Elemetal Foréa

By TitanPTY

112K 4.3K 362

Aku tidak percaya tentang ramalan seseorang. Tapi, takdir punya rencana lain. Karena entah kenapa, seluruh ke... More

Prolog
Reizen I - Osilon Village : Part 1
Reizen I : Part 2
Reizen I : Part 3
Reizen I : Part 4
Reizen I : Part 5 (Last part)
Reizen II - Vânt City : Part 1
Reizen II : Part 2
Reizen II : Part 3 (Last part)
Reizen III - Weldron Forest : Part 1
Reizen III : part 2
Reizen III : Part 3
Reizen III : part 4 (Last part)
Reizen IV - Aéra City : Part 1
Reizen IV : part 3
Reizen IV : part 4 (last part)
Reizen V - Weldron Forest 2 : Part 1
Reizen V : part 2
Reizen V : part 3 (last part)
Reizen VI - Ravenos City : Part 1
Reizen VI : part 2 ( Kitrino's POV)
Reizen VI : part 3
Reizen VI : part 4
Reizen VI : part 5 (last part)
Reizen VII : part 1
Reizen VII : part 2
Reizen VII : part 3
Reizen VII : part 4
Reizen VII : part 5 (last part)
Reizen VIII : part 1
Reizen VIII : Part 2
Reizen VIII : part 3
Reizen VIII : part 4
Reizen VIII : part 5 ( last part)
Reizen IX : part 1
Reizen IX :part 2
Reizen IX : part 3
Reizen IX ( Bonus Part: Lacie's POV)
Reizen IX : part 4
Reizen IX : part 5 (last part)
Reizen X : Duel of Destiny ( part 1)
Reizen X : part 2
Reizen X : part 3
Reizen X : Part 4
Reizen X : part 5 ( last part)
Reizen XI : Part 1
Reizen XI : part 2
Reizen XI : Part 3

Reizen IV : part 2

2.3K 81 4
By TitanPTY

Kedua tanganku sudah memegang kedua gagang pedangku. Bersiap untuk mengambilnya kalau situasi tidak menguntungkan. Gin juga melakukan hal yang sama, begitu pula Kítrino. Dia sudah memegang tombaknya. Walaupun aku masih tidak mengerti bagaimana dia bisa memegang tombak karena selama tadi kami jalan dia tidak memegang tombak.

Tidak ada yang terjadi untuk beberapa saat. Lalu tiba – tiba orang yang mengikuti kami itu lompat dari atas atap rumah. Dia dengan ringannya menapakkan kakinya ketanah. Dia menggunakan baju khas tentara; baju dengan atribut ribet berwarna biru pekat. Dia juga memakai masker mulut ditambah dengan topeng putih bergaris emas dengan 3 buah benda kecil berkilau di dahinya.

Tunggu. Apakah itu Diamond? Dia tentara kan? Untuk apa mengejar dia kami?

“ Hebat sekali. Selama ini aku tidak pernah ketahuan kalau sedang mengikuti seseorang. Bahkan para pembantai ternama sekali pun.” Dia menepuk tangan.

Dari suaranya, dia pasti tidak jauh lebih tua atau mungkin sepantaran dengan kami bertiga.

“Ada urusan apa sampai membuntuti kami? Aku rasa tidak ada yang salah dengan surat izin masuk kami. Terlebih kau seorang Éxaires.” Tanya Gin.

“ Oh, tentu saja bukan karena masalah sepele begitu sampai aku harus mengejar kalian. Bukan bagianku untuk mengurusi hal – hal kecil dan remeh seperti itu.” Si tentara itu secepat kilat dan seringan angin sudah tepat berada di depanku.

Dalam sepersekian detik berikutnya dia sudah mengangkat pedangnya dan mengarahkannya pada leherku yang notabenenya berada paling dekat dengannya. Aku segera menarik kedua pedangku dan menangkisnya. Bunga api terjadi ketika pedang kami bersentuhan. Lalu dia melompat ke belakang. “ Bagus – bagus. Setidaknya misi kali sedikit tidak membosankan.” Dia menyarungkan pedangnya kembali.

“Baiklah, aku kesini untuk menjemputmu secara rahasia….. Yang mulia pangeran.” Lalu dia membungkukkan tubuhnya.

Keheningan langsung menyelimuti kami. Apa – apaan ini?

“ Hmm, jadi aku sudah ketahuan?” Tanya Kítrino memecah keheningan sambil menurunkan tudungnya.

Si tentara itu sudah menegakkan kembali badannya.“ Tidak. Kalau bukan karena informasi dari kepala pasukan yang mulia, kami tidak akan menyadarinya. Kami menerima informasi bahwa anda akan segera sampai di kota ini hari ini. Dan ternyata anda sampai sebelum perkiraan. Kalau kemarin saya tidak melihat tudung yang mulia mungkin saat ini kami belum menemukan anda. Dan secara kebetulan angin membuat tudung anda terbuka sehingga saya yakin bahwa itu anda yang mulia.” Tentara itu menjelaskan.

“ Lalu? Apa misi yang diberikan kepadamu?”

“ Misi saya membawa anda secara rahasia ke markas tentara tanpa sepengetahuan wali kota agar tidak menimbulkan kekacauan. Agar kami bisa melindungimu. Dan membawa serta – jika ada – 2 teman seperjalanan anda.”

“ Baiklah. Kami akan ikut kau.”Kítrino langsung memutuskan.

“ Eh? Kita mensetujuinya?” Tanya Gin.

“ Lebih baik begitu. Sebelum misi ini menjadi tidak rahasia. Kalau sudah begitu berarti ayahku sudah tau dan kalian akan terlibat masalah besar.”

“ Urg. Bagaimana ini? Kita akan ikut Vanir?”

Aku masih hanya diam. Ada benarnya perkataan Kítrino, kami akan dalam masalah besar kalau raja sampai tahu. Dan kalau tidak menerimanya, tentara itu akan memaksa. Yang berarti duel melawannya. Tentara itu benar – benar tentara kelas atas. Aku sama sekali tidak menyadari tapakkan kakinya ataupun auranya. Hanya karena tadi waktu disentral auranya sedikit lepas kendali dan aku bisa menyadarinya.“ Baiklah kami ikut.”

Tentara itu kembali membungkuk. Lalu dia melompat keatas atap.“ Mari saya tunjukkan jalannya.”

Kítrino sudah menurunkan tudungnya kembali. Lalu kami mengikuti tentara itu yang melompat dengan ringan melewati gang – gang sepi dan sempit. memasuki lebih dalam seluk beluk kota Aera yang terlampau dingin dimalam hari ini.

***

Tentara bertopeng itu menunggu di kanopi jendela di pojok lorong lantai dua, sementara kami membereskan barang - barang di penginapan ini. Setelah selesai kami turun ke lantai bawah. Kedai minum malam ini sedikit lebih penuh dari tadi malam. Tapi tidak penuh dengan para tentara seperti malam sebelumnya, melainkan penuh dengan para pedagang dari luar kota. Si bartender botak meminta 1 koin emas lagi untuk setengah hari yang kami gunakan. Karena tidak mau membuat keributan, Gin memberikan 1 koin emas itu. Kami keluar dari kedai yang bahkan kami tak tau namanya itu.

Algant mengikuti di belakang, sementara si burung hitam terbang rendah disampingku. Si tentara bertopeng masih berlompat - lompat dengan ringan dari satu atap ke atap lainnya. Si tentara memimpin melewati jalan - jalan sempit dan sangat sepi. Tidak ada orang yang berpapasan dengan kami sampai akhirnya kami sampai didepan benteng. Para penjaga gerbang sudang mengacungkan tombak mereka kearah kami.

" Ada urusan apa kalian di benteng malam - malam begini?" Tanya si tentara dengan nada yang monoton.

Tiba - tiba si tentara bertopeng itu loncat dari atap benteng hingga tepat di depan mata tombak si penjaga gerbang." Mereka bersamaku. Tolong kalian urus kuda - kuda mereka."

Kedua penjaga itu salah tingkah ketika melihat si tentara bertopeng.“ Ah! Ma-maafkan kami. Silahkan masuk." Salah satu dari mereka menerima tali kekang kuda - kuda kami. Sementara yang satunya membuka gerbang jeruji.

Si tentara bertopeng masuk kedalam benteng. Kami mengikuti di belakangnya. Si tentara bertopeng berbelok cepat ke kiri dan menaiki tangga masih dengan melompat - lompat kecil. Kenapa orang ini senang banget melompat - lompat? Dan anehnya, lompatannya tidak menimbulkan bedebum sama sekali. Seperti terbawa angin. Angin? Aku tidak berani berharap. Mungkin kemampuannya itu karena latihan kerasnya untuk menjadi salah satu tentara no 1 di Negeri ini.

Setiap lantai memakai ornamen yang berbeda. Di lantai 1, mayoritas berornamen perunggu . Lalu dilantai 2 dan 3 mayoritas berornamen perak dan emas. Di lantai 4, merupakan perpaduan ketiganya dengan bendera lambang kerajaan dipasang di langit - langit. Berbeda dengan lantai - lantai dibawah. Di lantai 4 ini hanya terdiri dari 2 ruangan yang berkali - kali lipat lebih besar dan mewah dari ruangan - ruangan di lantai - lantai yang dibawahnya. Si tentara bertopeng membuka pintu di kamar yang kiri. Dia mempersilahkan kami masuk. Kítrino masuk duluan, diikuti aku, Gin dan Algant.

" Silahkan menunggu disini sampai Carlail datang. Aku permisi dulu. " Dan tentara itu menghilang begitu saja di balik pintu.

Kítrino menaikkan tudungnya. Dia duduk di tempat tidurmewah yang berada di tengah ruang. Aku dan Gin duduk di sofa berwarna peach yang kelewat nyaman. Kami menunggu dalam diam sampai orang yang disebut tentara bertopeng itu; Carlail datang.

Pintu terbuka. Seorang paruh baya sedikit gendut dengan kumis tipis di bawah hidungnya. Rambutnya yang sepenuhnya sudah memutih diikat ekor kuda. Dia mengenakan jubah tidur berwarna hijau lumut yang terlewat panjang hingga menyapu lantai. Dia terlihat seperti tiran - tiran lainnya. Dia ditemani si tentara bertopeng dan satu tentara berseragam biru pekat bersulam benang emas. Tapi, itu bukan tentara yang berada di atap menara inginkan kemarin sore karena matanya tidak berwarna hijau emerald.

Kítrino sudah berdiri dari tempat tidur nan mewah itu, aku dan Gin juga bangkit dari sofa. Orang yang disebut Carlail dan kedua tentara itu membungkuk hormat pada Kítrino. Kítrino mengangguk singkat dan ketiga orang itu kembali menegakkan tubuh mereka.

“ Jadi, apa yang diminta Néir didalam suratnya?” Tanya Kítrino tanpa basa - basi.

“ Um, hanya menemukan baginda dan memastikan anda akan segera kembali ke ibu kota.” Jelas si kakek – kakek bernama Carlail itu.

“ Tapi, sayangnya aku belum mau kembali ke ibu kota. Ada yang harus aku dan teman – temanku lakukan di kota ini untuk beberapa waktu. Jadi, balas surat Néir dan katakana padanya aku akan kembali ke ibu kota setelah urusanku selesai di kota ini.”

“ Tapi…..”

“ Tidak ada tapi – tapian! Ini perintah! Jadi laksanakan saja!” gelegar Kítrino dengann segala kekuasaan yang dimilikinya.

Hmm, aku tidak pernah membayangkan orang selembut Kítrino bisa marah juga. Aku hanya menonton percakapan ini dalam dia. Lagi – lagi aku merasa dipandangi oleh seseorang. Aku menatap si tentara bertopeng dan tentara bersulam emas itu bergantian. Aku tidak bisa melihat mata atau bagian dari wajahnya sama sekali dari si tentara bertopeng itu. Dan aku bertanya – tanya kenapa dia memandangku seperti itu.

“ Baiklah tuan muda, perintahmu akan saya laksanakan. Beristirahatlah di tempat ini bersama teman – temanmu. Kalau ada apa – apa anda bisa memanggil salah satu dari tentara yang tinggal di benteng ini. Mereka akan menjaga seluruh rahasia tentang keberadaan anda.” Si kakek – kakek tua itu menerima perintah dari Kítrino dengan nada pasrah.

Sekali lagi mereka bertiga membungkuk hormat kepada Kítrino. Lalu mereka pergi dari ruangan ini. Aku menunggu sampai suara tapak kaki mereka menghilang baru aku mengeluarkan suaraku. “ Hmm, tidak kusangka kau bisa setegas itu kepada orang lain.”

“ Yah, terkadang tekanan juga dibutuhkan kalau mau bawahan menurut padaku.”

“ Jadi, sekarang gimana? Kau pasti diawasi oleh para tentara itu. Jadi akan sulit membuatmu bergerak untuk mencari ‘orang’ itu.” Gin membuka suaranya.

“ Aku saja yang mencari informasi. Gin, kau diam disini saja sama Kítrino eh, atau aku harus memanggilmu pangeran disini?”

“ Tidak. Panggil saja Kítrino seperti biasanya. Baiklah, aku akan menunggu disini sampai kau menemukan ‘orang’ itu. kau mau kan menemaniku disini Gin?”

Gin terdiam.“ Tidak apakah kau mencari ‘orang’ itu sendirian?”

Aku menggeleng. “ Tidak ada masalah. Kau temani saja Kítrino disini.”

“ Baiklah. Kalau gitu sudah diputuskan. Mulai malam ini kita akan tinggal disini sampai semua urusan selesai.”

“ Aku akan berkeliling malam ini. Mencari info dari kedai – kedai minum.” Aku berdiri dan berjalan menuju pintu berwarna biru pekat itu.

Pintu itu tidak berdecit sama sekali, tanda kalau pintu itu selalu dalam keadaan terbaik. Aku berjalan sehati – hati mungkin agar tidak menimbulkan suara. Seperti kata tentara bertopeng itu, keberadaan kami bertiga harus serahasia mungkin dari pemerintahan kalau tidak mau dituduh menculik si pangeran satu itu.

Si penjaga gerbang membuka jeruji pintu dalam diam. Sepertinya dia sudah diberi pesan agar tidak banyak omong saat bertemu salah satu dari kami bertiga.

Seperti malam sebelumnya, kota ini terlihat sangat sepi seperti kota hantu saat malam haru. Berbanding terbalik dengan keadaan penuh sesak jalan Leuere siang tadi.

Aku memulai pencarianku dari sebuah kedai minum tak jauh dari benteng. Aku tidak mau repot – repot untuk tahu apa nama kedai yang kumasuki. Kedai minum itu tidak jauh berbeda dari kedai minum yang kemarin kami masuki. Kebanyakan pengunjung adalah para tentara tingkat II kebawah. Aku duduk di meja bar. Aku memesan segelas Bir. Ini pertama kalinya aku meminumnya. Dan rasanya tidak enak. Pahit. Aku menanyakan kepada bartender yang hampir botak apakah dia pernah punya pelanggan seseorang berambut perak dan bermata hijau. Dia menggeleng. Aku menghabiskan minumanku dan pergi ke kedai berikutnya.

Kedai – kedai berikutnya tidak jauh berbeda. Tidak ada dari mereka yang pernah melihat pemuda dengan rambut perak dan mata hijau. Sudah hampir tengah malam, dan aku tidak mendapatkan informasi apapun. Memang, masih banyak kedai minum yang tersebar di penjuru kota Aéra. Aku memutuskan untuk memeriksa satu kedai terakhir sebelum kembali ke benteng. Terlebih perutku sudah kembung dan kepalaku berat karena minum terlalu banyak. Kedai itu terletak di jalan utama dan merupakan kedai termewah yang kulihat di kota ini. Aku masuk ke kedai itu.

Ada beberapa penjaga yang berdiri di depan kedai menuggu tuan mereka yang bersenang - senang di dalam kedai. Dan benar saja kedai itu sangat penuh dengan tentara tingkat I dan II dan para penjabat wilayah barat. Mereka mabuk dan tertawa - tawa. Beberapa tentara memandangku remeh saat aku berjalan menuju bar. Aku duduk di tempat duduk paling pojok.

" Wah wah, lihat siapa yang baru masuk kedai dan duduk di bar?" Seorang tentara dari tingkat II sub pedang menghampiriku dengan muka merah, tanda dia sudah mulai mabuk.

Aku tidak merespon pertanyaannya. Aku hanya diam menunggu pesananku tiba. Si tentara itu mulai kesal. Dia memegang kepalaku dan memutar badanku hingga sekarang aku berhadapan dengannya. Aku tidak mau membuat keributan, jadi aku hanya memandangnya tanpa ekspresi.

" Kau tidak punya suara bocah?" Dia tertawa bersama teman - temannya. " Hmm, pedangmu kelihatannya bagus tuh. " Tangannya sudah bergerak mengambil pedangku.

Aku memukul tangannya menjauh dari pedangku.

" Berani sekali kau memukul tanganku bocah! Ayo duel denganku. Kalau kau kalah, kau harus menyerahkan pedangmu."

" Lalu, kalau aku menang?" Tantangku balik. Aku tidak suka keributan, tapi kalau diajak ribut emosiku terpancing.

" Huh. Terserah. Toh aku tidak akan kalah dari bocah sepertimu!"

Kerumunan tentara yang sedari tadi menonton kami bersorak sorai mendukung si tentara berambut hitam cepak itu. Mereka meneriaki perkataan tidak senonoh padaku. Tapi aku tidak peduli. Si tentara itu membawaku ke tempat latihan para tentara di dekat alun - alun kota. Banyak tentara - tentara lain yang mengikuti kami.

Balai latihan para tentara cukup besar. Terbagi menjadi 3 wilayah besar dan tiap wilayah terbagi lagi menjadi 4 wilayah kecil. Si tentara berambut hitam cepak itu membawaku kelapangan berumput bertuliskan III. Dia berdiri di ujung lapangan dan aku di ujung lapangan lainnya.

" Peraturannya mudah bocah. Siapa duluan yang menghunuskan pedangnya ke leher lawan dia yang menang." Dia sudah menarik pedang panjangnya yang mengilat.

Aku menarik kedua pedangku. Memasang kuda - kuda dan menutup mata. Berkonsentrasi pada setiap suara yang dikeluarkan si tentara berambut hitam itu. Dikepalaku sekarang sudah tidak terdengar suara teriakan dan cemooh dari para tentara yang menonton, aku hanya mendengar deru nafasnya dan nafasku.

Si tentara itu bergerak langsung menuju badanku. Aku diremehkan. Hentakan kaki si tentara terdengar terlalu jelas ditelingaku, jadi aku dengan mudah menghindari serangannya. Dia memaki kecil. Dia kembali berlari dan melompat untuk menyerangku, tapi aku selalu menghindar. Terlalu mudah menghindari serangannya dengan langkah kaki sekeras itu. Lalu auranya berubah. Sekarang langkahnya tidak sekeras sebelumnya. Dia sudah serius rupanya. Kalau gitu tidak sopan kalau aku juga tidak serius.

Sekali dari sekian serangannya aku lengah dan serangannya hampir mengenai telinga kananku. Dengan cepat aku menangkis pedangnya dengan pedang kiriku dan melemparkan pedangnya keatas. Dia tanpa pertahanan. Aku menendangnya jauh keseberang arena dan segera melompat ke atas tubuhnya dan menghunuskan kedua mata pedangku kelehernya. Tidak lebih dari 2 senti mata pedangku akan mengenai lehernya. Aku membuka kedua mataku. Nafas si tentara berambut hitam itu memburu. Keringatnya mengalir deras dari kepala hingga ke lehernya. Aku menarik kedua pedangku dan bangun dari tubuhnya.

Aku baru membalik badan ketika tiba - tiba 2 pisau kecil berturut - turut dilemparkan dari kanan kiriku dengan sasaran kepalaku. Aku bereaksi kurang cepat. Aku hanya bisa menangkis kedua pisau yang dari kiri. Aku menunduk. Satu pisau dari kananku melesat cepat melewati atas kepalaku. Tiba - tiba sudah ada seseorang yang melompat ke kanan tubuhku dan menangkis pisau ke 2.

" Itu tidak jantan Noah. Kau sudah dikalahkannya dan sekarang menyuruh anak buahmu meleparkan pisau ke orang yang sudah berhasil memecundangimu. Kau sudah merusak nama besar Spatvelon; satuan tentara kerajaan ini."

Aku menengadah. Ada dua tentara di hadapanku. Yang berbicara tadi adalah tentara tingkat I yang tadi mengawal Carlail. Dan satunya lagi, tentara yang hanya menggunakan celana seragamnya yang biru pekat. Dia menggunakan penutup kepala. Jadi tidak kelihatan apa warna rambutnya.

" Sangat memalukan. Tentara macam apa kau yang menantang seorang rakyat dan ternyata kalah memalukan seperti ini. Kau akan mendapatkan hukumanmu. Segera."

Aku masih terkagum dengan kecepatan mereka sehingga tidak sadar kalau aura yang dipancarkan si tentara yang memakai tutup kepala itu sama dengan si tentara bertopeng. Si tentara berambut hitam yang mengawal Carlail membalikan tubuhnya dan mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Aku menerima uluran tangannya dan berdiri.

" Untuk semuanya, kalau sekali lagi ada yang berani melawan pemuda ini atau rakyat lainnya, kalian semua akan berhadapan langsung denganku. Mengerti? Sekarang bubar! " teriak si tentara bertopeng itu.

Semua yang ada di arena latihan itu buru - buru keluar. Termasuk tentara yang tadi menantangku. Tapi dia keburu di cegat sama si tentara bertopeng." Kau masih ada urusan denganku, Noah." Si tentara bertopeng langsung menyeret Noah entah kemana.

Sekarang di arena latihan ini hanya tersisa aku dan tentara pengawal tadi. Tiba - tiba si tentara pengawal tadi membungkuk." Maafkan atas ketidak sopanan anak didikku."

" Tidak usah minta maaf. Aku juga salah karena terpancing emosi." aku ikut membungkukkan tubuhku.

Bersamaan kami menegakkan tubuh kami. Si tentara itu memiliki wajah yang tenang. Walaupun tadi habis membentak - bentak bawahannya. Matanya berwarna emas dengan rambut hitam secepak Gin. Dia tersenyum hangat. Kukira ia akan menasehatiku karena membuat keributan.

" Namaku Téchoun, Dari Sub Pedang. Tadi kita belum sempat berkenalan. Salam kenal.” Dia menjabat tanganku.

“ Umm, ya namaku Vanir.” Aku membalas jabat tangannya.

“ Pedangmu bagus. Pedang biasa tidak akan bisa melemparkan pedang tentara karena pedang tentara terbuat khusus dari Biji besi yang ditemukan di pegunungan Arcturus. Dan aku tidak pernah melihat pedang berwarna merah seperti itu.”

“ Yah, aku tidak tau pedangku sebagus itu, aku juga tidak ingat bagaimana aku bisa mendapatkannya.”

“ Hm, dari mana kau belajar Teknik seperti tadi? Sambil tetap menutup mata menghindari serangan demi serangan. Setahuku, di kerajaan ini tidak ada yang punya aliran seperti itu.”

“Aku kehilangan ingatanku sebelum setengah tahun yang lalu. Aku tidak tau bagaimana atau dimana aku belajar teknik itu. Badanku hanya bergerak seperti sudah terprogam. Entahlah, aku tidak bisa menggambarkannya.”

“ Baiklah, aku tidak akan memaksa lagi. Berapa kalian akan tinggal disini? Maaf, aku lancang, kalau aku boleh tau, urusan apa yang kalian lakukan disini?”

Aku terdiam. Apakah aku harus memberitahunya? Tapi, kalau hanya memberitahu ciri – ciri orang itu tidak akan ada masalah. Mungkin aku bahkan bisa mendapatkan informasi darinya.

“ Aku tidak tahu sampai kapan kami akan tinggal disini. Kami, lebih tepatnya aku, sedang mencari seseorang.”

“ Kalau kau yang mencari orang itu, kenapa pangeran harus ikut bersamamu?”

“Karena semua ini berhubungan dengan Pangeran secara tidak langsung. Aku tidak bisa menjelaskannya kenapa.”

“ Jadi, kalau kalian segera menemukan orang itu, maka pangeran akan segera kembali ke ibu kota? Karena, jujur saja, Kalau bukan perintah pangeran, Perintah kepala pasukan pengawal istana itu mutlak. Sama dengan perintah Zurgré.”

“ Zurgré?”

“ Dia tentara yang bersamaku tadi.”

“ Oh, Tentara bertopeng itu? Setahuku Identitas seorang Éxaires tidak bisa diberitahukan secara bebas.”

Aku sedikit tertarik dengan si tentara bertopeng itu. Tidak ada alasan khusus mengapa aku tertarik dan menurutku si tentara bertopeng itu adalah si tentara bermata hijau yang duduk di atap menara inginkan kemarin sore. Aku berharap mendapat kepastian tentang itu dari Téchoun ini.

“ Seharusnya selain petinggi negeri dan tentara Tingkat II keatas tidak ada yang boleh mengetahui identitas aslinya saat bertugas. Kalau dia sedang tidak menggunakan seragam, itu berbeda. Sekarang, kau disini sebagai teman seperjalanan pangeran jadi kurasa tidak ada masalah memberitahukan namanya. Lagi pula, dia tertarik denganmu sejak pertama bertemu denganmu. Cepat atau lambat pasti dia akan memperkenalkan dirinya padamu dengan cara yang mungkin tidak kau bayangkan. Akan lebih baik kalau aku memberitahumu sekarang. Lalu, apakah kau sudah menemukan ciri – ciri dari orang yang kau cari? Mungkin aku bisa membantumu.”

“ Aku mencari pemuda berambut perak dan bermata hijau terang yang menggunakan busur putih.”

Dia terdiam. Sepertinya dia kenal dengan orang yang kucari. Raut mukanya berubah keras. Dia memicingkan matanya dan menatapku tajam. Dia bereaksi terlalu cepat dan tenaganya terlalu kuat. Dia menyerangku dengan pedang hitam panjangnya. Aku mencoba untuk menangkis serangannya, tapi tenaganya terlalu kuat, pedang di tangan kananku terpental ke udara. Pedangku berdenting kecil ketika bertemu dengan arena latihan. Aku segera memindahkan pedang di tangan kiriku ketangan kanan, dan memegang pedangku dengan kedua tanganku dan memasang kuda – kuda. Téchoun terpaut sekitar 10 meter dariku. Sebuah jarak yang kecil untuk melancarkan serangan.

Tapi dia tidak bereaksi apa – apa. Dia malah menyarungkan kembali pedangnya. Dan berjalan ke tempat dimana pedangku tergeletak. Dia mengambil pedangku dan melihatnya dengan seksama.

“ Siapa kamu sebenarnya?”

===============================================================

Alllo ~ coba tebak siapa gambar disamping! >.<

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 76.2K 40
(BELUM DI REVISI) Aline Putri Savira adalah seorang gadis biasa biasa saja, pecinta cogan dan maniak novel. Bagaimana jadi nya jika ia bertransmigra...
142K 332 13
21+++ Mengandung unsur kekerasan sexual dan pornografi. Ga suka? Skip. Plagiat menjauh! Tentang Cesa yang menikah dengan seorang pria kaya. Bukannya...
202K 282 17
Kumpulan cerita dewasa part 2 Anak kecil dilarang baca
122K 13.7K 15
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 3) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ____...