Enigma, The Shadow [Re-write]...

By pratiwikim

85.2K 12.6K 3.7K

[Re-write] It doesn't have foot but it can run It always remind you of something ©ᴘʀᴀᴛɪᴡɪᴋɪᴍ ⚠️ ᴛʀɪɢɢᴇʀ ᴡᴀʀɴ... More

ᴛʀᴀᴄᴋʟɪꜱᴛ
1. ʙᴇɢɪɴ, ᴍᴇᴇᴛ ʜɪᴍ
2. ꜱᴄᴀʀ ᴏɴ ʜɪꜱ ꜱᴋɪɴ
3. ʙᴇᴛʀᴀʏᴀʟ ꜰʀᴏᴍ ʜᴇʀ ʟᴏᴠᴇʀ
4. ꜱᴛʀᴀɴɢᴇ ꜰᴇᴇʟɪɴɢꜱ
5. ʟᴇᴛ'ꜱ ᴘʟᴀʏ ᴀ ꜰᴜɴ ɢᴀᴍᴇ
6. ʜɪꜱ ɪʟʟɴᴇꜱꜱ, ᴀʟᴢʜᴇɪᴍᴇʀ
7. ʙᴇᴛᴡᴇᴇɴ ᴀ ᴋɪꜱꜱ ᴀɴᴅ ᴅᴇꜱɪʀᴇ
8. ᴄᴏʟᴅ ʀᴀɪɴ
9. ʜᴇʀ ᴇx-ʟᴏᴠᴇʀ
10. ᴅᴇᴇᴘ ɪɴ ʜɪꜱ ʜᴇᴀʀᴛꜱ
11. ᴠᴀɴɪꜱʜ ᴀᴡᴀʏ
12. ᴛʜᴇ ʀᴇᴀʟ ʜɪᴍ, ᴘꜱʏᴄʜᴏ
13.1. ᴄʜɪʟᴅʜᴏᴏᴅ ꜰʀɪᴇɴᴅ
13.2. ᴄʜɪʟᴅʜᴏᴏᴅ ꜰʀɪᴇɴᴅ
14. ꜰᴀᴋᴇ ᴘᴇᴏᴘʟᴇ
15. ᴛʀʏ ᴛᴏ ᴘʀᴏᴛᴇᴄᴛɪɴɢ ʏᴏᴜ
16. ᴡᴏᴍᴀɴ ɪɴ ᴛʜᴇ ʙᴀʀ
17. ᴀʟᴍᴏꜱᴛ, ʙᴜᴛ ꜱᴛɪʟʟ ᴋᴇᴇᴘ ᴛʜᴇ ᴅɪꜱᴛᴀɴᴄᴇ
18. ʀᴏᴛᴛᴇɴ ᴛᴏ ᴛʜᴇ ᴄᴏʀᴇ
19. ᴡɪᴘᴇ ᴏꜰꜰ ᴀʟʟ ᴛʜᴇ ᴛʀᴀɪʟ
20. ʙᴀᴄᴋꜰɪʀᴇ ᴇꜰꜰᴇᴄᴛ
22. ɪꜱ ɪᴛ ᴛʜᴇ ᴇɴᴅ?
23. ꜰɪᴇʀᴄᴇ ʙᴀᴛᴛʟᴇ
24. ɪɴꜰɪɴɪᴛᴇ
ꜰɪɴᴀʟ: ʏᴏᴜ ᴀʀᴇ ᴍʏ ᴍᴇᴍᴏʀʏ
ᴀʟʟ ɪ ᴡᴀɴᴛ

21. ʀᴇᴠᴇɴɢᴇ

1.7K 309 71
By pratiwikim

"Kirim sepuluh orang anggota tambahan sekarang juga!"

Samar-samar Kim Taehyung mendengar Dohwan berseru lantang usai menerima panggilan dari kepala pimpinan. Pun, kesepuluh anggota yang dimaksud lekas berlari tunggang-langgang menuju lahan parkir sebelum akhirnya melesat ke TKP. Lelaki Kim itu mengendikkan bahu cuai, kembali fokus menyeduh kopi instan guna mengusir rasa kantuk yang gelayuti kedua mata. Taehyung sebenarnya tahu (sebab dia sendiri yang menerima laporan tersebut), tetapi dia berpura-pura tidak tahu-menahu.

Ada kasus pembunuhan yang terjadi di daerah Yongsan-gu, tepatnya di sebuah gudang bekas penyimpanan besi dan baja. Namun, daripada memikirkan hal tersebut, kiranya Taehyung lebih memilih untuk mengkhawatirkan sang kekasih yang tak kunjung memberikan kabar sejak kemarin lusa. Entah kemana perginya Hyerin. Wanita itu seakan lenyap ditelan perut bumi.

Sembari mengaduk kopi hitam yang menguarkan aroma getir, Taehyung coba mendial nomor Hyerin. Sayangnya, sekuat dan sekeras apa pun ia berusaha, tetap saja hasilnya sama. Ponsel Hyerin tidak dapat dihubungi. Pun, Taehyung dibuat cemas setengah mati. Pikirannya tidak lagi fokus yang semerta-merta buat percikan air mengenai punggung tangannya. Hei, Taehyung cemas begini tentu ada alasan. Ia teringat akan konversasi singkat yang terjalin usai makan siang di sebuah restoran Itali. Hyerin berkata, sedikit menyeringai yang Taehyung sendiri tidak ketahui maknanya, "Untuk sementara, tolong jangan hubungi aku dulu, ya. Aku sedang ada urusan. Kuharap kau bisa mengerti, Tae."

Untuk sesaat, Taehyung terdiam. Keningnya mengernyit hingga timbulkan lipatan samar, tetapi sedetik kemudian lekas mengangguk paham. "Iya, Sayang. Tapi setidaknya beri aku pesan sehari sekali, ya. Dengan begitu aku tidak akan mengkhawatirkanmu secara berlebihan."

Hari pertama, kedua, dan ketiga berjalan lancar. Hyerin mengiriminya pesan sesuai perjanjian awal. Namun, ketika hari keempat dan kelima berlangsung, Taehyung tidak lagi mendapatkannya. Berbagai praduga berkelindan di dalam kepala, salah satunya mengenai Hyerin yang meninggalkannya demi mengejar laki-laki lain.

Taehyung menyugai surai legamnya ke belakang, menepis bulir keringat yang berjatuhan menuruni pelipis. Sofa tunggal di dekat dispenser menjadi sasaran bokong padatnya untuk mendarat. Taehyung menyesap likuid pekat yang dibuatnya penuh khidmat, membiarkan getir menyelinap melalui celah labium sebelum mengalir ke kerongkongan. Pikirannya tengah melayang di awang-awang, tinggalkan raga kosong tanpa jiwa.

Sebenarnya urusan macam apa yang Hyerin maksud? Apakah itu tentang cara mengundurkan diri dari rumah sakit yang katanya sudah seperti bangunan terkutuk? Atau malah tentang cara membuat payudara dan bongkahan pantatnya semakin besar? Oh, astaga. Demi Dewa Neptunus yang kerap disebut dalam serial kartun spongebob, Taehyung benar-benar tidak tahu. Dia mengacak surainya asal, frustasi. Bodoh. Kelewat bodoh malah. Harusnya Taehyung tidak langsung setuju. Harusnya dia melempar satu atau dua pertanyaan untuk tutupi cemas di hati.

Dengan kepala yang dirundung oleh banyak tanya, Taehyung keluar dari dapur. Tungkainya yang berbalut celana bahan hitam mengayun pelan, melewati beberapa rekan sembari mengulas senyum tipis. Lantas, entah karena sentuhan sihir atau tarikan magnet bumi, Taehyung mendadak memaku tapak kakinya di depan televisi. Sebuah siaran langsung dengan tajuk pembunuhan sadis terpampang di layar.

Seorang perempuan ditemukan tewas di daerah Yongsan-gu, tepatnya di sebuah gudang penyimpanan besi dan baja. Berdasarkan hasil identifikasi sementara oleh pihak kepolisian Seoul, perempuan tersebut merupakan korban dari tindak pembunuhan sadis yang terjadi dua hari silam.

Bagian kepala korban terlepas dari tubuh. Wajahnya penuh luka sayatan dan cakaran. Ironinya, kedua bilah bibir korban tercabik oleh lima buah steples berkarat. Entah motif apa yang ada di balik kasus pembunuhan ini. Untuk sementara, kepolisian akan terus melanjutkan investigasi dengan mayat korban yang dikirim ke salah satu rumah sakit untuk autopsi.

Taehyung menelengkan kepala sejenak, menyimak penuturan sang reporter dengan sepasang manik kembar yang tak lepas dari sana. Satu spekulasi penuhi kepala; bukankah ini kasus yang masuk tadi pagi? Lantas, bersidekap dengan kopi yang kembali disesap, sekonyong-konyong Taehyung merasakan waktu stagnan di detik itu juga. Potret korban mengisi layar kaca tanpa sensor, menggantikan wajah sang reporter beserta TKP dengan wajah lain yang amat ia kenal.

Korban bernama Park Hyerin, berprofesi sebagai seorang perawat di salah satu rumah sakit jiwa pusat kota.

Daksanya gemetar dengan tungkai yang seakan tak lagi memijak bumi. Taehyung oleng beberapa saat sebelum jatuh tersungkur hingga sebabkan bunyi debuman yang mengusik pagi. Cipratan kopi membasahi seragam. Panas, nyeri, pun sakit di saat yang bersamaan; mereka bersatu seolah membuat formasi yang hantam kuat sanubari.

Perempuan itu ... apakah benar-benar kekasihnya—Park Hyerin?

Seperdetik setelahnya Taehyung tersenyum konyol, mengibas-ngibaskan seragam yang dikenakan guna meluruhkan air yang terserap ke dalam pintalan benang. Dia bangkit kepayahan, mengabaikan uluran tangan dari rekan-rekannya yang datang untuk membantu. Mereka turut menyaksikan berita tersebut, dan seketika paham akan akar permasalahan yang tengah terjadi.

Dohwan yang saat itu berada di dekat Taehyung lekas menepuk bahu sang kawan. "Aku turut berduka, Taehyung."

Menepis jemari lelaki Ahn tersebut untuk tidak bertengger lebih lama di tubuhnya, Taehyung segera melangkah mendekati televisi. Ditatapnya nyalang wajah sang reporter untuk sesaat, lalu secara tiba-tiba tangannya mengepal dan menghantam layar kaca. Alih-alih berhenti di pukulan pertama usai mendapati darah yang membalut ruas jari, Taehyung malah semakin gencar melakukan aksi sintingnya. "Keparat! Dasar televisi bodoh! Reporter bangsat! Bisa-bisanya kau membuat berita palsu seperti itu! Kau pantas dipecat!"

Orang-orang yang ada di sana lekas menarik Taehyung untuk menjauh, menenangkan lelaki Kim itu dari huru-hara yang terjadi. "Tenanglah, Taehyung. Masalah tidak akan selesai jika kau seperti ini. Kau hanya akan memersulit dirimu sendiri." Itu Morgan, pangkatnya satu tingkat lebih tinggi dibanding Taehyung. "Ada baiknya kau pulang lebih awal hari ini. Aku akan mengizinkanmu pada ketua."

Setengah terisak dengan dada yang sesak, Taehyung mengangguk setuju. Pipinya berderai air mata yang mana lekas diusap agar tidak menjadi bahan ejekan di lain waktu. Taehyung merasakan tubuhnya lemas, seolah-olah tak ada satu pun tulang yang menopang tumpukan daging miliknya. Sekadar bangkit untuk memberesi perkakas di atas meja pun ia kesulitan. Namun, karena tidak ingin merepotkan rekan-rekannya yang juga pasti memiliki kepentingan tersendiri, Taehyung tetap memaksakan diri. Dia berjalan lambat menuju mobil, menyeret kedua tapak kaki yang mati rasa.

Masih tidak percaya, Taehyung memutuskan untuk membuka salah satu akun sosial media di ponselnya. Dan benar saja, kasus pembunuhan tersebut berada di posisi teratas. Banyak komentar-komentar miring beserta belasungkawa yang memenuhi beranda.

Wah, apakah saat ini Seoul memiliki psikopat gila?

Walaupun dia bukan seseorang yang kukenal, rasa-rasanya aku tetaplah sedih mengetahui fakta bahwa dia dibunuh dengan cara yang mengenaskan.

Ini gila! Biadab sekali orang yang melakukan hal itu.

Semoga dia diterima di sisi Tuhan.

Taehyung melempar benda pipih itu ke sembarang tempat, tak menghiraukan jikalau ponselnya rusak dan memerlukan perbaikan guna mengakses file-file penting yang ada di dalamnya. Buku-buku jari Taehyung memutih tatkala mencengkram kemudi kelewat erat. Batinnya berkecamuk dengan pikiran yang kacau balau, tak keruan. Taehyung sempat berpikir untuk menuju Yongsan-gu, sekadar mengorek informasi lebih dalam mengenai hal keji yang menimpa Hyerin. Dia bertekad untuk menemukan sang pelaku secepat mungkin, harus; bagaimanapun caranya.

Akan tetapi di sana, masih dengan dada yang kembang-kempis pula napas yang memburu, Taehyung mendadak teringat sesuatu.

Jung Anha.

Oh, tentu saja. Pastilah wanita itu dalang dari semua ini. Menggeram, Taehyung lekas menginjak pedal gas dan keluar dari area kantor. Niat yang semula tertuju pada Yongsan-gu, pun berbalik begitu saja menuju rumah sakit jiwa di pusat kota. Maaf, Sayang. Aku akan mengunjungimu setelah masalah yang satu ini selesai, begitu batinnya berbisik.

Decakan sebal terlontar dari ceruk bibir Taehyung tatkala beberapa mobil menyalip dan menghalangi jalan. Dia menekan klakson lalu menahannya sesaat, membiarkan bunyi yang memekakkan liang telinga tersebut berkumandang dan sebabkan beberapa pedestrian mengirim umpatan kasar. Taehyung tidak peduli, kesadarannya telah dikikis habis. Dia hanya terus mengemudi dengan cara paling serampangan; kecepatan yang terus dinaikkan pula kemudi yang diputar lihai.

Sebenarnya apa yang Anha inginkan? Dirinya yang kembali ke pelukan wanita itu? Ha! Yang benar saja! Bukankah dulu dialah orang yang memutuskan hubungan hambar ini? Lantas, kenapa? Taehyung benar-benar tak habis pikir. Baginya si Jung itu tidak lebih dari sekadar hewan yang tidak memiliki akal. Hei, memangnya manusia macam apa yang membunuh orang tak berdosa seperti Hyerin?

Cukup sudah, Taehyung muak.

Menggigit lidah kuat dengan batin yang bergejolak hebat, Taehyung menjanjikan satu hal pada dirinya sendiri juga Hyerin. Bagaimanapun—tak peduli sesulit dan semengerikan apa konsekuensi yang ditanggung—Taehyung akan membalaskan perihal ini pada Anha. Seringai bengis merayap di wajah pasinya. Jiwa dibalas dengan jiwa. Ah, menarik sekali bukan? Tetapi tidak. Taehyung tidak mau gegabah. Dia akan bermain amat pelan, mengirim beragam siksa hingga wanita itu meringkuk dan tunduk di bawah kuasanya.

Manakala mobil yang dikendarai tiba di area rumah sakit, Taehyung lekas mematikan mesin mobil. Diliriknya jam yang melingkar di pergelangan tangan, masih ada sekitar delapan jam lebih sebelum Anha pulang—kalau memorinya tak salah mengingat. Menurunkan jok kemudi hingga punggungnya dapat bersandar dengan nyaman, kiranya Taehyung akan beristirahat sejenak. Kantuk dan penat telah menjajah tubuhnya. Ia memerlukan banyak tenaga setelah ini. Ya, tenaga untuk menyiksa Anha sampai sekarat tentunya.

Semenjana malam terlukis pekat di langit malam ini. Anha yang telah membereskan peralatan di atas meja, pun segera keluar dan menuju kantin rumah sakit. Perutnya bergemuruh lapar sebab tadi siang dia tidak sempat makan, hanya sekadar meneguk dua cup coffee instan dan sekaleng soda.

Hari ini Anha cukup kewalahan dalam bekerja, pasien yang seharusnya ditangani Hyerin mendadak dialihtugaskan kepada dirinya. Yah, mengingat hal malang yang menimpa wanita itu, Anha pikir tidak ada salahnya untuk membantu. Dia juga turut berduka, kendati masih ada sekelumit rasa kesal yang melekat. Semoga Hyerin ditempatkan di tempat yang terbaik, begitu pintanya pada Tuhan beberapa waktu lalu.

Anha mengulas senyum tatkala Bibi penjaga kantin memberinya uang kembalian atas dua buah roti dan air mineral yang dibeli. Mengucap terima kasih, ia lekas berlalu dari sana. Malam semakin meninggi, dan tentunya Anha tidak ingin berakhir membeku di bahu jalan seorang diri hanya karena udara dingin yang berembus kencang.

Sebelum benar-benar menjejak pelataran rumah sakit, Anha merasakan ponsel di dalam tas selempangnya bergetar. Menghela napas pendek, dia mengorek isi tasnya dan temukan pesan singkat terpampang di layar.

Temui aku di gang dekat rumah sakit.

Tidak ada nama pengirim, dan itulah yang membuat Anha ragu untuk sejemang. Beberapa hari lalu telah terjadi pembunuhan sadis yang menimpa rekan sejawatnya, dan bukanlah tidak mungkin jika pesan ini dikirim oleh orang yang sama. Singkatnya, Anha takut kalau orang yang mengirim pesan ini adalah si psikopat gila. Namun ketika manik legamnya sibuk bergerak gusar, sebuah pesan kembali masuk, masih dengan nomor yang sama.

Cepatlah. Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi.

Tampaknya orang ini menuntut kehadiran Anha di sana. Lantas, berdiam diri bak pahatan kayu selama satu menit, menimang-nimang keputusan di dalam kepala, Anha pun memilih pergi ke lokasi. Ia tidak tahu apakah hal ini benar atau malah salah. Anha hanya berkeyakinan bahwa si pengirim pesan adalah orang yang selama ini ia tunggu-tunggu. Ya, Park Jimin.

Anha mengeratkan mantel bulu yang dikenakan, mengayun tungkai menuju gang sempit yang ada di dekat rumah sakit. Hawa dingin menyeruak tatkala semilir angin membelai epidermisnya. Sekitar dua puluh meter di dalam sana, ada sebuah mobil terparkir di sisi jalan, lengkap dengan seseorang berperawakan tinggi yang tengah membelakangi Anha. Wanita itu kian memercepat langkah, begitu penasaran dengan sosok yang akan ditemuinya.

"Hei," sapa Anha. "Ada keperluan apa kau menyuruhku kemari?"

Sosok lelaki di hadapan sana enggan untuk menyahut. Dia hanya terkekeh pelan, kedua tangannya dijejalkan ke dalam saku boomber hitam. Hal tersebut semerta-merta membuat Anha awas, lekas mengambil satu langkah ke belakang dengan air wajah yang berubah cemas. Dia kembali berseru dengan honorifik yang ditekan, "Siapa kau?"

Lelaki ini bukan Jimin. Astaga, Anha! Kau celaka!

Membalikkan badan secepat kilat, berniat melarikan diri, tahu-tahu saja pergelangan tangannya sudah dicekal kuat. Sosok tersebut membalikkan badan yang sekonyong-konyong buat obsidian Anha membeliak lebar. "T-taehyung?" Dia mencicit bak burung yang terluka; tidak berdaya. "A-apa yang kau inginkan?"

Yang disebut namanya mengulas senyum timpang, begitu ketara dengan paras bengis yang sedang terpasang. "Simpan kalimat pembelaanmu untuk nanti, Jalang!" Detik itu juga, kain beraroma aneh membekap hidung dan mulutnya. Anha merasakan gravitasi tak lagi bekerja dengan benar. Tubuhnya limbung dalam hitungan sekon yang singkat dan buat kegelapan selimuti pandangan.

Jung Anha tidak tahu pasti kapan dan berapa lama 'kah ia terpejam. Seingatnya, dia hanya bertemu seseorang, melakukan konversasi singkat dan berakhir dengan kesadarannya yang direnggut paksa oleh sapu tangan berbalut obat bius. Jadi, tatkala membuka kelopak mata yang terasa bak ditimpa satu kilogram besi, tahu-tahu saja Anha menemukan dirinya terikat di sebuah kursi kayu yang menghadap langsung ke arah sang pelaku—siapa lagi kalau bukan Kim Bangsat Taehyung.

"Oh, hai, Jalang. Bagaimana tidurmu? Nyenyak sekali, ya?" Taehyung tertawa dibuat-buat, sebilah sigaret terselip di sela jemari. Asapnya mengepul di udara, mengambil alih kadar oksigen yang tersisa hingga buat dada Anha terasa sesak. Anha berontak, coba bergerak sebisa mungkin kendati ia tahu bahwa hal tersebut berujung sia-sia. Mendapati hal itu, Taehyung beranjak dari posisi, membuka jendela kecil dan biarkan angin malam menguliti tubuh. "Tenanglah, An. Kita akan bersenang-senang setelah rokokku habis."

"BAJINGAN!" Wajah Anha memerah menahan amarah. Bias lampu kuning yang redup menimpa tubuhnya yang sudah tidak berbalutkan apa-apa kecuali potongan pakaian dalam renda. "Kau ingin memerkosaku, begitu?! Dasar tidak tahu diri! Kekasihmu baru saja meninggal dan kau ingin melakukan hal nista semacam ini?!"

Taehyung memainkan lidah di dalam mulut, sedikit jengkel. "Diam, atau aku akan menjejalkan penisku ke dalam mulutmu."

Ancaman tersebut membuat Anha lekas menutup rapat mulutnya. Dengan jantung yang berdentum gila-gilaan pula oksigen yang dihirup rakus, dia memalingkan pandangan ke sembarang arah. Alih-alih merasa tenang, Anha malah semakin dibuat ketakutan. Ada banyak mainan seks yang berhamburan, dan hal itu semakin menguatkan dugaannya bahwa Taehyung menculiknya kemari hanya untuk memerkosanya.

"Kenapa kau melakukannya?"

Membuang gulungan tembakau tersebut ke atas ubin dan mematikan baranya dengan ujung pantofel, Taehyung bergerak mendekati Anha. Jemari panjangnya menyusuri permukaan wajah si puan, sedikit mengusap di bagian bibir, sebelum akhirnya beralih menjepit dagu Anha.

"Katakan padaku, An. Kenapa kau melakukannya?!"

Anha berontak, berusaha menepis tekanan kuat yang mendarat di wajah. "Melakukan apa Taehyung? Aku tidak mengerti maksudmu!"

"Hentikan sandiwara payahmu, Jalang. Kau pikir aku tidak tahu niat busukmu, huh?" Taehyung tertawa sumbang, merobohkan kursi yang ditempati Anha dalam satu tendangan payah. "Kau membunuh Hyerin agar bisa kembali bersamaku, bukan? Oh, Anha-ssi. Kau benar-benar binatang!"

Meringis, Anha balas menatap Taehyung dengan perasaan yang tak keruan. "Aku tidak pernah berniat mencelakainya, sekalipun dia telah menjadi orang ketiga di hubungan kita. Dan, apa katamu? Ingin kembali? Cih, mimpi saja!"

"Jangan bersikap jual mahal, An. Aku tahu kau mengencani banyak pria di luar sana. Bahkan Hoseok, temanku sendiri."

"Bodoh," lirih Anha. "Jangan pernah membawa orang lain ke dalam lingkar permasalahanmu. Sebab itu hanya akan membuatmu terlihat seperti pengecut."

Tersulut emosi yang beradikara sejak lama di dalam dada, Taehyung membiarkan satu tamparan melesat bak serbuk mesiu ke pipi kanan Anha. Seketika, wanita itu dibuat bungkam. Sudut bibirnya memercikan darah dengan pipi yang berdenyut dan berhiaskan ruam kemerahan. "Benar-benar pengecut," lirih Anha sekali lagi usai melawan ngilu yang dera mulut secara penuh.

Taehyung menggeram, amarahnya seperti baru saja disiram oleh satu liter gasolin. Ia menampar pipi Anha tanpa ampun, membiarkan lolongan kesakitan memenuhi rungu dan ciptakan gelenyar aneh di bagian selatan tubuhnya. Tidak, tidak. Aku tidak boleh menegang hanya karena mendengar jeritan sialannya.

Puas dengan tamparan, Taehyung lekas menggantinya menjadi kepalan tangan. Dia meninju perut Anha hingga wanita tersebut meringkuk menahan sakit. Tangan dan kakinya terkunci, yang semerta-merta buat Taehyung lebih leluasa untuk menggerayangi tubuh Anha. Di sela-sela hantaman tersebut, Taehyung tak lupa untuk sedikit memberi godaan kecil dengan cara meremas dada padat milik Anha. Sementara wanita itu, dia menggigit bibir kuat-kuat, menahan jeritan pun lenguhan agak tidak lolos dari ceruk bibirnya.

Anha tidak akan membiarkan Taehyung menang dengan akal-akalan dungu semacam ini. Akan tetapi, kenyataannya tidak semudah itu. Taehyung jelas tidak akan menyerah sebelum apa yang diinginkannya tercapai. Lantas dengan satu ruas jari yang menyelinap masuk ke dalam celana, Anha bisa merasakan bagaimana lelaki itu membelai pusat tubuhnya dengan begitu nikmat.

"Jangan ditahan, An," bisiknya lembut tepat di depan telinga. Sang pemilik nama memejam, bersikukuh untuk tidak mengeluarkan desahan sekecil apa pun. Tidak bisa dipungkiri, jikalau Anha merindukan sentuhan semacam ini, sentuhan yang bisa membuatnya merasa dibutuhkan dan diinginkan oleh para lelaki. Kedua alisnya bertaut, menahan perih sekaligus nikmat tatkala Taehyung menambah dua jari lagi untuk mengobrak-abrik miliknya. "Bukankah ini yang kau inginkan, hm?"

Anha nyaris melepas satu lenguhan tatkala merasakan gelombang nikmat menghantam perut. Tubuhnya mengejang dengan manik yang berselimut kabut. Pelepasannya hampir tiba, tetapi Taehyung lebih dulu menghentikan pergerakan jari-jemarinya.

"Nakal," ujar Taehyung remeh. "Kau sangat nakal, An."

Tanpa menghiraukan Anha yang sibuk mengatur pola napas, Taehyung segera menarik kursi tersebut untuk kembali ke posisi semula. Si Jung itu tampak kacau, sangat kacau malah. Surainya berhamburan, tubuhnya berhiaskan memar dan ruam. Sementara di sisi lain, Taehyung coba memejam. Dia bisa merasakan selangkangannya ngilu dengan gairah yang melonjak naik.

Astaga, haruskah aku menyetubuhi jalang ini?

Kendati harga diri masih melekat kuat di dalam tubuh, kiranya Taehyung juga sudah tidak bisa menahan lebih lama lagi. Dia tersiksa, penisnya meronta ingin segera keluar dari dalam celana. Jadi, memutar otak guna menemukan solusi yang tepat, Taehyung segera tersenyum licik.

"Kau ingin aku melepas ikatan ini, bukan?" Lelaki tersebut memangkas jarak, mengangkat wajah Anha yang menunduk agar mau bersua dengannya. Tambang yang membebat lekas diusap penuh kehangatan. Ini aneh, sangat aneh. "Tenang saja, aku akan melakukannya. Tetapi, ini tidak gratis. Kau harus membayarnya, An."

"Katakan," ujar Anha di sela isak tangis yang kembali luruh. "Katakan berapa pun nominal yang kau minta. Aku akan—"

Telunjuk Taehyung memutus kalimat tersebut. "Aku tidak butuh uangmu." Tubuhnya bangkit, beralih memposisikan diri tepat di belakang Anha. Jemari Taehyung memenjarakan punggung tangan si wanita yang sudah dalam keadaan lemas tak berdaya. "Aku hanya butuh kakimu yang terbuka lebar dan jarimu yang bergerak lihai." Atmosfer memanas dengan Taehyung yang memberi satu kecup basah di rahang Anha. "Ya. Aku ingin melihatmu masturbasi, An." []

Continue Reading

You'll Also Like

86.6K 8.2K 24
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
109K 18.2K 187
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
501K 37.2K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
22.8K 1.4K 20
Diterjemahkan oleh: dramionemania Telah mendapat izin alih bahasa dari ikorous. Ringkasan: Hermione Granger ingin kehilangan kendali. Dan Draco Malfo...