Mereka menyusuri lorong gelap dan pengap sambil bergandengan tangan, dengan Shamus yang membawa sebuah botol di tangannya yang lain. Anya terus memperhatikan sekitarnya,
12, 13, 18, 22, 25, 30, Ia mengumpat kesal dalam hati ketika melihat penjagaan yang dilakukan, mereka benar-benar serius dengan penculikan ini sampai harus di jaga oleh 30 penjaga sepanjang lorong itu. Mereka sampai didepan pintu kayu yang rapuh, pintu itu terbuka, menampakkan 5 luna duduk dengan kaki yang dirantai. Shamus mengangkat tangan kanannya setelah sebelumnya ia melepaskan kaitan tangannya dengan Anya, 8 penjaga memasuki ruangan pengap itu, 5 diantaranya memaksa para luna untuk berdiri, dan sisanya menyiapkan rantai-rantai emas yang menggantung di tengah ruangan seperti lampu gantung mewah berbentuk lingkaran.
Ia diam melihat apa yang dilakukan mereka, ia tidak bisa melakukan apapun saat ini ketika mendengar jeritan para luna yang begitu menyakitkan, tidak! Ia harus mempertahankan dirinya, ia di sini sebagai Z, bukan Anya.
Para luna berdiri membentuk lingkaran dengan saling membelakangi, beberapa dari mereka bahkan ada yang pingsan kehabisan tenaga karena melakukan perlawanan yang sia-sia. Kelima penjaga itu mengangkat tangan para luna ke atas, memasangkan rantai emas yang menggantung berbentuk lingkaran itu ke tangan para luna, setelah semuanya selesai, ketiga penjaga lainnya menarik rantai besi yang menjadi pengait besi gantung itu agar tetap pada posisinya, membuat para luna setengah berdiri.
Shamus melangkah mendekat, lalu membuka penutup botol yang sedari tadi dipegangnya. Anya membelalakkan matanya, perasaan khawatir mulai muncul, ia tidak bisa membiarkan Shamus membunuh para luna sekarang, "Shamus, apa yang akan kau lakukan?" Tanyanya dengan lugu, menutupi kekhawatirannya.
Shamus hanya tersenyum miring, lalu mengangkat botol digenggamannya kearah Anya, "Hanya memberikan mereka waktu untuk hidup sedikit lebih lama lagi," ucapan Shamus membuatnya terheran-heran karena tidak mengerti maksud dari ucapan pria itu.
Seolah mengerti akan kebingungan Anya, Shamus menggelengkan kepala kesal melihat kepolosan gadis yang baru dikenalnya itu, "Aku hanya memberikan mereka obat agar tetap hidup lebih lama lagi, aku tidak akan meracuni mereka sayang," tambah Shamus lalu mulai memaksa para luna untuk meminum obat tersebut.
Anya menghela nafasnya sepelan mungkin, kini jika ia benar maka ia tidak perlu mengkhawatirkan keselamatan para luna sebelum gerhana matahari muncul, 4 hari lagi.
"Ada apa? Kenapa kau terlihat begitu
takut aku akan membunuh mereka sekarang?" ucapan Shamus membuatnya tersadar dimana ia berada sekarang.
Pria itu curiga!
Anya menatap Shamus tanpa ekspresi, ia mendekatkan bibirnya ke telinga kiri Shamus, "Bolehkan aku melakukannya lagi?" Anya mengulum senyumnya setelah mengatakan hal itu, diam-diam berharap pengalih topiknya berhasil.
Shamus tersenyum, menampilkan deretan giginya, "Tentu saja Amour, kau boleh melakukan apapun pada mereka." Shamus merentangkan tangan kirinya ke depan, mempersilakan Anya untuk mendekati pada luna.
Anya mulai mendekati Naya terlebih dahulu, namun langkahnya berhenti, berbalik badan ia menatap Shamus memohon, "Kau akan ada di sini bukan?"
"Selalu." Shamus terenyuh mendengar pertanyaan gadis polos itu, untuk pertama kalinya ia merasa dibutuhkan oleh seseorang, dan untuk pertama kalinya, ia jatuh cinta. Shamus memberikan belatinya pada Anya, membiarkan gadis itu berbuat apapun dengan belatinya.
"Brengsek! Mati kau jalang!" teriak Naya tepat di hadapan Anya, membuat Anya berjengkit kaget dengan reaksi Naya, dia mengerti maksud itu. Tubuh Anya bergetar takut, belati digenggamannya pun melemas, namun Shamus sudah lebih dulu menggenggam tangannya, membuatnya kembali menggenggam belati itu dengan mantap, "Aku di sini, Lila" bisik Shamus seolah ingin memberikan keberanian dan kekuatannya pada Anya bukan! Lebih tepatnya Lila.
Anya menelan salivanya berat kemudian mengangguk, ia mulai menggoreskan ujung belati itu di sepanjang tangan kiri Naya, membuat Naya meringis sakit menahan perih di tangannya.
"Jalang!" teriak Naya di wajah Anya, membuat Anya menamparnya dengan keras, menciptakan luka sobek yang ada di bibir sebelumnya kembali mengeluarkan darah, "Sepertinya aku harus meminjamkanmu cermin, Naya"
o00o
Anya terus mengetuk jari-jari tangan kanannya di atas meja rias, pikirannya melayang memikirkan apa yang harus dilakukannya, hingga sebuah pelukan menyadarkannya, "Apa yang kau pikirkan, Amour?"
"Tidak ada. Aku hanya bosan" ucapnya dengan menyunggingkan senyum manisnya. Ia membalikkan tubuhnya, menangkup wajah Shamus dengan kedua tangannya, menatap wajah itu lekat-lekat. "Ada apa Shamus?"
Shamus menghembuskan nafasnya berat, diambilnya sebelah tangan Anya yang ada ada di wajahnya, lalu mencium telapaknya, pikirannya menerawang jauh berpikir bagaimana caranya mengamankan gadis yang dicintainya itu, "Sebentar lagi gerhana, berhati-hatilah."
Anya mengangkat alisnya bingung, sekelebat pikiran mulai melingkupinya berpikir bahwa pria dihadapannya sudah mengetahui identitasnya, "Apa maksudmu Shamus, bukankah kau akan melindungiku?" tanyanya dengan wajah khawatir, menatap Shamus dengan penuh harapan.
Shamus menelan salivanya berat, berusaha menyusun kata-kata yang tidak menyakiti gadis yang dicintainya itu, "Aku tidak bisa selamanya melindungimu, Lila"
Anya mendorong Shamus, berjalan menjauh dari pria itu lalu menatapnya kecewa, "Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi Shamus! Kau sudah bosan denganku? Katakan saja! Aku sadar kalau aku hanya sampah tak berguna yang lahir, seperti yang mereka katakan. Tapi maaf, aku tidak punya lagi airmata yang tersisa." Anya melangkah keluar setelah menyelesaikan kata-katanya sambil menghentakkan kakinya.
"Lila, bukan beg-"
"Menjauhlah," ucap Anya dingin, diiringin debuman pintu yang ditutup dengan keras, menyisakan keheningan yang melingkupi Shamus dengan penuh penyesalan, membuat pria itu mengerang frustasi sambil meremas rambutnya sendiri.
Anya melangkahkah kakinya dilorong gelap, menimbulkan suara langkahnya yang memenuhi telinganya. Pikirannya mulai kacau, ia harus menyusun ulang rencananya untuk menyelamatkan para luna sebelum gerhana, tingkah Shamus yang berbeda dari biasanya membuatnya menjadi ragu untuk menyelamatkan para luna sebelum gerhana. Berbagai rencana sudah tersusun rapi di kepalanya, namun tidak ada satupun yang menurutnya akan berhasil.
Langkahnya terhenti ketika sekelebat ide muncul di kepalanya, pikirannya mengawan jauh membayangkan dirinya melakukan ide itu, hingga akhirnya ia menghembuskan nafasnya berat disertai gelengan kepalanya yang lemah, "Aku pasti sudah gila," gumamnya kemudian melanjutkan langkahnya yang terhenti, pergi memasuki lorong dimana para luna ditahan.
Ia membuka pintu tahanan dengan kuat hingga menimbulkan suara debuman yang cukup keras, membuat pintu rapuh itu menjadi semakin goyah dan rapuh. Penjaga di sekitarnya pun menatapnya takut-takut, baru pertama kalinya mereka melihat gadis pemalu yang selalu bersama tuannya begitu marah.
"Tarik rantainya," ucapnya dingin. Para penjaga itu mengangguk patuh lalu menarik rantai di pojok ruangan, membuat para luna yang awalnya terduduk dengan tangan terikat diatas menjadi berdiri dengan tangan yang masih terikat.
Ia menarik belati yang tersampir di pinggang salah satu penjaga di sana, lalu berjalan mendekat kearah para luna tanpa peduli tatapan takut dan kaget dari para penjaga, "Halo, Luna Naya" ucapnya dengan senyuman yang begitu manis.
Naya mengangkat kepalanya lemas, ia melihat Anya bingung, berpikir apa yang akan di lakukan Anya padanya, pasalnya waktu penyiksaannya belum tiba, hingga pikiran itu menguap begitu saja ketika Anya menggoreskan ujung belati di pipinya membuatnya mendesis menahan sakit, "Sshh apa maumu Jalang."
Anya tertawa kecil mendengar respon Naya yang begitu lemah, walau jauh di dalam hatinya begitu prihatin melihat pengorbanan wanita di hadapannya, hingga sebuah pemikiran untuk menjadinya luna dihadapannya sebagai luna terbaik. Oh ya ampun! apa ia baru saja bersikap sebagai The Queen of Luna yang dapat menobatkan siapapun? Oke, dia mulai gila.
Raut wajahnya berubah menjadi kesal, sambil mencebikkan bibirnya, ia memutar-mutar ujung bekatinya di sekitar tulang selangka Naya, tidak berniat melukai tubuh itu.
"Kenapa? Kenapa mereka semua ingin membuangku? KENAPA?" Anya berteriak frustasi, membuat penjaga di sekitarnya hanya mengalihkan pandangan mereka, tidak berani melihat apa yang akan dilakukan gadis tuannya pada luna itu.
Menyusun kata-kata sedemikian rupa, Naya mengangkat kepala lemah sambil tersenyum meremehkan pada agent yang menatapnya dengan tatapan sedih, "Kau baru sadar? Sudah kubilang, kau adalah sampah. Dan sampai kapanpun akan selalu menjadi sampah."
Anya melempar belatinya sembarang, berniat menampar Naya, namun belum sempat telapak tangannya menyentuh wajah Naya, sebuah tangan menahannya, membuatnya mengalihkan tatapannya ke arah pemilik tangan itu. Dengan wajah yang beruraian airmata, Anya menatap pria dihadapannya tajam namun penuh dengan kekecewaan dan kesedihan yang mendalam, "Jangan menghentikanku."
"Berhenti atau-"
"Atau apa? Kau akan membuangku begitu? Atau membunuhku? Lakukan! Aku bahkan pernah merasakan yang lebih menyakitkan dari ini bukan? TIDAK ADA YANG MENGINGINKANKU!" Tubuh Anya jatuh bersimpuh, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan menangis histeris, tangis yang begitu memilukan dan menyayat hati bagi siapapun yang mendengarnya.
Tubuh Shamus menegang, tidak menyangka bahwa ia benar-benar sangat diinginkan, penyesalan pun semakin kuat melihat satu-satunya orang yang begitu menginginkannya ia lukai sampai rasanya ia ingin membunuh dirinya sendiri begitu mendengar tangisannya.
Berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan Anya. Ia menatap Anya dengan penuh kasih, mengulurkan tangannya berniat membelai rambut gadis dihadapannya namun berubah menjadi sebuah pelukan yang begitu hangat baginya. Merasa tidak ada penolakan, ia mengelus punggung Anya, sebisa mungkin meredakan tangisnya.
"Aku lelah." bagaikan perintah, Shamus langsung menggendong Anya bagaikan koala, membuat Anya melingkari kakinya di pinggang pria itu, memasukkan kepalanya ke leher Shamus, berniat menyembunyikan wajah sembabnya, bukan! Lebih tepatnya seringaian liciknya.
Setelah ini aku akan meminta E untuk menyediakan kembang tujuh rupa untukku di dunia manusia.
o00o
21092017
Re: 03072018
Best regards,
Emma