Fisika Vs Bahasa Inggris [COM...

By LavenderVio

89.3K 4.9K 315

Ini tentang seorang gadis penyuka Fisika namun tidak suka dengan Bhs. Inggris. dia adalah Aileen Aurelia Gri... More

Prolog
Guru Bhs. Inggris enggak masuk
Ulangan Fisika
Pretended to be serious,but caught
Go Home Whit Devan
Cakra Lagi!
Ulangan Bhs.Inggris
Ketika semuanya teringat kembali
Untuk Aileen
When He Came Back With Memories Of That
Pelajaran Olahraga
Afandra !!!
Hukum Kekekalan Energi
Debat Bhs. Ingris
Philosophie Naturalis Principian Mathematica
Memories
Lebih Dekat
Ledakan besar!
Hukum Gravitasi Newton
Awal dari semuanya
Dating a Double
Matahari dan Bintang mencari bulan.
Terungkap !!!
Mencari Aileen
Ada Apa Dengan Cakra !!!
Museum Naruto
With You
Santai Tanpa Perdebatan
Memulai Atau memutuskan
Bolos
Keputusan
Double date (2)
Pengakuan
END
Sayang kalian!!!
syuka!! wkwk
10th February
Ketemu Aileen dan Cakra

Awal Dari Semuanya #2

1.6K 96 2
By LavenderVio

Bab 20


Bukan karena hujan yang membuat bumi menangis tapi semua yang membuatnya menjadi rumah tapi tak pernah menghargainya. Terlalu banyak yang merusak hingga bumi sendiri kesal di buatnya. Mata Aileen menatap seorang pria yang membuang sampah di sungai, pria berumur yang seharusnya memberi contoh yang baik malah menjadi alasan orang yang lebih mudah melakukan kerusakan.

"Pak?" panggil Aileen kepada pria paru baya yang sedang membuang sampah di sungai.

"Bapak mau kawasan ini banjir?" kening pria paru baya itu mengerut,"Ini semua yang akan membuat banjir pak," jelas Aileen lagi.

"Iya saya tahu, sana kamu pergi jangan ajarin saja." ketus pria itu

Namun Aileen masih belum menyerah,"Kalau bapak tahu kenapa di lakukan?" tanya Aileen. Pria paru baya itu menoleh menatap Aileen kesal. "Saya bilang pergi. Jangan ganggu pekerjaan saya," Aileen menghela nafas frustasi,"Kalau bapak tidak mau berhenti membuang sampah saya laporin,"

Pria paru baya itu menoleh,"Kalau kamu berani, saya pukul kamu." Kata pria itu kini dengan nada penekanan.

"Saya berani, tunggu bentar saya telpon," tiba-tiba pria paru baya itu merampas ponsel Aileen,"Aduh pak balikin ponsel saya," kata Aileen.

"Saya ambil ponsel kamu, sebagai ganti rugi sudah ganguin saya bekerja," kata pria paru baya itu, dengan sigap Aileen berusaha merampas ponselnya kembali, namun pria paru baya itu berusaha mempertahankan ponsel Aileen hingga pria paru baya itu mendorong tubuh Aileen hingga terjatuh.

"Rasakan itu, itu akibat sudah sok pintar." Dan setelah itu pria paru baya itu berjalan meninggalkan Aileen yang berusaha bangkit namun selalu gagal karena kaki kirinya terkilir.

"Pak kembaliin hp teman saya," ucapan itu sontak membuat Aileen mendongkak dan menemukan sosok pria tinggi dengan celana olahraga dan kaos putih polos juga earphone yang melingkar di lehernya.

"Cakra?" Cakra menoleh sekilas kemudian kembali menatap pria berumur ini.

"Pak balikin hp teman saya, kalau bapak tidak mau tangkap polisi."

"Kamu jangan ancem saya yah,"

"Saya tidak mengancam, saya hanya memperingatkan. Saya bisa teriak agar satpam di komplek datang dan menangkap bapak." Ucapan Cakra langsung membuat pria paru baya itu terkejut, tanpa pikir panjang pria paru baya itu memberikan ponsel Aileen kemudian pergi.

Setelah kepergian pria paru baya itu, Cakra kemudian melangkah mendekati Aileen. "Nih hp lo," ucap Cakra dingin.

Aileen kemudian meraih ponselnya sambil tersenyum,"Makasih." Ucap Aileen. Tanpa mengatakan apa-apa Cakra langsung pergi meninggalkan Aileen yang masih berusaha berdiri.

"Cakra?" panggil Aileen, Cakra menoleh sambil menaikkan sebelah alisnya,"Gue nggak bisa berdiri," tidak ada pilihan lain selain meminta bantuan dari Cakra tidak peduli pria itu akan menolak atau tidak yang jelas ia sudah meminta.

Cakra menghela nafas frustasi, kemudian melangkah mendekati Aileen."Kayaknya kaki gue terkilir deh," kata Aileen sambil tersenyum kikuk.

Lagi-lagi Cakra menghela nafas frustasi kemudian mengangkat tubuh Aileen ala bride style. "Ka? Lo ngapain angkat gue sih?" tanya Aileen terkejut. Namun Cakra masih diam dan terus berjalan meninggalkan tempat itu.

Beberapa ibu-ibu komplek yang melihat mereka terus menggoda mereka

,"Cie udah pacaran aja pagi-pagi.".

"Neng cowoknya jangan di lepas nanti saya ambil lo."

"Cowoknya ganteng amat neng, baik pula." Kira-kira seperti itulah ucapan para ibu-ibu yang melihat mereka seperti itu. Ingin rasanya Aileen menyumbat mulut mereka dengan sepatu namun karena kakinya sedang sakit jadi ia tidak bisa melakukannya.

"Jangan di dengar," ucap Cakra

"Eh?"

"Abaikan aja," kening Aileen mengerut, sejak kapan Cakra kembali seperti ini bukan Cakra yang ia kenal ketus terhadapnya.

"Ka, gue malu di liatin orang," ucap Aileen.

"Jadi lo mau ngesot?" tanya Cakra sambil menaikka sebelah alisnya menatap Aileen.

Sejenak Aileen berpikir,"Bukan gitu, tapi..tapi...,

"Udah diam aja, kalau nggak gue turuni lo." Aileen langsung diam. Tidak mungkin ia berjalan sendiri ke rumahnya, dan jika Cakra sudah mengatakannya maka itu yang akan ia lakukan. Cakra itu orangnya nekat. Sama seperti waktu ia pura-pura pinsan kerena tidak bisa menjalani hukuman dari bu Tina.

Tak beberapa lama, Cakra langsung mendudukkan Aileen di sebuah bangku."Loh kok turuni gue di sini sih? Rumah gue kan bukan di sini." Tanya Aileen namun Cakra diam dan memilih berjongkok di depan kaki Aileen.

"Lo tahan bentar yah?" kata Cakra sambil mengangkat kaki kiri Aileen dengan perlahan,"Lo mau ngapain?" tanya Aileen

"Lo boleh teriak kalau emang sakit," ucap Cakra mengabaikan pertanyaan Aileen. Ailen membulat matanya begitu melihat ancang-ancang Cakra untuk menggeser tulangnya itu.

"Tunggu bentar Ka," kening Cakra mengerut,"Gue takut,Ka," ucap Aileen lemas. Pasalnya ini pertama kalinya kakinya terkilir dan di obati dengan cara di pijat bukan di bawah ke dokter.

"Percaya sama gue, ini Cuma bentar kok. Dari pada di bawah ke dokter sembuhnya lama." Aileen masih diam, Cakra menghela nafas frustasi. Kemudian menatap lekat Aileen yang menunduk,"Liat gue," Secara perlahan Aileen mengangkat wajahnya menatap bola mata pria itu.

"Teriak aja kalau sakit," ucap Cakra menatap Aileen, berusaha menyakinkan gadis itu dengan tatapan karena sepertinya dengan ucapan gadis itu masih tidak yakin.

Akhirnya Aileen mengangguk, dengan pelan gadis itu menutup matanya rapat-rapat. Cakra langsung tersenyum puas. Akhirnya gadis ini mau menurutinya.

Dengan gerakan cepat Cakra langsung memutar pergelangan kaki Aileen, hingga gadis itu berteriak ke sakitan. "Udah," ucap Cakra dan Aileen secara perlahan membuka matanya.

"Udah?" Cakra mengangguk sebagai jawaban.

Aileen kemudian menggerakan kakinya dengan leluasa, Aileen tersenyum senang begitu merasakan tidak ada rasa sakit saat ia menggerakan kakinya. Sontak Aileen berhambur memeluk Cakra hingga membuat pria itu terkejut.

Tidak memakan waktu lama, Aileen sadar jika ia telah memeluk Cakra. Aileen diam dalam pelukan Cakra sementara pria tinggi ini masih dalam kondisi shock.

Aileen kini tidak tahu harus berbuat apa, jika sekarang ia melihat wajah pria itu. Ia yakin Cakra akan mengamuk dengannya. Ini benar-benar kecerobohannya. Aileen kemudian menutup kedua matanya dan melepas pelukanya, hingga ia benar-benar telah berjahuan dengan tubuh kekar milik Cakra.

Cakra menatap heran kepada Aileen yang masih menutup matanya,"Gue minta maaf. Gue benar-benar nggak maksud." Dan setelah itu Aileen berlari sekencang-kencangnya meningggalkan Cakra.

Sementara Cakra masih diam di tempat, ini pertama kalinya jantungnya bertingkah aneh, bahkan respon otaknya juga sangat lama. Seharusnya ia sudah melepaskan pelukan Aileen dengan sigap kemudian memarahi gadis itu namun lihat apa yang terjadi otaknya tidak bekerja. Apa ia harus memerikas dirinya ke dokter? Benar, ia harus melakukanya. Ada masalah dengan sarafnya.

***

Fathur berjalan beriringan dengan seorang gadis yang telah ia rusak kehidupanya dengan semua akal bodohnya. Ia menyesal, tapi semuanya telah terlambat. Seharusnya gadis di sampingnya ini membencinya tapi lihat gadis ini malah menjadikannya tempat berbagi apapun mulai dari kehidupanya hingga makanan.

"Sha? Gue ketemu Alex di kafe," gadis bernama Alisha itu menoleh terkejut hingga menghentikan langkahnya. "Kapan?" tanyanya

"Tadi," kata Fathur sambil menunduk,"Gue juga di perpustakan," kini Alisah kembali berjalan dan diikuti oleh Fathur.

"Maafin gue Sha, sepertinya Alex marah banget," Alisah masih diam, tidak tahu harus menjawab apa. Memang pantas pria itu marah besar, kesalahanya juga sudah sangat fatal. Tapi mau bagaimana lagi tidak ada cara lain selain melakukannya.

"Mungkin udah takdir gue aja kali," ucap Alisha memasang wajah biasa-biasa saja padahal ia terluka mendengarnya, munafik jika Alisah tidak menginginkan pria itu kembali kepadanya tapi jalan untuk kearahnya sudah di hapus oleh pria itu.

"Maafin gue,Shal." Ucap Fathur penuh penyesalan.

Alisha menoleh, kemudian menggeleng,"Ini emang skenario yang di buat Tuhan untuk gue, lo nggak usah minta maaf. Mending sekarang lo temenin gue beli bunga." Ini kebiasan Alisha setiap hari libur gadis itu akan membeli bunga untuk di bawahkan ke ibunya.

Fathur mengangguk patuh, kemudian kembali berjalan beriringan dengan Alisha. "Kali ini bunga apa yang lo mau beli?" tanya Fathur. Alisah berfikir sejenak,"Lavender?" Fathur langsung terkekeh,"Lo pikir di sana banyak nyamuk sampai lo mau bawain bunga lavender,"

"Lalu bunga apa?"

Fathu kembali berikir,"Gimana kalau lily aja?" dengan sigap Alisha menggeleng,"Minggu lalu gue bawa bunga itu, udahlah lavender aja. Bunga itu bagus kok. Bisa jadi aroma terapi kan buat ibu," kali ini Fathur mengangguk.

Tanpa menunggu lama, Alisha langsung menari tangan Fathur begitu melihat tokoh bunga yang biasa ia tempati membeli bunga sudah dekat, "Ada Alisha lagi, kali ini bunga apa?" sapa sang pemilik tokoh.

Walaupun Alisha baru beberapa bulan tinggal di sini, tapi karena sudah rutin, pemilik toko menghafal wajah gadis itu. "Eh ada pacarnya? Ganteng juga pacarnya. Kalian cocok." Kata sang pemilik toko namun keduanya hanya diam tanpa menanggapi.

"Kenalin dong pacarnya?"

"Maaf sa-"

"Namanya Fathur, ya dia pacar saya," ucapan Alisha langsung membuat Fathur terkejut, begitupun seorang pria yang lebih dulu berada di toko bunga itu namun tidak di lihat oleh Alisha dan Fathur dia adalah Abraham atau yang Fathur dan Alisha kenal dengan nama Alex.

Tanpa menunggu lama, Abraham berjalan meninggalkan tempat itu dengan amarah yang memuncak dan juga tanpa sepengetahuan Fathur dan Alisha tentunya.

***

"Clarista?"

"Hai Aileen," sapa Clarista dengan wajah polos juga senyuman yang diyakini Aileen senyuman palsunya.

"Loh kok disini?" tanya Aileen

"Loh pertanyaan lo kok gitu sih, gue kan sahabat lo masa gue enggak bisa datang ke rumah lo, lagian gue juga kangen sama bunda lo pengen cerita," ucap Clarista santai.

Kening Aileen semakin mengerut mendengar ucapan gadis di hadapanya,"Jangan pura-pura, Ris. Gue tahu lo benci sama gue, apa yang lo pikirkan sekarang Ris."

Clarista mengubah ekpresi wajahnya, kemudian melipat kedua tangannya di depan dada,"Gue nggak benci sama lo kok,Rel." Ucap Clarista santai. Hingga datang bunda Aileen,"Rista? Apa kabar? Aileen kok nggak ngajak Rista masuk sih?" kata Grisella sambil tersenyum ramah

Bunda Aileen memang tidak tahu apa-apa tentang kejadian yang terjadi diantara mereka,"Iya nih Tan, Aileen terus nanya mulu, padahal udah cepak nih berdiri terus,"

Grislla tersenyum, kemudian mengajak Clarista masuk," Gue nggak benci sama lo tapi gue dendam sama lo,Rel." Ucap Clarista tepat di telinga Aileen saat melaluinya.

Aileen membulat matanya tidak percaya, bahkan ia merinding mendengar ucapan penuh penekanan yang di lontarkan Clarista kepadanya dan itu berarti semuanya tidak akan baik-baik saja mulai sekarang.

"Aileen kok langsung masuk kamar sih? Nih teman kamu di temenin, bunda mau buatin minuman." Ucap Grisella, Aileen menoleh malas,"Katanya dia mau ngobrol sama bunda, jadi Aileen nggak usah ganggu," ucap Aileen malas

"Kok gitu sih?"

"Udah nggak papa tan, Rista emang datang buat ngobrol sama tante," kata Clarista

"Tuh denger sindiri kan? Udah ah, Aileen mau masuk kamar, gerah di sini. Kayak ada setannya." Ucap Aileen sambil menatap Clarista saat menyebut'setan'.

***

Mata Devan membulat sempurna saat melihat objek di hadapanya. Seorang gadis dengan baju sekolah yang sudah kotor karena terpeleset saat berjalan. Gadis itu tampak meringis kesakitan karena ia terjatuh dengan pantan yang lebih dulu mengenai lantai, sementara di sekitarnya banyak siswa yang menertawakannya, bahkan di antara mereka ada seorang gadis yang diyakininya pemeran utama dari semua kejadian ini.

"DIAM LO SEMUA," ancam Deven sambil berjalan mendekati Aileen yang sedang membersihkan bajunya. Seketika semua siswa langsung terdiam, bahkan Clarista juga ikut terdiam.

"Kamu nggak papa?" tanya Devan lembut, Aileen mendongkak menatap Devan lemas. Aileen kemudian menggeleng,"Aku nggak baik." Jawab Aileen diikuti buliran air mata yang menetes. Dengan sigap Devan menghapus buliran air mata Aileen,"Jangan nangis Devan nggak suka liatnya," ucap Devan lembut, namun Aileen masih terus menangis sambil menunduk menahan malu.

Devan kemudian bangkit dan mencari dalang dari semua ini,"Siapa yang udah lakuin ini sama Aileen?" tanya Devan namun semua hanya diam. Hingga Devan kesal,"GUE TANYA SIAPA YANG BUAT PACAR GUE KAYAK GINI?" ucap Devan penuh amarah.

"Gue," Devan menoleh mencari sumber suara itu, dan menemukan seorang gadis dengan wajah biasa-biasanya menatap intens ke arahnya,"Clarista? Gue udah duga dari awal," kata Devan kemudian berjalan ke arah Clarista.

"Kenapa? Apa yang salah? Gue Cuma kasihan liat temen-temen gue yang hampir stress karena ujian jadi gue buat lelucon dan kebetulan PACAR LO yang kena," kata Clarista

Devan mengepal kuat-kuat kedua tanganya, rasanya ia sudah ingin mendaratkan pukulan ke wajah Clarista tapi mengingat dia seorang gadis itu mustahil.

"Dev, udah. Sekarang bawa aku pergi dari sini," ucap Aileen

"Tunggu pembalasan gue,Cla." Ucap Devan sebelum berjalan meninggalkan Clarista.

Dengan pelan, Devan mengangkat tubuh Aileen ala bride style membawa gadis itu menjauh dari kerumuan yang membuatnya malu.

Tadi pagi, Aileen berjalan dengan santai menuju kelasnya hingga ia tidak melihat air sabun yang sangat kental di hadapanya dan berakhir ia terpeleset dan di tertawakan oleh semua yang melihatnya.Sementara Devan langsung berlari begitu mendengar gadis itu di bully oleh seseorang. Saat melihat Clarista berdiri menatap penuh kebencian kepada Aileen, Devan semakin yakin jika gadis itulah pelakunya.

Devan membawa Aileen menjauh dari sana, sementara Aileen hanya diam, membiarkan pria tinggi itu membawanya kemanapun. Aileen benar-benar malu mengingat kejadian beberapa menit tadi.

Untuk pertama kalinya Aileen merasakan rasanya di tertawakan seperti itu, walaupun dia bukan gadis populer tetap pembullyan tidak pernah menimpahnya. Tapi lihat sekarang, dirinya bahkan lebih rendah dari sampah.

"Dev?" panggil Aileen sambil mengangkat wajahnya menatap wajah Devan yang masih memasang wajah kesal.

"Jangan nangis," ucapan Devan langsung membuat Aileen terkejut sendiri, tidak Aileen tidak ingin menanyakan itu tapi kenapa pria ini mengatakan itu.

"Menangis buat kamu tambah manis." Sambung Devan lagi. Dan Aileen tidak tahu harus berkata apa, ia bungkam. Pria ini benar-benar hebat dalam membuatnya terpesona.

"Kamu punya baju ganti?" tanya Devan setelah meletakkan Aileen di kursi.

Aileen menggeleng,"Jadi bagaimana?" tanya Devan dan Aileen hanya menaikka kedua bahunya tidak tahu, "Tunggu bentar disini, " Aileen mengangguk patuh dan setelah itu Devan pergi meninggalkan Aileen sendirian.

Tak lama setelah kepergian Devan sesesorang datang dan menyodorkan seragam ke hadapan Aileen, gadis itu terheran seketika kemudian menatap sosok pria itu, mengira jika orang itu adalah Devan namun ia salah orang itu bukan Devan.

"Cakra?"

"Pakai," kata Cakra kemudian melempar seragam sekolah itu ke wajah Aileen.

"Lo kasi ke gue?" tanya Aileen

"Kita impas,"

"Huh?" Cakra menghelan nafas, kemudian memalingkan wajahnya ke arah yang lain,"Lo pernah nolongin gue dulu," Aileen masih bingung, seingatnya ia tidak pernah menolong Cakra, lalu...

"Baju olahraga." Ingatan Aileen kembali, ia baru teringat sekarang."Oh itu, makasih yah," ucap Aileen sedikit tersenyum. "Yaudah gue gant- Aileen terpelesat karena sepatunya masih penuh sabun, dengan sigap Cakra menangkap tubuh mungil gadis itu dengan memegangi kedua bahunya.

"Hati-hati." Kata Cakra setelah membenarkan posisi berdiri Aileen.

"Oh, y-ya." Jawab Aileen gugup. "Buka,"

"Eh?"

Cakra memutar bola mata jengah,"Gue bilang buka," mata Aileen langsung membulat, dengan gerakan cepat ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada sambil menatap tajam kearah Cakra.

"Lo jangan macem-macem yah, Ka. Gue juga mukul cowok," ucap Aileen dengan tegas sambil mengambil ancang-ancang ingin mempertahankan diri.

Kening Cakra mengerut,"Bego."

Lagi-lagi ucapan Cakra membuat Aileen bingung,"Maksud gue sepatu," ucap Cakra sambil terkekeh pelan.

Dan barulah Aileen sadar, benar memang, seharusnya Aileen membuka sepatunya saat ingin berjalan kenapa ia melupakan itu. "Katanya suka fisika, lo lupa atau pikun sih, gaya gesek lo nggak ada saat lo pake sepatu,"

Mata Aileem membulat sempurnya,"Wah lo bicara banyak kali ini," kata Aileen,

Cakra terkejut mendengar ucapan Aileen,"Gue pergi." Dan setelah itu Cakra pergi meninggalkan Aileen yang menatap heran kepadanya.

"Apa gue salah bicara lagi?" guman Aileen pada dirinya sendiri.

"Tapi kenapa rasanya jantungku berdebar lebih cepat?" lagi-lagi Aileen berguman sambil menyentuh dadanya, merasakan debaran jantungnya yang berdetak dari normalnya.

"Ah terserah," katanya kemudian melepas sepatunya dan pergi meninggalkan tempat itu juga untuk mengganti seragamnya yang basah, juga rambutnya yang terkena sabun.

***

Aileen menghebuskan nafas lelah, ia baru keluar dari ruang ganti, dengan jalan tak karuan, gadis penyuka fisika ini menyusuri koridor yang tampak sepi. Benar, pelajaran pertama sudah di mulai 15 menit yang lalu dan Devan juga belum kembali, katanya ingin mencari baju tapi kenapa lama sekali. Untung saja ada Cakra.

Untuk sementara Aileen bersyukur ada mahluk seperti pria itu.

"Loh kok kamu udah ganti baju?" tanya Devan yang tiba-tiba datang.

"Habisnya lo lama sih, gue jamuran nunggunya," jawab Aileen kesal

Devan menghela nafas,"Aku."

"Eh, maaf. " Devan mengangguk memahami gadis itu, "Yaudah, kamu ke kelas aja sana, aku juga mau pergi," kata Aileen sambil berjalan membawa kantongan yang berisi pakaiannya yang sudah basah.

"Aku lagi malas masuk," kening Aileen mengerut,"Jangan malas, nanti kamu nggak sukses," kini giliran Devan yang mengerutkan kening terheran, dengan mata tajam menatap tajam Aileen.

"Eh? Bu-bukan gitu, tapi..tapi,

"Oh jadi kamu nggak suka aku kalau aku nggak punya uang yah? Jadi kamu akan ninggalin aku kalau aku miskin?" kata Devan sambil melangkah mendekati Aileen tanpa lupa menatap tajam gadis itu, hingga membuat Aileen sendiri mati kutu di buatnya.

"Ihh bukan gitu Devan, ka-kalau kamu nggak punya uang aku makannya gimana, yakali makan cinta nggak enak," ucap Aileen

"Wah, sejak kapan kamu berubah dari gadis penyuka Fisika menjadi gadis matrealistis tingkat akut,huh?" tanya Devan tak percaya.

"Bunda bilang, hidup berkeluarga juga butuh uang bukan hanya cinta aja. Udah sana kamu pergi belajar yang rajin supaya nanti punya banyak uang." Kata Aileen dengan wajah polosnya.

Devan langsung terkekeh,kemudian mengusap puncak kepala Aileen dengan lembut,"Kamu itu udah mikir jauh banget, kamu berencana nikah sama aku yah?" goda Devan.

Seketika wajah Aileen memerah, dengan cepat ia menunduk namun Devan langsung mengangkat wajah Aileen,"Udah aku bilangi jangan nunduk aku suka kamu yang kayak gitu," tanpa menunggu lama Aileen langsung memukul dada Devan kemudian berlari meninggalkan Devan yang terkekeh melihatnya.

Tak lama setelah kepergian Aileen, seorang gadis datang menghapiri Devan yang tidak lain adalah Clarista. "Mesra banget," ucap Clarista hingga membuat Devan menoleh.

"Dev? Lo itu seharusnya sama gue bukan sama dia," kata Clarista.

Devan hanya diam, dengan pelan pria itu menarik nafas kemudian menghebuskannya. "Pergi,Cla." Ucap Devan menahan emosinya.

"Gue nggak bakalan pergi sebelum dia tau gimana rasa sakit yang gue rasain," kata Clarista, lagi-lagi Devan diam kemudian hendak pergi dari sana namun di tahan oleh Clarista. "Gue kurang apa, gue lebih dari segalanya di bandingkan Aurel,Dev. Kenapa yang lo pilih dia sih, kita dari kecil selalu sama tapi kenapa lo milih Aurel bukannya gue,"

Dengan kuat-kuat Devan menahan amarahnya. Tampak dari wajah yang mulai memerah. "Karena lo terlau percaya diri, lo selau nganggap lo bisa dapaten semuanya. Lo terlalu berlebihan," dan setelah itu Devan menghempas tangan Clarista dari tanganya kemudian pergi.

"Gue Cuma sayang sama lo, apa itu salah?" lirih Clarista

"Lo nggak salah, lo berhak sayang sama siapapun dan gue juga berhak suka sama siapa." Ucapan Devan benar-benar membuat Clarista tertusuk hingga membuat gadis itu tidak bisa menggerakkan tubuhnya sementara.

***

Aileen mendengus kesal, dua jam pelajaran Alika tidak pernah muncul di hadapannya. Awalnya ia pikir gadis itu sakit namun saat Aileen bertanya kepada Devan namun pria itu menjawab tidak. Akhirnya Aileen yakin gadis itu membolos lagi, padahalkan ini bukan pelajaran bahasa inggris, ini hanya pelajaran Matematika dan setauhu Aileen, Alika tidak begitu membenci pelajaran ini.

Aileen kemudian menoleh dan tidak menemukan sosok yang sering ia jumpai saat menatap kesana, "Kemana mereka?" tanya Aileen pada dirinya sendiri. Seakan kebetulan Cakra dan Alika tidak ikut pelajaran hari ini.

Hingga jam pelajaran Matematika itu berakhir, otak Aileen masih di penuhi dengan pertanyaan yang di dasari kedua orang itu. Tidak biasanya Cakra membolos seperti ini terlebih lagi saat pelajaran penting seperti ini dan begitupun Alika.

"Andrea? Lo tau kemana Alika?" tanya Aileen dan pria kutu buku itu menggeleng. "Sejak pagi, Andrea nggak liat Alika," Aileen langsung mengangguk.

Tanpa pikir panjang Aileen langsung bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan kelas yang mulai sepi karena para siswa juga ingin keluar untuk urusan mereka masing-masing.

Saat Aileen berjalan menyusuri koridor sekolah yang tampak ramai, menoleh kesana kemarin mencari gadis itu hingga seorang gadis asing datang menghampirinya. "Hai?" sapanya membuat Aileen terheran dan membalasnya cangguh.

"Lo lagi cari siapa?" tanya gadis itu, Aileen masih terheran dengan tingkah sok akrab gadis ini. "Teman gue." Jawab Aileen berusaha sopan walaupun dalam hati ia sudah mengumpat karena sikap gadis ini.

"Oh yah, perkenalkan nama gue Valerina, gue di suruh seseorang buat kasi lo ini," katanya sambil memperlihatkan sebungkus coklat dengan hiasan pita di atasnya. "Dari siapa?" tanya Aileen heran

"Katanya buat ucapan gitu,"

"Cowok atau cewek?"

"Cewek,"

"Namanya?"

"Gue nggak tau, gue anak baru jadi nggak tau nama cewek itu. Nih ambil, gue mau cari kelas gue dulu." Katanya kemudian pergi sebelum meninggalkan sebungkus coklat itu di tangan Aileen.

Setelah kepergian gadis bernama Valerina itu, Aileen langsung membuka pembungkus coklat itu. Inilah Aileen gadis penggila coklat,tanpa pikir panjang gadis itu melahap batang coklat itu sambil berjalan mencari Alika.

Hingga matanya menangkap sosok Cakra yang berjalan tergesah-gesah juga terlihat aneh di mata Aileen, dan gadis itu memilih untuk mengikuti pria itu. "Mau kemana dia?" tanya Aileen masih terus mengikuti Cakra dan tak lupa sesekali melahap coklat di tangannya.

Pria itu terus berjalan tanpa menoleh, menuju tempat yang sangat jarang di kunjungi orang mungkin hanya satu dua orang yang datang ke tempat seperti itu. Bahkan Aileen sendiri tidak tahu jika ada tempat seperti ini di sekolahnya.

Semakin Aileen mengikuti Cakra, pria itu semakin melangkah jauh dari sekolah. Hingga pria itu berhenti di depan pintu usang. Kening Aileen mengerut,"Mau kemana dia?" tanya Aileen lagi.

"Kalau mau tau ikut gue," Aileen langsung terkejut mendengar ucapan Cakra. Pria itu tahu jika ia di ikuti, bahkan pria itu mendengar suara Aileen yang sudah di yakini gadis itu memiliki volume kecil.

Dengan langkah kikuk, Aileen berjalan mendekati Cakra yang masih berdiri menghadap pintu usang itu. "Maaf." Ucap Aileen setelah berada di samping pria itu.

"Lo nggak jago jadi penguntit." Kata Cakra sambil tersenyum miring namun Aileen hanya bisa tersenyum. Tiba-tiba Cakra menarik lengan Aileen memasuki ruangan itu, Aileen tidak bisa menolak karena gerakan Cakra terlalu cepat.

***

Mata Alika terus mengikuti arah bacanya, sendari tadi gadis itu berada di perpustakan. Karena terlalu asik membaca hingga gadis itu mengabaikan jam pelajaran Matematika. Novel yang sedang naik daun ini sedang di baca Alika.

"Gila gue baper mulu," guman Alika sambil membalikkan lembaran selanjutnya dari novel itu. Hingga tanpa sadar secarik kertas terjatuh dari buku itu. Dan Alika menyadarinya, tangannya kemudian terulur menggapai kertas itu.

'Gue benci lo,Rel'

-C

Kening Alika mengerut, kalimat yang tertulis dari kertas itu membuatnya bingung. Hingga Alika kembali menyelipkan kertas itu di salah satu halaman novel itu dan kembali membaca isi buku tebal itu.

"Alika?" panggil seseorang dengan nada cukup sedang. Alika menoleh mendapati Devan berdiri di sampingnya sambil tersenyum ala iklan gigi p*psondent.

"Lo jangan iklan gigi di sini, " kata Alika malas kemudian beralih menatap bukunya.

Devan langsung memanyunkan bibirnya kesal kemudian duduk di samping Alika,"Gue nggak lagi promosi,Ka." Kata Devan sambil meraih salah satu buku yang tergelatak begitu saja di meja mereka.

"Lo masih baca novel aja, nggak capek?" tanya Devan

"Gue nggak tau Aileen dimana, dua jam gue disini baca buku." Yah, Alika tahu maksud kedatangan pria ini kesini. Jika bukan butuh bantuan pasti mencari pacarnya yang hilang itu.

Devan menggaruk tengungnya,"Lo tau aja," kata Devan kemudian terkekeh.

"Tadi gue cari Aileen di kelas dia nggak ada, terus nggak ada juga sama lo," oceh Devan

"Coba deh cari di taman, kali aja dia lagi baca buku fisika." Sedetik setelah Alika menyelesaikan ucapannya Devan langsung bangkit dan pergi dari sana tanpa berkata apa-apa.

"Dasar kambing."

Setelah mencari di perpustakan Devan ternyata tidak menemukan Aileen melainkan menemukan sepupunya yang sedang membaca novel. Hingga pria itu memutuskan untuk bertanya namun ternyata gadis itu juga tidak tahu di mana keberada Aileen.

Padahal Devan ingin mengatakan sesuatu tapi gadis itu tak kunjung muncul di hadapannya. Langkah kaki Devan masih terus menyusuri koridor sekolah yang masih ramai dengan para siswa, menoleh kesana kemari mencari gadis itu namun gagal.

"Sebenarnya kemana dia," guman Devan sambil menjambak rambutnya frutasi. Tiba-tina ponsenya berdering di kantongnya, tanpa pikir panjang Devan langsung merongo sakunya dan mengeluarkan benada hitam berbentuk persegi itu.

Setelah melihat nama yang tertera di layar ponselnya, wajah Devan semakin kesal. "Aiss Leen lo dimana sih, gue mau ngomong bentar sama lo." Kata Devan kemudian mencari nomor gadis itu dan menekannya.

Beberapa kali Devan menghubungi Aileen namun gadis itu tak mengangkatnya. Ingin rasanya Devan membanting ponsenya dengan kesal. "Sebenarnya di simpan di mana ponselnya." Guman Devan kembali berjalan mencari Aileen

Tiba-tiba tubuh Devan menabrak sesuatu hingga membuat dirinya oleng namun apa yang di tabraknya itulah yang terjatuh, dengan sigap kedua tangan Devan menangkap tubuh gadis itu. Tidak mungkin Devan membiarkan seorang gadis jatuh begitu saja di hadapanya, dia juga punya ibu dan ibunya adalah seorang perempuan sama seperti gadis ini.

"Lo nggak papa?" tanya Devan dengan nada panik namun gadis itu tak menjawab.

"Woi, lo nggak matikan?" tanya Devan sedikit menggoyangkan tubuh gadis itu namun lagi-lagi gadis itu tak menjawab hanya diam menatap Devan.

"Woii, jangan mati di tangan gue dong," dan barulah gadis itu sadar dari lamunannya, dengan cepat gadis itu berdiri menjauh dari Devan.

"M-Maaf," kata gadis itu

"Oh nggak papa kok, lo nggak papa kan? Sorry gue nggak liat lo tadi," kata Devan

Gadis itu mengangguk, kemudian berjalan hendak menahului Devan namun langsung di tahan oleh pria itu,"Lo belum nyebut nama lo?" kata Devan

Sebelah alis gadis itu naik,"Emang penting?" seketika Devan terkejut, ini gila. Bukankah beberapa detik yang lalau gadis ini tampak pemalu kenapa sekarang begitu dingin bahkan terlihat sombong di mata Devan. Jika sudah begini Devan menyesal sudah mengeluarkan kalimat laknat itu kepada gadis ini.

"Yaudah kalau lo nggak mau," kata Devan sambil melepas cengkraman tangannya dari lengan gadis itu.

"Vanilla." Ucap gadis itu kemudian pergi.

***

Bersambung... 

Kamis, 20 Juli 2017 

gimana bab ini? bagus nggak? ada yang kurang? apa yang kalian inginkan untuk cerita ini? keluarkan semua komentar kalian yang membaca cerita ini. sungguh aku semangat loh nulis kalau kalian Vomment..

Jangan lupa tinggalkan Vote dan Commment kalian, guys.. 

salam

gadis milik Nandaime.

Continue Reading

You'll Also Like

3K 1.8K 22
Zhivallya Aquella Addison, atau lebih akrab di panggil Zhiva adalah seorang anak perempuan yang tidak di anggap oleh keluarganya. sedari dulu ia mema...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.7M 56.3K 25
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
11.3K 1.1K 23
"Gw gak minat sama cinta cintaan!!" Tegas tiara "Lo itu kenapa sih kaya benci banget sama yang namanya 'cinta'?" Tanya talita heran "Menurut gw cinta...
6.7K 261 2
Sejarah Ini Menceritakan Tentang Pramuka di Indonesia dan internasional, Sebagai pelajar dan mahasiswa harus tau.