Crazy Bunny Coaster ' VKOOK '...

Bởi YOI-TE

241K 16.7K 3.6K

Jeon Jungkook baru saja menamatkan kuliah tahun ini. Jungkook sangat ingin mencoba sesuatu yang baru sebelum... Xem Thêm

Jika Ingin Maka Korbankan Lah! 'PROLOG'
Chapter 1: Iseng-Iseng Berhadiah
Chapter 2 : Awal Mula
Chapter 3 : Aku Mengutuk Segala Perasaan Cinta
WARNING (Permohonan Maaf) 。・゚・(ノД')・゚・。
Chapter 4 : Aku Berusaha Memahamimu, Bodoh!
Chapter 5 : Bukan Kegelapan yang akan Menyelimutiku
Maaf, Bukan Updatean Hanya Salam Sapa
Chapter 6 : Tumpah Tindih
Chapter 7 : Desa yang Hilang
Chapter 8 : Di Tengah Kabut Bersamamu
Chapter 9 : Langkah Ringan Masih Jauh
Chapter 10 : Cerita Cinta yang Sedih
Chapter 11 : Untaian Benang yang Kusut
Chapter 12 : Seberapa Besar Rasa Sayangmu?
Warning!!!
Chapter 13 : Laut Indah dan Luas yang Menjadi Ibu Bagi Umat Manusia
Chapter 14 : 念 -Nenriki- [Tekad]
Chapter 16 : Bunga Sakura yang Berguguran [Part.2] END
Attention, please
New Publish
Advertisement

Chapter 15 : Bunga Sakura yang Berguguran [Part.1]

6.9K 631 153
Bởi YOI-TE

Crazy Bunny Coaster

( Travel Light )

Chapter 15 : Bunga Sakura yang Berguguran [Part.1]

Cast :

Kim Taehyung

Jeon Jungkook

Min Yoongi

Park Jimin

Kim Namjoon

Kim Seokjin

Jung Hoseok

Lee Chan

(VK, YM, NJ, HC)

|||

Mobil yang Yoongi kendarai berhenti di depan salah satu rumah sakit milik Dokter Cha. Tidak banyak hal yang mereka bicarakan. Tapi, Yoongi dan Jimin berusaha menahan segala perasaan ingin tahu. Apa yang dilakukan Kim Namjoon? Sampai-sampai Chan harus mengirim pesan singkat disaat Yoongi sedang memata-matai gps ponsel Taehyung. Terkutuk, sungguh terkutuk. Jimin menyenggol lengan Yoongi agar turun dari mobilnya. Karena Namjoon sudah keluar terlebih dahulu. Ditengah kebingungan Yoongi mengumpat setelah sekian lama dan Jimin hanya cengengesan menanggapi.

Yoongi dan Jimin mengejar langkat tergesah-gesah Namjoon. Mereka tahu. Namjoon sangat mengkhawatirkan Seokjin, seperti Jungkook kepada Taehyung. Tidak ingin menyalahkan, tapi dengan segala kebingungan Yoongi tidak tahan lagi.

"Kita kemari untuk mencari Sehun dan Zitao" Ucap Yoongi membuat Namjoon mendelik. "Jangan kesal, kau tahu kita tidak bisa menemuinya. Saat ini"

"Ayolah, Hyung. Kita tidak punya waktu" Timpal Jimin memburu. "Lewat sini, Hyung"

Namjoon dengan segala rasa yang bahkan tidak pernah dipercayainya yaitu kekhawatiran. Semua terkontrol. Namjoon selalu berpikir seperti itu. Makanya, ia selalu menyuruh Taehyung bekerja di lapangan. Bukan dirinya. Terpaksa mengikuti pasangan mini-yang bahkan label tersebut tidak diakui oleh si terlabel.

"Aku tahu, kau kacau. Tidak ada bedanya dengan Jungkook. Hanya..." Yoongi mengantung kata-katanya nyaris membuat Namjon jengah menunggui. "Yah, well..."

"Kau hancur dari dalam Hyung" Ucap Jimin terdengar sok tahu.

"Kau benar Chim" Balas Yoongi secepat shinkansen.

Namjoon hanya bisa tersedak oleh air liurnya sendiri. Meratapi diri sendiri, tidak, tidak sama sekali. Itu bukan sikap Namjoon. Ia akan menyelesaikan ini tanpa emosi apa-apa pun. Jika Taehyung dengan mulut manis yang akan menenangkan sang calon istri berpotensi hamil. Beda dengan Namjoon yang akan berlidah penuh logika dan menarik paksa calon istrinya yang berpura-pura hamil, karena Dokter tua bangka entah kapan matinya dengan predikat kedewasaan. Namjoon berjanji. Astaga demi langit dan bumi beserta isi-isinya. Mengatakan sesuatu yang manis bisa membuat enek sebelum tersampaikan.

Mereka melewati begitu saja meja resepsionis. Yoongi dan Jimin bahkan melangkah pasti. Apa ini yang disebut dengan mencari? Atau apa? Namjoon bertanya-tanya. Yoongi dan Jimin seperti sangat ingat dimana kamar yang dituju.

"Bukannya kita mencari?" Tanya Namjoon kesal.

Jimin menghentikan langkah, Namjoon berpaling ikut berhenti. "Hyung, berhenti melamun. Yoongi Hyung baru saja mendapatkan chat dari Chanyeol Hyung. Tapi, Hyung tidak mendengarkannya. Apa-apaan ini!"

"Kenapa kau jadi marah Jimin? Aku... aku hanya..." Ucap Namjoon kehilangan kata-kata.

"... Hanya kehilangan akal? Hyung, kau cemas alias khawatir akui saja" Balas Jimin bak petir menyambar. "Kami tahu, kita keluarga. Ayolah... kami tidak bodoh Hyung"

"Sudahlah, Chim. Cepat kemari" Kata Yoongi mengarah berbelok ke arah kanan. Jimin tanpa melihat sedikit pun pada Namjoon berlari mengejar Yoongi. Dengan hela nafas Namjoon melangkahkan kakinya berat.

Namjoon melihat Yoongi dan Jimin yang sudah menghampiri Chanyeol dan Baekhyun. Baekhyun memeluk Yoongi dan Jimin bergantian tanpa aling-aling. Langkah Namjoon semakin mendekat ke arah mereka.

"Astaga, aku pikir kalian dimana? Baik-baik saja kan? Dokter Cha tidak meminta kalian melakukan hal aneh-aneh kan?" Tanya Baekhyun cemas membuat Jimin tersenyum menenangkan. Sumpah, Jimin jadi rindu Ibunya.

"Kau tidak ingin memelukku, little brother?" Tanya Chanyeol membuka kedua lengannya. Jimin tersenyum patuh memeluk saudara kandungnya. Chanyeol-saudara kandung yang berhasil menemukannya, saat Jimin belia. Tentu, ia bersyukur Tuhan mau mempertemukan Jimin dengan keluarga aslinya. Tapi, anggap saja Jimin masih malu menjadi bagian keluarga Park. Merasa tidak pantas, karen keluarga Park Chanyeol terpandang di kalangan detektif kepolisian.

"Bagaimana keadaan sepupuku yang seputih mayat?" Tanya Yoongi datar kepada Baekhyun dan Chanyeol. Baekhyun tertawa girang. Sedangkan Jimin dan Chanyeol bertukar pandangan bingung.

Baekhyun masih tertawa centil. "Astaga! Hahaha~ Yoongi kau mengatai dirimu sendiri?" Duo kakak-beradik kandung Park malah tertawa keras. Namjoon mendesis.

"Mereka baik-baik saja. Sedang melakukan check-up kesehatan untuk yang terakhir kalinya" Jawab Baekhyun mencoba serius.

"Baiklah" Balas Yoongi melirik ruangan kesehatan.

"Terima kasih, Yoongi. Karena kami kau dan Jimin harus mempertaruhkan nyawa" Ucap Baekhyun tersenyum simpul bercampr sendu.

Yoongi menggelengkan kepala. "Tidak, itu sudah keputusanku sejak awal"

"Yah, Hyung memang seperti itu" Timpal Jimin tersenyum senang.

Namjoon menarik tangan Yoongi menjauh. Baekhyun dan Chanyeol menatap menyelidik ke arah mereka yang pergi.

"Hyung, aku lupa akan sesuatu. Begini soal status Taehyung" Kata Namjoon pelan sedikit menarik Yoongi ke ujung lorong agar pembicaraan mereka tidak didengar oleh orang lain. Yoongi mengernyitkan kening, tanda tak suka. Namjoon menghela nafas. "Sebentar lagi Kerajaan akan menanyai kita apa yang terjadi, Hyung. Status Taehyung dan siapa yang akan menjadi raja selanjutnya"

Ibarat aliran listrik yang menyebar. Yoongi sangat mengerti kemana arah pembicaraan Namjoon. "Bukannya kita akan berubah menjadi pemerintahaan. Maksudku distrik yang tidak dianggap. Tidak ada di peta. Tidak ada di google maps. Yang bisa mengakses hanya menggunakan server kita saja. Kenapa kita harus butuh Raja lagi?"

Namjoon memijat pelipis yang menderit sakit bak kaki meja bergeser. "Hyung, semua itu tidak semudah yang terucap. Apakah kerajaan akan mudah-mudah saja mengiyakan usulan tersebut? Kita tidak menangkapnya saat Raja beserta antek-antek kerajaan melakukan pelanggaran. Taehyung malah membunuh Raja tanpa bukti. Seperti, orang tauran. Tidak banyak bukti yang tertinggal. Mana mungkin kerajaan mengatakan bahwa ini hal yang benar."

"Tapi...."

"... Tidak, Hyung. Kudeta gagal, walaupun Raja tewas. Makanya kita akan menghadapi kerajaan, mungkin dalam waktu dekat" Potong Namjoon sebelum Yoongi berbicara. "Walaupun memang tidak ada pilihan lain. Aku pikir Taehyung akan perang argumentasi dan menggorek semuanya sambil merekam di ponsel. Tapi, ponsel mereka malah ada di mobil. Apa yang membuatnya ceroboh? Jangan bilang, dia mengamuk lagi seperti dulu. Tidak terkontrol."

"Aku menduga, ada sesuatu yang terjadi terhadap mereka berdua. Taehyung akan kembali mengamuk. Jika ada hal tidak sesuai dengan bayangannya. Jungkook tertembak duluan. Dia yang mengatakannya sendiri. Kita sama-sama tahu selama hampir setahun ini mereka menjalankan berbagai misi. Taehyung selalu kecolongan. Dia tidak bisa melindungi Jungkook dengan baik. Aku yakin, Taehyung bersumpah kepada dirinya. Di perang ini, Taehyung akan memastikan Jungkook tidak terluka. Tapi, lihat. Kau bisa lihat! Jungkook terluka. Dia tertembak. Tiga hari yang lalu kakinya tidak bisa digerakkan akibat keseleo dan betis membiru. Chan dan Hoseok berganti untuk mendorong kursi rodanya setiap sore agar Jungkook merasa sedikit rileks dan baru kemarin Jungkook bisa berjalan dengan benar." Balas Yoongi panjang lebar dan cepat. Namjoon terdiam. "Taehyung pasti panik dan kacau. Sudah pasti dia mengamuk saat itu. Taehyung memang terlihat sempurna. Jika hubungannya baik-baik saja dengan Jungkook. Jangan lupa kalau adik kita spesial dalam artian lain, Namjoon".

"Tapi, Hyung...." Kata Namjoon masih tidak terima. Ia berusaha untuk memberi penjelasan agar Yoongi memahami apa yang dia inginkan. Bukan kesalahan yang dibuatnya secara tidak langsung. Namjoon tidak membayangkan dinamit yang dilemparkan malah mengenai pantatnya sendiri.

"Kalau memang begitu, kau saja yang naik tahta" Balas Yoongi jenggah layak pemabuk sedang menyembur tepat membasahi wajah Namjoon.

"Aku?! Kenapa harus aku, Hyung?!" Tanya Namjoon masih tidak terima.

"Hanya kau yang bisa. Kau, Namjoon." Jawab Yoongi meninggikan suara. "Dengarkan aku, Taehyung tidak bisa jadi Raja. Kau liat apa yang terjadi. Dia sangat emosional, walaupun pintar. Terkesan idiot. Dan Jika kau lupa, adik kita autis atau asperger"

Namjoon terdiam sejenak. Kembali berkata "... Menurut hasil selama ini dari Dokter Cha Taehyung adalah autis. Tapi, menurut Jungkook Taehyung penderita asperger tingkat awal"

"Mana mungkin kita di pimpin oleh si jenius yang cacat" Timpal Yoongi tidak bermaksud menyindir tapi menggulang kata-kata lama Taehyung, saat awal bergabung masuk sebagai agen detektif.

"Si jenius yang cacat" Ulang Namjoon tenggelam ke masa lalu. "Tapi, aku tidak bisa Hyung! Kau yang harus naik tahta"

"Aku?! Astaga! No, hell no!!!!" Bentak Yoongi mengelak. "Aku tidak mungkin menjadi seperti itu. Maksudku raja? Astaga! Leluconmu keterlaluan"

"Hyung, tolong... kau harus..." Elak Namjoon memohon. "Aku tidak bisa... Seokjin Hyung...." Yoongi menatap Namjoon tajam untuk melanjutkan kata-katanya. "Kalian benar, aku cemas, panik dan khawatir. Istriku sedang hamil dan Dokter Cha entah bagaimana mengurungnya dengan doktrin agar tidak menemuiku"

Yoongi tersenyum sendu. "Kau tahu, dia tidak Namjoon.... Jangan buat dirimu kecewa... Belajarlah untuk menerima"

"OK, ok Hyung! Tapi, aku ingin melihatnya" Tandas Namjoon gusar. "Aku ingin menemuinya. Aku harus..."

"Berjuanglah, bujuk Dokter Cha dan Seokjin. Mungkin, saja melihat dirimu yang merendah ini akan menggetuk pintu hati mereka" Kata Yoongi masih mempertahankan wajah datarnya.

"Tapi, Hyung akan naik tahtakan?" Tanya Namjoon lagi berharap.

"Masih banyak yang berpotensi, doakan saja bukan kita. Mungkin Chanyeol" Kata Yoongi menggelengkan kepala sekenanya.

"Kenapa dia?" Tanya Namjoon tersadar.

Yoongi menghela nafas. "Karena dia sedang menikahi salah satu cucu keluarga kerajaan yang tersembunyi atau dirahasiakan"

"Keluarga Byun yang hilang..."

"... atau si alien idiot yang lain yang akan naik tahta"

Namjoon menggelengkan kepala. Tak kuasa membayangkan. "Tidak mungkin, Zitao mau"

"Itu skenario terburuknya" Ucap Yoongi menyudahi pembicaraan. Ia pergi meninggalkan Namjoon sendirian.

Yoongi kembali berjalan ke arah Jimin dan pasangan Park. Jimin masih asyik berbicara dengan Baekhyun. Chanyeol bangun dari posisi duduk. Mendekat ke arah Yoongi dan menarik Yoongi agar menjauh dari Jimin dan Baekhyun. Kemudian, melirik ke kiri dan ke kanan memastikan seseorang tidak memperhatikan mereka. Untuk kedua kalinya, Yoongi merasa gusar dengan lelaki menara yang menyeretnya seenak jidat. Tadi tiang listrik di depan markas sekarang tokyo tower. Ia mengernyit tak suka lagi. Yoongi jadi ingin liburan bersama Jimin ke Kobe.

"Ada hal yang ingin aku tanyakan" Ucap Chanyeol masih melihat seseorang yang akan muncul dari belakang Yoongi.

"Apa itu? Cepatlah" Sengit Yoongi terdengar kesal. Tapi, Chanyeol tidak mengubrisnya.

"Kenapa kau bisa ada bersama Namjoon saat di TKP?" Tanya Chanyeol menyelidik.

Yoongi mengangguk cepat. Melihat sekeliling lagi. Ia bisa melihat Baekhyun berbicara antusias dengan Jimin. "Chan. Aku awalnya memberi pesan pada Hoseok untuk menyelidiki gps ponsel yang biasa digunakan Taehyung" Chanyeol masih serius mendengarkan Yoongi. "Kau tahu Jimin kurang terampil dibidang itu. Tapi, jawaban yang aku terima adalah pesan dari Chan menggunakan ponsel Hoseok. Dia mengatakan bahwa Hoseok pingsan karena bola bius yang dilemparkan Raja. Mereka kehilangan keberadaan Raja." Chanyeol menganggukkan kepala tanda paham dan tahu bahwa memang itu yang terjadi. "Jimin panik begitu juga denganku. Setelah membaca pesan dari Chan. GPS ponsel Taehyung dan Jungkook tidak bergerak sama sekali. Padahal, tadi GPS mereka selalu bergerak seperti..."

"... seseorang yang melakukan perjalanan begitu?" Tanya Chanyeol menyambung cerita Yoongi.

"Ya, dan Jimin semakin cemas. Kemudian, memohon kepadaku dengan kata-kata tidak rasional. Aku tahu, Jimin hanya cemas. Aku mengirimi alamat GPS mereka kepada Chan. Chan membalas bahwa Namjoon akan menuju ke sini beserta bantuan. Karena, Namjoon memerintahkan Chan agar membawa Hoseok ke rumah sakit. Intinya, aku meminta bantuan pada Chan" Tambah Yoongi mengingat kejadian seminggu yang lalu. "Di gang masuk, kami bertemu dan masuk ke TKP. Melihat Jungkook yang mencoba bangun sambil memeluk Taehyung dan Belial juga Raja baru yang terkapar"

Chanyeol menganggukkan kepala paham. Yoongi sedikit curiga. "Kenapa kau menanyakan ini, Hyung?"

"Aku hanya ingin memperingatkanmu, Yoongi" Ucap Chanyeol mengatntung kata-katanya. Terlihat seperti menimbang sesuatu. Tapi, Yoongi masih menunggu kelanjutan dari apa yang akan dikatakan Chanyeol. "Aku tidak suka cara kerja Namjoon kali ini."

Untuk ketiga kalinya dalam sehari ini, Yoongi mengernyitkan kening lagi.

"Namjoon sengaja menemui Raja Lee Hyun dahulu, tanpa menunggu Ketua Woobin atau Taekwoon Hyung. Aku dengar dari Chan, apa saja yang dikatakan Namjoon." Sambung Chanyeol cepat. "Menurutku, dia sengaja memprovokasi Raja baru bau kencur dan saat intruksi awal tentang misi kami. Namjoon memang berencana memprovokasi. Tapi, dia tidak menjelaskan seperti apa bentuk provokasi yang akan diberikannya."

"Aku tahu dia memprovokasi" Kata Yoongi menanggapi. Pikirannya melayang jauh. "Chan juga bilang begitu. Katanya Hyung yang paling protes"

"Aku tidak suka dengan sikapnya yang seperti itu. Kalau bukan karena dia memprovokasi Raja. Taehyung tidak akan menjadi seperti ini" Ucap Chanyeol meninggikan suara. Termakan emosi amarah yang sudah dipendamnya dari melihat Namjoon datang tadi. "Mengorbankan anggota? Kalau dia bilang, itu murni kesalahan Taehyung. Bagaimana jika Taehyung tak sempat melindungi Jungkook. Jungkook yang akan menggantikan posisi Taehyung sekarang dan kau tahu apa yang akan terjadi pada Taehyung"

Yoongi terdiam. Yoongi tahu seberapa tidak setujunya Chanyeol. Bahkan Chanyeol rela di hukum gantung agar Baekhyun, Sehun dan Zitao bebas. Makanya, Yoongi dan Jimin bisa menemukan mereka dengan selamat. Walaupun Sehun nyaris selamat. Ketua Woobin menghentikan pencarian Sehun dan Zitao. Hanya Sehun yang tidak beruntung waktu itu dan Yoongi mengambil keputusan yang sama dengan Chanyeol. Berada di bawah Dokter Cha agar operasi Sehun lancar dan keselamatan Jimin terjaga. Tentu Zitao juga harus juga dilindungi. Bagaimana kalau Sehun sadar dari pasca operasi dan tidak menemukan Zitao dalam keadaan baik. Yoongi tidak mau melihat si wajah datar menangis seperti teflon yang kesepian ditinggalkan majikan yang pergi dari dunia ini.

"Sebenarnya aku juga salah, tidak menanyainya." Sambung Chanyeol pelan dan lambat.

Yoongi kembali bingung. "Tidak menanyai?"

"Aku menanyai Namjoon bagaimana cara memprovokasi. Tapi, Namjoon menyuruhku untuk mengerti. Aku pikir, Namjoon tidak akan memilih hal ini sebagai jalan akhir" Balas Chanyeol menghela nafas mencuri lihat ke arah Baekhyun dan Jimin yang masih asyik mengobrol. "Mengorbankan seseorang... Aku pikir, Namjoon sudah siap untuk memberikan tim bantuan bagi Taehyung. Bagaimana kalau kau dan Jimin tidak ada di situ? Kita akan kehilangan mereka berdua"

Yoongi tersenyum hampa. "Mungkin, aku harus berterima kasih kepada si tua bangka"

"Tua bangka?" Beo Chanyeol mengerutkan keningnya. "Dokter Cha maksudmu?"

Yoongi menganggukkan kepala santai. "Siapa lagi. Lagian Namjon sudah mendapatkan hukuman dari langit. Dia membuat Jungkook nyaris kehilangan separuh jiwannya. Lihat! Sekarang, dia juga kehilangan separuh jiwanya. Setimpal kan?"

Chanyeol tertawa kecil."Yah, setimpal. Lalu, dimana Seokjin?"

"Sesuai penyelidikan Zitao, saat kita terfokus kepada Taehyung dan Jungkook. Seokjin pergi ke rumah Dokter Cha." Kata Yoongi dingin. "Dia datang setelah kami pergi bersama Inspektur Jongdae dan Minseok. Juga dua wanita yang akan kita jadikan saksi di pengadilan kerajaan nanti"

"Apa maksudnya ini?" Tanya Chanyeol memijit pangkal hidungnya. "Jadi, saat kami menyuruhnya berjaga di markas. Dia malah seenaknya membawa saksi ke rumah Dokter Cha. Terserahlah mau Dokter itu di posisi netral atau tidak"

"Dan ada satu hal lagi yang menganjal di otakku. Apa pasangan kita yang ikut program Dokter Cha baik-baik saja?"

Chanyeol kaku. "Aku rasa baik-baik saja"

"Saat Taehyung dibawa ke rumah sakit. Kami semua menungguinya. Kau tahu apa yang dikatakan Jungkook, Hyung" Ucap Yoongi lebih terdengar bertanya.

"Apa?"

"Dia mengatakan kami harus percaya pada apa yang di intruksikan kepada kita. Soal hal-hal selanjutnya"

"... Hal-hal selanjutnya? Jangan bilang dia itu"

"... Kami tidak tahu. Tapi, aku hanya menduga. Jungkook kadang terlalu mudah untuk dibaca."

"...Kau sempat menanyakannya?"

"... Sempat dan dia hanya tersenyum lirih menanggapiku"

Chanyeol mengacak rambut gusar. "Sudah jelas kalau begitu. Bukannya Jungkook sangat terpukul karena membohongi Taehyung. Sepanjang kemarin-kemarin, dia menyalahkan dirinya. Karena belum meminta maaf dengan benar ribuan kali kepada Taehyung. Bahu Baekhyunie sampai basah dibuatnya"

"Tidak ada yang bagus dari pilihan yang ada Hyung. Aku sudah menduga dari awal, ada pihak yang harus dikorbankan" Kata Yoongi pelan.

Chanyeol menganggukkan kepala. "Makanya kau ada di sisinya"

"Ya, karena aku tidak ingin dikorbankan" Balas Yoongi mengiyakan.

"Apapun itu semua telah terjadi. Aku masih kesal dengan Namjoon. Tapi, juga kesal dengan diriku sendiri. Kenapa tidak bisa menghentikan Namjoon. Kenapa tidak terpikirkan olehku bahwa ini adalah pilihannya" Kata Chanyeol masih menahan kekesalan. "Tapi, ada satu hal penting lagi. Besok kerajaan akan melakukan rapat dengan kita semua. Taehyung masih koma. Kita tidak bisa memintaan apapun darinya. Kesaksian Jungkook tidak bisa dipakai"

"Kenapa?" Sengit Yoongi.

"Karena dia kekasih Taehyung." Jawab Chanyeol mencoba tenang. "Aku ingin kau dan Jimin melakukan pembelaan dengan bukti tak terbantahkan. Hanya kalian yang bisa, karena posisimu netral. Aku tidak bisa berharap banyak pada Ketua Woobin yang seperti itu. Tidak terprediksi dan Namjoon yang dalam keadaan sekarang. Panik dan cemas karena Seokjin. Pusat kerja otaknya sekarang hanya berporos pada Seokjin."

Yoongi menganggukkan kepala lagi. "Ya, dia sedikit emosional hari ini. Tidak bisa menggunakan logika."

"HEIIIII!!!!!" Pekik Baekhyun tidak elit. "Lama sekali kalian berbincangnya Sehun dan Zitao sudah selesai"

"Baiklah, aku ke sana darling" Balas Chanyeol tidak kalah tidak elit. Memeluk Baekhyun gemas.

"YAAAKH!!! Apa yang kau lakukan?" Teriak Baekhyun untuk ke sekian kalinya.

"Woow dikunjungi sepupu. Apa kulitmu tidak menggosong Hyung?" Tanya Sehun datar.

"Diamlah, bayi. Aku sedang tidak ingin bertengkar" Jawab Yoongi santai

Jimin membisik kepada Zitao. "Apa mereka selalu seperti ini? Menyatakan kalau mereka saling menyayagi sebagai keluarga"

"Kau lebih tahu daripada aku, Jimin" Balas Zitao tak kalah berbisik.

"Aku mendengarkanmu, Tao Gege" Ucap Sehun deathglare.

"Kau akan mati sebentar lagi, Hyung" Kata Jimin terkikik. Menertawai Zitao.

"I will die, brother mine. No one flower." Celoteh Zitao menanggapi.

Chanyeol menggerutkan kening tidak suka. "Sejak kapan adikku, jadi adikmu kungfu panda?"

Semua tertawa mendengar ocehan Chanyeol dan Zitao tidak karuan. Perang kata konyol. Tertawa hanya untuk sebentar menghilangkan segala praduga yang ada. Sebab esok adalah hari yang panjang.

"Jangan terlalu banyak tertawa." Ucap Baekhyun memperingati. "Karena ada yang sedang menangis sekarang" Semua terdiam lagi dengan senyum sepi.

"Oh!!! Dimana Namjoon?" Tanya Zitao tiba-tiba. "Aku baru ingat, Dokter Cha akan menemuinya."

"Kirim saja pesan" Balas Yoongi cepat untuk menghentikan Zitao mencari Namjoon.

"Namjoon sedang tidak ingin diganggu" Timpal Jimin memeluk lengan Yoongi. "Kami nyaris beradu argumen terus..."

"Tidak nyaris juga" Elak Yoongi santai.

"Ya, sudah beradu argumen" Tambah Jimin tersenyum kikuk. Yang lain tersenyum paham menanggapi. Zitao mengirimi Namjoon pesan singkat.

To : Namjoon

Kau diminta menemui Dokter Cha sekarang. Kapan kau bisa.

Good luck!

Di Ruang Tunggu Rumah Sakit

Namjoon masih duduk di bangku keluarga pasien. Sedikit merenung mencoba menjauh dari keramaian. Ia butuh menenangkan diri. Namjoon ingin sekali mengamuk. Tapi, itu bukan gayanya. Juga bukan seperti ini. Beberapa menit kemudian, Namjoon membaca pesan singkat dari Zitao dan membalasnya dengan kata-kata OK. Ia berjalan menuju lift lantai paling atas. Tempat ruang kerja dokter Cha. Tak sampai berselang beberapa menit, pintu lift terbuka. Namjoon melangkah pasti sedikit terburu-buru menuju ruangan Dokter Cha. Seingat Namjoon ada yang salah. Bagaimana mungkin Dokter sepenting Dokter Cha punya ruang kerja yang susah diakses. Di lantai sepuluh. Namun, Namjoon mengabaikan semuanya. Ia membuka pintu tersebut bertuliskan : Ruangan Dokter Cha

Namjoon membuka pintu. Bukan ruangan kerja seorang dokter yang terlihat oleh Namjoon. Kamar pasien VVIP dengan dinding diwarnai pink sendu menghiasi. Karpet biru gelap yang mengelilingi. Bukan, ruangannya yang terlalu gelap. Dibandingkan dengan ruangan pasien lain dengan dinding putih menyilaukan mata serta jendela penuh cahaya matahari pagi. Di mana jendela. Namjoon memasuki ruangan yang pintunya tertutup sendiri. Dimana Dokter Cha? Ia masih memperhatikan ruangan. Ada satu meja makan yang panjang dengan satu buah kursi di ujung. Di hadapan kursi, ada peralatan makan yang aneh yang berada di atas meja makan. Namjoon melangkah mendekat ke kursi. Dua garpu di sebelah kiri, dua sendok di sebelah kanan dan satu pisau makan paling dekat dengan piring makan berisi apel yang berada di tengah. Namjoon memperhatikan dengan seksama. Jiwa menelitinya tergugah. Dan satu lagi ke anehan di dekat piring tepat di bagian atasnya ada sepasang sendok dan garpu. Satu gelas dan teko di samping sedikit jauh dari jangkauan. Di tengah meja ada beberapa tangkai bunga lili segar berada dalam vas bunga berisi air dan paling ujung tiga lilin yang hidup.

Namjoon tersenyum melihat kamar ini. Siapa yang punya selera mendekor kamar seperti ini? Ia melihat ke arah belakang di tengah-tengah dinding ada sebuah lukisan. Lukisan yang pernah Namjoon lihat sebelumnya. Ia kembali berpikir. Jika ada satu saja kursi. Kenapa harus peralatan makan lebih dari sepasang? Namjoon mengambil sarung tangan plastik dari saku celana. Ia menggunakannya. Kemudian, meneliti apa saja yang ada di atas meja. Namjoon memilih sebuah apel yang berada di atas piring. Ia membaui apel tersebut. Apel palsu, batin Namjoon meletakkan kembali apel. Ia mencoba membaui isi gelas. Hanya air biasa. Namjoon kembali terhipnotis kepada Bunga lili. Kenangan lama muncul seperti rol film.

Taehyung masih berusia belia. Ia masih kelas tiga sekolah menengah pertama. Ia menarik tangan Namjoon. "Hyung, kenapa parfum Seokjin Hyung baunya seperti bunga?" Tanya Taehyung datar. Namjoon berusaha mati-matian menahan tawa. "Baunya seperti perempuan Hyung."

"Untuk apa kau mengambil parfum Seokjin Hyung?" Ucap Namjoon balik bertanya masih menahan tawa.

"Parfumku habis Hyung. Min Hyung seenak ketiaknya menumpahkan begitu saja" Balas Taehyung memberikan parfum Seokjin pada Namjoon. "Hyung pinjam parfum dong"

"Untuk apa?" Tanya Namjoon lagi ingin menikmati jawaban aneh dari penyandang autis.

"Ketiakku bau, kalau tidak pakai Hyung. Aku masih tidak pede, walaupun sudah pake deodoran" Tandas Taehyung santai.

Namjoon semakin tertawa. "Ya, sudah ambil sana"

Taehyung melangkah menuju meja kecil Namjoon. Menyemprot parfum Namjoon ke tubuhnya. "Baunya enak, Hyung. Manly"

"Sure, my brother" Balas Namjoon.

"Hyung, Seokjin Hyung suka sekali bunga lili sampai parfumnya saja bau bunga lili" Ucap Taehyung melirik Namjoon.

"Dia selalu feminim seperti itu. Bunga lili adalah kesukaannya" Tambah Namjoon menghirup aroma parfum Seokjin yang menurutnya menggoda dan penuh kelembutan.

Bunga lili.

Lili...

Bunga lili...

Namjoon tersedak. Satu kamera polaroid berwarna soft pink keluaran fujifilm berada di belakang vas bunga lili. Ia ingat pernah menghadiahkan Seokjin kamera ini di ulang tahun. Tapi, Seokjin jarang menggunakannya. Sebab, tak ada waktu libur yang tepat untuk seorang detektif. Tepatnya agen detektif yang sibuk diberi misi. Seokjin masih menyimpannya. Namjoon tahu itu.

Namjoon berlari ke lorong di hadapan meja makan. Ia mengikuti arah belokan lorong. Dinding yang dihiasi walpaper seperti salah satu ilustrasi gothic style mengiringi langkah Namjoon di setiap lorong. Ia yakin lorong yang baru saja diarungi berbentuk formasi L. Namjoon ada pada ujung paling atas huruf L. Dua buah pintu gerbang sebuah kamar berwarna putih terlihat kusam, akibat minimnya penerangan. Namjoon mengetuk pintu kamar.

"Seokjin Hyung! Seokjin Hyung! Seokjin!" Panggil Namjoon mencoba bahwa tebakkan tidak meleset.

Ponsel Namjoon berdering. Kenapa malah di saat seperti ini, batin Namjoon kesal. Sebuah pesan singkat yang ternyata masuk.

By : Dokter Cha

Apakah kau sudah menemukan ruangannya? Selamat mencoba Namjoon.

Jangan salahkan aku.

Aku telah memberimu kesempatan.

Namjoon mengeram seperti raja hutan. Setelah membaca pesan singkat menyebalkan dari tua bangka tak tahu diri. Ia memukul brutal pintu kamar. Mencoba membuka kedua knop pintu kamar dengan kuat. Tapi, percuma. Pintu di rantai dari dalam dan Namjoon bisa mendengar rantai menyanyikan lagu mengejek kepada Namjoon. Namun, Ia tetap tidak berhenti. Sekuat tenaga Namjoon mendobrak pintu agar terbuka.

"HENTIKAN KIM-SSI!!!" Jerit Seokjin dari dalam suaranya bergetar menahan amarah dan sedih. "Pergilah, kau tak ada hubungannya dengan ini"

"Apa maksudmu?" Tanya Namjoon sengit. "Biarkan aku masuk Kim Seokjin"

"DIAM!!!! PERGI!!!!" Bentak Seokjin sekali lagi.

PRAAAANG!!!!

"Seokjin Hyung!!!!!" Teriak Namjoon panik sambil memukul pintu kamar. "Kau tidak apa-apa kan, Hyung?"

Kedua mata Seokjin melebar. Gelas yang dilempar ke pintu kamar telah hancur berkeping-keping di karpet biru. "Pergi dari sini atau aku akan membunuh diriku sendiri." Namjoon yang masih menempelkan daun telinga di pintu mematung. Terdiam dan syok seketika. "Lupakan aku, hiduplah dengan baik"

Kata-kata itu lagi. Namjoon berjalan menjauh dari pintu kamar Seokjin. Berhenti di perbelokan lorong. Namjoon menghela nafas. Ia menyandarkan diri di dinding. Terduduk di atas karpet biru gelap. Ya, semua lantai di ruangan ini dihiasi karpet berbulu lembut bewarna biru gelap. Namjoon memandangi pintu kamar Seokjin pilu.

* * *

Pagi hari yang berganti siang dengan cepat. Jungkook masih senang tiasa menunggui Taehyung. Setiap pergantian waktu dari pagi hingga paginya lagi. Jungkook terus merawat Taehyung. Mengganti pakaian Taehyung sampai membersihkan tubuh Taehyung sesuai petunjuk perawat. Jungkook melakukannya dengan baik. Sore ini setelah membersihkan badan Taehyung dan mengganti baju Taehyung lagi. Jungkook mengambil salah satu buku dogeng. Ia tidak lupa menghidupkan musik klasik di tablet. Terdengar aneh. Tapi, beberapa hari yang lalu dokter mengatakan operasi Taehyung berjalan lancar. Hanya saja entah kenapa Taehyung belum mau membuka matanya. Semua ini membebani Jungkook. Ia berpikir Taehyung membencinya dan dunia ini.

Jungkook masih menggenggam tangan Taehyung, sambil bercerita tentang seorang anak yang di warisi sebuah benda oleh Ibunya. Jungkook terus mengajak Taehyung berkomunikasi. Ia memang tamatan Psikologi S1. Tapi, semasa menjadi calon penerus Dokter Cha Jungkook diberikan banyak pelajaran penting. Termasuk komunikasi terapeutik terhadap pasien koma. Tanpa harus mendapatkan perintah oleh Dokter. Jungkook terus berusaha agar Taehyung sadar. Jungkook tersenyum pada Taehyung.

"Hyungie, sudah seminggu lebih Hyung tertidur. Apa di sana menyenangkan?" Tanya Jungkook tersenyum mengelus pipi Taehyung. "Hyung tidak mau menceritakannya padaku? Oh, ya ada banyak manisan Hyung. Bahkan brownies juga"

Jungkook tersenyum lagi memperlihatkan kotak cokelat dan brownies. Tapi, Taehyung tak merespon sedikit pun. Jungkook tersenyum sendu. Ia kehabisan akal. Jungkook berpikir jika Taehyung dalam keadaan koma. Berkemungkinan hanya pendengarannya yang bisa berfungsi. Makanya, Jungkook terus mengajak Taehyung berbicara agar kesadarannya pulih. Banyak yang menganggap hal ini tidak terlalu penting. Tapi, bagi Jungkook berkomunikasi adalah salah satu hal yang bisa dilakukan. Namun, tidak ada respon dari Taehyung baik kelopak mata yang berkedip atau jari yang bergerak. Jungkook frustasi. Tapi, ia tetap berusaha tenang dan tidak menyinggung perasaan Taehyung. Jungkook berasumsi kalau Taehyung bisa mendengarkan hanya saja sarafnya tidak.

"Oh, ya Hyung harus cepat bangun... Kita akan mencari Seokjin Hyung..." Kata Jungkook lagi masih menggenggam tangan Taehyung erat. "Apa tadi aku memandikanmu dengan baik? Hyung, bangun ya... Supaya aku tahu, apa yang Hyung ingin kan? Hyung, aku bermimpi lagi tentangmu. Jangan pergi ya, aku membutuhkanmu"

Jungkook memeluk leher Taehyung. Mengecup kedua pipi Taehyung sayang. "Hyung, aku sakit melihatmu begini. Bangun ya..." Ucap Jungkook memejamkan mata. Tanpa Jungkook sadari satu gerakan dari jari manis Taehyung. "Katanya janji mau jalan-jalan bersamaku..."

Dua perawat wanita muda masuk membawa infus baru. Mereka mengetuk pintu dan masuk begitu saja.

"Tuan, kami mau mengganti infus pasien" Ucap Gadis berambut hitam tersenyum. Ia mengganti infus Taehyung dengan yang baru. "Kami bawa peralatan mandinya ya"

"Silakan" Ucap Jungkook dingin dan tenang.

Kedua perawat itu mengambil peralatan dan menutup pintu kamar. Berdiri di depan pintu kamar Taehyung.

"Kasihan ya... Pacarnya tidak sadarkan diri..." Ucap salah satu perawat sambil menutup pintu.

"Mungkin mereka bertengkar. Lihat saja dia. Kita bahkan tidak boleh memandikan pacarnya selain dia. Memang dia siapa Dokter?"

"Dia calon penerus Dokter Cha loh"

"Bodoh amat! Anak sombong. Pasti pacar tidak mau bangun. Mungkin kekasihnya yang tertidur itu sangat membenci dirinya sampai tidak ingin bangun lagi. Sampai kapan mau melakukan terapi itu. Toh, dirinya yang di benci. Mana mungkin bisa berhasil"

"Kasihan ya..."

Jungkook memejamkan mata. Tanpa kedua perawat tadi tahu. Jungkook mendengar pembicaraan mereka di depan pintu. Jungkook ingin berterima kasih dengan memberikan brownies pemberian Baekhyun Hyung. Tapi, apa yang seharusnya tak terdengar. Malah terdengar.

"Apa Taehyung membenciku?" Gumam Jungkook pada dirinya sendiri. Jungkook memeluk kotak brownies erat.

Sreeet....

"Eh, Jungkook Hyung?" Tanya Chan membuka pintu.

"Mau pergi kemana Kook?" Tanya Hoseok bersamaan.

Jungkook tersenyum "Tidak kemana-mana kok hanya saja. Aku ingin membagikan ini kepada perawat."

"HEEEEE?! Tak usah jauh-jauh padaku saja" Kata Hoseok mengembat kotak kue berisi brownies.

Chan menggelengkan kepala tidak habis pikir. "Hyung sudah makan belum?" Jungkook menggeleng pelan. "Makanlah kalau begitu. Maaf ya kami terlambat"

"Aku harus melarang Taehyung makan yang manis-manis" Ucap Jungkook lirih kepada dirinya sendiri.

"Hyung bilang apa?" Tanya Chan bingung. Ia tidak bisa mendengar gumaman Jungkook.

"Gomawo, Chan" Balas Jungkook seadanya.

"Eumm~ Chan brownies ini enak loh" Puji Hoseok setelah menghabiskan setengah brownies.

"Hyung bagi aku juga" Rengek Chan mendudukkan diri di samping Hoseok.

"Aaaaaa~" Ucap Hoseok menyuapi Chan. "Enak kan?"

"U'um!!!" Balas Chan senang.

Kalian membuatku iri saja, batin Jungkook tersenyum sendu. Tae-Hyungie tidak membenciku kan? Jawabku Hyungie...

"Maaf Jungkook/ Maaf Jungkook Hyung" Ucap mereka berdua serentak. Karena air mata Jungkook mengalir begitu saja.

Jungkook panik menyeka air matanya dengan ekspresi pura-pura baik saja. "E,eh? Tidak apa-apa, aku tidak apa-apa"

Jungkook kembali mendudukkan diri di dekat Taehyung. Ia menyembunyikan wajahnya di kasur Taehyung. Menangis dalam diam. Hoseok dan Chan merasa bersalah. Padahal tidak. Sepersekian detik Jungkook mengingat Taehyung yang memangkunya di mobil. Tersenyum padanya lembut. Haruskah aku mati untukmu? Agar kau mau membuka matamu Tae. Apa benar kata mereka, kau membenciku?

SREEET!!!!

"Hai, Jungkook"

Hoseok dan Chan membeku tanpa perintah. Dokter Cha datang berkunjung. Chan mencoba menghalangi Dokter Cha masuk. Tapi, pandangan memelas Jungkook tidak bisa dibantah. Bukan tidak bisa dibantah. Namun, tidak tega. Dokter Cha hanya tersenyum memberi isyarat agar Hoseok dan Chan menunggu di luar. Satu lagi kebodohan. Mereka lupa membawa alat penyadap suara berupa kancing baju. Hoseok mengutuk dirinya yang teledor. Chan berjalan mondar-mandir gelisah. Jika Dokter itu datang, maka akan datang bencana lagi. Pasti ada hal yang tidak beres. Si tua pasti akan langsung membereskannya.

Kenapa dia harus datang di saat-saat begini?, batin Hoseok dan Chan serentak.

Pintu kamar rawat inap Taehyung tertutup. Dokter Cha mencari tempat duduk yang nyaman. Jungkook masih tetap duduk di samping Taehyung. Bahkan sedetik pun Jungkook tidak mau meninggalkan Taehyung. Jungkook terus berusaha tegar. Padahal tidak, mentalnya semakin menurun. Jika bukan karena Taehyung. Sebab trauma Jungkook lama-lama kian datang. Banyak yang menggangu pikiran dan Jungkook selalu melibatkan emosinya. Seperti pembicaraan perawat tadi saja bisa membuat Jungkook depresi.

"Bagaimana traumamu?" Tanya Dokter Cha memulai pembicaraan.

Jungkook menerawang. Menunduk. Kemudian, berselang beberapa menit Jungkook tersenyum pilu. "Aku tidak bisa tidur di malam hari. Mimpi... aku selalu bermimpi acak... Ayahku dan Taehyung"

"Apa sudah kau temukan cara mengatasinya?" Tanya Dokter Cha mencoba memberi saran sebagai dosen. Jungkook menggelengkan kepala. "Kau calon psikolog yang akan melakukan praktek Jungkook. Jika kau tidak bisa mengatasi dirimu sendiri. Bagaimana caranya kau mengatasi penyakit kejiwaan orang lain-calon pasienmu"

Jungkook menggelengkan kepala. Mencoba membuat Dokter Cha mengerti akan posisinya. "Tidak bisa, Dok. Aku tidak bisa"

"Jungkook, jika aku tahu kau bakal selemah ini di depan Taehyung. Aku tidak akan memilihmu. Kau hanya beban" Sembur Dokter Cha marah. "Kau tak pantas untuk Taehyung"

Jungkook kaku. Ia berusaha agar air matanya tidak keluar lagi. "Ada satu hal agar aku bisa tidur...."

"Apa?" Tanya Dokter Cha dingin.

"Aku harus tidur memeluk Taehyung" Kata Jungkook pelan.

Dokter Cha menganggukkan kepala paham. "Ya, sudah lakukan saja"

"Tapi, punggung Taehyung tertembak. Aku tidak ingin melukainya. Aku tidak ingin melakukan kesalahaan saat tertidur." Balas Jungkook cepat.

"Jadi kasur ini sudah cukup?" Tanya Dokter Cha lagi. Jungkook menganggukkan kepala. "Jungkook, aku ke sini ingin mengatakan sesuatu"

"Jangan lagi Dokter, kumohon...." Balas Jungkook lirih.

"Tapi, aku tidak bisa kau tahu kan?" Tanya Dokter Cha menatap serius kedua bola mata gelap Jungkook. "Aku melihatnya..."

"Kau menerawang lagi, Kek?" Tanya Jungkook sedih. Kepala pusing tiba-tiba.

"Itu datang tiba-tiba saja, tanpa aku minta. Belial akan melarikan diri. Saat itu terjadi, aku ingin kau yang membalaskan dendam Taehyung. Bunuh Belial dengan kedua tanganmu Jungkook. Bunuh dia. Karena dia semua ini terjadi." Jawab Dokter Cha tegas. Seperti memberikan doktrin baru bagi Jungkook.

Jungkook terdiam sesaat. Dokter Cha menungguinya hingga puluhan menit ke depan. "Baiklah, Dok akan aku lakukan" Balas Jungkook menatap sedih Taehyung.

Dokter Cha yang berada duduk di depan Jungkook terpisahkan oleh ranjang Taehyung tersenyum lembut. "Bagus muridku, cucuku. Kau yang terbaik. Aku doakan hidupmu bahagia setelah ini" Dokter Cha bangkit dari kursi.

"Apakah itu akan benar-benar terjadi? Apakah Kakek bisa melihat masa depanku?" Tanya Jungkook memburu. Walau terdengar lirih. Jungkook sampai ikut bangkit dari kursi menatap Dokter Cha untuk pertama kalinya terlihat terlalu berharap.

Dokter Cha memejamkan mata. Mengganti mata segelap malamnya dengan mata sea green melihat ke arah Jungkook. Ia tersenyum. Dokter Cha bisa melihat Jungkook tersenyum senang sambil memeluk lengan Taehyung bermanja-manja. Kadang ia iri dengan yang namanya masa muda. Tapi, tempat itu bukan di sini. Dokter Cha belum pernah melihat daerah tersebut. Apakah mereka akan bereinkarnasi?, batin Dokter Cha masih melihat ke arah Jungkook. Rol film itu lagi, mereka berjalan di pepohonan yang tertupi salju. Taehyung mengelus perut Jungkook tersenyum kotak khasnya. Menciumi kening Jungkook sayang. Jungkook tak kalah bahagia. Dokter Cha menahan pekikkannya. Ia tidak ingin mencoba membocorkan hal ini. Dokter Cha tersenyum senang. Ia melihat ke arah Taehyung yang masih koma. Wajah Taehyung yang sedang melakukan video call di salah satu laptop kerjanya. Klien? Bukan, itu Yoongi. Dan Jimin yang sedang mengendong bayinya berada di belakang, pikir Dokter Cha bertanya-tanya. Perang akan usai. Terlihat wajah Jungkook yang datang tiba-tiba memeluk erat leher Taehyung dari belakang. Jimin menjerit seperti fans vkook dan Bayinya yang ikut tertawa lucu. Mata mereka menghilang bak bulan sabit. Mereka berempat tersenyum bersama, walaupun jarak memisahkan dua pasangan yang sudah seperti keluarga. Mereka tersenyum.

Dokter Cha kembali mengitari ranjang Taehyung dan kursi Jungkook. Masa depan adalah sesuatu yang paralel. Rol film tadi sangat indah. Dokter Cha berdoa agar cucunya hidup bahagia tidak seperti dirinya. Ia menitikkan air mata. Tapi, jika ada satu hal yang salah terjadi. Hanya rol film gambaran Jungkook yang meringkuk di atas ranjang salah satu pasien rumah sakit jiwa dengan rantai di kakinya. Jeritan Seokjin terdengar berada tepat di samping kamar Jungkook. Dokter Cha menduga bahwa Seokjin akan berakhir sama dengan Jungkook. Tubuh Dokter Cha tersentak bak petir. Jungkook harus menjadi lebih kuat agar semua tercapai.

"Jika kau masih percaya denganku Jungkook. Lakukan apa yang aku katakan padamu" Ucap Dokter Cha mencoba tersenyum. Menyuruh Jungkook agar mengerti.

Jungkook mengangukkan kepala. "Tapi, pertanyaan saya tadi Dokter"

"Jika kau menurut, hidupmu akan bahagia di kehidupan selanjutnya" Balas Dokter Cha kembali menyembunyikan sesuatu.

Sifat manusia semakin mereka tahu semakin tidak terkontrol perbuatannya. Mereka akan terlena. Sebaiknya mereka tak tahu takdir agar langkah yang diambil terus berhati-hati. Dokter Cha keluar dari kamar. Meninggalkan Jungkook yang menumpahkan air mata.

Dokter Cha adalah salah satu dari para petinggi status gandang yang terpilih. Karena, ia adalah pembaca masa depan. Dokter Cha terlahir sebagai pemuda yang bisa membaca masa depan hanya dengan melihat wajah dan mengelilingi seseorang yang akan dilihat masa depannya. Di dunia belakang, ada sesorang peramal yang sama kekuatannya dengan Dokter Cha yaitu Nenek Lee. Dokter Cha ingin menyamakan masa depan yang dilihatnya dengan Nenek Lee. Tapi, Nenek Lee sedikit payah melakukan ramalan akhir-akhir ini. Akibat, penyakit rabun mata dan sifat pelupa. Faktor usia. Contohnya nyatanya Nenek Lee salah menduga Seokjin sebagai Jungkook. Pukulan telak di pipi Dokter Cha. Dengan santai teman lamanya mengungkapkan. Sehingga skenario yang dibuatnya untuk Seokjin semakin tertanam jelas.

Dokter Cha melangkahkan kaki pelan tanpa melihat Hoseok dan Chan. Ia hanya ingin satu hal. Kesalahan lamanya mempertemukan permaisuri dan raja tidak terjadi lagi. Tapi, ujung-ujung Dokter Cha melakukan kesalahan yang sama. Mempertemukan Jungkook dan Taehyung. Takdir tidak bisa ditolak. Dokter Cha tidak bisa menolak kesepakatan para petinggi status ganda. Cara satu-satunya agar semua aman adalah melakukan program male pregnant. Para-para petinggi sangat ingin bahwa teori mereka benar bahwa manusia berjenis kelamin ganda itu ada. Makanya, Dokter Cha memberikan salah satu skenario drama pada Seokjin.

Seokjin harus bersandiwara bahwa dirinya berhasil hamil agar semua laki-laki yang memiliki pasangan berlomba-lomba mengikuti programnya. Padahal itu hanya penelitian omong kosong. Tapi, sebagai imbalan Seokjin tidak ingin Namjoon menemukannya. Dokter Cha dibuat pusing padahal takdir Seokjin adalah Namjoon. Sekarang, Namjoon malah memburunya. Dokter Cha menghela nafas.

Teruslah membenciku cucu-cucuku. Saat kau menua sepertiku. Kalian akan paham kenapa aku melakukan hal ini. Teruslah, membenciku. Karena aku mengajari kalian terlalu kasar. Teruslah membenciku para generasi muda. Karena yang kalian anggap pahlawan belum tentu pahlawan, batin Dokter Cha tersenyum misterius meninggalkan lorong rumah sakit yang sepi.

Jungkook terduduk di bangkunya meraih leher Taehyung. Bersembunyi di leher Taehyung. Jungkook memeluk erat separuh jiwanya yang tak kunjung bangun. Tubuhnya bergetar menahan rasa takut yang menjalar. Ia menyatukan kening ke kening Taehyung. Memejamkan mata. Pipi Taehyung basah, akibat air mata Jungkook.

Jungkook menghapus air matanya yang berada di pipi Taehyung. Mengecup bibir kekasihnya. "Hyung... bangun ya.... Di sini sepi Hyung... Apa Hyungie tidak ingin hidup bersamaku lagi?"

Hoseok dan Chan hanya bisa berpandangan sedih. Chan memeluk Hoseok menangis bersama Jungkook.

Jungkook menghapus air matanya. Menatap kosong kekasihnya. Membelai poni Taehyung yang makin panjang. Seminggu saja, poni Tae-Hyungie mulai panjang. Jungkook masih saja bisa terkagum dengan wajah tampan Taehyung. Ia mengenang memori mereka bersama. Jungkook tahu, Taehyung jarang berekspresi di awal pertemuan mereka. Tapi, dari hari ke hari Taehyung semakin lembut kepada kekasihnya. Jungkook menangis lagi. Ia sangat ingin memeluk bahu Taehyung. Di tatap oleh sepasang mata setajam elang. Mendengar suaranya yang sedalam samudra. Tawanya lucu dan serak seperti seorang samurai pemimpin clan terpandang. Jungkook suka, selalu suka apapun tentang Taehyung.

"Jungkook" Panggil Hoseok pelan memegang sebelah bahu Jungkook.

Chan tersenyum di samping Jungkook. "Taehyung Hyung adalah orang yang kuat. Hyung harus percaya itu." Jungkook mengangguk kepala semangat. Memeluk Chan.

"Apa yang dikatakan Dokter Cha?" Tanya Hoseok menuntut. "Ayolah"

Jungkook menggelengkan kepala. "Bukan hal yang penting. Dia hanya bilang aku harus cek kesehatan"

"Itu penting Hyung" Bantah Chan menatap lembut.

"Chan benar itu perlu, Jungkook" Tambah Hoseok cepat.

Jungkook menganggukkan kepala. Ia menaiki kasur di samping ranjang Taehyung. Mencoba memejamkan mata. Chan memperbaiki selimut Jungkook. Hoseok mengambil jemari Jungkook agar menggenggam jari Taehyung.

Chan tersenyum memperhatikan tingkah laku tunangannya. "Apa yang kau lakukan Hyung?"

"Aku sering melihat Jungkook tertidur sambil menggenggam jari Taehyung." Balas Hoseok antusias. "Mungkin saja dulu Jungkook manja."

"Manja?"

"... Ya, suka memeluk Taehyung saat tidur. Makanya sekarang saat-saat sangat menyiksa bagi Jungkook..."

Chan melihat ke arah Jungkook dan Taehyung. "Hyung sampai kapan kita akan seperti ini? Apa kita ganti rumah sakit saja? Apa sebaiknya kita ke Seoul?"

"Tenang, Chan. Ini salah satu rumah sakit milik Dokter Cha yang peralatan medis paling lengkap. Apa bedanya di Seoul?" Kata Hoseok mencoba menenangkan Chan yang panik.

"Aku tidak sanggup melihat mereka seperti ini, Hyung" Ucap Chan merengek.

"Dengar... Ada hal lain yang perlu kita tahu" Balas Hoseok mencoba tenang. "Siapa Dokter Cha sebenarnya"

"Astaga. Jungkook Hyung!" Pekik Chan baru tersadar. "Yah, Hyung. Jungkook Hyung sudah tertidurkan."

Jungkook berada dalam alam bawah sadarnya. Tenggelam dalam air laut. Terus tenggelam. Senyuman itu lagi. Senyuman Taehyung yang terekam di salah satu memori Jungkook. Semua kenangan bercampur aduk. Jungkook mendengar sayup-sayup pembicaraan Hoseok dan Chan. Tubuhnya terlalu lelah. Jungkook ingin sekali menjawab pertanyaan mereka. Tapi, kesadaraannya terkikis habis.

* * *

Seokjin masih memeluk dirinya sendiri. Menatapi kamar serba bewarna gradasi biru. Ia ingin kembali. Juga ingin melihat keadaan adik angkatnya. Calon adik ipar dan calon suaminya. Tapi, Seokjin merasa tidak sanggup. Tidak punya muka untuk bertemu dengan mereka semua. Seokjin memegangi kepala yang semakin pusing. Rasa sakit utubuhnya tidak bisa digantikan dengan apa yang telah dilakukannya. Padahal, Namjoon telah menyayanginya. Tapi, Seokjin membalas dengan kebohongan.

Seokjin melempar bantal yang ada di sampingnya. Bagaimana kalau Namjoon masih berpikir kalau aku hamil? Apa yang harus Seokjin lakukan?

Seokjin membuka tirai jendela melihat matahari sore. Wajahnya berubah sedih menangisi dirinya sendiri. Ia mencoba mengingat kesalahan yang sengaja dilakukan.

Hari itu masih sangat terik seingat Seokjin. Dokter Cha menghubunginya setelah dirinya mengikuti program male pregnant. Seokjin menunggui dokter Cha di cafe yang sangat sepi. Banyak hal yang ingin Seokjin lakukan untuk Namjoon.

"Bagaimana kabarmu Seokjin?" Tanya Dokter Cha datang. Kemudian, tanpa dipersilahkan duduk. Pria tua duduk di depan Seokjin.

Seokjin tersenyum. "Keadaanku baik-baik saja"

"Bagaiamana programnya?" Tanya Dokter Cha meletakkan tangan di atas meja.

"Sedikit membingungkan untuk dijelaskan" Jawab Seokjin ragu.

Dokter Cha kembali tersenyum maklum. "Ada sesuatu yang aku inginkan. Aku ingin kau melakukan hal ini"

"Apa itu Dokter?"

"Aku ingin kau berbohong, kalau kau sedang hamil"

Bak petir yang menyambar di siang bolong. Seokjin menggerutkan kening tidak mengerti.

Dokter Cha masih menatapnya tajam. "Kau harus melakukannya. Program ini hanya omong kosong belakang. Kami harus melindungi Jungkook. Atau kau ingin adikmu mengamuk?"

"Apa maksudnya ini Dokter?" Tanya Seokjin semakin bingung bercampur panik.

"Dengar program ini aku laksanakan karena para petinggi status ganda ingin menunjukkan pada dunia bahwa manusia kelamin ganda itu benar-benar ada bukan mitos belakang. Tapi, itu mustahil Seokjin. Kita mana mungkin bisa melakukan hal-hal seperti peraturan langit. Kalau mereka ada seperti Jungkook. Yang hanya bisa kami lakukan adalah membantunya secara medis. Bukan menciptakan mereka. Mereka yang terlahir seperti itu. Kau tahu pasti apa maksudku?" Jawab Dokter Cha panjang lebar.

"Jadi, kenapa aku harus berbohong?" Tanya Seokjin mulai mengerti.

Dokter Cha mengambil map untuk Seokjin. "Secara medis, genetikamu yang paling mendekati susunan genetika kelamin ganda. Tapi, sayang sekali Seokjin. Hal spesial seperti pregnant tidak kau miliki. Aku ingin kau berbohong karena aku tidak ingin Jungkook dijadikan kelinci percobaan" Seokjin terkejut. "Aku tidak berhasil membuat sebuah keluarga di sepanjang waktu yang aku jalani. Tapi, ada anak laki-laki yang cantik punya kebribadian baik walaupun pendiam. Walaupun dia suka marah, kritis dan terkadang kasar. Jeon Jungkook adalah salah satu calon penurusku yang sudah aku anggap sebagai cucuku sendiri. Makanya demi kesalahan yang pernah aku lakukan. Aku tidak ingin cucuku bernasib sama seperti anakku"

"Anakmu?" Tanya Seokjin menggenggam erat map yang diberi Dokter Cha.

"Permaisuri. Ibunya Kim Taehyung. Bisa dibilang bukan Eomma tapi Appa yang satu lagi yang mebuatnya terlahir ke dunia ini" Jawab Dokter Cha lugas dengan senyum sendu.

"Oh! Apa yang kau lakukan Dokter?" Tanya Seokjin tidak habis pikir. "Aku masih tidak paham...."

"Jika dulu kaum LGBT tidak sebesar ini. Aku bisa saja melemparnya ke tangan raja agar aman. Tapi, tahu kah kau? Raja saja syok dan tidak terima. Apalagi sekarang negara amerika sudah melegalkan kita kalian kaum yang terasingkan. Orang-orang seperti jenis kelamin ganda akan memberi kerenggangan, sebab mereka mengisi ke kosongan. Akan banyak orang-orang gila yang mengejar mereka. Mereka seperti paket lengkap yang terbatas. Itu yang dipikirkan oleh Ayahnya Taehyung. Makanya, permaisuri di asingkan. Dia tidak ingin pasangannya dilihat dunia. Tidak ingin dijadikan percobaan. Tidak ingin istrinya disentuh oleh siapapun." Balas Dokter Cha geram.

"Apa bedanya dengan perempuan?" Tanya Seokjin lagi. Ia mengerti, tapi tidak ingin berbohong.

"Tapi, apa kau ingin Jungkook jadi alat percobaan? Aku ingin, jika kau bohong, penelitian ini batal. Pasien-pasien yang ikut akan komplen. Jadi, mereka merasa bahwa kami hanya berbohong bahwa mutiara pengampunan tidak ada. Saat peperangan berakhir aku ingin Jungkook tidak terekspos oleh siapa-siapa saja seperti Taehyung. Aku akan kembali merevisi tujuan kami. Ini pasti akan menjadi tamparan besar bagi kami kaum status ganda dan aku ingin status Jungkook jatuh ke kaum belakang. Karena menikah dengan Taehyung tanpa persetujuan kami. Calon penerus yang berkhianat akan kami buang sebagai ganjaran" Balas Dokter Cha lagi masih mencoba membuat Seokjin mengerti. "Kumohon padamu, Seokjin. Aku tidak ingin cucuku menderita seperti anakku... Aku tidak ingin Jungkook dibuang oleh Taehyung"

Seokjin tersenyum. "Taehyung tidak akan membuang Jungkook bagaimanapun... Selagi Jungkook tidak melakukan kesalahan fatal seperti mengkhianati Taehyung. Aku akan menerima ini. Aku ingin melakukannya. Karena aku tidak ingin Taehyung mengamuk, karena mainannya diambil oleh kalian. Sudah seharusnya tugas seorangku sebagai Hyung tertua"

"Terima kasih, Seokjin. Terima kasih banyak" Ucap Dokter Cha menyalami Seokjin. "Apakah ada yang ingin kau lakukan sebagai imbalan?"

"Tolong jaga aku" Balas Seokjin bergetar.

"Kenapa begitu?" Tanya Dokter Cha heran.

"Aku tidak ingin bertemu dengan Namjoon, setelah kebohongan ini terungkap. Aku tidak ingin bertemu dengannya. Dokter harus menanggup biaya hidupku sampai mati. Aku tidak mau balik ke markas." Jawab Seokjin dengan suara bergetar.

"Astaga Seokjin! Kau bisa mendiskusikan ini dengan Namjoon" Elak Dokter Cha yang balik panik.

"Aku tidak mau. Hubungan kami sedang renggang Dokter. Aku ikut program ini, sekalian mengejutkannya. Aku benar-benar ingin punya penerus untuk Namjoon. Supaya Namjoon tahu aku menyayanginya" Bantah Seokjin memeluk dirinya.

Dokter Cha tidak pernah membayangkan hubungan Namjoon dan Seokjin lebih rumit daripada yang terlihat.

"Kumohon kabulkan saja"

"Aku yang bodoh. Aku yang gila." Ucap Seokjin kepada dirinya sendiri. "Aku yang tidak paham denganmu Namjoon. Saat aku berbohong, aku tidak menyangka. Kau menahan dirimu selama ini. Bagaimana caranya aku bertatap muka denganmu.... Pasti kau tidak percaya dengan apa yang Dokter Cha katakan. Karena sejak awal Dokter tua itu memang berakting sebagai orang yang jahat. Seperti orang tua yang terus menyuruh kita belajar. Yang terus memarahi kita bermain game dan membaca komik terlalu banyak. Untuk masa depan yang bagus..."

Ponsel Seokjin berdering. Tepatnya, ponsel barunya. Seokjin tidak ingin terlacak oleh Namjoon. Ia melihat layar ponsel.

Dokter Cha is calling

"Halo, Dokkter" Ucap Seokjin mengangkat telpon.

"Katanya mau menjadi cucuku, panggil aku kakek kalau begitu" Balas Dokter Cha diseberang telpon.

Seokjin menangis. "Kakek, Namjoonie menemukanku. Aku...hiks....melihatnya di layar monitor pengawas"

"Aku yang mengundangnya" Balas Dokter Cha tenang. Seokjin ingin protes, tapi Dokter Cha tidak memberi waktu. "Aku ingin kau menemuinya, Seokjin. Namjoon tidak seperti yang kita bayangkan. Aku tidak bisa membuatnya mengerti. Dia ingin bertemu denganmu. Keluar ya..."

"Tidak...tidak....Tidak Dokter! Aku tidak ingin melihatnya. Ia tidak percaya pada apa yang kau katakan. Pasti dia masih menganggapku hamil. Aku tidak mau melihatnya. Aku tidak bisa. Tidak sanggup. Aku takut... Dia memukuliku atau menamparku" Jawab Seokjin kembali menangis.

"Apa maksudmu?" Tanya Dokter Cha meninggi. Seperti salah dengar.

"Dulu... Namjoon... saat kami pacaran... Kami sempat putus nyambung dan aku pernah pacaran dengan Hoseok dan kembali berlabuh kepada Namjoon lagi" Ucap Seokjin mengambil nafas.

"Woow, kau sangat mencintai Namjoon kalau begitu. Ketua Woobin benar-benar tidak pandai membaca psikis kelompok yang dibuat" Balas Dokter Cha cepat membuat Seokjin jengkel.

"Kakek~" Rajuk Seokjin merengek.

"Baiklah, lanjutkan" Balas Dokter Cha tertawa.

"Sejak itu, Namjoon seperti posesif. Dia tidak suka melihat aku dan Hoseok sampai Chan masuk sebagai member baru untuk menjadi admin website. Waktu itu Taehyung masih SMP dan setahun kemudian Jimin masuk jadi member. Yah, Kakek tahu kami masih labil. Aku awalnya hanya pacar pura-pura dengan Hoseok. Tapi, aku makin menyukainnya tanpa sadar. Taehyung dan Yoongi tahu bahwa aku gila. Aku kembali dan masih berpacaran dengan Namjoon. Hoseok waktu itu mulai mendekati Chan sampai berpacaran. Aku hanya iri dengan Chan. Namjoon itu sedikit kaku tapi sangat mendominasi dan membuatku terbuai di ranjang. Tapi, dokter tahu ini bukan masalah ranjang. Kalau di kesehariannya, ia banyak mengacuhkanku. Aku yang selalu memberikannya perhatian. Bahkan Yoongi yang begitu saja bisa sangat perhatian pada Jimin. Begitu juga Taehyung yang autis. Aku bisa melihat senyuman cerah Jungkook diperlakukan lembut seperti itu. Aku tahu ini terlalu feminim." Ucap Seokjin menghela nafas. Entah kenapa beban yang dipikul sedikit pergi.

"Taehyung belajar dari ucapan. Bimbinganmu bukannya begitu?" Tanya Dokter Cha mengangguk paham. Tapi, Seokjin tidak bisa melihat termasuk orang yang berada duduk di samping Dokter Cha.

"Tentu!!! Aku tidak ingin Taehyung berubah menjadi seperti Namjoon. Jungkook tidak sekuat itu. Dia juga tidak suka dikasari. Kita komplen saja, dia hanya diam. Jungkook tipe yang menjauh pergi dan aku tahu seburuk apa jika itu terjadi. Aku tidak ingin Taehyung menangis di akhir hidupnya yang mengerikan. Aku juga tidak ingin Jungkook rusak menderita sepertiku." Balas Seokjin memburu. Ia memejamkan mata membiarkan pipinya basah. "Tapi, darimana Dokter tahu?"

"Aku menanyai Taehyung saat cek kesehatan" Balas Dokter Cha singkat. "Namjoon telah berubah aku rasa Seokjin"

Seokjin menggelengkan kepala. Tersadar bahwa Dokter Cha tidak bisa melihatnya. "Itu karena aku hamil Dokter. Coba tidak hamil"

"Lalu, apa Namjoon pernah memukulimu?" Tanya Dokter Cha lagi.

"Ya, waktu itu aku berusaha mendekati Hoseok lagi. Padahal aku bersama Namjoon." Jawab Seokjin singkat.

"Apa Hoseok sudah bersama Chan?" Tanya Dokter Cha balik memastikan.

"Ya" Jawab Seokjin lagi. "Aku hanya iri Kakek. Aku ingin Namjoon melihatku. Cemburu. Tapi, Namjoon murka menampariku dan memukulku di kamar. Kalau bukan karena Yoongi dan Taehyung yang sadar. Mungkin aku tidak ada di dunia ini. Untung Jimin mau mengobatiku sambil menangisi diriku yang bodoh"

Terjawab sudah kenapa Chan selalu cemburu pada Seokjin. Alasan terbesar Taehyung terlalu mudah memaafkan Jungkook dan tidak mengasarinya. Menahan gejala mengamuk setiap berhadapan dengan Jungkook. Kenapa aku bisa membohongi anak-anak ini dengan mengatakan Taehyung autis. Karena Taehyung sedikit berbeda dengan asperger biasa. Dia tipikal mudah mengamuk. Ya, penderita asperger menarik sepanjang hidupku, batin Dokter Cha paham. Kenapa hubungan percintaan empat pasang dalam satu grup ini sedikit gonjang-ganjing.

"Kakek!!!!" Pekik Seokjin kesal.

"Oh, ya maaf" Balas Dokter Cha cepat.

"Aku pikir kau tidur, Kek" Ucap Seokjin kesal tapi tersenyum kemudian.

"Namjoon terlalu kaku, berhati keras, tidak peka, punya harga diri yang tinggi. Jadi, tidak tahu bagaimana cara bersikap kepada Namja indah sepertimu Seokjin-aa. Dia terlalu malu dan tidak bisa mengekspresikan dirinya. Terutama, kepadamu. Seharusnya kau bersyukur Namjoon jujur bersikap padamu. Dia hanya tidak bisa memperlihatkan seberapa cintanya padamu. Manusia kolot. Angkatan tua" Kata Dokter Cha menggoda Seokjin. "Ayolah, cucuku. Sekali saja lihat Namjoon. Selanjutnya, terserah padamu. Lihat betapa keringnya Namjoon. Ok?"

"Akan aku pikirkan Dokter"

"Baiklah, sampai jumpa"

Seokjin menghela nafas menutup panggilan. Ia membaringkan dirinya di kasur.

Di Ruang Makan Kamar Seokjin

Dokter Cha menutupi telpon. Lalu, melihat ke arah Namjoon. "Sudah dengarkan, apa alasan Seokjin"

"Kau..."

"Aku sudah menjelaskan semuanya" Balas Dokter Cha tenang.

"Kau menggunakan Seokjin. Kau tahu kelemahannya adalah adiknya. Kenapa kau tidak menyuruh Jimin atau Chan?" Tanya Namjoon memburu.

"Bukannya kau tahu sendiri jawabannya" Balas Dokter Cha cepat. "Jimin dan Chan memiliki kelemahan di pasangan mereka. Mana mungkin aku suruh mereka berbohong. Mereka tidak bisa. Jungkook pun aku suruh berbohong, jauh sebelum dia bertemu Taehyung. Jauh sebelum dia sadar menyayangi Taehyung. Kenapa kau tidak bisa jadi salah satu kelemahan Seokjin? Entah-entah kau tidak penting baginya" Jawab Dokter Cha tersenyum menang. Ia berhasil memprovokasi Namjoon.

"Aku penting" Geram Namjoon.

Dokter Cha menanggapi dengan menaik turunkan kedua bahunya tidak tahu. "Oh, tunjukkan padaku. Seokjin hanya bisa melihat kamera yang aku pasang di depan pintu. Hanya kamere itu yang bisa dilihat Seokjin dari monitor kamarnya. Bujuk dia. Buat dirimu adalah kelemahan terbesar Seokjin. Masa' kau kalah dengan Taehyung yang asperger?"

"Aku akan buktikan" Balas Namjoon tegas menuju ke kamar Seokjin. "Jadi benar diagnosa Jungkook?"

"Dia salah satu psikolog berbakat." Kata Dokter Cha memasukkan kedua tangan dibalik saku jas putih khas dokter.

Namjoon melangkah pergi menuju kamar Seokjin. Ia meninggalkan Dokter Cha. Berjalan pelan. Menguatkan diri. Dokter Cha membuka pintu otomatis kamar Seokjin. Seokjin mematung. Ia mendorong meja ke arah pintu agar tidak ada yang masuk. Seokjin kaget Namjoon masih ada di situ. Sudah berapa jam Namjoon bertahan di sana dan kenapa.

"Apa kau bisa mendengarkanku Seokjin Hyung?" Tanya Namjoon setelah mendorong pintu yang terhalang meja. Namjoon tahu, Seokjin melakukannya. "Aku tahu, kita sama-sama saling menyakiti bahkan orang di kuar sana tidak akan tahan dengan hubungan kita. Yang aku katakan padamu di hutan. Di depan semua wanita kaum pedalaman adalah sebuah kebenaran. Terserah! Terserah! Terserah mau kau hamil atau tidak. Aku hanya tidak bisa melepaskanmu. Maafkan keegoisanku"

Seokjin menduduki meja yang menghalangi pintu. Ia meletakkan kepala di pintu. Menangis lagi. "Kenapa kau keras kepala? Pergi!"

Namjoon mengacak rambutnya. "Aku tidak mau. Ranjangku sepi tanpamu"

"Memangnya aku peduli!" Bentak Seokjin. "Aku mnyakitimu. Kau pasti akan kecewa. Aku tidak hamil!!! Aku bohong. Kau pasti akan memukuliku lagi. Sekarang, tidak ada Taehyung dan Yoongi yang akan menahanmu. Aku tidak bisa melihat wajahmu"

"Kalau aku marah. Aku sudah menghancurkan pintu ini. Aku tidak marah." Ucap Namjoon mencoba tenang. Seokjin menangis lagi. "Aku memaafkanmu. Aku janji tidak akan kasar lagi"

"Janji?" Tanya Seokjin pelan. Saking pelannya Namjoon menempelkan telingannya.

"Janji!" Teriak Namjoon tulus.

Seokjin turun dari meja. Mendorong meja menjauh. Kemudian membuka pintu. Namjoon kaget melihat kondisi Seokjin tidak kalah buruknya dengan Jungkook. Seokjin tersiksa. Namjoon salah begitu juga Dokter Cha. Tidak ada bedanya, tanpa disadari Seokjin. Namjoon adalah kelemahan terbesarnya. Tubuh langsing Seokjin tidak ada bedanya dengan Namjoon yang kurus. Bahunya turun. Kelopak mata sayu yang tak berhenti menangis. Rambutnya kacau bahkan baju acak-acakan dan luka cakaran di leher Seokjin terpampang jelas. Namjoon tidak pernah membayangkan Seokjin semengerikan ini.

Namjoon memeluk Seokjin erat. "Oh, sayangku apa yang kau lakukan padaku? Kau bisa membuatku gila" Seokjin hanya bisa menangis lagi.

Dokter Cha melihat masa depan Seokjin. Pantas saja jeritan Seokjin yang terdengar saat Jungkook mengambil keputusan yang salah. Seokjin menyalahkan dirinya atas kesalahan Namjoon. Bukan Seokjin yang gila. Dia berteriak karena Namjoon yang diikat di pojok ruangan rumah sakit. Namjoon gila, karena Taehyung pergi dari dunia. Akibat Namjoon yang memprovokasi Raja Hyun. Taehyung, ku mohon bangunlah... Banyak yang sakit jika kau tidak ada, batin Dokter Cha berdoa. Apa sebenarnya yang terjadi? Kalau Jungkook tidak berhasil membunuh Belial. Apa yang akan menimpa mereka? Jangan bilang Taehyung yang akan benar-benar dibunuh sekali lagi.

* * *

Hembusan angin yang menggelitiki kulit pemuda tampan bersurai cokelat, tak bisa membangunkannya. Suasana yang terlalu sepi dan damai. Tertidur di tengah rerumputan yang berubah menjadi taman mawar mutih dalam sekejap. Dalam beberapa menit, hanya dalam beberapa menit. Jari tengah dan jari manis bergerak seperti denting lonceng. Kelopak mata terbuka melihat langit biru dihiasi awan-awan putih. Pemuda mencoba untuk duduk. Memperhatikan sekeliling taman mawar putuh.

Tidak pernah ia merasa setenang ini. Apa gelapnya markas memberi tekanan kepada hidup Taehyung. Rasanya nyaman tapi ada yang menganjal di hati Taehyung. Suara tawa cantik yang didambakan, menari-nari di dalam kepala Taehyung.

Siapa?

Suara itu memanggil Taehyung. Perasaan Taehyung berkecambuk. Seperti ada yang memanggilnya untuk pulang.

Jungkook?!

Tapi, sosok yang ada dipikiran Taehyung tidak terlihat dimana-mana pun... Taehyung memegangi kepala yang pusing seketika. Suara tangisan yang familiar. Taehyung sadar Jungkook menangisinya.

Apa aku salah Jungkook? Apa aku merusakmu?

Taehyung melihat sekeliling. "Apakah ini tempat pulang? Aku sudah mati ya?" Tiba-tiba, bahu dipegang oleh seseorang. Taehyung membalikkan badan melihat siapa yang memegangi bahunya. Sosok keluarga yang ditunggu Taehyung selama ini. "Kakek!!! Kakek Thomas!!!"

"Bagaimana kabarmu, Taehyung-aa?" Tanya Kakek Thomas tersenyum.

Taehyung memeluk Kakek Thomas erat. Ia sangat merindukan kakek Thomas yang sudah dianggap sebagai kakek sendiri. "Kabarku baik, Kakek"

Kakek Thomas menanyakan apa saja yang terjadi selama dirinya koma. Taehyung menceritakan Seokjin yang membawanya menjadi salah satu anggota detektif di grup bangtan bersama Lee Min. Taehyung bertemu dengan Namjoon, Hoseok dan Yoongi. Setelah setahun di bangtan, Taehyung kedatangan member bernama Chan dan setahun setelahnya Jimin yang seumuran dengannya. Taehyung menceritakan betapa kompleksnya percintaan teman-teman yang sudah dianggap sebagai saudara sampai membuat Taehyung pusing. Ia juga bercerita tentang pengkhianatan Belial padanya. Semuanya. Baik yang membunuh paman dan Bibi termasuk Ayahnya Kookie -Jeon Jungkook. Hal yang paling antusias adalah Taehyung yang menceritakan pertemuannya dengan sahabat kecil dulu yang menggemaskan seperti kelinci. Kakek Thomas menanyakan pada Taehyung. Apa Taehyung sudah punya pasangan atau belum. Taehyung menjawab dengan mantap sudah.

"Namanya Jeon Jungkook. Sahabat yang aku pikir sudah pergi dari dunia ini, Kakek" Ucap Taehyung tersenyum senang.

"Bagaimana kabar Cha?" Tanya Kakek Thomas mengelus surai kecokelatan Taehyung.

"Baik, hehehe~ Dokter selalu merawat Kakek dengan baik. Tapi, kek kenapa aku di sini?" Tanya Taehyung lagi.

Kakek Thomas hanya tersenyum lagi. "Taehyung hidupmu keras selama ini. Aku juga salah membiarkan Min di sampingmu. Tapi, aku tidak mungkin membawa Kookie-mu saat itu juga. Dia juga punya keluarga. Apa Taehyung merindukan sesuatu?"

Taehyung terdiam. "Aku mau bertemu dengan Jungkookie. Kami bertengkar sebelumnya. Aku tidak ingin Jungkook salah paham dan merasa bersalah"

"Bangunlah" Balas Kakek Thomas mengambil setangkai bunga mawar putih. "Aku ingin Taehyung-aa selalu berhati-hati. Aku tidak menyalahkan pilihanmu. Tapi, pilihan kali ini akan berat Taehyung. Kau harus bersabar menghadapi Jungkook kali ini"

"Jungkookie kenapa Kakek?" Tanya Taehyung panik. Ia mencari-cari sosok Jungkook. Tapi, yang dilihatnya hanya taman bunga mawar putih.

"Luka psikolog yang dideritanya semakin berat. Karena pilihanmu. Jika kau tidak cepat bangun. Aku tidak bisa menjamin kestabilan emosi Jungkook" Jawab Kakek memainkan kelopak bunga mawar putih.

Taehyung mematung, syok seketika. "Aku salah? Tapi, aku melindunginya Kek"

"Kau akan mengerti saat bangun Tae." Jawab Kakek Thomas tersenyum maklum. "Bangunlah dan lihat dia. Dengarkan suaranya"

"Apa aku di dunia roh?" Tanya Taehyung lagi.

"Ya, pilihan ada padamu. Mau ikut bersamaku? Atau berjuang bangun?" Kata Dokter Cha balik bertanya. Ia memperlihatkan Jungkook yang sedang menatap sedih tubuh Taehyung.

Taehyung terkejut melihat fisik Jungkook yang makin kurus. Matanya bengkak karena banyak menangis. Kulit jungkook yang biasanya putih merona dengan pipi tembem. Tidak ada lagi, dia seputih mayat dengan kantung mata besar. Rambut Jungkook acak-acakan dengan betis yang masih terlilit perban.

"Jungkook" Panggil Taehyung lirih.

"Hati-hati Taehyung. Perang masih belum usai. Satu lagi, lindungi Jungkook" Kata Kakek Thomas. "Keputusanmu benar, hanya saja caranya salah Taehyung-aaa"

Dorongan dari Kakek Thomas di bahunya. Taehyung terjatuh dari atas langit. Ia memejamkan mata merasakan tubuhnya melawan gravitasi. Tubuhnya terus jatuh semakin dalam. Kenangan terakhir kali sebelum menutup mata. Taehyung ingat seberapa kacau dirinya melihat Jungkook tertembak. Ribuan kali Taehyung bersumpah untuk melindungi pendamping hidup. Tapi, ribuan kali musuh Taehyung mengincar Jungkook. Tiga peluru acak yang menembus punggung Taehyung tidak sebanding dengan perasaannya melihat Jungkook terluka dan terluka lagi.

Tidak pernah rasanya sesakit ini. Taehyung merasa dirinya bodoh. Ia selalu mengamuk. Jika rasa sakit itu datang. Tapi, terakhir kalinya Taehyung melukai Jungkook. Ia memperlihatkan monster pada dirinya. Jika ia tidak ingat nasihat Seokjin. Jika ia tidak ingat seberapa keras Seokjin dipukuli Namjoon. Jika dirinya tidak ingat seberapa frustasinya Yoongi terhadap keselamatan Jimin. Mungkin kapak yang ada di tangannya akan mengenai bagian tubuh Jungkook. Hal yang paling penting, jika ia tidak ingat seberapa hangatnya pelukan Jungkook. Seberapa merdu suara nina bobo Jungkook. Taehyung akan menyesali hidupnya. Ia akan kehilangan Jungkook hanya karena kemarahannya. Lost control. Kenapa aku kambuh lagi dan malah mengamuk ke arahmu Kookie?

"Jung....kook" Ucap Taehyung pelan. Matanya masih terpejam. Hanya gumaman pelan dari mulutnya.

Jungkook mengelus surai lembut Taehyung. "Aku di sini Hyungie sayang. Bagunlah" Bisik Jungkook lembut di telinga Taehyung berulang kali tanpa jenuh.

Banyak keputusan yang bisa dipilih Taehyung sebenarnya. Banyak rencana yang bisa dibuatnya. Tapi, Taehyung sudah terbakar emosi. Karena Raja baru [Lee Hyun] menembaki lengan Jungkook. Ia tidak sempat beragumentasi. Pandangan Taehyung menggelap yang ada dipikirannya hanya menghujani Raja Hyun dengan tembakan. Ia termakan jebakan. Taehyung bahkan tidak bisa menginvestigasi si bodoh itu. Di sepanjang perjalanan karier Taehyung. Inilah keruntuhannya. Tidak ada yang terkesan dengan pilihan ini. Kurang greget atau kurang pertimbangan? Terserah! Taehyung belum sempat memperbaiki semuannya. Belum sempat membuat Jungkook tertawa lagi. Belum sempat membuat Jungkook merasa lega. Bagaimana kalau Jungkook yang mati saat itu. Taehyung akan menyusul tanpa di suruh. Bagaimana denganmu Jungkook?

"Jung...kook...." Igauan Taehyung di pergantian tugas matahari dan bulan.

"Tae-Hyungie.... Tae-Hyungie.... Taehyungie..." Ucap Jungkook seperti alunan lagu. Ia terus menggenggam tangan Taehyung erat. Mengecup sebelah pipi Taehyung sayang. Menatap lembut. Jungkook menekan tombol untuk memanggil tenaga medis.

Segerombolan Dokter masuk ke kamar Taehyung untuk memeriksanya. Jungkook menjauh memperhatikan Taehyung dari belakang. Hoseok dan Chan menyemangati Jungkook. Mereka tahu Jungkook berpura-pura tegar membalas igauan Taehyung. Jungkook menangis dalam diam. Terus, berdoa agar pendamping hidupnya siuman. Ia bersumpah tidak akan mengecewakan Taehyung lagi. Jungkook bersumpah akan menjaga dirinya dan mendukung Taehyung. Pemuda kelinci itu memejamkan mata terus menitikkan air mata sambil memanjatkan doa.

Taehyung bangunlah. Aku janji tidak akan menyakitimu lagi. Jangan siksa aku lagi... Jangan pergi... Jangan buang aku....

Di Seongsan Sunrise Park

Yoongi dan Jimin kembali ke tempat kejadian perkara untuk mengecek CCTV. Apa yang sebenarnya terjadi. Yoongi dan Jimin memasuki ruangan bawah tanah dengan kunci yang ada pada catatan milik Ayahnya Taehyung. Yoongi menghidupkan komputer melihat rekaman cctv seminggu yang lalu. Jimin hanya diam mengamati Yoongi. Jimin mendekat, saat Yoongi menemukan rekamannya. Bunyi suara tembakan pertama dari Raja Hyun mengagetkan Jimin. Ia menggenggam erat lengan Yoongi. Yoongi masih serius menonton.

"Hyung, pantas saja rencana kita gagal" Kata Jimin horor.

Yoongi menganggukkan kepala. "Emosi Taehyung terpancing. Kalau saja dia bisa berdebat dulu atau memojokkan raja."

"Taehyung mengecaukannya Hyung" Timpal Jimin bingung. "Tapi, Hyung itu bukansalah Taehyung juga"

"Ah, aku pikir dia benar-benar sudah sehat selama bersama Jungkook" Balas Yoongi tidak bisa berkata-kata. "Kita melupakan penyakit Taehyung. Astaga!!!!"

"Lagian kata Baekhyun Hyung Jungkook mengaku kalau Taehyung mengamuk padanya. Ingat betis Jungkook yang membiru" Kata Jimin mengingatkan Yoongi.

Yoongi mem-pause video. "Apa saja yang diceritakan Baekhyun Hyung saat aku berbicara pada Chanyeol Hyung?"

"Jungkook frustasi, Hyung. Kalau Taehyung benar-benar koma sampai sebulan ini. Aku tidak tahu apa yang akan menimpa Jungkook" Jawab Jimin serius, matanya bergerak cemas.

"Kenapa?"

"... Sebelum kejadian Taehyung mengamuk, karena Jungkook berbohong padanya. Jungkook tahu dimana makam orang tua Taehyung. Bahkan nyaris setahun sebelum ia masuk agen detektif sudah merawat kuburan itu. Ia juga berbohong kalau dirinya mutiara pengampunan"

"...Oh, astaga Jungkook!!!!"

"...Jungkook menyalahkan dirinya atas semua ini. Jika Taehyung tidak bangun. Aku rasa Jungkook akan menjadi gila. Makanya Hoseok dan chan selalu berjaga di sana. Baekhyun bilang Jungkook pasti akan baik-baik saja."

"Aku tidak yakin Jiminie" Ucap Yoongi kembali melanjutkan video.

Mereka menonton rekaman itu sampai habis. Yoongi mengerti bahwa Taehyung masih memberikan kesempatan kehidupan bagi Raja Hyun. Raja kehabisan darah bukan karena tusukan Taehyung. Tapi, karena kesalahan dirinya sendiri. Raja Hyun yang sekarat tetap berusaha mengambil pistol untuk menenmbaki Jungkook. Taehyung sengaja membiarkan pedang bersarang di tubuh Raja. Kalau Taehyung ingin membunuh Raja. Ia bisa saja mencabut pedang, lalu memotong tubuh Raja sekali tebas. Tapi, Taehyung tetap membiarkannya. Yoongi dan Jimin tersenyum puas.

"Kita berhasil mendapatkan buktinya Jiminie" Kata Yoongi dengan senyum kemenangan.

Jimin menganggukkan kepala semangat. "Semoga kerajaan tidak menyalahkan Taehyung."

"Harus, bagaimana anak itu masih dilindungi bukannya?" Tanya Yoongi meragu. Jimin hanya menggelengkan kepala. "Sudah malam Jimin. Ayo balik. Besok akan jadi hari yang panjang"

Di Tempat lain

Belial melarikan diri dari penjara di malam hari. Ia dibantu oleh para anak buahnya. Dua penjaga yang berada di pintu ruangan penjaranya pingsan. Belial memberikan semprotan bius. Ia akan memulai peperangan yang sebenarnya. Belial memasuki mobil van dengan senyum tenang. Ia melihat full moon yang muncul kembali. Belial tersenyum mengejek. Taehyung sedang koma. Belial bisa mempermainkan emosi Jungkook. Saat Taehyung bangun nanti. Rasakan apa yang dirasakannya. Kehilangan pendamping. Belial bersumpah akan membunuh Jungkook. Taehyung harus merasakannya. Belial memasuki mobil van dengan senyum tenang.

"Apakah kau sudah mengerimkan surat cinta dariku kepada mereka-mereka yang terpilih?" Tanya Belial tersenyum mematikan kepada anak buahnya.

"Sudah Ketua. Kami telah mengiriminya." Balas Pemuda berbadan kecil.

"Apakah semua persiapan sudah siap?" Tanya Belial lagi.

"Sudah, Tuan!" Balas yang lainnya.

"Bagus, rasakan kemarahanku"

* * *

Baru beberapa jam yang lalu, Taehyung memperlihatkan gejala bahwa dirinya akan segera siuman. Jungkook merasa dunia dan langit memberinya harapan. Ia pikir hidupnya akan baik-baik saja. Tapi, amplop merah darah berinisial B mematahkan impian Jungkook. Kata-kata Dokter Cha siang tadi menggerogotinya. Apa yang harus dipilih Jungkook.... Ia tidak ingin meninggalkan Taehyung. Bagaimana kalau Taehyung siuman saat ia tak ada? Jungkook ingin Taehyung melihatnya untuk pertama kali. Ia meremas amplop merah gusar.

Jungkook memejamkan matanya. Memasuki amplop merah ke dalam saku celana. Ia menatap ke jendela. Apa yang akan menimpa hidupku lagi?, batin Jungkook sedih masih memandangi full moon. Seperti seminggu yang lalu, bulan penuh yang bersinar terang. Jungkook melihat Taehyung yang terbaring.

"Kemarin saat terakhir aku merengkuhmu. Aku melihat full moon. Bagaimana malam ini Hyung? Apakah Hyung mau berganti memelukku?" Tanya Jungkook menghapus air matanya. Ia memanjatkan doa sambil menghadap bulan. Tak lupa memejamkan mata.

Apapun akan ku berikan termasuk nyawaku. Biarkan Taehyung bangun menjalankan kehidupannya lagi. Karena aku tak yakin Taehyung masih menyukaiku. Atas segala kebohongan yang ku lakukan. Jika aku ingin membela diri. Aku memang punya misi untuk berpura-pura. Tapi, Tae-Hyungie menghancurkan tembok kebohonganku. Tae-Hyungie mengajariku apa yang namanya cinta. Ia terus mengajariku, memahamiku. Padahal dulu aku mengutuk segala perasaan itu. Karena ujung-ujungnya cinta bisa beralih pergi datang sesuka hati. Eommaku. Padahal dia bilang dia sangat mencintai Appaku. Tapi, ujung-ujungnya dia menikah lagi. Membuangku dengan halus. Ia tidak menolak saat Appa tiriku memarahi status dan orientasiku. Tapi, juga tidak menolak permintaanku dan keberadaanku.

Aku pikir begitulah cinta. Tapi, Tae-Hyungie membuat semua mudah dan indah. Hanya dengan perbuatan sepele bagi seseorang. Dia datang padaku dan melabeliku sebagai persephone. Aku tanpa sadar memperhatikannya dan peduli. Perasaanku tidak enak, jika dia tidak tidur di sampingku. Perasaanku kalut saat dia selalu makan-makanan manis. Aku takut dia sakit diabetes. Aku takut Taehyungie pergi dari hidupku seperti Appa. Sekarang semua itu hampir terjadi. Appa meninggal dunia karena melindungiku. Apa Tae-Hyungie akan pergi juga karena melindungiku? Kenapa aku tidak bisa menjadi kuat lagi. Apakah yang harus aku lakukan?

Aku ingin menggantikan diriku untuknya, my lord. Aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Bunyi pistol yang menggema. Pelukan hangat yang berubah dingin. Wajah Taehyung yang menutup mata untuk terakhir kalinya. Punggungnya yang bolong mengeluarkan darah akibat tembakan. Setiap malam aku memimpikannya. Bahkan memejamkan mata untuk tidur aku tak sanggup.... Berikan aku kekuatan. Berikan aku secercah harapan... Aku tahu aku makhlukmu paling berdosa. Aku merebut manusia spesial milikmu untuk diriku sendiri. Tapi, aku tidak memiliki siapa lagi. Tuhan... Kumohon... Biarkan aku menggantikan posisinya.

Jungkook melangkah mendekat ke arah Taehyung. Mengecup surai kecokelatan kekasihnya. Ia kembali duduk di samping Taehyung. Jungkook membuka amplop.

Selamat anda mendapatkan tiket masuk Seongsan Sunrise Park. Jika anda beruntung, anda bisa melihat matahari terbit bersamaku

-Belial

Jungkook menghela nafas. "Apalagi yang kau inginkan dariku? Kenapa manusia yang satu ini sangat menyebalkan" Jungkook melihat ke arah Taehyung. Menidurkan hanya kepala di dekat bantal Taehyung. Ia mengelus rahang tajam pemuda terkasihnya. "Hyung, aku tidak ingin meninggalkanmu. Tapi, sebentar lagi Hoseok Hyung dan Chan akan kembali menungguimu. Kata Dokter Cha aku harus membunuh Belial demi dirimu. Hyungie...hiks....jawab aku... Apa Hyungie membenciku? Sampai bangun saja susah... Apa Hyungie tidak mau bersamaku lagi? Hyungie, Tae! Taehyungie! Aku ngambek nih" Jungkook meracau seperti orang stres. Menangis dan tertawa silih berganti.

Hoseok dan Chan hanya terdiam melihat Jungkook di balik kaca pintu kamar pasien.

Jungkook kembali tersenyum. "Untuk terakhir kalinya, aku akan menjalankan tugas dari Dokter Cha Tae-Hyungie. Setelah itu, bangunlah. Aku tahu kau membenciku Tae-Hyungie" Jungkook mencium kening Taehyung untuk terakhir kalinya. "Aku akan pergi. Jadi, bangunlah Hyungie...hiks... carilah pasangan yang pantas untukmu... Maafkan aku. Dokter Cha bilang, kita akan bahagia di kehidupan selanjutnya. Aku harus menggorbankan diriku agar kau hidup. Aku akan selalu mendoakan kebahagian untukmu. Untuk Hyung yang palingku sayang. Kekasihku. Calon pendamping hidupku, Kim Taehyung" Jungkook merekam ucapan melalui video ponsel yang dikiriminya ke ponsel Taehyung. Ia berbalik. Hoseok dan Chan bersembunyi di balik kamar Taehyung. Jungkook menciumi bibir Taehyung untuk terakhir kalinya. Merekam wajah Taehyung untuk terakhir kali. "Maafkan aku Tae. Jaga dirimu baik-baik"

Jungkook melangkah keluar kamar pasien. Hoseok menutup mulut Chan agar suara tangisan tidak terdengar. Mereka bersembunyi di kamar sebelah. Jungkook membuka pintu kamar Taehyung.

"Hai, Jeon Jungkook" Sapa seorang pria yang membuat mata Jungkook semakin bulat. Beberapa laki-laki mengerubunginya. Jungkook mundur perlahan. Hoseok dan Chan masih memperhatikan mereka.

"Apa kau menerima surat itu Jeon?" Tanya Ketua Woobin memperlihatkan amplop semerah darah berinisial B kepada Jungkook.

Jungkook menganggukkan kepala. Masih memegang pintu kamar rawat inap Taehyung.

"Sudah tidak ada waktu, kita harus ke sana" Ucap Taekwoon tenang. Jaehwan tersenyum lembut memegang lengan Jungkook.

Jungkook menutup dan mengunci pintu kamar Taehyung. Melihat Taehyung yang masih terbaring dibalik kaca pintu.

"Kami akan melindungimu. Tenang saja" Balas Sehun tegas. Zitao juga mengangguk tersenyum.

"Jungkook sudah lihat keterangan di dalam amplopmu?" Tanya Jaehwan tersenyum. Jungkook membuka amplop lagi. Kiranya benar mereka harus pergi sekarang.

"Oh, ya Jungkook!!! Kita akan pergi ke Seongsan Sunrise park lagi kan?!" Ucap Zitao meninggikan suaranya. "Jangan berpikir negatif. Kami bersumpah akan membawa permaisuri pulang dengan selamat. Raja kita lama sekali bangunnya"

Jungkook tersenyum. "Aku bukan permaisuri, Zitao Hyung" Semua memandang heran Jungkook. Hanya Ketua Woobin yang tidak. "Raja Taehyung akan menemukan permaisuri baru yang pantas untuknya. Benarkan Ketua Woobin?"

Ketua Woobin tersenyum mengejek. "Lakukan sesukamu. Ayo kita pergi"

Jungkook melirik untuk terakhir kalinya ruang kamar Taehyung. Kemudian, Sehun dan Zitao berjalan di belakang Jungkook. Seperti bodyguard.

Hoseok mengirimi pesan singkat kepada Namjoon agar tidak panik. Karena Jungkook sedang bersama Ketua Woobin dan yang lain. Hoseok dan Chan memeriksa kamar Taehyung dan jendela yang telah dikunci Jungkook sebelumnya. Mereka pergi mengintai Jungkook dan yang lain. Chan mengirimi pesan singkat kepada Hyuk agar berjaga di kamar Taehyung.

"Jung...Kook" Panggil Taehyung pelan dan lemah. Kelopak matanya bergerak perlahan membuka.

Beberapa jam terlewat begitu saja. Dini hari mereka membelah jalanan yang kelam dan sepi. Jungkook tidak hentinya memandangi full moon yang bersinar terang. Sehun meliriknya sedih. Zitao mengelus pipi Sehun menenangkan. Jungkook mengingat full moon saat Taehyung pingsan. Warnanya tidak seindah ini, batin Jungkook tersenyum aneh. Jaehwan menatap cemas Jungkook dari bangku kedua. Jungkook tertawa hampa memegangi dahinya. Melukis abstrak jendela mobil dengan jarinya. Zitao tahu, Jungkook menulis nama Taehyung acak. Kemudian, raut wajah Jungkook berubah serius. Seperti ada yang ditunggunya.

Belial, lihat saja aku akan membunuhmu. Walaupun aku harus mati bersamamu. Tak ada yang boleh mengusik hidup Taehyung lagi. Tak ada termasuk kau, batin Jungkook marah. Wajahnya serius dan penuh kebencian.

"Ketua Woobin, kita sudah sampai." Kata Pria berotot sopir pribadi Ketua Woobin.

"Baiklah, ayo turun semuanya" Ucap Ketua Woobin membuka pintu. Tiga sampai lima mobil mengikuti dari belakang.

Mereka akhirnya sampai di tujuan. Ketua Woobin memimpin jalan. Mereka masuk ke gerbang Seongsan. Puluhan anak buah Baal menunggui mereka. Hoseok dan Chan yang mengikuti mobil Ketua Woobin memarkir mobil sedikit jauh. Mereka berdua bersembunyi dibalik semak belukar. Hoseok dan Chan kaget melihat puluhan bahkan ratusan bawaahan Belial. Tidak sebanding dengan anggota detektif dan bawahan Ketua Woobin.

"Bagaimana ini Hyung?" Tanya Chan panik.

Hoseok membelai surai Chan. "Jangan pernah menjauh dariku. Kita akan membantu dan menyusup di antara angota lain"

"Aku tidak menyangka Belial seserius ini" Kata Ketua Woobin tersenyum palsu ke arah pemuda berbadan kecil yang memimpin mereka.

"Tuan Woobin yang terhormat. Anda semua harus melawan kami terlebih dahulu. Siapa yang masih bertahan, maka mereka yang boleh bertemu dengan Tuan kami" Ucap Pemuda bertubuh kecil membungkuk. Tersenyum mematikan. Secepat kilat, ia menyerang Ketua Woobin.

"Brengsek!!!!" Umpat Ketua Woobin menangkis serangan pedang degan pedang ditangan kanannya. "Jangan mengganguku"

"SERANG!!!!!!"

Ribuan pasukan Baal menyerang agen detektif dan bawahan. Mereka bertarung nyaris tak seimbang. Taekwoon menendangi dan memukul setiap lawan yang menyerangnya. Sehun menembaki target dengan tepat. Zitao menyerang mereka dengan gerakan wushu andalannya. Jungkook juga menendang lawan bahkan tak segan memukuli mereka. Para bawahan ketua Woobin tidak kalau kuatnya dengan pasukan Baal. Tapi, karena jumlah yang berbanding jauh. Banyak bawan Ketua Wobin yang mati akibat serangan bawahan Baal.

Hoseok tersenyum. "Mereka sudah siap berperang kiranya"

Jungkook terus diserang oleh bawahan Baal tanpa ampun. Taekwoon bahkan sudah menghabisi hampir seperempat musuh dengan bantuan Jaehwan. Tapi, jumlah mereka semakin banyak. Bahkan Ketua Woobin tersudut oleh pemuda berbadan kecil. Jaehwan nyaris terluka oleh tebasan. Kalau tidak dilindungi oleh serangan balik Taekwoon. Zitao membantu Jungkook yang mulai kewalahan. Dengan sekali gerakan Jungkook membanting lawannya. Zitao menendang wajah mereka dan Sehun menembaki bagian jantung siapa saja yang mendekat pada Jungkook.

"Kami akan melindungimu" Ucap Zitao dengan nafas ngos-ngosan.

Sehun mengecek peluru yang hampir habis. "Ini tidak ada habis-habisnya. Kita harus sampai ke sana"

"Tidak usah ladeni mereka" Balas Jungkook tegas. Ia berlari. Zitao dan Sehun ikut mengejar Jungkook mencoba menyusul. "Cukup bunuh siapa yang mendekat ke arah kita. Kita harus sampai ke tempat sebaliknya agar bertemu si brengsek itu"

Zitao melempar pisau lipat ke arah paha dan lengan lawan bagian depan. Begitu juga Sehun yang menembak mereka tepat di kening lawan yang mengikuti dari belakang. Jungkook terus berlari ditengah mereka. Zitao dan Sehun melindungi Jungkook. Nyaris sampai di gerbang sebaliknya. Tiga pria berotot menghadang mereka. Jungkook menembaki mereka sekaligus tanpa ampun. Zitao dan Sehun saling berpandangan memberi isyarat. Mereka sampai ke set kedua. Pintu gerbang tertutup otomatis.

Mereka mendudukkan diri tanpa sadar. Sehun mengisi peluru pistolnya cepat. Zitao menyobek baju di lengannya untuk menutupi telapak tangan yang terluka.

"Gege tak apa-apa?" Tanya Sehun putus-putus. Nafasnya belum stabil.

Zitao tersenyum. "Tenang saja, aku baik-baik saja"

"HALLO SEMUANYA!!!! Eeeeh, sayang hanya tiga orang saja." Ucap Belial pada pengeras suara. "Sayang sekali... Tapi, sebenarnya ini tidak menyenangkan"

"Lawakannya kadang membosankan" Ucap Sehun datar.

"Wajah teflon diam kau!!!!" Desis Belial mengejek.

"Sudahlah" Balas Zitao menatap jengah pada monitor.

Wajah Belial menyeringai dari balik layar. Ia mencoba untuk tetap tenang agar menggiring Jungkook ke jurang kematian. "Selamat kepada kalian semua. Set kedua adalah pecahkan bait ini. Jika ingin menemukanku. Aku belum ingin mati cepat. Pasti"

Zitao dan Sehen mengerutkan kening serentak. Hanya Jungkook yang menatap kosong Belial.

"Sinar rembulan yang terang, bunyi iringan musik malam, dan dinginnya angin menyejukkan kaki" Ucap Belial seperti bernyanyi. "Temukan aku dalam bait"

"Pengecut!" Desis Sehun kesal.

Jungkook membuka peta yang digambarnya. Zitao dan Sehun mendekat. Sebelum sampai mendekat, dinding muncul dari balik lantai memisahkan mereka bertiga.

Belial tersenyum senang. "Maaf, kalian tidak boleh berdiskusi. Jawab sendiri. Siapacepat, dia yang dapat"

"Jungkook kau pasti bisa" Ucap Zitao melempar sebotol tabung air berukuran satu liter.

Sehun ikutan melempar mences. "Berjuanglah"

Jungkook dengan gerakan reflek yang cepat berhasil menerima lempar dua temannya. "Kalian memberikan apa sih?" Bak tersadar dari keterpurukan. Jungkook menciumi bau isi botol air seberat 1 liter dari Zitao. Ini bensin.

"Sehun dan Zitao, aku ingin kalian untuk melindungi Jungkook selama Taehyung belum sadar. Kapan pun ada waktunya." Kata Dokter Cha sekitar beberapa jam yang lalu. "Berikan kedua barang ini pada Jungkook. Jika kalian terpisah. Semoga beruntung"

"Siapa kau sebenanrnya?" Tanya Zitao meneriaki Dokter Cha yang berbalik menjauh.

"Aku? Dokter Cha. Salah satu petinggi status ganda. Ketua kalian. Yoongi masih menjual kalian padaku" Jawab Dokter Cha santai.

"Apa yang harus kita lakukan Tao Gege?" Tanya Sehun bingung.

"Kita harus mengikutinya dulu. Jika benar kita yang terpilih melindungi Jungkook. Berarti dia adalah peramal masa depan"

"Apa?"

Sehun ingat Dokter tua itu datang ke markas mereka sekitar jam delepan. Sejam lebih cepat dari undangan. Mereka bersyukur Chanyeol dan Baekhyun sibuk dengan pengadilan kerajaan yang akan dilaksanakan besok pagi. Sehingga mereka bisa kabur ke mari. Di bawah undangan mereka disuruh berkupul di depan kamar rawat inap Taehyung. Sejam kemudian undangan bewarna merah darah datang ke tangan mereka berdua.

"Tidak ada pilihan lain, Sehun"

Sehun menekan tombol chip dibalik telinganya. "Zitao gege. Bagaimana ini?"

"Kita harus memecahkannya" Balas Zitao terdengar panik.

Jungkook membuka kembali peta yang digambarnya. Seongsan sunrise park adalah kawasan bebatuan. Seperti pulau berbentuk mangkuk terbalik. Di segala tepian mangkuk terdapat jurang. Daerahnya sangat hijau. Bagian paling utara yang menghadap ke arah lautan luas. Jungkook merangkai kata-kata Belial dengan menulis di jurnalnya.

Sinar rembulan yang terang, bunyi iringan musik malam, dan dinginnya angin menyejukkan kaki

Tangannya berhenti menulis. Sinar rembulan yang terang, batin Jungkook menggulang. "Memang sih sekarang bulan sedang bersinar terang. Bunyi iringan musik malam dan dinginnya angin menyejukkan kaki."

"Sinar rembulan...."

"...musik..."

"...kaki..."

Jungkook memejamkan mata mengingat posisi bulan. "Bulan ada di depanku. Musik malam? Di tempat ini apa yang bisa terdengar?" Jungkook kembali berpikir memusatkan telinganya. "Suara angin? Jangkrik, burung hantu? Ini bukan hutan. Burung gereja? Ini bukan gereja." Frustasi. Jungkook bingung. Ia membutuhkan Taehyung. Jungkook melempar catatan kecilnya ke lantai gusar. "Kenapa?! Barang sedikit pun! Tae pinjamkan aku kekuatanmu..."

Selembar kertas keluar dari catatan kecil. Jungkook mengambil kertas itu. Matanya terbelalak. Ia sangat ingat tulisan siapa ini. Nama seseorang yang baru saja disebut. Juga alasan kenapa Jungkook ada di sini.

Kode diciptakan untuk bisa dipecahkan bagi siapa saja yang mau mengembangkan wawasan dan membuka cara berpikir mereka. Jangan terpaku hanya dengan satu sudut pandang

Berjuang Jungkookie

-Kim Taehyung-

"Kenapa di saat seperti ini?" Tanya Jungkook menghapus air matanya. "Tidak ada waktunya menangis, Kookie"

Jungkook kembali mengatur deru nafas. Kembali menenangkan dirinya. Ia melihat peta dan keterangan gambar. Gambar mangkuk terbalik yang dikelilingi lautan. "Kalau malam pasti tenang. Daerah yang di kelilingi lautan luas. Jangan bilang musik malam adalah bunyi ombak? Dinginnya angin menyejukkan kaki. Pantai. Tepian pantai. Kita pasti akan menggulung celana agar tidak basah. Kalau ke Pantai pun banyak orang menggunakan celana pendek agar tidak repot. Makanya, angin bisa menyapa kaki. Tepian pantai dan arah rembulan."

Jungkook mengingat arah bulan yang dilihatnya. Pemuda kelinci tersenyum senang menekan tombol hijau. "Kau berada di jurang paling utara dekat lautan" Jawab Jungkook menatap lekat kamera cctv.

"All Right Mr. Jeon." Jawab suara wanita tiba-tiba dari balik pengeras suara. "Kami akan mengantarkan anda kepada Ketua kami"

Belum sempat Jungkook menjawab. Empat kotak keramik lantai hilang tepat bagian Jungkook berpijak.

"WAAAAAAA!!!!"

Jungkook terjatuh ke dalam lift yang berada di bawah lantai. Sama seperti lift saat Jungkook pertama kali menjadi anggota agen detektif. Lift itu membawa Jungkook ke bagian utara Seongsan. Jungkook menyembunyikan botol air ke belakang saku jeans. Untung celana jeans yang dipakai Jungkook berukuran besar. Ia memegangi pistol dengan mode waspada. Tidak sampai puluhan menit berlalu Jungkook sampai. Pintu lift terbuka. Jungkook keluar dari lift. Angin malam menyapa surai Jungkook dan sinar rembulan yang terang. Belial berdiri tepat membelakangi rembulan.

"Kau tidak pantas bersanding dengan full moon" Ucap Jungkook dingin mengarahkan pistol tepat di wajah Belial.

"Akhirnya kau sendirian" Balas Belial tersenyum senang.

"Apa maumu?" Tanya Jungkook lagi.

"Mau ku tentu membunuhmu." Balas Belial angkuh. Ia juga menodong Jungkook dengan pistol. "Kita sama-sama petarung jarak jauh kan?" Jungkook hanya diam saja. "Aku ingin menghabisi semua agen detektif. Termasuk kau. Taehyung akan merasakan kehilangan untuk sekali lagi." Jungkook syok seketika. "Kau terlalu lemah Jungkook. Taehyung telah membunuh Hyunie. Maka aku akan membalaskan hal yang sama padanya. Rasakan bagaimana rasanya terbangun tanpa ada wajah orang yang kau sayangi di sampingmu."

Belial berjalan mengitari Jungkook. Siap menembak. Sedangkan Jungkook ikut berjalan menghindari Belial kapan saja.

Akan ku bunuh kau jungkook!!!!! Bagaimanapun caranya! Akan ku buat Taehyung menyesal seumur hidupnya, batin Belial Tersenyum mengerikan.

|||

TBC

|||


Author Corner:

HALOHAAAA!!!!!

Bakar aja aku readers wkwkwkwk. Sumpah ini tulisan kalau dilanjutin nyangsang ampe 20k lebih, segini aja dah 13k. Bisa-bisa readers pada ketiduran saking bosannya. Karena banyak yang minta happy ending. Aku merubah beberapa scene awal yang sedikit ambigu. Sebenarnya aku ingin membuka rahasia menggunakan paragraf narasi aja. Tapi, kayaknya nggak seru. Jadi aku ketik menggunkan flash back aja. Paragrah yang aku block menjadi italic adalah bagian flasback. Kecuali kalimat yang aku jadikan italic. Itu hanya kata-kata dalam hati dan bagian tokoh yang sedang ditelpon. Juga kalimat Jungkook. Itu bukan flash back. Tapi Jungkook yang berdoa dalam hati.

Aku mau bilang apa ya. Terima kasih banyak kepada yang mau minta happy ending. Kalian salah, kalau aku pengennya sad ending. Hehehe~

Aku menanyakan pertanyaan kemarin itu hanya galau aja. Terlalu ingin membuat sesuatu yang menarik dan mengesankan. Happy ending itu berat. Terbukti. Aku jadi bikin dua chapter. Harus bikin special chapter, pake harus. Sad ending itu mudah, satu chapter mungkin aja selesai. Tapi, karena berkat dukungan semangat para tim happy ending yang menyemangatiku. Aku akan mengupload dua chapter berjarak sehari. Tergantung permintaan reader juga. Kalau sampai komentar dan votenya lebih dari ekspektasiku. Aku akan mengupload langsung hari ini juga. Malamnya.

Terima kasih banyak komentar readers yang menginspirasi~~~~. Readers sangat berarti bagiku.

Oh, ya dah terbuka kan rahasia siapa itu dokter Cha dan kenapa seokjin mau aja bohong. Termasuk alasan Taehyung yang bersifat terlalu mudah pada Jungkook.

Sekali lagi aku ingatkan Taehyung itu asperger. Baginya Namjoon yang memukuli Seokjin adalah pukulan berat bagi hidupnya. Taehyung menganggap Seokjin dan Namjoon adalah Ibu dan ayahnya. Pertengkaran orang tua membuat Taehyung dapat belajar menahan diri terhadap pasangannya. Menahan diri dalam masalah mengontrol amarah. Makanya, saat Taehyung bersama Jungkook. Dia terlihat seperti orang normal. Karena keinginannya yang tidak mau kalah. Taehyung tanpa sadar ingin mengalahkan Namjoon. Dia berpikir, dia bisa lebih baik dari Namjoon. Terdengar aneh kan? Namanya juga asperger. Semoga semakin ke sini reader jadi bisa paham kemana arah cerita. Tapi, penjelasanku juga tidak membantu... Aku juga bingung mau jelasin apa...

Sampai jumpa, aku tunggu vote dan komentarnya. Jika vote sampai lebih dari 50 dalam sehari ini. Aku akan upload besok malam chapter selanjutnya~ Tapi, kalau nggak aku pundung aja deh. Upload aja besok satu lagi atau tiga hari lagi *lambaikan bendera putih*

Ditunggu ya~

Komentar kalian ibarat benefit bagiku...

See you~

Salam Hangat

yoite_TaeJung

[07.09.17]

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

379K 22.2K 46
"Waktu memang selalu memiliki jawaban atas semua rasa sakit dan penderitaan. Waktu membawa semuanya kadang terasa berat dan baik baik saja. Mungkin s...
60.1K 4.1K 8
'daddy ... Aku kangen' 'what the hel?! gw bukan daddy lu' 'daddy kapan dateng?' 'the hell... Lagi..' (complete) Short story Vkook Boyxboy Namjaxnamja
117K 10.7K 25
Kehidupan si manis dari awal kelas 10 sampai sekarang tidak ada yang berubah. Tidak pernah tenang bahkan sampai murid baru yang menjelma jadi tunanga...
168K 9.7K 23
Kehidupan seorang Jeon Jungkook yang selalu disiksa oleh paman dan bibinya semenjak ia kehilangan kedua orang tuanya. Di pertemukan dengan seorang Ki...