My Bad Ify

Oleh Elinwhyn

956K 30.9K 1.6K

[SUDAH TERBIT] "Lo tau? Setidaknya hidup gue nggak hancur-hancur amat semenjak kehadiran lo. Lo... buat hidup... Lebih Banyak

ONE: "MR. & MRS. ABSURD"
TWO : SAMBALADO
THREE : MALAM JUMAT KLIWON-AN
FOUR : SHIT! SMOKE!
FIVE : GURIH-GURIH NYOI!!!!
SEVEN : SAHABAT LAMA
NINE : RUMAH SAKIT
TWELVE : ILANA
PENG-UMUM-AN-_-!
THIRTEEN : CEMBURU
EIGHTEEN : SEPERTI POHON
TWENTY : APOTEK STORY
TWENTYONE : COCKROACH
Baca dong...
TWENTYTHREE : THE POWER OF SEEMPACK
TWENTYFOUR : WHATS WRONG?!
TWENTYSIX : AFRAID
^Mbrehe-mbrehe^
THIRTYSIX : QALQALAH
THIRTYNINE : MENYERAH...
FORTYFOUR : WHEN I'M HOME
FIFTY : STUCK
FIFTYONE : GOODBYE! (Last Part)
SELESAI
MAU SEQUEL?
OutDaughtered!!!
"Mohon Dibaca"
Si item OPEN PO!!!

FORTYSIX : PULIH

15.4K 971 64
Oleh Elinwhyn

Cerita telah dihapus....

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Tapi bo'ong 😂

------------------------------------------------------

Halaman belakang rumah sudah ramai sejak pukul 7 tadi, malam ini akan di adakan pesta kecil-kecilan untuk menyambut pulihnya Ify meski harus memakai tongkat untuk sementara waktu. Karena kakinya masih lemah akibat lama tak di gerakkan, terutama pada kaki yang patah. Meski sudah dipasang pen, hal itu akan sama saja karena tidak dilatih.

Siang tadi diadakan syukuran bersama para tetangga, maka malam ini adalah acara keluarga dan sahabat-sahabat Ify. Mereka menghias halaman belakang rumah dengan meja besar yang diatasnya sudah siap dengan berbagai hidangan. Lampu-lampu kecil digantung di pohon mangga yang ada disana membuat suasana semakin terasa hangat.

Beberapa meter dari meja, tepatnya di sudut halaman, ada Kelvin dan Rio yang sibuk membakar Sate. Dilihat dari jauh, mereka terlihat seperti sedang mengobrol dengan tenang. Namun, kalau didekati...

"Lo tau? Lo itu jauh banget dari kriteria adik ipar idaman." Kata Kelvin sambil mengipasi daging Sate di atas panggangan. Rio yang juga mengipas Sate di panggangan yang lain menoleh dengan wajah yang ditekuk.

"Lo nggak bersyukur banget sih jadi abang ipar?! Yang kayak gue nih limited edition tau!" Balas Rio, lalu cowok itu membolak-balikan daging agar tidak gosong.

"Iya, yang ori kayak lo emang cuma lo doang. Tapi kalo yang KW, beuuh... betebaran di seluruh penjuru bumi, " kata Kelvin, "atau mungkin elo kali yang KW-an."

"Sembarangan lo kalo ngomong." Cowok itu meletakkan daging yang sudah matang di piring sebelahnya, lalu meletakkan daging yang belum matang di atas panggangan, "Lo cari deh ke seluruh dunia, ada nggak yang cintanya sebesar gue? Ada nggak yang sayangnya kayak gue? Nggak ada!"

Kelvin mencibir, "Ah, elo mah sayang-sayang tahi ayam. Panas di awal abis itu keras."

"Njir, kenapa harus tahi ayam?!" Tanya Rio keki.

"Emang ada tahi lain yang panas diawal abis itu keras?" Tanya Kelvin balik dengan wajah penasaran membuat Rio berdecak kesal.

"Guys! Udah mateng belum satenya?"

Kedua cowok itu menoleh dan melihat Ify, lalu melirik sate yang matang. Untuk beberapa saat mereka saling pandang.

"Gue yang anter." Ucap Kelvin.

"Gue yang anter." Balas Rio yang juga tak mau kalah.

"Gue duluan." Balas Kelvin.

"Gue aja."

"Lo kalo minta restu gue, nurut apa kata gue."

"Gue gak butuh restu dari lo."

"Heh, jurang pemisah lo sama Ify tuh ada dua! Gue, sama bokap gue!"

"Bokap lo emang jurang pemisah, tapi Mami lo jembatannya. Kalo elo mah cuma undakan depan sekolah gue, alias polisi tidur! Di injek tiap hari, hahahaha!" Rio tertawa.

Kelvin geram, "Heh, nasib kisah cinta lo itu ada ditangan gue!"

"Nasib kisah cinta gue cuma ada ditangan Allah."

Kelvin menarik nafas dalam, lalu membuangnya dengan kasar. Baru saja ia hendak membuka mulut ketika Sivia dan Shilla tiba-tiba datang menghampiri.

"LAMA!!!" Bentak kedua gadis tersebut sambil mengambil nampan yang diatasnya terdapat Sate yang sudah matang.

"Kalo mau adu bacot, jangan disini! Dasar nggak jelas lo berdua!" Kata Sivia yang kemudian berlalu bersama Shilla dengan membawa sate-sate tersebut ke meja makan. Dan disaat seperti itulah Rio dan Kelvin sadar bahwa mereka akan bertingkah yang tidak penting jika sudah berdua.

"Ya udah." Kata Rio.

"Apa?" Tanya Kelvin bingung.

"Apa?" Rio balik bertanya.

"Apa yang udah?"

Rio berkedip lucu, "Nggak tau."

Dan selanjutnya makan malam pun terlaksana dengan baik diiringi canda tawa yang hangat di meja makan. Semakin malam semakin seru dan acara pun berakhir tepat pukul setengah 12 malam. Tentunya mereka juga sama-sama berharap agar musibah-musibah yang telah berlalu tidak akan pernah terjadi lagi setelah ini.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Ifyyy, Rio udah jemput nih!!!" Teriak Mami dari anak tangga terbawah. Gelegar suaranya menembus ke dalam pintu berwarna putih yang tepat menghadap tangga. Dan tak lama kemudian gadis yang dipanggil namanya tadi keluar sambil menenteng tas dan kaus kakinya.

Rio tersenyum pada Ify yang dibalas delikan gemas. Gadis tirus itu melempar tasnya ke sofa dan berjalan menuju rak sepatu untuk mengambil sepatu sekolahnya, lalu kembali ke sofa.

"Mandi kan, Bun?" Tanya Rio.

Ify merengut, "Gue nggak sejorok itu!"

Rio terkekeh pelan dan memperhatikan pacarnya memasang kaus kaki. Saat Ify hendak memakai sepatunya, Rio buru-buru menahannya dan berjongkok didepan gadis itu.

"Biar Ayah aja." Kata Rio sambil memasang sepatu sebelah kanan. Ify awalnya ingin menolak, namun rasanya... rindu juga diperlakukan istimewa seperti ini. Lantas gadis itu menyenderkan tubuhnya ke sandaran sofa sambil memperhatikan Rio memakaikannya sepatu.

Hari ini Ify akan kembali masuk sekolah setelah lama mendekam di rumah dengan segala pelayanan orang tuanya selama ia belum bisa berjalan dengan normal. Gadis itu sudah sangat merindukan atmosfer SMA Alabas yang biasa saja, namun membuatnya nyaman meski harus berurusan dengan tugas dan hukuman. Disana Ify bisa bertemu dengan teman-teman nakalnya yang masih tidak berani datang ke rumah saat pesta makan di halaman belakang rumah malam rabu yang lalu. Entah bagaimana kabar mereka, apakah masih gesrek? Atau malah lebih dari itu?

Ify sudah bisa berjalan tanpa tongkat, ia juga sudah berani berlari yang membuat suara Mami menggelegar memarahinya. Karena itu pagi ini dia berniat untuk masuk sekolah, karena selain sudah pulih betul, ia juga sudah lama tidak masuk sekolah. Ify prihatin dengan absennya yang sangat kotor meski keterangannya sakit.

Ify berdecak pelan, "Kekencangan ngikatnya!" protesnya.

"Eh? Kekencangan ya?" cowok itu pun melonggarkan ikatan.

"Itu malah kurang kencang." Kata Ify lagi. Rio pun kembali memperbaiki ikatannya.

"Kekencangan, Yo!" protes Ify lagi yang membuat Rio menggaruk kepalanya. Ify jadi geregetan dan memilih mengikat tali sepatunya sendiri. Rio menghela nafas pelan, lalu duduk disamping Ify dengan pasrah. Dasar cewek, dikit-dikit gue salah melulu, batinnya setengah dongkol.

"Ini hari senin loh, Bun. Rambutnya harus di kuncir." Ujar Rio mengingatkan bahwa sekolah mereka mewajibkan bagi siswi yang berambut panjang untuk mengikat rambut dengan rapi di hari Senin.

Ify merengut, "Bodo amat, males naik lagi ke atas." Jawabnya.

Rio berdecak pelan, lalu ia memutar tubuh Ify hingga membelakanginya. Tangan besarnya mulai meraup semua helai rambut Ify dan menyisirnya dengan jari. "Ada ikat rambutnya nggak?" tanya Rio.

"Di kamar." Jawab Ify.

"Dimananya?"

"Di atas kasur."

Lantas Rio bangkit dan berjalan memasuki rumah untuk menuju kamar Ify. Sebelumnya ia berbelok ke teras samping dimana Nia baru saja menyemprot bunya-bunganya. "Mi, Rio izin ke kamar Ify ya?"

"Kamu disuruh apalagi sama dia?" tanya Nia.

"Ngambilin ikat rambutnya." Jawab Rio.

"Suruh dia ambil sendiri gih." Kata Mami.

Rio terkekeh pelan, "Rio yang mau kok, Mi. Rio naik ya?"

Nia menghela nafas pelan, "He'emm..." jawabnya sembari mengangguk. Rio pun kembali melanjutkan langkahnya menuju tangga rumah. Sementara Nia kembali menggelengkan kepalanya, heran dengan kelakuan Ify yang suka sekali menyusahkan Rio. Setelah selesai memberi asupan pada bunga-bunganya, Nia pergi ke teras depan menemui Ify yang duduk disana sambil memainkan ponselnya, membiarkan pacarnya naik ke kamarnya untuk mengambil barang yang Ify butuhkan.

"Kamu jangan suka nyusahin Rio dong, Fy. Kasiaan." Ujar Nia yang duduk disebelah Ify.

Ify menoleh, "Bukan aku yang suruh kok. Dia yang mau sendiri." Balas Ify.

"Ya kamunya yang males ambil ikat rambut sendiri ke kamar, jadinya Rio kan yang ngambilin." Kata Nia lagi.

"Kan aku yang males, dia aja yang suka direpotin."

"Dia tuh nggak mau kamu kena hukum di sekolah nanti. Ih, kamu tuh ya, pengertian dikit kek ke pacarnya." Kata Nia gemas.

Ify mengerucutkan bibirnya. Mami mah, kalau urusan Rio pasti Maminya selalu jadi pembela dan Ify salah terus. "Mami nguping ya?!" tudingnya.

"Yee... orang kedengeran sampe dalam kok." Balas Nia sambil berkacak pinggang.

"Tapi tetep aja Mami denger!"

"Memangnya kenapa kalo Mami denger?!"

"Nggak papa." Jawab Ify santai membuat Nia gemas dan mencubit pipinya.

Tak lama kemudian Rio turun dan kembali duduk di sisi Ify yang lainnya -karena sisi Ify yang satu lagi ada si calon mertua-. Cowok itu kembali mengikat rambut Ify dengan kerapian yang seadanya karena tidak memakai sisir. Tapi dibandingkan menggunakan sisir, Ify jauh lebih manis dengan rambut yang diikat asal -menurutnya.

"Biarin aja dia ikat rambutnya sendiri, Yo. Ngapain kamu susah-susah?!" kata Nia sewot.

Ify melirik Maminya sebal, "Mami sirik aja, sih!"

"Dih, ngapain sirik sama kamu?!" Balas Nia.

Ify tak membalas namun bibirnya manyun. Setelah selesai mereka pun berpamitan pada Nia dan keluar dari rumah. Nia mengikuti keduanya hingga teras depan. Ify menerima helm yang disodorkan oleh Rio. Hari ini cowok itu membawa motornya karena Rio rindu naik kuda besinya tersebut ke sekolah. Atau yang lebih tepatnya adalah kangen di peluk Ify pas ngerem mendadak.

"Udah?" tanya Rio sembari melirik Ify melalui kaca spion.

"Udah." Jawab Ify. Gadis itu melayangkan ciuman jarak jauhnya pada sang Mami yang dibalas delikan gemas dari wanita tersebut. Setelah itu motor melaju keluar gerbang rumah.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Rio memperhatikan Ify yang berjalan didepannya, gadis itu berjalan pelan tak seperti biasanya. Rio mempercepat langkahnya dan menyesuaikan langkahnya dengan pacarnya tersebut. "Bun, kok jalannya pelan gitu? Ada yang sakit ya? Kita kan belum pernah malam pertamaan." Tanya Rio yang sialnya memasang wajah polos seperti anak kecil.

"HEH!!!" gertak Ify keki. Mata gadis itu terbelalak karena kaget dengan pertanyaan cowok tersebut. Rio malah cengengesan membuat Ify memutar bola matanya jengah. Dan di detik berikutnya Ify menjerit karena terkejut lagi dengan yang Rio lakukan.

"RIO TURUNIN GUE! LO APA-APAAN, SIH?!"

Rio tak mejawab, dia malah berjalan sambil membopong tubh mungil Ify. Tak peduli dengan Ify yang meronta minta di turunkan. Tapi lama-lama susah juga menggendong Ify yang terus bergerak. Maka ditatapnya tajam mata gadis itu yang juga nyalang padanya. Dan perlahan-lahan Ify mulai ciut dan akhirnya diam, tak lagi berontak seperti tadi.

"Jangan gerak-gerak ya manis, nanti Abang cium loh di tengah lapangan." Kata Rio mengancam.

Ify merengut, "Kok lo sekarang mesum banget, sih?! Dikit-dikit peluk, dikit-dikit cium!" kata Ify sewot.

"Loh, bukannya dari dulu ya?"

"Ih, kok ngaku sih?!"

"Daripada gue bohong, hayoo... pilih yang mana?"

"Terserah lo!" Ify malas menjawabnya dan merengut sepanjang jalan.

"Memang seharusnya terserah gue." Balas Rio dan Ify tidak peduli.

Di sepanjang koridor yang mereka lalui, seluruh rakyat Alabas memperhatikan mereka dengan pandangan iri dan gemas. Beberapa ada yang tak menyangka kalau Ify sudah masuk sekolah. Kabar Ify yang koma memang langsung menyebar dengan cepat, bahkan dari hari pertama. Sebagian dari mereka mendoakan, sebagiannya lagi merasa lega karena tidak ada predator betina di sekolah.

Rio menurunkan Ify tepat di bangkunya. Cowok itu tersenyum geli melihat Ify yang memanyunkan bibirnya dengan pipi yang memerah. "Nggak boleh manyun." Ujarnya.

"Suka-suka gue dong!" balas Ify sebal.

"Ya udah."

"Ya udah apanya?!"

"Ya udah Ayah cium aja."

Cup...

Kasak-kusuk mulai terdengar, beberapa teman sekelas Ify bersorak heboh melihat adegan manis di depan mereka. Wajah Ify yang sudah merona semakin memerah akibat ulah Rio yang main sosor ke pipinya. "Ngapain lo nyium gue?!" tanya Ify kesal sambil memegang pipinya.

"Suka-suka gue dong." Jawab Rio yang menirukan gaya bicara Ify tadi namun sedikit di lebih-lebihkan. Dan setelah itu, seperti biasa, penganiyaan yang tak berperikepacaran akan terjadi hingga bel berbunyi. Siapa yang menang dan siapa yang kalah tentu saja akan selalu sama seperti pertikaian yang sebelum-sebelumnya. Tapi bagi siswa-siswi Alabas, pemandangan itu adalah salah satu fenomena terunik yang mungkin jarang ditemui pada pasangan kekasih lainnya. Justru dalam adegan kekerasan itulah yang membuat Ify dan Rio terlihat sangat serasi. Meski disana Rio sudah terlihat merengek kelelahan.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Dan ulah Rio yang selalu sukses membuat Ify manyun kembali berlanjut sampai jam istirahat. Ify lapar, ia ingin pergi ke kantin dan teman-teman satu gengnya sudah berderet menunggu didepan kelas. Namun sebelum Ify berhasil bangkit dari bangkunya, cowok itu sudah menelepon dan melarangnya untuk keluar sebelum dia datang.

"Gue laper ogeb! Kalo nungguin lo dulu kapan gue keluarnya?" Kata Ify via telepon kepada Rio.

"Bentar, Bun. " terdengar kasak-kusuk diseberang sana, "Sabar ya, Sayang."

"Lapeeeeerrrr!!!" rengek Ify dengan kesal.

"O te we nih! O te weee!"

"5 menit!"

"Nyampe nih, nyampe! Oy! Minggir!"

Ify langsung mematikan sambungan telepon ketika pacar mancungnya itu datang, dia menerobos rombongan teman-temannya dan memasang cengiran khasnya. "Maaf ya lama..."

Ify mengerucutkan bibirnya, "Laper!"

"Mau makan disini atau kantin?" tanya Rio lembut.

"Ya di kantin lah, emang disini mau makan apa? Kursi?" balas Ify.

"Kalo mau makan disini, biar Ayah beliin." Ujar Rio. Ify berpikir sejenak, lalu mengangguk kecil.

"Makan disini?" tanya Rio.

"Nggak deh, di kantin aja." Jawab Ify yang membuat bahu Rio melemas.

"Kenapa nggak disini aja, Bun?" tanya Rio lagi dengan penuh harap.

"Di kantin enak, rame."

"Lebih enak disini, bisa sekalian pacaran." Balas Rio.

Ify merengut lagi, "Nggak mau!"

"Tapi, Bun..."

"Kantiiin..." Oke, baiklah. Rio menyerah jika gadis itu sudah mengeluarkan rengekan yang entah megapa sekarang sangat melemahkan seorang Mario. Bukan, dia memang sudah sejak dulu lemah dengan rengekannya. Yang membuat Rio bertambah lemah itu adalah karena gadis itu sekarang sering kali mengeluarkanya. Jadi mau tidak mau Rio harus mau menuruti apapun permintaan gadis itu.

Rio menggandeng Ify keluar, tentunya ia berjalan tanpa terburu-buru. Kerumunan anak buah Ify yang mendesaki pintu kelas langsung membelah, memberi akses keduanya keluar. Rio memanyunkan bibirnya saat mereka memanggil Ify 'Bunda' sama seperti dirinya. Padahal sudah berulang kali Rio bilang kalau panggilan itu hanya untuk dirinya dan calon anak-anaknya nanti.

Namun setidaknya Rio selalu dapat melihat senyum gadis itu yang sumringah bila sedang ada bersama teman-temannya. Rio juga dapat bernafas lega karena menurut survey kecil-kecilan yang ia lakukan, segerombolan bandit Alabas itu bukan bandit Alabas yang dulu lagi. Dengan kata lain mereka sudah bersikap dan bertingkah laku lumayan baik dibandingkan sebelumnya.

"Kamu akan menghabiskan masa SMA kamu disana, atau mungkin lebih cepat dari yang seharusmya."

Rio menghela nafasnya dengan kasar. Ia berusaha melupakan perkataan seseorang yang terus terngiang didalam kepalanya. Memandang wajah Ify membuat dirinya semakin tak bisa pergi. Namun demi gadis itu juga ia seharusnya pergi. Entahlah, Rio masih dilema dengan hal itu. Yang terpenting saat ini adalah memastikan perut pacarnya itu kenyang dan senyum dibibirnya tetap merekah.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Di pojok kantin sana, tepatnya didekat kipas angin yang menderu, enam remaja duduk mengelilingi sebuah ponsel yang menyala. Tangan mereka bergantian menyentuh layar benda mungil itu. Tidak ke-enamnya, tapi cuma empat. Sisanya hanya memperhatikan meski sesekali mengacau.

"Plisss, enam plisss..." gumam Cakka. Jari telunjuknya menyentuh layar dimana terdapat gambar dadu disana. Dadu itu pun berputar-putar hingga akhirnya berhenti di angka enam.

"YESS!" sorak Cakka heboh. Teluinjuknya kembali menyentuh layar tepat di gambar pion kecil berwarna kuning. Pion tersebut keluar dari kotaknya dan sebuah panah menunjuk ke arah dadu lagi. Cakka kembali menyentuh dadu tersebut dan mendapat angka tiga. Ia melenguh sebal.

"Tiga pliss, tigaa..." seru Gabriel yang berharap pionnya dapat mengusir pion Cakka.

"Doa yang disertai niat buruk itu gak bakal terkabul, Yel." Kata Cakka optimis setengah takut.

"Tiga nih, tiga." Kata Gabriel sambil melirik Cakka.

"Gak bakal!" Balas Cakka.

"Gue yakin tiga!"

"Dua!"

"Tiga!"

Cakka mulai menggembungkan pipinya, lalu berkata "Gue aja ya yang kocok dadu lo?" pintanya membuat yang lain termasuk Gabriel tertawa ngakak.

"Cie, takut cieee..." goda Gabriel sambil menjawil pipi Cakka.

"Gue baru keluar satu guys!" rengek Cakka.

Gabriel terkekeh geli, "Bodo amat!"

Gabriel menyentuh layar ponsel milik Cakka tersebut, namun sebelum ia berhasil menyentuhnya Cakka buru-buru menepis tangannya dan menyentuh dadu tersebut dengan tangannya sendiri.

"Woy, curang!" Gabriel bersungut kesal melihat Cakka tertawa penuh kemenangan. Namun didetik berikutnya, giliran Gabriel yang tertawa karena ternyata dadunya mengeluarkan angka tiga.

"Jangan yang ituuuu!" Cakka kembali menahan tangan Gabriel agar cowok itu tidak menyentuh pionnya yang berada didekat pion Cakka. Namun teman-temannya yang lain kompak ingin melihat Cakka tersiksa, mereka membantu memegang tangan Cakka dan Gabriel pun menjalankan pionnya tersebut.

"Tidaaaakkk..." seru Cakka saat melihat pionnya kembali masuk ke dalam kandangnya. Sivia, Shilla, Agni, Alvin dan tentunya saja Gabriel kontan tertawa terpingkal-pingkal. Cakka merengut sebal, lalu menarik ponselnya.

"Gak mau main lagi." Ujarnya.

Agni sigap menarik ponsel Cakka tersebut, "Heh! Enak aja, gue mau main!"

"Main pake HP kalian ajalah!" rajuk Cakka.

"Di situ gue udah mau menang. Mau liat gue kalah?" tanya Agni. Cakka mengerucutkan bibirnya dan menggeleng. "Ya udah, sini HP-nya!"

Cakka masih manyun, ia menatap Agni dengan tatapan yang lucu khas anak kecil, "Cium dulu." Pintanya.

Cup...

"Nah, udah." Kata Gabriel. Dan perlu kalian ketahui bahwa setelah ciuman itu Cakka berteriak heboh dan bergidik segeli-gelinya karena yang menyentuh pipinya tadi adalah bibir Gabriel yang di atasnya ada kumis sedikit.

"Najisuuuuun!!!" teriak Cakka sambil mengelap pipinya dengan tangan. Lalu ia beralih ke Agni, menatap Agni sendu.

"Agni... Cakka ternodai..." rengeknya.

"Iya nih, putus aja kuy?" balas Agni sambil menahan senyum.

"Iihh, Agniiii..."

Agni sontak tertawa dan menepuk bahu Cakka cukup kuat, "Udah ah, main lagi! Jangan ikut-ikutan kayak Rio deh."

"Emangnya gue kenapa?"

Sebuah suara bariton membuat ke-enam remaja itu menoleh dan mendapati Ify dan Rio yang dibelakangnya banyak bodyguard yang cengar-cengir tak jelas. Sivia yang melihat Ify ada di belakangnya kontan berteriak heboh.

"Oh my step cousin!!! Miss you so much! Muach-muach!" Gadis itu menarik Ify untuk duduk di sampingnya. Ify memutar bola matanya jengah mellihat sikap Sivia yang berlebihan, lalu ia menatap teman-temannya.

"Lo semua bubar deh, gue sama mereka aja." Kata Ify.

"Sipokeh!!!" Riko cs pun pergi, tapi tidak keluar kantin. Mereka duduk di bangku kantin yang berada didekat Rio cs.

Baru beberapa menit mereka disana dan Rio sedang asyik memperhatikan wajah Ify yang selalu dibalas delikan maut oleh gadis tirus itu, salah satu teman sekelas Rio berseru memanggil namanya. "Lo dipanggil bu Rahma, disuruh ke ruangannya juga." Ujarnya.

Rio terdiam di tempatnya membuat Ify menatapnya bingung, "Yo, kenapa?"

Rio menghela nafas pelan. Padahal baru saja ia ingin melupakan itu, tapi lagi-lagi ia harus berurusan dengan guru BK-nya tersebut sehingga harus menyita waktunya dengan Ify dan teman-teman. Rio menggeleng pelan sebagai jawabannya atas kebingungan Ify, ia mengacak rambut Ify pelan dan mecium pipi gadis itu tanpa mau di tolak. Lalu cowok itu bangkit dari bangku kantin.

"Jagain Ify bentar, ya?" pintanya pada yang lain, lalu cowok itu pergi dan kantin. Hal itu membuat Ify dan yang lainnya mengeryitkan dahi karena heran.

"Rio kenapa sih, Fy?" tanya Shilla.

Ify mengangkat bahunya, "Nggak tau gue."

Setelah itu mereka mencoba untuk tidak ambil pusing dengan sikap Rio. Mungkin cowok itu lagi ada masalah tentang tugas atau yang lainnya. Makanan pesanan Ify pun sudah datang dan yang lainnya kembali lanjut bermain Ludo dengan Cakka tetap menjadi satu-satunya orang yang ter-bully.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Rio berjalan menuju gedung guru yang merupakan bangunan utama, lalu berbelok ke kiri menuju tangga untuk naik ke lantai dua dimana letak ruangan guru yang memanggilnya berada. Sama seperti tadi, saat ia kemari pada jam pelajaran ketiga dengan tujuan yang sama, tidak ada semangat meskipun semua ini menyangkut tentang masa depannya.

Tok... tok...

"Masuk." Terdengar suara dari dalam.

"Assalamualaikum, Bu. Permisi..." ucap Rio saat ia membuka pintu. Didalam sana sudah ada Bu Rahma yang duduk di kursi kejayaannya sambil memegang secarik kertas. Rio berjalan mendekat dan duduk di hadapan guru tersebut setelah dipersilahkan.

Bu Rahma menatap Rio sejenak, lalu melirik kertas yang ada ditangannya. "Kamu sudah beritahu orang tua kamu?" tanya Bu Rahma.

Rio menunduk, "Maaf, Bu. Belum."

Bu Rahma menghela nafas pelan, "Saya memberi kamu waktu untuk kamu memberitahukan ini ke orang tua kamu. Lalu kenapa belum diberitahu, Rio?"

Rio diam tak menjawab. Ada banyak alasan di kepalanya yang menahannya untuk memberitahukan hal ini kepada orang tuanya. Bahkan belum ada yang tahu selain mereka berdua dan Tuhan.

"Rio... Ini adalah kesempatan terakhir kamu untuk mendapatkan beasiswa ini. Ini adalah hari terakhir sejak saya pertama kali memberikan surat kelulusan kamu minggu lalu. Seharusnya sudah di konfirmasi ke pihak penyelenggara, harusnya sudah dikirim. " kata Bu Rahma, beliau meletakkan surat kertas ditangannya didepan Rio. "Keputusan cuma di tangan kamu, tapi kesempatan kamu ada di surat ini. "

Rio melirik surat itu dengan bimbang, lalu ia mendongak menatap Bu Rahma. "Kapan terakhir pengiriman, Bu?" tanya Rio.

"Saya mau hari ini, supaya semua berkas kamu rampung dan tinggal dikirim besok. Tapi kalau kamu ragu-ragu seperti ini, saya bisa membatalkannya. " jawab Bu Rahma dingin. Wanita itu menarik nafas panjang, "Di luar sana. Atau bisa jadi di dalam sekolah ini, banyak sekali yang menginginkan beasiswa belajar ke luar negeri. Mendapat kelas akselerasi dan lulus di Universitas dengan undangan tanpa tes. Kamu adalah siswa beruntung kalau kamu mendapatkannya Rio."

Rio tahu kesempatan tidak datang dua kali. Minggu lalu ia mendapat kabar dari guru didepannya bahwa berkas yang beliau kirim -yaitu data prestasi Rio didalam bidang akademik- lolos seleksi pemilihan siswa beasiswa yang akan disekolahkan keluar negeri dan tentunya dia akan mendapatkan akselerasi dari Alabas. Tapi, Rio merasa sangat berat menerimanya.

"Rio..."

Rio menarik nafas panjang lalu menghelanya dengan kuat, "Tapi saya mohon untuk dirahasiakan dulu ya, Bu. Jangan beritahu orang tua saya."

"Loh, kenapa? Harusnya mereka tau, Rio. Mereka nggak akan mungkin marah kan?" tanya Bu Rahma.

"Biar saya sendiri yang beri tahu mereka, Bu. Dan tolong jangan disebar ke yang lain ya, Bu. Nanti ada yang nangis. Sayanya jadi berat buat ninggalinnya." Kata Rio curhat sedikit. Hal itu membuat Bu Rahma menahan senyum. Wanita itu mengangguk dan menatap Rio seolah memberikan semangat bahwa setelah ini semua akan -sedikit lebih dari- baik-baik saja.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bel masuk sudah berbunyi dan Ify sudah berada didalam kelas dengan pengawalan ketat disepanjang koridor oleh anggota gengnya. Sumpah itu sangat berlebihan namun mereka semua tidak mau mendengarkan tolakannya. Kenapa sekarang mereka malah berpihak pada Rio, mereka bilang 'perintah Rio itu layaknya utang yang harus dibayar, kalau tidak dibayar pas mati nanti susah'. Ify sendiri tidak mengerti namun ia tak peduli selama itu semua tak membuatnya pusing.

Ify mengecek ponselnya yang belum ada tanda-tanda kalau Rio akan membalas pesannya.

------------------------------------------------------

To : Pengabdi Setan

Gue udah di kelas.

------------------------------------------------------

Biasanya Ify tidak perlu menunggu lama untuk menerima balasan dari pacarnya tersebut. Tapi mungkin kali ini urusannya di ruang BK belum selesai. Berpikir positif adalah satu-satunya cara yang benar untuk saat ini.

Dan ternyata hingga bel pulang, cowok itu belum membalas pesannya. Tapi tidak apa-apa, seharusnya ia senang kan? Tidak membuat cowok itu terlalu bergantung padanya adalah lebih baik. Ify pun keluar kelas dengan bingung. Menunggu Rio atau memesan taksi. Minta jemput tidak mungkin, karena Papi kerja dan Kelvin kembali ke perantauan setelah akhirnya cowok berkacamata itu tidak jadi mengambil cuti berkat ancaman Papi.

Ketika Ify berbelok ke koridor kanan supaya bisa langsung sampai ke gerbang, orang yang tak pernah ia lihat berminggu-minggu ini muncul di hadapannya, menghadangnya dengan menghalangi jalannya.

"Ify..."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Assalamualaikum Wr. Wb....

Guys.... gue bener-bener minta maaf atas keleletan cerita ini. Kalian ga bakal paham kenapa gue susah banget ngelanjutinnya.

Dan sorry banget buat yang dua part kemarin yang gak bisa dibuka 😂😂😂
Gue gak bermaksud buat PHP, tapi gue salah pencet 😂😂😂
Maklumlah, gue ngetik pake hp karena menurut gue enakan pake hp meskipun jempol gue pegel.

Sumpah itu gue panik dan berharap gak ada yang baca duluan sebelum berhasil gue unpub, karena masih kacau banget dan kayaknya part yang ini tetep kacau deh. Gue gak tau kalian masih bisa nikmatin MBI kayak dulu setelah 2 bulan berlalu 😂😂😂

Sorry banget ya gengssss 🙏🙏

Gue harap kalian tetep suka dan rela menunggu part-part selanjutnya. Vote dan Comment ya guysss....

Luvyuuu 😘😘😘

Wassalamualaikum Wr. Wb....

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

19.4K 1.5K 30
Samudra Aldebaran, cowok tampan, penyendiri, kaku, tidak suka bersosialisasi, bukan tanpa alasan cowok itu membatasi diri tapi kemampuan aneh yang di...
5.5K 195 23
Hidup selalu memiliki sebuah makna, terkadang apa yang ada disekitar kita akan selalu menjadi bagian penting dari setiap pelajaran dalam hidup kita.
10.9K 971 15
Misi. Dan misi lagi. Sebuah misi kali ini membuat Airya dan Airyna kembali ke tanah kelahiran, Indonesia. Disanalah mereka berdua dan beberapa agen...
3M 255K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...