udara yang semakin dingin membuat mereka berdua lebih memilih untuk ke hotel terlebih dahulu ketimbang jalan-jalan.

Jungkook membuka kunci kamar tempat ia dan Jinri menginap malam ini dan langsung disambut dengan wangi aromaterapi kesukaan Jinri. Wangi lavender. Kesan romantis langsung menguar dari dalam kamar tersebut. Jungkook diam-diam tersenyum puas, ia sengaja memesan untuk meletakkan aromaterapi ke dalam kamar yang ia pesan spesial untuk Jinri.

Jinri awalnya sangat antusias melihat bagaimana kamar yang dipesan oleh Jungkook. Namun, saat laki-laki itu membuka pintu kamar ia langsung gugup tidak jelas. Kamar bergaya tradisional itu terlihat begitu nyaman sekaligus membuatnya was-was. Wangi lavender yang berasal dari aromaterapi perlahan-lahan menyapa penciumannya, pencahayaan kamar yang redup dan futon terlihat nyaman dimatanya langsung menyambut mereka saat membuka pintu.

Suasana kamar ini membuatnya berpikir kemana-mana. Suasana dan tempatnya begitu mendukung. Jinri diam-diam melirik Jungkook disampingnya. Ia sempat menahan napas ketika ia menyadari ada seringaian tipis di sudut bibir laki-laki itu. Jinri semakin was-was. Pasti laki-laki itu tengah merencanakan sesuatu. Mudahan saja bukan hal yang membuatnya tidak bisa tidur semalaman.

Selesai meletakkan tas dan barang lainnya, Jungkook langsung melepas coatnya dan merebahkan tubuhnya di atas futon. Nyaman dan hangat membuatnya langsung ingin menutup mata. Sedangkan Jinri masih sibuk membongkar isi tasnya. Ia mulai mengeluarkan tas kecil tempat make-upnya. Hal pertama yang harus ia lakukan sesampai hotel adalah membersihkan wajahnya.

Jinri mulai mengusap kapas yang sudah ia basahi dengan pembersih wajah ke atas wajahnya. Memakai make-up terlalu lama membuat wajahnya terasa tidak nyaman walaupun sebenarnya ia hanya memakai make-up tipis saja. Setelah bersih secara keseluruhannya, Jinri langsung menepuk-nepuk pipinya dengan helaan napas lega. Rasanya begitu nyaman tanpa make-up diwajah. Ia merasa wajahnya terasa lebih ringan dan bersih.

Saat ia berbalik bermaksud untuk membersihkan wajah Jungkook dengan pembersih wajahnya. Si Jeon itu ternyata sudah bergelung nyaman di bawah selimut. Ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan wajah malas. Belum apa-apa Jungkook sudah mengencangkan selimut untuk tidur.

Jinri menggeser tubuhnya untuk ikut bergabung di atas futon. Ia menatap wajah suaminya itu sebentar sebelum ia menepuk pipi laki-laki itu. "Jungkook-ah..., hey..., kau tidur?" panggilnya dengan suara setengah berbisik.

Jungkook terlihat mengernyit ketika merasa pipinya ditepuk. Ia membuka matanya perlahan. "Umm..., ada apa?" tanyanya dengan suara malas.

Jinri ikut merebahkan tubuhnya. "Kau tidur?" tanya nya lagi.

Jungkook mengubah sedikit posisi kepalanya. "Iya..., aku mengantuk sekali. Tadi pagi aku bangun terlalu awal." sahutnya lalu menguap.

Jinri berdecih pelan dengan senyum tipis. "Kau sangat payah sekali jika menyangkut bangun pagi. Ya sudah..., tidur saja. Aku akan membangunkanmu nanti." ucapnya sambil menyingkirkan poni laki-laki itu keatas.

Jungkook tersenyum sambil menutup matanya. "Bangunkan aku satu jam lagi." pintanya yang hanya dibalas anggukan oleh Jinri.

Jinri kembali memperhatikan wajah tertidur Jungkook di depannya. Wajah laki-laki itu terlihat sangat damai jika saat tertidur.

Ia tanpa sadar tersenyum lalu dengan gerakan pelan ia mengecup kening Jungkook. "Mimpi indah, sayang." bisiknya.

-00-

Jungkook membuka matanya secara perlahan-lahan. Ia mulai mengumpulkan kesadarannya dan berniat untuk merenggangkan tubuhnya. Namun, urung ia lakukan karena merasa tubuhnya terasa berat bahkan ia susah bergerak. Ia menurunkan pandangannya kearah tubuhnya. Dan..., ia terlihat membulatkan matanya sesaat. Apa-apaan ini pikirnya. Jinri sekarang tengah tertidur dengan memeluk tubuhnya bak guling.

Jungkook memutar matanya sebal. "Tidak bisa diharapkan." gumamnya.

Tadi ia meminta wanita itu untuk membangunkannya tapi coba lihat sekarang. Jinri malah dengan nyaman tidur sambil memeluknya erat. Jika begini ia yang membangunkan Jinri bukan Jinri yang membangunkannya.

Jungkook melihat jam tangannya. Ia tertidur hampir 2 jam dan itu sudah lebih dari cukup untuk memulihkan tenaganya. Jungkook dengan pelan memindahkan kaki dan tangan Jinri dari atas tubuhnya. Setelah berhasil lolos dari pelukan wanita itu, ia mengubah posisi tidur Jinri agar lebih nyaman lalu menyelimutinya hingga batas leher.

Ia mengusap kepala istrinya itu dengan lembut sebelum ia bangkit dari atas futon. "Tidurnya sangat nyenyak sekali." gumamnya berbicara sendiri. "Okey..., biarkan beberapa menit lagi." lanjutnya.

Jinri merenggangkan tubuhnya lalu menguap dengan lebar. Setelah sadar sepenuhnya, ia langsung terkejut. Apa ia tertidur? Berapa lama ia tertidur? Bagaimana dengan Jungkook? Astaga..., bukankah tadi ia berjanji untuk membangunkan laki-laki tapi ini malah ia yang tertidur.

Jungkook sudah bangun dan laki-laki itu tengah menikmati secangkir teh sambil memandang ke arah luar jendela. Sepertinya Jungkook belum menyadari jika Jinri sudah bangun.

Jinri akhirnya bangkit dari tempat tidur dengan wajah khas bangun tidurnya. Ia duduk di kursi yang berhadapan dengan Jungkook. Ia memperhatikan apa yang tengah di tatap oleh laki-laki itu di luar jendela. Tidak ada objek yang menarik menurutnya. Hanya langit sore yang mendung. Ia mengalihkan pandangannya ke arah Jungkook kali ini.

Apa ia tidak salah? Jungkook sepertinya tengah melamun lagi. Menatap keluar jendela itu hanya alibinya saja untuk menutupi hal yang sebenarnya. Entah apa yang dilamunkan oleh laki-laki itu sampai-sampai tidak sadar dengan keadaan sekitarnya.

Jinri berdeham cukup keras untuk menarik perhatian Jungkook yang sejak tadi tak bergeming sedikitpun. Jungkook terlihat terkejut walaupun tidak kentara. Ia mengalihkan pandangannya dari jendela menuju sumber suara di depannya.

Mengetahui Jinri yang berdeham, ia langsung memasang wajah datarnya. "Oh..., kau sudah bangun, tuan putri." ucapnya dengan nada sarkastik.

Jinri memang sudah biasa mendengar nada bicara Jungkook seperti itu tapi bisa tidak ia tidak mendengarnya sekarang. Ia baru saja bangun tidur dan langsung mendengar nada menjengkelkan itu membuat moodnya menjadi buruk saja.

Jinri siap membuka mulutnya untuk membalas perkataan Jungkook namun laki-laki itu kembali bersuara yang akhirnya meredam keinginannya untuk membalas nada sarkastik tadi. "Tidak usah memandangku seperti itu. Kau mau minum teh? Aku baru saja memesannya tadi." tawar Jungkook kali ini dengan nada bicara yang normal.

Jinri menuangkan teh ke dalam cangkir miliknya dengan pelan. Selesai menuangkan teh, ia langsung menyerumput teh tersebut. Rasanya enak. Entah teh apa yang dipesan oleh Jungkook. Ia belum pernah merasakan teh ini.

"Maaf aku tidak membangunkanmu tadi. Aku tidak sadar ikut tertidur juga." ucap Jinri dengan matanya ia alihkan ke cangkir tehnya.

Jungkook terdengar menarik napas lalu mengeluarkannya dengan cukup keras. "Hmm..., kau memang tidak bisa diharapkan." gumamnya santai tanpa memikirkan bagaimana ekspresi wajah Jinri di depannya.

Jinri mengerucutkan bibirnya. "Itu karena aku kelelahan. Biasanya juga aku selalu membangunkanmu tepat waktu. Bisa tidak perkataanmu itu santai sedikit?" sahutnya terdengar sedikit kesal.

Jungkook tersenyum geli melihat istrinya itu langsung sebal. Menjahili Jinri memang menyenangkan. "Iya..., iya. Jangan marah. Aku hanya bercanda. Tidak apa-apa, alasan kita disini memang untuk beristirahat, bukan?" ucapnya sambil menyerumput tehnya.

Jinri membuang wajahnya kearah lain dengan sebal. Apa-apaan dengan senyum laki-laki itu. Jungkook memang selalu niat sekali jika sudah masuk keurusan menjahili dan bodohnya ia selalu kena.

Mereka berdua kembali terdiam karena Jinri tengah membuka ponselnya yang baru ia aktifkan. Wanita itu langsung sibuk membuka media sosialnya dan mulai mengabaikan keberadaan Jungkook di depannya.

Jungkook paham-paham saja jika Jinri sudah sibuk dengan media sosialnya. Ia tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, Jinri juga jarang membuka media sosialnya akhir-akhir ini. Paling istrinya itu hanya chat dengan Yerin maupun Yoora.

Selagi Jinri sibuk dengan ponselnya, Jungkook mengambil ponselnya lalu mulai membuka aplikasi game kesukaannya. Ia baru saja larut dengan dunia gamenya tersebut ketika tiba-tiba Jinri mengebrak meja dengan keras.

Jungkook mempause gamenya lalu melempar tatapan ganas ke arah Jinri. Ia terkejut luar biasa karena ulah wanita itu. "Kau kenapa? Berisik sekali." keluhnya setengah kesal.

Jinri menunjukkan layar ponselnya dengan mata berbinar-binar. "Yoora dan Jimin kembali menjalin hubungan. Astaga..., untunglah." ucapnya dengan girang.

Yoora sempat menghubunginya untuk curhat tentang hubungannya yang kandas bersama Jimin. Gadis itu tidak henti-hentinya menangis saat itu. Namun, setelah melihat postingan Yoora di twitternya membuat Jinri dapat bernapas lega.

Postingan Yoora berisi foto Jimin tengah menikmati makanan yang sepertinya disebuah kamar hotel. Tidak ketinggalan tweet manis untuk laki-laki itu. Sepertinya mereka berdua kembali berbaikan.

Jungkook terlihat biasa-biasanya saja. "Biasa saja. Mereka berdua memang begitu." tanggapnya tidak terlalu peduli. Ia sudah paham dengan kebiasaan putus-nyambung pasangan itu. Jadi, ia tidak terlalu terkejut ketika mendengar mereka kembali menjalin hubungan.

Jinri diam sesaat. Percuma saja mengajak Jungkook membahas hal seperti ini. Laki-laki itu pasti akan menjawab seadanya. Jinri mulai mengusap layar ponselnya kembali. Ia hanya melihat tweet teman-temannya yang rata-rata memamerkan liburan natal mereka sampai ia menemukan foto dan tweet Yerin yang baru gadis itu post tadi pagi.

Seperti biasa foto yang di post oleh Yerin adalah foto Taehyung dengan caption isi penuh ungkapan cinta. Tapi bukan itu yang membuat Jinri terkejut kali ini, ia terkejut melihat komentar Yerin dengan salah satu teman sesama ulzzangnya. Ternyata sekarang Yerin dan Taehyung tengah berlibur ke Thailand.

(Trans: Terimakasih aku sangat mencintaimu. Ayo selalu bahagia! 😘💕💕)

Selama liburan di Jepang, ia dan Yerin hanya sekali bertukar chat dan itu hanya meminta rekomendasi tempat wisata. Setelah itu ia tidak ada lagi chat dengan Yerin. Ternyata gadis itu diam-diam pergi ke Thailand bersama kekasihnya. Yerin pasti lupa menghubunginya karena asyik liburan. Gadis itu seakan lupa segalanya jika sudah bersama Taehyung.

"Huh? Dasar anak ini. Katanya menghabiskan waktu libur di Seoul. Ternyata kenyataannya malah kabur ke Thailand." gumam Jinri dengan jarinya sibuk mengetik komentar untuk Yerin.

Jungkook kembali mengalihkan pandangannya kearah Jinri dengan kerutan dahi. Apa lagi dengan wanita di depannya ini? Tadi mengebrak meja, sekarang malah bergumam tidak jelas.

"Jinri-ya, kau itu sebenarnya kenapa? Kau kesurupan?" tanya Jungkook semakin bingung dengan tingkah istrinya itu.

Jinri langsung menatap Jungkook dengan sebal. Kesurupan apanya? Jungkook memang tidak pernah benar jika sudah berbicara. Ada-ada saja perkataannya yang membuat orang-orang mendengarnya semakin kesal.

Malas menjawab pertanyaan tidak penting suaminya itu. Jinri langsung menunjukkan tweet Yerin. Jungkook terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya paham.

Jungkook akhirnya menutup aplikasi gamenya dan meletakkan ponsel pintarnya itu ke atas meja. "Taehyung memang berlibur ke Thailand bersama temanmu itu. Mereka berangkat kemarin." ucapnya sambil bertopang dagu.

Jinri mengerutkan keningnya. "Kau sudah tahu dari awal?" tanya nya tidak percaya.

Jungkook menganggukkan kepalanya sekali lagi. "Hmm..., Kenapa kau tidak tahu? Bukannya kau sering chat dengan Yerin." ia kembali menuangkan teh ke dalam cangkir kosongnya.

"Tidak biasanya. Kau sedang tidak akur dengan Yerin?" lanjut laki-laki itu.

Jinri menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku baik-baik saja dengannya. Mungkin ia hanya lupa memberitahukanku. Biasanya begitu jika ia sudah asyik dengan si alien temanmu itu." sahutnya dengan fokusnya yang tidak lepas dari ponselnya.

Jungkook kembali menganggukkan kepala sambil bergumam 'hmm' tanda paham. Ia menatap Jinri cukup lama sampai ia menemukan ide baru untuk mengganggu wanita itu.

"Apa kau tidak ingin pamer juga seperti kedua temanmu? Biasanya kau tidak ingin kalah dengan mereka." pancing Jungkook. Ia penasaran bagaimana reaksi Jinri kali ini.

Fokus Jinri langsung teralih kearah Jungkook sekarang. "Hah? Pamer apa?" tanya nya pura-pura tidak paham.

Jungkook tersenyum miring. "Ku pikir kau paham apa yang aku maksud." sahutnya sambil memainkan ponselnya diatas meja.

Jinri menggigit bibir dalamnya sambil berdeham pelan. "Ti⎯tidak. Tidak ada yang perlu aku pamerkan." jawabnya dengan gidikan bahu.

Jungkook pura-pura menghela napas kecewa. "Kenapa? Kau tidak mempunyai fotoku? Padahal jika ada kesempatan kau selalu diam-diam mengambil fotoku." ucapnya dengan seringaian tipis.

Raut wajah Jinri langsung berubah. Ia terkejut dengan perkataan suaminya itu. Jadi, selama ini Jungkook sadar jika ia sering mengambil foto laki-laki itu secara diam-diam. "Aku tidak ada melakukan itu. Jangan terlalu percaya diri." elaknya.

Wajah terkejut Jinri terlihat sangat lucu membuat Jungkook mati-matian menahan tawanya. "Kau takut? Jika iya maka aku sarankan kau tidak perlu takut. Sekarang, mereka mengetahui kau sebagai kekasihku jadi tidak apa-apa kau memposting fotoku atau foto kita berdua. Mereka tidak akan berani macam-macam denganmu." ucapnya yakin.

Jinri menyipitkan matanya curiga. "Kenapa mereka tidak berani macam-macam? Kau mengancam mereka? Dan..., tumben kau menyuruhku seperti itu?" tanya nya.

Jungkook menopang dagunya dengan pandangan lurus kearah istrinya itu. "Hmm..., hanya mengancam sedikit. Bukannya menyuruh juga, hanya saja mulai sekarang aku ingin kita berdua saling menunjukkan kebersamaan kita. Aku tidak ingin sembunyi-sembunyi lagi. Aku ingin semua orang tahu kau itu milikku dan aku milikmu. Hanya itu saja." jelasnya dengan santai.

Jika Jungkook mengungkapkan keinginannya itu dengan begitu santai, berbeda dengan Jinri yang sudah merasakan jantungnya berdegup tidak santai sama sekali saat ini. Padahal ia tidak tahu apa yang dikatakan oleh suaminya itu serius atau hanya sebuah candaan untuk menggodanya. Si Jeon di depannya ini memiliki seribu cara untuk menggoda dan menjahilinya dengan kata-kata manis yang terkadang membuatnya kecewa dan sakit hati pada akhirnya.

Jinri mendengus. "Jangan coba-coba menggodaku dengan rayuan tidak jelasmu itu. Tidak mempan." sahutnya dengan sinis yang dibuat-buat.

Jungkook terdiam. Wajahnya tiba-tiba serius. "Aku tidak menggodamu. Aku serius. Kau menolak?" nada bicaranya pun ikut berubah.

Jinri sadar dengan perubahan mood laki-laki di depannya ini. Sepertinya ia salah bicara. "Ti⎯tidak.., maksudku..." ia menghela napas lelah. "Okey..., okey. Aku akan melakukannya." ucapnya lalu mengambil ponselnya.

Jungkook tersenyum tanpa Jinri sadari. Awalnya, ia tidak berniat sampai sejauh ini namun entah kenapa ia malah berbicara serius tadi.

Jinri mulai sibuk dengan twitternya. Ia sudah memilih foto mana yang akan ia posting. Setelah membuat tweet, Jinri langsung memencet tanda kirim. "Selesai. Ini tidak akan kalah dengan Yerin dan Yoora. Mereka pikir hanya mereka saja yang bisa pamer. Kita juga bisa." ucap wanita itu dengan mengebu-ngebu.

Jungkook mengerutkan keningnya. Kenapa Jinri jadi mengebu-ngebu seperti itu? Bukannya tadi wanita itu sempat menolak? Wanita memang aneh pikirnya.

Karena penasaran akhirnya Jungkook membuka twitternya untuk melihat postingan Jinri. Saat ia melihat foto apa yang dipost oleh istrinya itu, Jungkook sempat terdiam dengan mulut menganga. Ia syok melihat fotonya yang tengah tertidur dengan mulut terbuka, dilihat dari manapun foto itu sama sekali tidak elit.

Jungkook menunjuk-nunjuk ponselnya dengan mata membulat. "Jinri-ya, apa ini? Ini sama sekali tidak tampan. Kenapa foto ini yang kau post?" protesnya.

Jinri tersenyum tanpa dosa. "Kata siapa kau tidak tampan di foto itu? Kau terlihat tampan saat tidur seperti itu. Sangat tampan malah." sahutnya jujur.

Jungkook memegang kepalanya dengan frustasi. "Hah? Tampan dimananya? Pokoknya hapus foto itu. Jika kau ingin menjahiliku tidak begini caranya." suaranya naik satu oktaf.

Jinri hampir tidak bisa menahan tawanya. "Tidak mau." sahutnya lalu menjulurkan lidahnya mengejek.

Jungkook menghembuskan napas dengan kasar. "Jinri-ya, kau tega sekali mempermalukan suamimu sendiri." keluhnya dengan suara sedih meminta belas kasihan.

Suara sedih yang terdengar hanya pura-pura itu tidak akan mempengaruhi Jinri. "Percaya padaku foto itu tidak jelek. Kau tetap tampan. Kau mau aku post foto yang lain? Aku masih mempunyai banyak foto tampanmu untuk dipamerkan." sahutnya dengan senyum jahil.

Jungkook mengangkat kepalanya dengan cepat. "Jangan! Cukup foto itu saja. Jika kau memposting foto seperti itu lagi, siap-siap saja kau tidak bisa berjalan selama 2 hari." ancamnya dengan wajah memberengut.

Melihat Jungkook yang mengancamnya dengan wajah memberengut penuh siksa membuat Jinri tidak bisa menahan tawanya. Wanita itu tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi lucu Jungkook yang jarang ia lihat.

Jungkook semakin kesal ketika melihat Jinri menertawakannya. "Ya! Jeon Jinri. Kenapa kau malah tertawa? Apa ancamanku begitu lucu?" tanya nya sewot.

Jinri menghapus air matanya di sudut matanya karena terlalu banyak tertawa. "Wajahmu..., wajahmu sangat lucu jika marah seperti itu." ucapnya lalu kembali tertawa.

Jungkook menghela napas. Ia menatap Jinri yang masih tertawa, wanita itu terlihat sangat bahagia. Akhirnya, Jungkook tersenyum. Entah menguap kemana kekesalannya tadi. "Dasar." gumamnya.

Ia mengambil ponselnya lalu membuka aplikasi twitternya. Jungkook mengetik sesuatu di twitternya tersebut dengan senyum penuh arti. Entah apa yang ia tulis di tweetnya untuk istri tersayangnya itu.

-TBC-


Bonus. Tweet Jungkook untuk Jinri xD

|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|

Hai..., Apa kabar? Gue balik yuhuuu wkwk

Berapa lama ya gue gak nongol disini? Mudahan kalian masih ingat litmon :'v tenang aja litmon masih hidup dan lumayan waras untuk sekarang. Maafkeun ketidakhadiran litmon selama 2 bulan ini. Litmon sempat terbelenggu, terbelenggu karena skripsweet yang gak kelar-kelar pemirsah :'v

Gue mau fokus dulu sama itu skripsweet jadi update bakal jarang. Gue bakal update jika ada waktu buat nulis. Tolong pahami litmon yang tengah berjuang mendapatkan toga ini :'v

Chapter ini mudahan gak bikin kalian pusing ya karena terlalu panjang wkwk jika ada kesalahan kata tolong dibilang, okey? Maklum otak litmon rada geser dikit. Romancenya rada aneh karena litmon lama gak nulis. Jadi dipahami-pahami saja lah wkwk mudahan kalian masih bisa baper walaupun dikit :'v lupa alur cerita silahkan baca ulang dari awal xD

Udah itu aja dari litmon. bye-bye.

Seguir leyendo

También te gustarán

621K 85.4K 38
17+ FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA! ******* "Semoga lo nggak dapat jodoh! Dasar cowok brengsek!" "Kalau gue nggak dapat jodoh, Tuhan harus adil, lo juga...
35.9K 2.8K 41
awal ketemu di kuburan, mungkin nanti akhirnya ketemu di pelaminan jeon jungkook as jungkook el arkana
6.3M 624K 57
Sebuah cerita tentang Allea putri widjaya, seorang remaja yang sudah menyandang gelar sebagai janda muda satu anak. Lantas bagaimana nasibnya ketik...
3.3M 190K 54
#3 in TEEN FICTION (07-07-2017) Judul awal : Marrying Hot Teacher BUKU KETIGA [Ga perlu baca dua buku sebelumnya juga bisa ngikutin ceritan...