RAHASIA TERGELAP - Lexie Xu

By Gramedia

151K 7.7K 459

Dark Series #1: Rahasia Tergelap telah terbit tahun 2016. Nukilan Rahasia Tergelap akan ditampilkan di Wattpa... More

Author's Note 1
PROLOG (Ella)
RT 1 (Giselle)
RT 2 (Giselle)
RT 3 (Daryl)
RT 4 (Giselle)
RT 5 (Giselle)
RT 6 (Daryl)
RT 7 (Giselle)
RT 8 (Daryl)
RT 10 (Giselle)
RT 11 (Giselle)
RT 12 (Daryl)
RT 13 (Daryl)
RT 14 (Giselle)
RT 15 (Giselle)
RT 16 (Daryl)
RT 17 (Giselle)

RT 9 (Daryl)

4.9K 328 53
By Gramedia

"APA???" teriak kami semua ramai-ramai.

"Serius lo?" tanya Dante, jelas-jelas tak percaya.

"Lo kira gue ngada-ngada?" tanya Justin jengkel. "Gue cuma ceritain apa yang gue lihat. Lagian, udah gue bilang, bisa jadi gue salah lihat. Tapi daripada gue pikirin sendiri, mendingan kita pikirin rame-rame. Jadi kalo sampe rambut kita rontok-rontok, minimal yang botak bukan cuma gue."

Ternyata begitu. Kupikir dia teman baik. "Jadi alasan lo egois?"

"Eh, omongan lo bikin gue jadi mikir!" Sial, sekarang Grey yang menyelaku dengan suara supercempreng dan muka superkepo! "Gue masih heran dengan omongan lo, Dar, soal hape Merly yang nggak ketemu-ketemu. Sejak kapan sih kita ketemu cewek seusia kita yang nggak bawa hape? Aneh banget, kan?"

"Oh ya, betul banget!" Aku menepuk bahu Dante yang sedang duduk di dekatku, dan sobatku itu langsung mengerang kesakitan. "Gue kan sempet nemenin ortunya Merly tuh. Setelah semua urusan beres, mereka dikasih tasnya Merly yang dibalikin polisi karena nggak ada kaitan sama sekali tentang bunuh diri. Mereka sempet periksa dan nanya soal hape, tapi kata polisi, sampe waktu itu pun, hapenya belum ketemu."

"Sama sekali nggak ada apa pun di dalam tasnya?" tanya Hyuga. "Termasuk surat tentang bunuh diri? Itu juga keanehan, kan?"

"Apanya?" tanyaku heran. "Mungkin dia nggak sempet nulis."

"Nggak mungkin." Hyuga menggeleng. "Setelah dia melakukan semua kehebohan ini supaya kematiannya jadi tontonan seluruh kampus, masa dia nggak ngasih tahu alasan dia bunuh diri sih?"

"Waduh, setelah mendengar penjelasan kalian, rasanya semua urusan ini jadi makin aneh aja!" komentar Josh sambil memandangi kami semua. "Terus apa yang harus kita lakukan? Nggak mungkin cuma duduk-duduk sambil ngebahas masalah ini!"

"Tapi apa yang bisa kita lakukan?" cetus Dante. "Kita memang cowok-cowok keren, tapi kita cowok-cowok keren tanpa kemampuan super..."

"Ah, itu sih lo doang!" cibir Grey. "Gue sih punya kemampuan super-Grey!"

"Itu sama sekali nggak kedengeran keren," Dante balas mencibir. "Kedengerannya justru creepy, kayak semacam stalker!"

"Haduh, muka baik budi kayak gue mah nggak kayak stalker." Grey mengibaskan tangannya. "Lebih kayak cowok baik-baik yang sederhana, rendah hati, sabar, setia..."

"Yang kayak stalker tuh, itu orangnya," sela Hyuga sambil mengangkat dagunya ke arah meja pojokan di restoran. 

Hyuga tidak salah. Di meja itu, duduk mahasiswa kedokteran tahun pertama yang kami kenali. Sekilas anak itu terlihat seperti anak cupu yang biasa-biasa saja—berjerawat, berkacamata, dengan rambut gondrong acak-acakan dan berminyak. Di awal tahun anak itu pernah mendaftar jadi anggota tim futsal, namun setelah beberapa kali latihan, anak itu keluar tanpa diminta karena staminanya payah banget. Aku tidak pernah lupa alasannya saat ditanya kenapa dia kepingin masuk tim futsal.

"Saya kepingin populer seperti kalian," ucapnya dengan senyum penuh percaya diri yang rada mengerikan, seolah dia yakin bakal langsung populer dan disukai banyak orang begitu menjadi anggota tim futsal.

"Udahlah," tegur Justin membuyarkan lamunanku. "Jangan hina-hina orang. Bukan salah dia kalo staminanya lemah. Gue sendiri kan juga letoy banget."

"Gue juga bukan anggota utama tim futsal kita," balas Hyuga. "Bukan masalah stamina atau tampang, tapi dia satu-satunya anak baru yang bikin ulah dan kemarahannya agak nggak masuk akal."

Ya, itu satu lagi keanehan anak baru itu. Sebelum keluar dari tim futsal, anak itu mengamuk dan bikin ulah di lapangan. Dia mengejek kami semua penipu, bahwa dia tidak menjadi populer seperti yang diharapkannya, sementara latihan-latihan yang kami jalankan membuat penampilannya tampak buruk. Padahal kita semua kan sudah dewasa. Masa sih dia masih membayangkan kami semua bakalan berlari-lari keliling lapangan dengan rambut keren melambai-lambai dan keringat berkilauan? Ini kenyataan, bukan gambar-gambar di komik: saat kami berlari-lari keliling lapangan, bau ketiak kami bikin polusi udara di bumi bertambah dahsyat dan keringat kami membuat tampang kami semua tampak menjijikkan.

Omong-omong, itu sebabnya Justin, Hyuga, dan Dante ogah ikut latihan kami. Ketiganya lebih senang mengerjakan tugas-tugas administrasi selayaknya manajer tim sekaligus mempertahankan image mereka sebagai cowok-cowok ganteng tanpa cela.

"Tapi bener kata Justin," ucapku, "sebaiknya kita jangan bicarain dia lagi. Mending kita balik ke topik. Soal keanehan-keanehan itu. Menurut gue, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan. Yang pertama, kita bisa cek CCTV kampus dan lihat siapa yang naik ke atap gedung kampus."

"Itu biar gue aja," kata Justin. "Gue lumayan teliti lihat beginian. Juga Hyuga yang sering ngeliat sesuatu yang nggak kita sadari."

"Intinya itu pekerjaan orang malas," gerutuku. "Okelah, gue kasih deh. Memang cocok buat kalian berdua." Sial, Justin dan Hyuga langsung saling tos, membuatku merasa tertipu. "Terus kita juga bisa ngecek atap gedung kampus. Nggak bakal jadi masalah, soalnya tadi waktu kita cabut, pita kuningnya udah dicopot. Kayaknya polisi udah yakin ini kasus bunuh diri, makanya penyelidikannya disudahi begitu aja."

"Gue bisa lakuin tugas itu." Dante mengajukan diri. "Kayaknya oke kalo bareng Josh. Gimana, Josh?"

"No problem." Josh mengangguk. Meski sering bercanda, cowok itu selalu serius menanggapi setiap tugas dan tidak pernah mengelak dari kerja seberat apa pun.

"Dan tugas terakhir adalah mencari hape yang hilang." Aku memandangi Grey. "Karena kita berdua yang tersisa..."

Berbeda dengan Josh, Grey langsung sengit setiap kali dikasih pekerjaan berat, tidak peduli sebenarnya dia paling cocok disuruh kerja kuli karena sifat hiperaktifnya. "Kenapa kalo tugas yang susah-susah dan melibatkan banyak kerjaan kotor lo selalu ngajak gue?"

"Karena di antara kita semua, lo paling jorok!" Josh berteriak sambil tertawa. "Kalo bukan lo, siapa lagi yang mau diajak jorok-jorokan?"

"Lo!" Grey menuding Josh. "Lo juga selalu mau diajak ngerjain pekerjaan kotor dan susah! Dante, kenapa lo suruh si Josh nemenin lo? Seharusnya dia nemenin Daryl..."

Dante merangkul Josh. "Karena dia imut dan gue nggak tega dia kerja berat-berat."

Josh melirik ke atas, ke arah wajah Dante yang lima belas sentimeter lebih tinggi darinya. "Maksud lo?"

"Nggak ada maksud kotor apa-apa kok," sahut Dante sambil terkekeh.

"Waduh, kalo melihat yang beginian, gue lega bareng Daryl aja," kata Grey cepat-cepat. "Jadi kapan kita ngerjain semua ini? Sekarang?"

"Nggak usah bersemangat ngerjain pekerjaan kotor!" Ucapanku membuat Grey berubah bete. "Sebentar lagi gelap, dan kita nggak bakal bisa lihat apa-apa gelap-gelap gitu. Gimana kalo hari Senin aja?"

"Senin?" teriak Grey. "Bisa-bisa hape udah ditemukan orang yang mengira dirinya beruntung dapet hape gratisan dan semua jejak juga udah lenyap!"

"Kampus kan hari Sabtu libur!" cetusku. "Lagian, emangnya lo punya ide yang lebih bagus?"

"Ide gue yang lebih bagus adalah kerjain hal itu sekarang," kata Grey tegas. "Jadi weekend ini kita bisa tidur nyenyak dan nggak perlu mikirin tugas kotor waktu gue bangun jam satu siang."

"Grey bener," kata Justin si pemalas yang pasti sudah mengincar kegiatan bangun tidur jam satu siang. "Mending kita kerjain sekarang, mumpung kampus sepi. Kan yang lewat palingan anak-anak kelas malam yang jumlahnya nggak banyak. Kalo gelap, kita pake senter dari kantor tim futsal atau sekalian pake hape aja."

"Oke deh," sahutku dengan tampang berlagak terpaksa padahal di dalam hati aku menyukai rencana itu. "Kalo gitu, gue boleh ngajak Giselle?"

"Hah, gila, lo kan baru kenal!" tukas Grey. "Masa lo mau merusak reputasi lo dengan ngajakin dia keluar malem-malem? Dan buat ngerjain pekerjaan kotor lagi, bukannya diajak makan atau nonton!"

"Yah, menurut gue, dia tipe cewek yang seneng dimintain tolong sih," ucapku.

"Jadi lo minta tolong?" ledek Josh. "Serius lo, kerjaan beginian minta tolongnya sama cewek..."

"Selamat sore, kakak-kakak."

Ucapan Josh disela oleh anak bekas tim futsal. Kami semua mendongak dan melihat anak itu tersenyum pada kami. Senyumnya terlihat tidak tulus karena matanya menyorot tajam. Wajahnya tampak rada culas, membuat senyumnya jadi terlihat mengerikan.

"Sampai sekarang belum pulang, Kak?"

"Belum," sahut Grey yang setiap saat sanggup menampilkan wajah lugu, polos, dan tidak pernah bikin dosa meski barusan diam-diam mengusap upil di dinding. "Kamu dari tadi di sini? Kok kami nggak lihat?"

"Iya, Kak, saya tadi duduk di meja pojok." Wajah anak itu berubah muram. "Kakak-kakak udah denger ada yang bunuh diri di kampus? Kejadian ini benar-benar mengerikan ya. Entah apa yang bisa membuat orang bunuh diri begitu. Jangan-jangan," mendadak saja wajah muram itu berubah menyeringai, "anak itu memang nggak sebaik yang terlihat. Mungkin dia pernah melakukan aib mengerikan yang bikin dia malu untuk hidup."

Entah kenapa bulu kudukku merinding mendengar suara halus tersebut. "Kenapa kamu bisa bilang begitu?"

Cowok itu mengedikkan bahu. "Cuma firasat. Apalagi alasan orang bunuh diri selain malu menghadapi dunia?"

"Gitu ya." Menurutku sih tidak ada justifikasi untuk bunuh diri. Segala sesuatu pasti ada jalan keluarnya. Tapi mengingat amukannya yang berlebihan waktu keluar dari tim futsal, aku tidak berminat berdebat dengan anak itu. Dan tampaknya teman-temanku juga punya perasaan sama denganku. "Mungkin juga sih. Oke deh, udah sore begini. Kamu pasti udah mau pulang! Daaah... hati-hati di jalan!"

Diusir secara halus begitu—atau mungkin juga agak kasar, cowok aneh itu sama sekali tidak terlihat tersinggung. Dia malah menyunggingkan lagi senyumnya yang membuat perasaanku jadi semakin tidak enak. "Baiklah kalo begitu. Saya permisi dulu, kakak-kakak!"

"Oke deh!"

"Bye!"

"Dah, Johan!"

Kami berenam saling berpandangan saat cowok itu meninggalkan meja kami.

"Dia aneh banget ya." Josh menggeleng-geleng. "Tampangnya alim, tapi kalo marah, serem banget."

"Katanya itu sikap orang-orang yang suka nyimpen kemarahan di dalam hati," kata Grey sok menganalisis. "Jadi sekali meledak, semua yang dipendam keluar semua."

"Orang yang suka memendam seharusnya pemaaf," kata Justin. "Kayak gue gini lho!"

"Emang lo pemaaf?" tanya Josh sambil merebut minuman Justin dan meminumnya.

"Pemaaf-lah," kata Justin sambil memaksakan senyum murah hati. "Kalo nggak, gelas itu udah pecah sama gue."

"Aduh, ngelempar gelas doang sih semua juga bisa!" sahut Grey. "Seharusnya lo suruh dia ambilin lo minum lagi, terus begitu minumannya udah sampe, lo cipratin ke muka dia!"

"Janganlah," Justin menggeleng, "gue kan pemaaf."

"Lo memang makhluk ajaib, Tin!" Dante tertawa sambil menepuk bahu Justin. "Coba gue bisa jago ngelucu kayak lo, pasti gue bakal lebih populer!"

"Hei, siapa bilang gue ngelucu?" protes Justin, berusaha tidak terlihat tersinggung.

"Tapi anak itu memang kelihatan berbahaya," Hyuga yang jarang bicara ikut berkomentar. "Apa pun yang dia lakukan kelihatan nggak tulus sama sekali."

"Sebaiknya kita hati-hati sama dia. Gue punya feeling, suatu hari dia bakalan bikin masalah lagi dengan kita," kataku sungguh-sungguh.

***

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 150K 41
DILARANG PLAGIAT, IDE ITU MAHAL!!! "gue transmigrasi karena jatuh dari tangga!!?" Nora Karalyn , Gadis SMA yang memiliki sifat yang berubah ubah, kad...
449 124 22
Persahabatan yang tulus itu bisa datang dari mana saja. Cinta yang tulus juga bisa bertemu dengan cara yang tak terduga. Tapi, kasih sayang yang tul...
GEOGRA By Ice

Teen Fiction

1.4M 61.8K 56
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...
35.9K 2.6K 5
Memang terdengar aneh jika Anastasya mengaku benci bau amis ikan. Tapi mau bagaimana lagi? Sejatinya ia memang persilangan antara duyung dan manusia...