I See You [COMPLETE]

By Sitinuratika07

543K 28.4K 3.5K

Series #1 Horor Bagaimana perasaanmu saat diikuti oleh makhluk tak kasat mata? Pasti menyeramkan bukan? Bagi... More

Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 5
Part 6
I SEE YOU

Part 4

30.4K 3.5K 484
By Sitinuratika07

Kata orang, cinta yang paling tidak mungkin terjadi adalah cinta beda dunia. Tapi, kenapa aku masih mencintaimu sayang?

******

Meskipun sudah dua minggu berlalu sejak kematian Rendy, Gia masih seperti mayat hidup. Tidak ada sedikit pun semangat yang menghampiri dirinya. Bahkan, Gia sendiri lupa kapan ia tersenyum terakhir kali. Mungkin saat Rendy datang di malam itu.

Bukan Rendy, namun roh nya.

Tubuh Gia pun semakin kurus saja karena gadis itu tidak nafsu makan. Makan sih makan, tapi harus dipaksa dulu oleh Mamanya. Sang Nyonya besar sudah pulang ke kampung halaman beberapa hari yang lalu dan sangat terkejut melihat anaknya persis seperti zombie.

Gia kehilangan semangat hidupnya. Di saat teman-temannya sibuk melamar pekerjaan atau mendaftar di Universitas baru untuk alih jenjang, Gia tetap berdiam diri di rumah.

Bangun tidur, melamun, sarapan, mandi, melamun sampai siang, kemudian makan, melamun lagi sambil memeluk boneka pemberian Rendy hingga maghrib. Begitu terus setiap hari.

Teman-teman Gia pun sudah menyerah untuk membujuk gadis itu supaya tidak bersedih lagi atas kematian pacarnya. Mereka takut kalau Gia menjadi orang yang linglung, atau lebih parahnya lagi, Gia jadi  orang gila.

Vanessa, Mama Gia pun khawatir dengan keadaan anak semata wayangnya itu. Dia jadi menyesal meninggalkan Gia selama ini sendirian di rumah. Apalagi saat batin Gia sedang terguncang hebat saat Rendy baru meninggal kemarin. Pasti anaknya itu bertambah sedih karena tidak ada sosok orang tua di sampingnya.

Oleh sebab itu, Vanessa tidak putus asa untuk membuat Gia kembali tersenyum, kembali ceria, kembali cerewet seperti biasanya. Ia harus membuat anaknya kembali semangat menjalani hidup, meskipun Gia akan selalu mengingat Rendy. Entah bagaimana caranya. Dia harus bisa!

Vanessa tersenyum seraya memotong kue red velvet kesukaan Gia. Seharian penuh dia membuatnya khusus untuk anak gadis kesayangannya itu. Gia memang tidak pernah menolak dan barangkali dia masih ingin memakannya malam ini.

Wanita paruh baya itu pun berjalan menuju kamar Gia dan perlahan mengetuk pintu, namun sayangnya tidak ada sahutan dari dalam.

"Apa Gia sudah tidur ya? Baru jam 8 kok," ucap Vanessa sambil membuka knop pintu.

Tapi seperkian detik kemudian, Vanessa kembali menutup pintu itu dengan cepat karena dia tidak sengaja melihat seseorang berdiri di belakang Gia yang sedang berbaring.

Apa hanya halusinasinya saja? Tidak mungkin ada seorang pria di kamar anaknya kan?

Vanessa geleng-geleng kepala lalu membuka pintu kamar Gia dengan lebar-lebar. Tidak ada siapapun di sana kecuali anaknya yang tidur sambil memeluk boneka.

"Huuuuuhh.."

Vanessa menghembuskan nafasnya lega. Ternyata tadi hanya ilusi saja. Tapi dia masih bingung sampai detik ini, kenapa setiap masuk kamar Gia bulu kuduknya selalu merinding?

Hawa dinginnya sangat khas, bukan dingin dari AC. Apalagi Gia sering mematikan AC jika ingin tidur malam. Jadi darimana angin sejuk ini?, pikir Vanessa. Wanita itu pun hanya berpositif thinking, mungkin saja angin bisa masuk lewat kisi-kisi jendela kamar.

"Gia," panggil Vanessa menghampiri anaknya. Ia pun duduk di ranjang sambil memegang pundak Gia.

"Mama," sahut Gia dengan suara lirih.

"Loh sayang? Kamu gak tidur toh?"

Vanessa memajukan tubuhnya untuk melihat wajah Gia, karena gadis itu berbaring membelakanginya. Mata Gia sembab, dan Vanessa tahu persis anaknya itu habis menangis.

"Ma, aku tadi lihat Rendy." Gia lebih erat memeluk bonekanya.

Vanessa menghembuskan nafasnya berat, "Gia, Mama ngerti kalau kamu masih sedih, tapi nak, Rendy sudah--"

"Aku beneran liat dia Ma. Tadi dia berdiri di belakang aku. Aku lihat dari sana," ucap Gia sambil menunjuk ke arah meja riasnya yang terdapat kaca besar.

Vanessa pun mengikuti arah tunjuk Gia. Memang dari tempat mereka sekarang, hampir seluruh ruangan ini bisa terlihat dari pantulan kaca.

"Sayang, jangan bercanda ah. Itu cuma halusinasi kamu aja. Ayo ikut Mama keluar. Kito nonton TV sambil makan kue kesukaan kamu," ucap Vanessa menganggap omongan Gia sebagai angin lalu. Wanita itu lalu menarik lengan anaknya untuk segera bangun.

Gia pun menurut, ia mengusap matanya yang masih basah dan melihat ke arah Vanessa.

"Tapi aku gak bohong, Ma. Awalnya memang aku takut karena mata Rendy hitam semua, tapi lama-lama dia senyum sama aku dan ngilang setelah Mama buka pintu."

Gia menatap Vanessa dengan sendu. Ada sedikit kebahagiaan di matanya. Vanessa yakin itu pasti karena Rendy.

Vanessa menghembuskan nafasnya berat, dia bingung mau bagaimana lagi membuat Gia kembali seperti dulu. Apakah sebegitu besarnya efek Rendy pada anaknya ini?

"Gia, Mama ngerti kamu masih sedih, tapi sampai kapan kamu kayak gini sayang? Mama gak bisa nyuruh kamu buat melupakan Rendy, tapi sudah saatnya kamu move on Nak. Kamu masih ada kehidupan yang harus kamu jalani, gak baik kalau terus larut dalam kesedihan begini." Vanessa mengusap rambut anaknya dengan sayang.

Gia menunduk, dia membenarkan ucapan Mamanya dalam hati. Namun entah kenapa, setiap ingat Rendy hatinya selalu perih. Apalagi saat Gia membuka galeri atau membaca pesan-pesan ponselnya yang berkaitan dengan si gingsul, air mata Gia pun tidak bisa ditahan lagi. Ia pasti menangis.

Tangis Gia kembali meledak. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Aku.. Aku sayang banget sama Rendy, Ma. Sayang banget. Kenapa dia harus pergi ninggalin aku. Aku masih gak rela, Ma.."

Dan akhirnya, Gia mengeluarkan segala keluh kesahnya.

"Rendy selalu ada buat aku, Ma. Di saat aku sakit sendirian, dia yang ngurusin aku sampe sembuh. Di saat aku sedih karena gak lulus ujian, dia yang bantuin aku belajar sampe aku bisa. Kalau ada apa-apa, cuma Rendy yang jadi tempat aku curhat. Mama kemana? gak ada! Papa juga gak ada!" teriak Gia semakin histeris.

Vanessa ikut-ikutan menangis, ia langsung memeluk Gia dengan erat.

"Maaf-maafin Mama, sayang. Maaf.. Mama menyesal. Mama janji gak lagi ninggalin kamu. Mama janji sayang.." Vanessa mengusap punggung Gia berkali-kali seakan ingin menenangkan anaknya itu.

"Aku butuh Rendy, Ma. Aku pengen dia ada di sini dan bilang kalau semuanya baik-baik saja," ucap Gia. Dia memang belum ikhlas kehilangan Rendy sampai sekarang. Entah sampai kapan dia bisa mengikhlaskan semuanya.

Gia ingat dengan jelas, setiap kali dia ada masalah, Rendy pasti bilang, "Hey sayang, senyum dong. Everything will be alright okay? Kamu jelek kalau cemberut gitu."

Hanya mengingat segelintir saja, Gia jadi tersenyum.

"Mama ada di sini, sayang. Mama selalu ada di sini temenin kamu," kata Vanessa seraya melepaskan pelukannya dan mengusap air matanya Gia.

Sedangkan Gia hanya menunduk dan menganggukkan kepalanya sekali. Ia merespon ucapan Mamanya seperti biasa karena tahu Vanessa pasti tidak bisa menepati janjinya.

Lihat saja setelah Gia sudah kembali pulih, pasti wanita itu kembali mengejar karir di negara orang. Gia sangat yakin. Cuma Rendy yang janjinya dapat dipegang oleh Gia. Pria itu tidak pernah mengingkari janjinya.

"Sayang jangan sedih terus."

Gia langsung menolehkan kepalanya ke samping karena mendengar bisikan suara yang sangat pelan dan jauh.

"Aku ada di sini. Jadi kamu jangan nangis lagi. Semuanya baik-baik saja sayangku."

Gia semakin menajamkan indera pendengarannya karena ucapan itu justru terdengar lebih jauh lagi.

Vanessa yang melihat anaknya itu pun menjadi  bingung karena Gia sedang memejamkan matanya sambil memegang telinga.

"Kenapa Nak? Telinga kamu sakit?" tanya Vanessa khawatir.

"Mama denger sesuatu gak?" tanya Gia dengan mata sembabnya.

"Hah denger apa sayang? Mama gak denger apa-apa," jawab Vanessa jujur. Ia memang tidak mendengar apapun kecuali suara Gia dan dia sendiri tentunya.

"Hemm.." Gia memiringkan kepalanya untuk dapat melihat ke arah belakang Mamanya. Dan seketika matanya kembali menutup ketakutan.

Itu... Rendy.

Namun yang membuat Gia tidak yakin hantu pucat itu sosok kekasihnya adalah sebagian wajah yang ditutupi oleh darah dan kedua matanya yang berwarna hitam legam. Dia sangat menyeramkan.

"Sayang. Ini aku. Buka mata kamu dan tatap aku."

"Gia kamu kenapa Nak?" tanya Vanessa semakin kalut melihat Gia ketakutan seperti itu.

"Ma.. Mama. Aku mau tidur. A.. Apa Mama bisa tinggalin aku sendirian?" tanya Gia menatap Mamanya takut-takut.

"Hah?"

"Please. Ma," pinta Gia lagi dengan mata memohon.

"Ba.. Baiklah. Mama bawa lagi kuenya ya. Kalo mau nanti panggil Mama aja," ucap Vanessa. Gia pun mengangguk.

Kemudian, Vanessa keluar dengan hati yang masih  penasaran melihat Gia ketakutan seperti itu. Dia tidak yakin awalnya, namun sekarang ia sangat yakin untuk memanggil seorang psikiater besok demi keselamatan jiwa anaknya kelak. Vanessa tidak mau jika Gia sampai kehilangan masa depan hanya gara-gara Rendy yang sudah tiada itu.

Selepas Vanessa menutup pintu, Gia jadi tidak terhalang apapun melihat sosok hantu di depannya. Ia tetap menatap ragu-ragu karena masih takut.

"Kamu.. gingsul?" tanya Gia. Ia menatap sekali lagi sosok itu dengan teliti.

Kemeja dan pakaiannya sama dengan malam dimana Rendy meninggal. Namun yang berbeda ialah tidak ada lagi kehidupan di sana. Matanya kosong, benar-benar kosong dan tubuhnya pucat menjurus kebiruan.

Benar-benar terlihat hantu. Apalagi darah-darah semu di pakaiannya itu membuat Gia semakin meringis.

Dia.. Takut.

"Ini aku sayang."

Mulut pria itu tidak bergerak. Namun Gia masih bisa mendengar ucapannya.

"Gingsul?" panggil Gia lagi. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya untuk mengusir rasa takut yang terus datang menghinggapinya.

"Ya. Ini gingsul. Apa kamu takut?"

Kepala hantu itu pun memiringkan kepalanya ke kanan.

Gia merangkak untuk lebih dekat ke arah Rendy yang berdiri di ujung ranjangnya. Ia ingin memegang wajah pria itu sedikit saja. Namun sayangnya, tidak bisa. Tangannya hanya menembus bayangan itu.

"Rendy..." Gia kembali menangis karena tidak bisa menyentuh wajah Rendy sama sekali.

"Maafkan aku sayang." Rendy tersenyum kecil dengan mata berwarna hitam legam itu.

"Aku ingin meluk kamu.. Hikss.. Please.." Gia terus  mencoba untuk menyentuh Rendy, entah itu dibagian wajah, pundak, lengan, atau tangannya. Tapi tetap tidak bisa.

"Aku juga sayang. Aku ingin meluk kamu, cium kamu. Tapi.. Aku gak bisa."

Gia menggelengkan kepalanya dan menangis seanggukan, "Aku sayang banget sama kamu, Rendy. Aku cinta banget sama kamu. Jangan tinggalin aku lagi kayak waktu itu. Jangan lagi," ucap Gia.

"Iya sayang. Aku juga cinta banget ma kamu. Aku janji gak lagi tinggalin kamu."

"Janji?" Gia mengajukan kelingkingnya seperti biasa saat mereka ingin mengikat janji seperti dulu.

Rendy pun menurutinya, ia mengarahkan kelingkingnya untuk menautkannya dengan jari Gia. Meskipun tidak bisa bersentuhan, Rendy tetap tersenyum.

"Janji."


********

I feel like... Empty 😭
What do you feel guys?

Continue Reading

You'll Also Like

465K 86.8K 92
PART MASIH LENGKAP. BACA AJA "Bagaimana kau bisa menemukanku?" Ashley berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman sang raja. Sudah hampir satu tahu...
8.9K 639 21
"Kamu siapa?" "kamu bisa melihat ku?!" penasaran?cuss langsung masuk aja ..banyak plot twist yang ga bakal kalian duga NOT BXB YES BROTHERSHIP Sebe...
33.7K 1.1K 40
Kisah tentang keluarga dan seorang pengasuh yang diteror oleh hantu penjaga anak kecil.
395K 29.2K 32
( Baca Dulu The Lord Noblasse 1) #highrankinfantasi Aku datang dimusim gugur tanpa ingatan kecuali kebencian tak ada cinta dihatiku tak ada kehidupan...