Short Story

By Uldri99

218K 7.7K 183

Jika sudah mampir, jangan keluar lagi, ikuti pelan-pelan kisah ini. Hatiku sakit jika kau pergi dan hanya ti... More

Introduction
Beautiful Doctor
I Need You More
Daker's Bride
You Not Alone
I'll Be With You
When You Remember Me
Creazy Boy Loved || Begin
OUR DESTINY

Scandal

25.1K 1K 26
By Uldri99

Untuk sesaat aku menerima
berusaha agar tetap bersama dirimu
Mengikuti arus yang akan membawaku
berjalan mendapingimu
Namun, di satu titik aku merasa lelah
Lelah mengikuti arus yang tidak pernah bisa ku lalui
Lelah berjalan menuju tempat yang tidak aku inginkan
Maka inilah akhir dari perjuangan ku

**

Alexa awalnya merasa ragu, haruskah ia memeberikan semua yang ia miliki pada Daren? Hanya ini saja yang ia miliki, dan hanya Daren lah yang merasa memiliki nya.

"Kau bersedia, Al?"

"Apa jika aku menolak kau akan meninggalkan ku?"

Daren meringis, apa yang wanita itu katakan membuat nya tercekat sejenak. Ia harap Alexa tidak benar-benar sedang meragukannya.

"Hey, Alexa." Daren membawa Alexa kedalam pelukannya, mendekap wanita itu dengan erat. Perasaan yang ia rasakan saat ini seharusnya bisa tersampaikan pada Alexa, itulah harapannya. "Kenapa kau masih saja meragukan ku?"

Alexa mendongak, di tatapnya mata Daren dengan lekat. Setidaknya di sanalah dirinya bisa mencari tau tentang Daren, dimana mata pria itu tidak akan pernah bisa menyembunyikan apa pun pada dirinya.

Lama terlarut, Alexa tidak melihat tatapan pendusta disana. Daren benar-benar menatapnya penuh memuja, rasanya Alexa benar-benar ingin menyerahkan dirinya saat ini juga pada Daren, hanya saja.... Jika sesuatu yang menentangnya seperti sebuah belati yang berdiri tegak di tengah-tengah mereka, mungkin Alexa tidak akan seragu ini.

"Apa yang membuat mu berpikir sekeras itu, Al?"

"Tidak ada, Daren. Hanya saja aku masih merasa takut?"

"Aku tidak akan bermain kasar, aku berjanji."

Bukan, bukan hal itu yang Alexa takuti. Jauh dari semua itu, Alexa sudah siap. Ia sudah mejalin hubungan cukup lama bersama Daren, ia tidak mungkin terus saja menolak keingingan Daren yang sebenarnya ia juga menginginkannya. Ada satu hal yang tidak pernah Daren ketahui dan entah kapan Alexa bisa mengatakan semua itu.

"Tapi, Daren bagaimana jika.. "

"Usst, apa yang kau khawatirkan. Aku tidak akan meninggalkan mu!!"

Untuk itu Alexa tau, ia percaya bahwa Daren tidak seburuk itu. Selama ini ia bisa merasakan betapa Daren mencintainya. Laki-laki itu tidak pernah sekali pun mengkhianati dirinya, ia bisa mempercayai semua itu pada Daren.

"Aku tau kau tidak akan pernah meninggalkan ku, Daren. Bagaimana jika ada seseorang yang meminta mu agar meninggalkan ku dan semua itu tidak bisa kau bantah, apa aku bisa menyerahkan dirku pada mu?"

Daren berdecak, ada yang Alexa sembunyikan dari dirinya. Selalu saja seperti ini, Alexa tidak pernah mengatakan yang sebenarnya pada dirinya. Wanita itu selalu saja menutupi masalahnya, entah ia anggap apa sebenarnya kekasihnya ini.

"Apa penggemar ku mengancam mu lagi?" herdik Daren, ia menatap tajam ke arah Alexa agar wanita itu tidak bisa berkelit lagi. "Sudah ku bilang, Al. Seharunya aku mengenalkan mu pada semua orang bahwa kau adalah kekasih ku, aku yakin penggemarku tidak akan melakukan sesuatu yang buruk pada mu!"

"Astaga, tidak Daren. Aku tidak masalah dengan penggemar mu, itu sudah menjadi resikoku."

Bahkan ada yang jauh lebih Alexa takuti dari hanya sekedar cacian yang penggemar Daren berikan. Menjadi kekasih seoarang aktor ternama sudah menjadi resikonya jika harus di tidandas oleh penggemar Daren, mereka hanya bisa menganggap bahwa Alexa adalah seoarang fans fanatik yang tergila-gila akan Daren. Alexa menyukai predikatnya itu, 'fans fanatik seorang Daren Muller.'

"Lalu apa yang membuat kau ragu padaku, Al?"

Oh astaga, bisakah Daren tidak mendesaknya seperti ini. Dengan alasan apalagi yang harus Alexa katakan untuk menghindari Daren, menghindar dari alasan yang sebenarnya.

"Daren.."

"Cukup, Al. Pegang saja janjiku ini, aku tidak akan meninggalkan mu atau bahkan menyakitimu. Aku mohon jangan membuatku kecewa dengan penolakan mu kali ini, Al!"

Alexa benar-benar bungkam, keinginannya sama besarnya dengan Daren. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain menerima perlakuan Daren.

Daren mengecupnya dengan lembut, seperti yang biasa Daren lakukan padanya. Tidak ada penolakan dari Alexa, ia membiarkan Daren mengangakat tubuhnya untuk berpindah ke kamar Daren, bahkan televisi yang sejak tadi menyala di tengah-tengah perdebatan mereka sama sekali tidak Daren hiraukan.
Kekhawatiran yang sejak tadi menghantui Alexa seakan lenyap begitu saja, ia bisa mengetahui bahwa dirinya benar-benar sudah berada di dalam kamar Daren, bukan hanya itu saja. Punggung Alexa sudah mendarat sempurna di ranjang dengan Daren di atasnya. Sentuhan-sentuhan yang Daren berikan membuatnya lupa akan segalanya, melupakan pantangan-pantangan yang sudah ia samatkan pada seseorang.

"Aku hanya ingin agar kau tetap menjadi miliku, Alexa. Kumohon ingatkan aku jika aku menyakitimu!" bisik Daren di telinga Alexa, deruan nafas Daren semakin membuatnya tergoda. Layaknya seperti seorang jalang, Alexa menginginkan yang lebih dari ini.

Alexa tidak bisa menjawab apa pun, ia hanya bisa mengadahkan kepalanya ke atas seiring dengan kecupan-kecupan Daren di lehernya. Membiarkan tangan Daren bergerak sesuka hati, Alexa benar-benar akan menyerahkan dirinya pada Daren.

**

Alexa menatap dirinya di depan cermin, tidak ada yang berbeda dari pantulan cermin itu. Ia masih terlihat sama seperti kemarin, hanya saja ada sesuatu yang terasa hilang dari diri Alexa, sesuatu yang sudah ia berikan kepada kekasihnya.

Samat-samat ia merasakan pantulan tubuh Daren di blakangnya sambil bersandar di samping dinding di ambang pintu kamar mandi. Untung saja Alexa sudah mengenakan jubah mandi, setidak nya Daren tidak mendapatkan jatah tambahan lagi pagi ini.

"Kau masih terlihat cantik, Al. Mau sampai kapan kau menatap dirimu di depan cermin itu?" kekeh Daren dengan tawa gelinya pada Alexa. Daren kesal mengapa ia tidak bangun lebih awal saja tadi, seharusnya ia bisa melihat berapa tanda yang sudah berhasil ia buat di tubuh Alexa.

Alexa tersenyum, entah mengapa pipinya mendadak bersemu merah dengan perkataan Daren tadi. Ia sempat melirik Daren sekilas dari pantulan cermin, namun ia alihkan pandangannya pada dirinya lagi. 'Semoga saja tidak ada yang tau apa yang sudah ia lakukan pada Daren semalam.'

"Kau akan berangkat sekarang?" Daren memeluk tubuh Alexa dari belakang, menopang dagunya di pundak Alexa sembari menghirup aroma wangi dari tubuh Alexa yang baru saja selesai mandi.

"Ya, aku harus kuliah pagi ini." Alexa tersenyum, mengusap tangan Daren yang melingkar di perutnya. Tangan kekar itulah yang berhasil membuat tubuhnya terasa remuk pagi ini.

"Aku akan mengantarmu!"

"Tidak perlu, bagaimana jika ada yang melihatnya?"

"Aku tidak perduli."

Mungkin Daren bisa saja tidak perduli, karena bukan dia yang terkena imbasnya. Tetapi Alexa, ia akan habis-habisan di serang oleh penggemar Daren yang begitu memuja pria itu.

"Dengar, Daren. Aku sudah menuruti keinginan mu, jadi kau juga harus menuruti keinginanku!" Alexa kini sudah berbalik ke arah Daren ia masih membiarian Daren memeluknya.

"Kalau kau tidak ingin aku antar, jadi biarkan aku untuk menjemputmu!"

"Tidak bisa," tolak Alexa lagi. Ia tau Daren tidak cukup bodoh untuk mengetahui, bahwa menjemput dan mengantar Alexa menimbulkan masalah yang sama.

"Lagi pula aku harus menjenguk Vanesa saat pulang nanti."

"Yasudah, itu berati aku harus menjemputmu!"

"Daren... Kau ini, kau akan mengacaukan rumah sakit, jika kau ikut datang."

Daren berdecak sebal, bagaimana bisa ia selalu saja gagal untuk menemani kekasihnya kemana pun ia pergi. Daren begitu benci mengingat jika hubungan ini harus dilakukan diam-diam seperti ini.

"Al, aku juga harus menjenguk Vanesa. Bagiamana pun dia akan menjadi adik iparku, kau tidak ingin mengenalkan ku pada adik mu?"

"Percuma saja, dia tidak akan bisa mengenal mu, Daren. Melihat ku saja tidak." Nada bicara Alexa memelan, senyum hambar semakin ia perlihatkan saat membicarakan tentang keadaan adiknya. Satu-satunya keluarga yang ia miliki.

Daren merasa iba, hidup Alexa sangat berat. Daren tau alasan yang membuat Alexa tetap kuat bukan hanya dirinya, tetapi adiknya yang saat ini masih terbaring tak sadarkan diri di rumah sakit. Andai saja Daren bisa, ia ingin menggantikan beban Alexa kepadanya.

"Kau tenang saja, sayang. Kau sendiri yang selalu berkata bahwa Vanesa adalah anak yang kuat, aku yakin Vanesa akan kembali lagi padamu."

Alexa membenamkan wajahnya di dada Daren, memeluk pria itu dengan erat. Bukan hanya Vanesa yang membuatnya bertahan, tetapi Daren sangat membantu dan sama beratinya untuk Alexa. Tanpa ada Daren di hidupnya, entah sejauh mana Alexa akan bisa bertahan.

**

"Al, apa kau menonton drama Daren semalam?"

Alexa kembali menaruh minuman yang ia teguk tadi di atas meja, menatap kesal ke arah temannya yang tadi hampir membuatnya tersedak.

"Akh.. Ya ya, aku menontonnya, memangnya ada apa?" Alexa berdusta, semalam ia memang berniat untuk menonton drama yang Daren perankan bersama dengan Daren sendiri, hanya saja semua itu menjadi gagal karena permintaan Daren yang tidak bisa di tolak.

"Kau masih bertanya ada apa, episode semalam sangat menakjubkan. Kau tau Daren dan lawan mainnya berciuman panas kemarin. Akh.. Aku benar-benar iri melihat itu."

Alexa tersenyum, ia mencoba merubah raut wajahnya agar sama berbinarnya seperti temannya Carolin. "Ya.. Aku melihanya, astaga.. Seandainya itu aku, ciuman itu pasti akan lebih panas lagi."

Jawaban Alexa berhasil membuat Carolin tertawa, ia menganggap perkataan Alexa hanya khayalan semata yang terdengar begitu menggelikan.

"Aku yakin Daren akan menyeret mu keranjang, setelah ia sadar dia pasti akan meninggalkan mu, dan berkata.. 'Oh astaga, mengapa aku meniduri seorang upik abu', " ucap Carolin di selingi dengan tawa renyahnya.

Berbeda dengan Alexa, ia benar-benar tercengang mendengar ucapan Carolin. Mungkin Carolin bermaksud untuk bergurau, tetapi semua itu sungguh melukai perasaan Alexa. Ia takut apa yang Carolin katakan benar-benar terjadi. Jika bukan Daren yang meninggalkannya, mungkin saja dirinya yang akan meninggalkan Daren.

**

Alexa berlari sekuat tenang agar ia bisa segara sampai di ruang rawat adiknya. Tadi salah seorang perawat menghubunginya dan mengatakan bahwa keadaan Vanesa kembali memburuk, hal itulah yang membuat Alexa berada disini. Ia ingin menemani adiknya, dengan dirinya di sisi Vanesa, Alexa yakin Vanesa akan kembali membaik.

"Aku Pikir kau tidak akan datang ke sini!"

Alexa menghentikan langkahnya saat sesorang menghadangnya di depan. Dia disini, astaga.. Seharusnya Alexa yang menemani Vanesa, bukan pria itu.

"Aku harus segera menemui adiku, Daker." Alexa berusaha mengabaikan pria itu, namun tangannya yang di cekal dengan kuat membuatnya tidak bisa melangkah lagi.

"Adikmu baik-baik saja, jadi kau bisa tetap berada disini dan berbicara padaku!"

Perkataan Daker sontak saja membuatnya kebingungan, apa yang di maksud dengan baik-baik saja. "Tidak usah bergurau, Vanesa sangat membutuhkan ku, Daker!"

"Aku yang menyuruh perawat itu untuk menghubungi mu, Al. Aku tidak suka jika kau melampaui batas mu!" Tatapan Daker semakin menajam, menunjukan bahwa kali Ini ia sudah sangat marah pada Alexa.
Alexa semakin kaku, apa Daker mengetahui semuanya. Semuanya akan semakin rumit jika Daker sampai mengetahui.

"Apa yang kau bicarakan, Daker?  Aku tidak mengerti."

"Kau sudah dua hari tidak datang kesini, apa pria itu lebih penting dari adikmu sendiri?"

Alexa bukan kakak yang bejat seperti yang Daker pikirkan, Daker tidak melihatnya ada di sini karena Alexa memang sengaja ingin menghindari pria itu.

"Kau tidak bisa menjawab, bukan? Kau bahkan sudah melanggar janji mu padaku, aku rasa kau benar-benar ingin agar aku melenyapkan adikmu sekarang juga!"

Seketika saja mata Alexa membulat, perkataan Daker membuatnya tercengang.Perbuatan bodohnya ini membuat hidupnya semakin rumit. Daker menguasai dirinya, sedangkan Alexa tidak akan bisa melakukan apapun.

"Aku mohon jangan lakukan itu, Daker."

Sekuat apa pun Alexa berusaha, bahkan jika dia harus menjual dirinya sendiri. Ia tidak akan pernah bisa mengambil alih adiknya kembali. Tidak ada yang bisa Alexa lakukan selain mengikuti perkataan Daker, atau adiknya akan lenyap dan tidak bisa kembali padanya selamanya.

"Kalau begitu, aku ingin dengar bahwa kau sudah memutuskan hubungan mu dengan, bajingan itu!"

Alexa masih diam, ia tidak ingin menjawab iya ataupun tidak. Dia mencintai Daren, bersamaan dengan itu, ia juga menginginkan Vanesa kembali padanya.

"Aku sudah memberimu banyak waktu, Al. Aku tidak suka menunggu, kau tau sangat menyakitkan untukku melihatmu dengan pria lain di rumah ku sendiri."

Daker tidak cukup sampai di sana saja, apapun yang akan ia lakukan demi mendapatkan Alexa. Bahkan dengan cara licik sekali pun, ia tidak perduli jika Alexa membeci hal yang ia lakukan, yang ia tau Alexa hanya pantas menjadi miliknya. Milik seorang Daker Muller, bukan Daren Muller!

                                      **

Ini gila, benar-benar sangat gila. Wanita itu sama sekali tidak bisa Daren hubungi, ia sudah mencari Alexa sampai kekampusnya namun wanita itu tetap tidak ia temui. Kemana sebenarnya Alexa, mengapa dia menghilang tiba-tiba seperti ini?

"Kenapa kau ada disini?"

"Hanya sebentar, sepertinya berlibur di rumah sangat menyenangkan!" Daren berbalik ke arah pria yang wajahnya hampir mirip dengannya dan sialnya ia membenci akan hal itu.

"Kau senang, tetapi aku tidak!"

Well, pria sialan itu cukup sombong. Dia bisa saja tidak senang dengan kehadiran Daren, tapi ketahuilah Daren bahkan lebih tidak senang pria itu ada di sini.

"Kalau kau tidak senang, tidak usah melihat ku, mudahkan."

"Tapi aku berubah pikiran, sangat bagus kau ada di sini. Ada sesuatu yang ingin ku perlihatkan padamu!"

Daren memutar matanya jengah, kakaknya semakin hari semakin membuatnya kesal saja. Jika saja ia tidak terlahir dari rahim yang sama dengan pria itu, sudah pasti akan ia tebas sampai habis kepalanya itu. Wajah sombong dan liciknya membuat Daren mengeram.

"Tidak perlu memperlihatkan apapun yang kau punya pada ku, Daker. Kau hanya ingin pamer padaku dan aku tidak tertarik dengan pameran mu itu!"

Daker menyunggingkan senyumannya pada Daren, bergerak mendekat ke arah pria itu. Tangannya merogoh sesuatu yang akan ia tunjukan pada Daren.

"Sejujurnya aku tidak berniat untuk mengundang mu, hanya saja status mu sebagai adikku membuatku harus mengundang mu!" Daker melemparkan sebuah kartu undangan ke arah Daren.

Menikah, apa ada wanita yang mau dengan pria tidak waras seperti Daker itu. Hanya wanita bodoh saja yang mau menikah dengan Daker dan Daren meringis menatap kemirisan wanita yang akan Daker nikahi.

"Aku tidak akan datang!" Daren melepampar kembali kartu undangan itu, ia tidak perduli dengan siapa Daker akan menikah. Melihat nya saja Daren sudah merasa muak.

"Aku tidak perduli kau datang ataupun tidak, tapi aku yakin kau akan terkejut saat kau tau siapa wanita yang akan aku nikahi!"

Daren mengerjit bingung, ia yakin betul pernikahan ini tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya.

"Akh.. Aku terlalu lelah seharian bersama wanita ku, jadi aku harus beristirahat." Daker melengkah menaiki tangga untuk menuju kamarnya, namun selang beberapa detik Daker kembali berbalik, ia melihat Daren terdiam dengan pikirannya sendiri. "Sebaiknya kau baca baik-baik undangan itu Daren, dari pada kau harus penasaran dengan pemikiran mu sendiri!"
Daren masih terdiam, ia menatap punggung Daker yang sedikit lagi hampir menghilang dari pandangannya. Ya Daren penasaran siapa yang akan Daker nikahi. Persetan dengan rasa kesalnya pada Daker, yang jelas ia tidak suka pria itu membawa-bawa dirinya dalam kehidupan Daker.

**

Daren benar-benar emosi, 3 hari menghilang, inikah yang ia dapatkan. Mengerikan sekali, ia merasa begitu bodohnya mempercayai wanita itu. Wanita yang selama ini jaga dan begitu ia cintai ternyata bermain di belakangnya.

"Sialan, dia bahkan tidak berani membuka pintunya untuk ku!"

Berkali-kali Daren menekan tombol bel yang ada di depan pintu apartemen milik Alexa, ia membutuhkan penjelasan. Tidak bisakah dia membicarakan semua ini terlebih dahulu, memberitau alasan yang pasti mengapa dia begitu tega melakukan semua ini pada dirinya.

Daren berhenti menekan tombol bel itu dengan omisnya yang ia tahan saat pintu itu mulai terbuka. Tatapan mata tajam nya terarah pada satu titik dimana Alexa sendiri tidak berani untuk menatapnya.

"Masuklah, Daren!"

Oh good job! Bahkan di saat yang seperti ini Alexa masih bisa berbicara setenang itu. Seperti sesuatu yang memang sudah ia siapkan, apakah ini semacam kejutan? Ayolah ini bukan april mop, dan Daren mebenci gurauan semacam ini.

Daren melangkah masuk ke dalam apartemen Alexa, tangannya mengepal keras hingga buku-buku jarinya mumutih. Ia butuh pelampiasan, Daren ingin memukul sesuatu. Haruskah Alexa? Tetapi Daren tidak sebanci itu, lebih baik darahnya terus mendidih ke atas tanpa perlu ia lampiaskan.

"Jelaskan padaku semua ini, Al!"

Alexa semakin gusar, pandangan nya tidak pernah ia arahkan pada Daren. Daren membutuhkan kejujuran dari Alexa, saat Alexa menjauhi tatapannya sudah pasti raut pendustalah yang Daren rasakan.

"Tidak ada, sama seperti yang kau lihat. Itu semua sudah jelas."

Jawaban sialan, Daren tidak membutuhkan jawaban semacam itu. Semua bahkan belum jelas sama sekali dan itu cukup membuat Daren semakin emosi, tangannya dengan cepat mencengkram bahu Alexa kuat, memutar tubuh Alexa agar menghadap ke arahnya.

"Semua belum jelas, Alexa. Kau menghilang dariku dan memberitau bahwa kau akan menikah dengan kakaku, apa kau gila hah?"

Alexa meringis, cengkraman Daren benar-benar kuat. Alexa rasa ia memang pantas untuk mendapatkan semua ini, atau bahkan Daren bisa melakukan yang lebih dari ini.

"Ya Daren kau bisa menganggap ku gila sekarang. Kau bisa marah sesuka mu, apa pun yang kau lakukan tidak akan bisa merubah semuanya!"

"Dengan apa yang sudah kita lakukan, kau lupa Alexa dengan siapa kau berbicara, kau lupa hubungan apa yang sudah kita jalani? Pikirkan baik-baik Alexa, aku kekasih mu, bukan Daker. Aku yang seharusnya memiliki mu, bukan Daker. Kau dengar itu!"

Alexa merasakan cengkraman Daren sedikit melemah, dengan cepat Alexa menjauhkan dirinya dari Daren dan berbalik untuk menghidari tatapan sendu Daren.

"Katakan bahwa kau tidak mencintainya lagi, Al! Aku rasa dia akan segera pergi jika kau mengatakan itu."

Suara Daker berhasil membuat Daren memanas, pria itu tiba-tiba saja datang dengan seenaknya menyuruh Alexa mengatakan kata-kata biadab itu.

"Bajingan kau Daker!"

Daren melayangkan satu pukulannya pada Daker yang berhasil membuat Daker tersungkur, setidaknya ia mendapatkan pelampiasan emosinya kali ini.

Daker mengusap sudut bibirnya yang mengeluarkan darah, bocah ingusan itu berani memukulnya, maka Daker akan melakukan yang lebih dari itu.

Kelengahan Daren yang tidak sadar jika Daker kini sudah berdiri dan mengahadangkan pistol ke arah kepala Daren.

"Kau pikir kau siapa berani memukul ku, hah? Kau tidak lebih dari sekumpulan sampah yang menyedihkan!"

Daren menyunggingkan senyumannya, pria itu bukan kakaknya lagi. Daker si bajingan itu tidak pernah layak di lahirkan dari ibu yang sama dengan nya.

"Tembak saja jika kau berani. Jika dengan membunuhku kau bisa memiliki Alexa, aku rasa kau salah. Saat peluru itu menumbus kepala ku, aku yakin bukan tatapan cinta yang kau dapat dari Alexa, melainkan tatapan benci karena kau telah membunuh orang yang Alexa cintai!"

"Kau yakin dengan argumen mu itu, Mr. Muller?"

"Oh ayolah, dude! Aku membicarakan realita, apa kau sengaja menutup matamu untuk mengetahui semua itu. Kau sangat bodoh, benar-benar bodoh!"

Alexa tidak bisa diam saja, ini sudah melampaui batas. Mereka berdua harus segera di relaikan, tidak sepantasnya mereka seperti ini hanya untuk memperebutkan dirinya.

"Turunkan pistol mu, Daker. Jangan buat aku semakin membencimu dengan membunuh adikmu sendiri!"

"Apa yang aku dapatkan, Alexa?"

Alexa manarik nafasnya berat, ia harus mengatakan yang seharusnya ia katakan. Ini sangat rumit, ia tidak bisa lagi memikirkan apapun.

"Ku mohon perigilah, Daren. Kita tidak memiliki hubungan apa-apa lagi." Alexa mengucapkannya dengan nada bergetar, ia mendustai hatinya sendiri.

Daker tersenyum menang, perkataan Alexa tadi cukup membuatnya puas. Ia kembali menurunkan pistolnya, setidaknya tidak ada dosa yang ia buat hari ini.

Daren menggeleng, Alexanya tidak seperti ini. Daren melihat jelas ketakutan di wajah Alexa, ia yakin Alexa berkata seperti itu bukan dari keninginannya, tetapi karena suatu paksaan.

Daren melangkah mendekat ke arah Alexa, mencengkram pegelangan tangan Alexa dan ingin menyeretnya ke luar, menjauh dari Daker. Pria itu pasti sudah melakukan seuatu, sampai Alexa berkata seperti ini.

"Dengar, Alexa. Kau tidak perlu takut bajingan ini membuhku, kita pergi dari sini dan kau akan aman bersama ku!"

"Tidak Daren, lepskan aku!"

Daker diam, ia tidak perlu berbuat banyak. Kelemahan Alexa ada di dalam genggamanya, hanya dengan sekali tekan Alexa bisa dengan mudah tunduk padanya.

"Alexa, apa yang kau takutkan hah. Kau mencintaiku, mengapa ketakutan mu meruntuhkan cinta mu sendiri?!"

Alexa teru saja memberontak, ia melihat Daker mengeluarkan ponselnya dan memberiak kode pada Alexa. Alexa tau itu, kode yang akan membuatnya kehilangan adiknya selamanya jika memilih Daren.

"Daren aku mohon menjauhlah dariku!" pinta Alexa lagi, sungguh ia tidak sanggup dengan semua ini. Pandangannya terus saja ke arah Daker dan menatap penuh permohonan.

Daren merangkup wajah Alexa, menatap nya dengan lekat. Alexa tidak akan bisa berdusta di sana. "Ikut dengan ku, dan kau akan terbebas dari bajingan itu!"

Daren salah, pergi dari Daker adalah suatu masalah besar. Mengapa Daren tidak bisa mengerti semua itu, mengapa kedua pria ini hanya mementingkan egonya saja.

Daren menarik tangan Alexa untuk di bawanya pergi, ia tidak perduli denga berontakan Alexa yang memintanya untuk berhenti. Tatapan mata Daker yang begitu tenang dan menghanyutkan ia lewatkan begitu saja, hingga Alexa merasa lemas dan berhasil membuat Daren terhenti di ambang pintu.

"Lepaskan semua alat-alat yang ada di tubuhnya. Bereskan dia sekarang juga!"

Haruskah perkataan itu yang Alexa dengar, dunia seakan runtuh di bawah kakinya. Daker benar-benar melakukannya. Vanessanya telah lenyap, benar-benar lenyap.

"Bajingan!!!!!!" Alexa menghentakkan tangannya hingga berhasil terlepas dari cengkraman Daren. Ia berlari ke arah Daker dan menyerangnya begitu saja.

"Kau benar-benar bajingan, Daker! Di saat aku berjuang hidup untuk adiku, kau justru memutuskan perjuangan ku begitu saja. Kau memang bukan manusia, Daker. Kau bahkan lebih buruk dari iblis, setanpun tidak pantas aku samakan padamu..." Alexa menggebu-gebu, ia sudah terlajur hancur. Dengan tawa hambarnya ia menatap benci ke arah Daker. "Kau malaikat, Daker. Kau melaikat pencabut nyawa, mengapa kau tidak membunuh ku juga, hah!"

Alexa mengarahkan pistol yang Daker bawa ke kepalanya. Lebih baik ia mati saja, sudah tidak ada alasan lagi untuk dirinya hidup. "Bunuh aku Daker, bunuh. Aku sudah lelah, aku ingin bersama Vanesa ku di sana, tidak ada gunanya lagi diriku hidup."

Daren yang sejak tadi diam dengan kebingungannya beralih mendekat ke arah Alexa. Apa yang wanita itu katakan sama sekali tidak terlintas dari pikirannya, ia tidak mengerti mengapa Alexa membawa naman Vanesa pada masalah ini.

"Apa yang kau lakukan, Al. Berhenti bersikap bodoh!"

Mereka berdua sama saja, tidak seharusnya Alexa memncintai salah satu dari mereka. Mereka berdua hanya membuatnya semakin hancur, yang mereka pikirkan hanya bagiamana cara untuk mendapatkan Alexa tanpa perduli apa yang Alexa inginkan. Ia hanya ingin adiknya kembali, Vanesa satu-satunya yang membuatnya terus berjuang untuk hidup.

"Berhenti di sana, Daren. Kau tidak ada bedanya dengan kakakmu ini, kalian berdua sama-sama bajingan. Kalian hanya bisa membuat ku hancur!" teriak Alexa frustasi. Ia sudah seperti orang gila saat ini.

Daker tidak tau harus berbuat apa, ia memang gegabah dalam bertindak. Ini tidak seharusnya terjadi.

"Andai saja kau memiliki waktu untuku, Daren. Maka Daker tidak akan datang untuk menyelamatkan nyawa adiku. Ya.. Aku tau semua di duania ini tidak gratis, bahkan batuan Daker sekali pun, dan lihatlah imbalan yang aku dapatkan. Dia membunuh adiku, hanya karena tidak mendapatkan ku."

Daren terkejuk bukan main, ia tidak bisa percaya dengan apa yang Alexa jelaskan tadi. Mengapa harus Daker, ia sudah sadar sejak lama tatapan Daker pada Alexa sangat berbeda dan sekarang apa yang dia takutkan terjadi, Daker memeliki kunci untuk dapat masuk ke dalam kehidupan Alexa, ia memanfaatkan keputusasaan Alexa.

Darr...

Setelah menjelaskan itu semua Alexa menarik pelatuk pistol itu sendiri ke kepalanya membuatnya terjatuh ke lantai.
"Alexa!"

Daren dan Daker menangkap tubuh Alexa bersaman, rasa panik mereka sama besarnya saat ini melihat peluru itu masuk menembus kepala Alexa.

"Alexa kenapa kau melakukan semua ini, Al. Kau harus tetap hidup!" Daker merasa tersayat dengan semua ini, entahlah. Pikirannya benar-benar buntu.

                                 **

Daker sadar, ialah orang terbodoh di dunia ini. Entah kemana perginya hati nuraninya selama ini, seharusnya ia bisa belajar dari kehidupan Alexa. Bagimana perjuangan wanita itu untuk mendapatkan adiknya kembali, bukannya memanfaatkan semua itu untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.

Seharusnya Daker tidak membenci Daren sebesar ini, hanya karena adiknya selalu mendapatkan hal yang lebih darinya,  Daker sampai memiliki pemikiran bahwa apa yang Daren miliki seharusnya menjadi miliknya.

Daker terlalu bergelut dengan penyesalannya sendiri, namun semua itu belum berakhir, ia masih bisa mengubah permasalahan yang sudah ia ciptakan. Berlama-lama dengan penyesalan tidak akan menghasilkan apapun.

"Daren, apa Alexa sudah sadar?"

Daker tidak ingin masuk ke ruang rawat Alexa, ia terlalu malu untuk menampakan wajahnya di depan Alexa.

"Kau tidak ingin masuk?"

Daker menatap Daren, perkataan Daren seakan melupakan pertengkaran hebat mereka beberapa jam yang lalu.

"Aku tidak pantas betemu dengan Alexa lagi. Aku sudah melenyapkan apa yang membuatnya bertahan, aku sudah menghancurkan impiannya, aku sudah mengahabisi satu-satunya keluarga yang dia miliki, Daren. Aku benar-benar kejam." Daker menjatuhkan tubuhnya ke lantai, untuk pertama kalinya seorang Daker lemah seperti ini.

Daren ikut duduk di samping Daker, memandang lurus ke depan. Setalah mendengar penjelasan dari dokter tadi, seketika saja emosi Daren mumudar. Daker tidak salah, bukan dia yang membunuh Vanesa. Vanesa sudah seharusnya tertidur tenang sejak dulu, Alexa hanya terlalu takut untuk kehilangan Vanesa dan meminta agar dokter terus masang alat bantu nafas agar Vanesa tetap bertahan, sampai-sampai ia menyetujui semua permintaan Daker hanya karena Daker membayar pengobatan adiknya. Jika saja saat itu Daren tidak sibuk dengan pekerjaannya, seharusnya ia yang melakukan semua itu, bukan Daker, sehingga Daker tidak akan memiliki kesempatan untuk memanfaatkan Vanesa demi obsesinya pada Alexa. Semua itulah yang menyebabkan permasalahan ini dimulai, bukan Daker saja yang bersalah, tetapi mereka berdua. Daren dan juga Daker.

"Kita berdua sama bersalahnya pada Alexa, Daker. Jadi kita berdualah yang harus bertanggung jawab dengan semua ini."

"Kau benar, Daren. Akan aku lakukan apapun untuk menebus kesalahan ku pada Alexa. Bahkan meyerahkan Alexa pada orang yang dia cintai."

Daren yakin, tidak ada hal yang percuma dari sebuah permasalaha. Ia tau ada banyak penyesalan yang ia dapatkan setelah permasalahan ini, tetapi tanpa permasalahan ini, ia tidak akan pernah bisa duduk berdua dan berbicara sedekat ini kepada kakaknya sendiri. Ia benar-benar merindukan Daker.

"Kau akan membantu ku untuk menjelaskan semua ini pada Alexa?"

"Aku tidak yakin."

"Kita harus yakin, bicarakan semua ini pelan-pelan. Aku mengenal Alexa, aku yakin dia akan mengerti semua ini dan mengiklaskan Vanesa."

**


2bulan kemudian


"Tidak, Daren. Itu tidak enak, kau tau makanan itu sangat menjijikan!"

"Al, kau bilang sup buatan ku menjijikan. Kau tega sekali, sayang. Aku membuat sup ini dengan cinta dan kasih sayang, ada banyak taburan cinta di dalam sup ini."

Menyebalkan, rayuan Daren membuat Alexa semakin mual saja. Ingin sekali rasanya membuang sup itu ketempat sampah agar Daren tidak terus memaksanya untuk memakan sup itu.

"Alexa.. Aku membawakan bubur kesukaan mu."

Alexa membalikan tubuhnya, ia melihat Daker membawa sebungkus makanan di tangannya, sontak saja membuat Alexa bersemangat dan berlari ke arah Daker.

"Stop!!!"

Astaga.. Mereka bedua benar-benar possesiv, baru saja berlari sedikit mereka berdua sudah menghintikan Alexa dengan teriakan mencengangkan itu.

"Kau sedang hamil, Alexa. Jangan membahayakan anak kita!" Daren tak habis pikir mengapa Alexa begitu bersemangat sampai melupakan bahwa dirinya sedang hamil.

Daker tidak ingin mengambil resiko lebih banyak lagi, sebaiknya ia yang menghampiri Alexa dan menyerahkan bubur yang sudah ia beli untuk Alexa.

Alexa terlihat berbinar menatap bubur di tangan Daker, ia segara membuka sekotak bubur itu dan menyantapnya.

Daker tertawa geli melihat kelakukan Alexa, bukan hanya itu saja. Daker semakin tersenyum jail ke arah Daren yang terlihat sangat kesal karen Alexa lebih memilih bubur yang  Daker bawa dibanding sup yang sudah ia buat.

"Kau hanya bisa membuat saja, Daren. Kau tidak tau bagaimana cara merayu ibunya!"

Sialan,  Daren tidak bisa terima, ia mendekat ke arah Alexa dan mengambil alih bubur itu ke tangannya.

"Daren!!" protes Alexa menatap kesal ke arah Daren.

"Pelan-pelan, sayang. Kau akan tersedak jika kau  memakan terlalu cepat seperti ini. Lihatlah, kau berntakan sekali saat  makan." Daren mengusap pinggiran bibir Alexa.

Alexa hanya diam, membiarkan Daren membersihkan sisa makanan yang menempel di bibirnya tanpa tau alasan terselubung di balik itu semua.

Daren melirik Daker sekilas, menaikan satu alisnya sambil tersenyum licik. Ia meraih wajah Alexa dan mendaratkan bibirnya di bibir Alexa. Tentu saja itu membuat Alexa terkujut, hanya sesaat, setelah itu Alexa dengan pintarnya membalas ciuman Daren. Dia sudah hafal betul apa yang akan suaminya lakukan jika sudah kalah dari Daker. Dasar, Daren menyebalkan!

"Sial.. Sepertinya kau sedang menantangku, Daren. Lihat saja, akan aku tunjukan ciuman panasku dengan istriku nanti!"

Apa yang Daker katakan?
Lucu sekali, dia bahkan tidak memiliki kekasih. Bagaimana ingin menunjukan ciuman panasnya pada Daren. Ia harus segera mencari pendamping atau ia akan merasa kesal sendiri karen kesombongan Daren.

'Adakah yang ingin menjadi kekasih ku? '



Salam hangat dari pacarnya Park Chanyeol, semoga suka 😍

Tertanda,
Ulanzegeg 💋

Continue Reading

You'll Also Like

126K 6.2K 14
ONE SHOOT - COMPLETED Beberapa cerita pendek yang aku buat bersambung, temanya sih romantis walaupun begitu aku akan bikin yang nyesek-nyesek. Tapi a...
100K 3.8K 6
Young Adult Story ? ( OneShootStory )✌✌✌ YANG TIDAK SUKA CERITANYA... SILAHKAN TINGGALKAN... NGGAK ADA YANG MINTA STAY KOK? " Aku wanita bodoh !? Ke...
7.4K 364 15
(Cek @PinceSlovu untuk bagian 1&2 ) Kamu adalah sosok dalam cerita. Kamu hebat dan menarik. Cinta mengelilingi duniamu. Dimana-mana cinta itu indah d...
72.1K 5.7K 54
𝘒đ˜Ē𝘴đ˜ĸ𝘩 đ˜Ēđ˜¯đ˜Ē 𝘭đ˜ĸđ˜¯đ˜Ģđ˜ļđ˜ĩđ˜ĸđ˜¯ đ˜Ĩđ˜ĸđ˜ŗđ˜Ē 𝘤đ˜Ļđ˜ŗđ˜Ēđ˜ĩđ˜ĸ 𝘱đ˜Ļđ˜ŗđ˜ĩđ˜ĸ𝘮đ˜ĸ '𝘉đ˜ĸ𝘴𝘮đ˜ĸ𝘭đ˜ĸ𝘩 𝘕đ˜Ē𝘨đ˜Ē𝘴đ˜ĩđ˜ĸ'. 𝘑đ˜Ēđ˜Ŧđ˜ĸ đ˜Ŗđ˜Ļ𝘭đ˜ļ𝘮 𝘮đ˜Ļ𝘮đ˜Ŗđ˜ĸ𝘤đ˜ĸ đ˜Ĩđ˜Ē𝘩īŋŊ...