Masih Engkau #WattPride

By NathanHendrata

23.2K 1.8K 363

10 tahun sudah berlalu.. Dia masih sama.. hanya berubah.. sedikit.. Dia masih saja bisa menggetarkan sukmaku... More

Astaga!
Lagi?!
Alkisah
Hukuman?!
Semakin Absurd
Pembalasan
Welcome, Rival~
Dimulai~
Fatamorgana~
Terhempas Kembali
PERMAINAN HATI?
Renyahnya Cemburu
Hancur Runtuh
Runtuh
Rengkuh Gundahku
Semilir Angin Baru?
Hati Semerah Darah
Saling Memberi
Kisah Elang & Rajawali
Sang Rajawali Sakti Perkasa
Kebimbangan Berselimut Asa
Purnama Bergolak Dalam Diam

Ombak Mulai Singgah

714 67 13
By NathanHendrata

Nyokk! Di vote dl sblm baca. 

.

.

Siang itu usai menjemput duo jagoan cilik, Fay dan Gio makan siang bersama dengan Davi dan Ivan. Tentu saja di restoran keluarga favorit duo bocah itu. 

Fay duduk di sebelah Gio. Mereka sengaja memilih tempat agak di pojokan. Gio berkali-kali melirik galak ke Fay yang malah memasang wajah datar. Bahkan seolah bertanya-tanya. 

"Kenapa, Gio?" tanya Fay penuh dengan aura tanpa dosa. Saat itu Davi dan Ivan sedang main di wahana kecil di area resto. 

"Masih tanya kenapa?" jawab Gio judes setengah berbisik. "Tanya sama tanganmu yang seenaknya kelayapan!" 

Fay menoleh ke belakang Gio. Tampak tangan kanannya sedang asik mengelus-elus bokong Gio, walau bagian atasnya saja. "Memangnya ada yang salah dengan tanganku, Gio?" Fay masih pasang tampang sok serius. 

"Fay! Ini tempat umum!" Gio berbisik keras. Bayangkan saja suaranya. 

"Kalau private place, kau mau?"

"Bukan begitu juga!"

"Kalau begitu ayo kita ke rest-room di sini."

"Fay!" Gio memamerkan wajah antara frustasi dan menyerah. "Hgh... ngomong sama kamu itu memang gak bisa menang, yah!"

"Makanya buruan menikah denganku. Siapa tau nanti kau akan sering kumenangkan." Fay mengganti posisi tangannya, menjadi di paha Gio. Pria mungil itu pun melotot. 

"Fay! Jangan di situ!" Gio panik sembari melihat sekeliling, berharap tak ada satupun manusia menyadari tingkah Fay saat ini pada dirinya. Jadi kalau bukan manusia, kau tidak malu, Gio?

"Kenapa aku serba disalahkan, sih? Kau ini maunya aku menyentuh bokongmu atau pahamu?" Fay masih saja bersilat lidah. Kini ia menemukan hobi baru--menggoda Gio dengan berbagai cara. 

Gio sudah akan menyemburkan protesan tapi mendadak urung karena pesanan sudah datang bersama pramuniaganya. Tentu saja. Memangnya makanan itu akan terbang menuju meja mereka?

Fay terpaksa menarik tangannya. Sedangkan Gio beranjak dari tempat duduk untuk memanggil para jagoan cilik agar makan siang dulu. 

Keempatnya pun makan dengan suasana damai diselingi celotehan ringan Davi dan Ivan seperti biasanya. 

"Fay?" Ada suara di dekat mereka. 

Yang dipanggil sontak saja menoleh. Perempuan usia sekitar akhir 20. Pakaiannya minidress ketat warna putih dengan aksen hitam di beberapa area. 

"Lena?" Fay mengernyit. 

"Iya!" Perempuan yang dipanggil Lena itu pun meremas lengan Fay beserta wajah sumringah. Ia segera menggeret kursi kosong untuk di bawa ke sebelah Fay. "Udah berapa tahun kita gak ketemu, yah?" 

"Entah. Gak ngitung." Fay malah menjawab singkat. Agak malas juga. 

Lena melirik ke Davi dan Ivan. "Itu mereka anak-anak kamu?" tunjuk Lena ke duo bocah yang sedang lahap memakan ayam gorengnya. 

"Yang ini anakku, Davi." Fay menggusak rambut atas Davi. "Yang satunya anak Gio, sahabatku." Ganti Gio yang ditunjuk. 

Lena pasang senyum manis. "Halo, ganteng cilik. Kenalan, dong. Nama kakak... Lena." Gadis itu mengulurkan tangan ke arah Davi. 

Davi memandang heran. "Bukannya tadi Daddy udah kasi tau namaku?" 

Betapa lugunya. Fay sampai susah payah menahan gelak tawanya. Ia melirik ke Gio. Yang dilirik bertingkah sibuk sendiri, entah itu menyuwirkan ayam untuk Ivan dan Davi, atau pun menyuapkan makanan ke mulutnya sendiri. 

Lena yang kena skak omongan polos Davi hanya bisa senyum canggung. "Hahah... iya, yah. Hehe..." Tapi sepertinya gadis itu belum mau menyerah, masih ingin tetap di sana. "Davi kelas berapa?" 

"Bentar, ya Tante... kata Daddy, makan gak boleh sambil ngomong." Lagi-lagi keluguan Davi berhasil menohok Lena. 

"Pffttt!" Akhirnya Fay tak tahan untuk menyuarakan tawanya meski itu sudah amat ia tahan. Maka jadilah berbunyi demikian. "Sori, ini emang momennya kita sedang makan. Jadi mendingan jangan ngobrol, Len." 

Lena seolah diusir secara halus. 

"Ya udah, kalau begitu... tukeran nomor, yuk!" Dia belum menyerah. Gadis itu pun mengeluarkan iPhone dari dalam tas kecilnya. "Berapa nomormu, Fay?"

Jujur saja, Fay terganggu dengan kehadiran Lena. Terlebih saat makan begini. Meletakkan sendok dan garpunya ke piring sejenak, Fay mengambil iPhone di tangan Lena dan lekas mengetikkan nomornya. Sesudah itu, mengembalikan benda dengan hiasan blink-blink di sekujur gadget itu ke empunya. 

Lena menerima dengan senyum senang. Ia pun mencoba menelepon nomor yang diberikan Fay. Terdengar suara dering ponsel dari arah saku celana Fay. Lalu Lena pun mematikannya. Tersenyum puas. "Oke, aku jalan duluan, deh yah! Bye Fay, bye Davi... see you soon!" Lena berdiri dan melambai yang dibalas Davi dengan lambaian pula. 

Lena tak mengacuhkan Gio. Dan Ivan. 

Fay bernafas lega. Ia tentu ingat siapa Lena. Yang pernah tidur dengannya di jaman awal dia kuliah. Lena lebih tua satu tahun dari Fay dan Gio. Dia berhasil menjerat Fay yang masih mahasiswa baru. Bahkan Lena pula yang mengenalkan seks pada Fay. Dengan arti, Lena adalah first sex bagi Fay. 

Mereka tidak berpacaran. Lena yang menolak ketika Fay ingin menjadikan dia berstatus pacar. Lena memandang Fay masih ingusan meski tampan. Dengan kata lain, Fay masih belum jelas masa depannya. 

Dan Fay harus rela melihat Lena sibuk 'jalan' dengan berbagai om-om yang sering menjemput dia menggunakan mobil mentereng. Awalnya Fay rela hanya dijadikan pelampiasan Lena ketika gadis itu sedang bosan, tapi lama-lama Fay berontak dan tak mau lagi. 

Lena cantik, juga seksi. Tak berubah. Bahkan mungkin ini bertambah. Lihat saja perawatan dari ujung sampai kaki yang tampak jelas dari penampilannya tadi. Mungkin dia sudah bersuami milyuner seperti impiannya dulu yang sempat ia sampaikan ke Fay ketika Fay ingin memacarinya?

Gio melirik ke Fay. "Siapa?" Dia menanyakan identitas Lena. 

"Bukan siapa-siapa. Tak penting." Fay menjawab sambil lalu dan fokus ke makanannya lagi. Gio diam. Tapi berfikir. Jika jawaban seperti itu, justru menandakan perempuan tadi bukan sekedar bukan siapa-siapa. 

Sesampainya di rumah, seperti biasa, anak-anak diminta tidur siang bersama di kamar Davi ditemani seorang suster. Sedangkan Fay memilih bersama Gio ke rumah pria mungil manis itu sebelum nantinya kembali ke kantor. 

"Fay, apa perempuan tadi salah satu mantan pacarmu?" Gio kembali menanyakan. 

"Bukan."

"Bukan? Yakin? Atau kau sedang amnesia mendadak?" Gio picingkan mata. 

"Please, Gio. Tak perlu bahas dia, oke?"

Gio makin curiga. "Ahh~ begitu. Ternyata dia mantan seseorang dari masa lalumu." 

"Gio, Forsaken God... apakah kau ingin kutindih sekarang juga? Atau..." Fay dekati telinga Gio. "...kau cemburu?" 

Gio menjauhkan wajahnya yang merona dari Fay. Ia tolak dada Fay yang keras menghimpitnya. "Jangan terlalu pede, tuan Lawyer!" 

"Lalu kenapa kau terus mengejar seperti itu?" Fay mulai kumat jahilnya. 

"Errnghh... Fay!" Gio menggelinjang geli ketika mulut Fay sudah menggelitiki telinganya. Apalagi ditambah lidah yang turut berperan serta. "Aku... aku... ermmghh..."

"Ayo, katakan kau cemburu, Gio..." bisik Fay sembari tak melepaskan cuping telinga Gio. 

"Hnnghh... aku cuma... cuma ingin tau, kok! Aku... aanghh... tak suka ada rahasia darimu... haanghh... Fay, stop!" Gio berusaha melepaskan diri dari belitan Fay. Percuma, Gio. Dari sudut manapun sudah jelas terlihat kau kalah. 

Dan hasil akhirnya sudah bisa tertebak. Fay urung kembali ke kantor, dan memilih membopong Gio ke kamar meski pria itu menjerit-jerit protes dengan alasan semalam sudah terlalu banyak Fay membuatnya lunglai. 

Menurutmu Fay bisa hentikan ulahnya kalau kau beralasan demikian, Gio? 

Di tempat lain, Lena duduk nyaman di sofa ruang tamu rumah orang tua Fay. Duduk penuh elegan di depan mamanya Fay. 

"Iya, Tante. Ini aku, Lena, yang dulu sering ke sini waktu jaman kuliah." 

"Oh, iya. Yang cantik itu! Wah, sekarang jadi tambah cantik!" puji mamanya Fay. 

"Tante bisa saja." Lena berlagak tersipu. "Tante malah yang awet, nih cantiknya... masih kelihatan muda." 

"Ah, kamu ini. Apa kabarmu?"

"Baik, Tante. Ini kebetulan aku balik ke Indonesia setelah lanjut S2 di Boston." 

"Oh! Lulusan Boston! Hebat sekali!" 

"Ahahaha... gak juga, kok Te. Kemarin sempat tertunda pekerjaan sebelum ambil S2. Tapi akhirnya jadi berangkat juga."

"Wah, itu bagus. Sudah pernah kerja, dan sekarang lulusan S2. Pasti masa depan bakal lebih cerah!" Tante memandang takjub ke Lena. Di mata Tante, Lena itu cantik, hebat dan terpelajar. 

"Makasih, Tante. Amin! Semoga benar sukses seperti doa Tante..." Lena menyampirkan sebagian kecil rambut depannya ke belakang telinga, sehingga anting berliannya nampak. 

"Oh ya, kamu belum tau rumah Fay?" 

"Belum, Te. Ada, ya?" 

Dan mamanya Fay pun memberikan sebuah alamat ke Lena yang diterima dengan penuh suka cita dalam hati. Bahkan alamat kantor Fay juga berhasil ia dapat. 

Gio, sepertinya kau akan mendapatkan rival baru. Bersiaplah. 

Kembali ke rumah kediaman Gio, ia baru saja selesai dibuat tumbang oleh Fay dalam 2 ronde. Fay seolah masih bugar tanpa kekurangan tenaga. Berbeda dengan Gio yang sudah lunglai di kasur. Fay mengecup kepala Gio. "Aku bersihkan badan dulu." 

Tanpa menunggu jawaban Gio, Fay berjalan telanjang ke arah kamar mandi yang menyatu dengan kamar tidur. Tak lama bunyi shower pun terdengar. 

Gio memilih memejamkan mata tanpa peduli tubuhnya loyo dan telanjang dengan beberapa tanda merah di sekitar dada dan leher. Fay memang sialan, sudah dibilang jangan menandai, malah semangat memberikan sebanyak mungkin. Alasannya agar Gio tidak bisa bergenit-genit dengan siapapun karena ada tanda itu. 

Selepas mandi, Fay duduk santai menonton televisi di ruang tengah sambil membiarkan Gio tertidur. Fay biasa begitu bila ia mendapatkan 'jatah' siang hari. Ia akan menunggu sampai Gio bangun sambil sekalian menerima laporan saat Mas Suga datang dari acara berbelanja dan membawa uang hasil katering hari ini. 

Namun, ketika ia sedang bersantai menonton acara sport di salah satu channel tv kabel, ia mendapati ponselnya berbunyi. Untung saja ia membawa serta ponsel ke ruang tengah, tidak meninggalkannya di meja nakas kamar Gio. 

Di layar tertera nama salah satu pegawai kantornya. Ia pun mengangkat. 

"Ada apa?"

"Pak! Terpidana Danu lepas dari lapas!"

"Hah?!" Fay sampai bangkit dari kursinya. 

===BERSAMBUNG=== 

||

Yess! Udh apdet lagi di sini! Jgn bosan2 ama ini fic yah! Ini mulai seru, nih! Terus cekidot, yah! ;'))

Dan itu kenapa muncul cewe masa lalu Fay? Ditambah Danu lepas! Kira-kira gimana nasib mereka?

Jgn lupa vote atau komen, yak! Jgn jd pembaca hantu yg gak ninggalin jejak sama sekali, hehe~ :")

||

=[[ RYUU ]]=


Continue Reading

You'll Also Like

272K 22.9K 78
Cinta hanya untuk manusia lemah, dan aku tidak butuh cinta ~ Ellian Cinta itu sebuah perasaan yang ikhlas dari hati, kita tidak bisa menyangkalnya a...
955K 87K 22
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
4.3M 54.7K 40
Cerita Dewasa! Warning 21+ Boy punya misi, setelah bertemu kembali dengan Baby ia berniat untuk membuat wanita itu bertekuk lutut padanya lalu setela...
600K 30.2K 44
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...