Horor Game

Od Slezia

54.7K 1.6K 143

Aku memiliki rambut yang sangat panjang, hitam dan indah. Tapi, kau takkan bisa melihat rambut indahku jika k... Více

Prolog
Chapter 1: Kesepian
Chapter 2: Kepala hidup
Chapter 3: Teman baru yang sadis
Chapter 4: Tubuh dengan kepala yang berbeda
Chapter 6: Kalah dalam permainan
Chapter 7: Mimpi itu lagi
Chapter 8: Semuanya mulai terungkap
Chapter 9: Ternyata dia...?
Chapter 10: Cerita seorang kakek 1
Chapter 11: Cerita seorang kakek 2
Chapter 12: Pembunuh Rini
Chapter 13: Pemilik Pohon
Chapter 14: Permainan kembali dimulai

Chapter 5: DON'T EAT THE FOOD!

3.6K 95 9
Od Slezia

  Ku buka mataku perlahan, seberkas cahaya menyambutku dan membuatku mengerjapkan mata. Yang pertama kulihat adalah seseorang dengan kepalanya yang miring ke samping kanan. Dan, Oh! ternyata ada dua manusia di sini. Aku tak ingat siapa mereka berdua. Manusia pertama yang kulihat adalah seorang laki laki dengan kepala yang diperban dan terdapat bercak merah di dahinya. Dan manusia kedua yang kulihat adalah seorang anak  perempuan bertubuh mungil dengan perban dikedua matanya. 

   " Kau baik baik saja?" Tanya bocah berkepala miring itu, sambil menyentuh dahiku yang dingin

   Seseorang mendekati ku dengan matanya yang berkaca kaca menahan amarah dan kesedihannya yang mendalam

   " LIHAT APA YANG TELAH KAU PERBUAT! LIHAT DIA! KAU MELUKAI ADIKKU!!!" Bentak seseorang itu tepat di hadapanku.

   Aku menatapnya dengan tajam, lalu mengambil sebilah pisau yang berada tak jauh dari ku. Namun, sebuah tangan menahanku, membuatku menggeram pelan dan menumbuhkan sisa sisa ketidak manusiawi ku. 

   " Dengar, kenapa kau melakukan hal ini kepada setiap orang? Kenapa kau senang menyiksa orang? kenapa kau..." Belum selesai laki laki itu bertanya, seseorang menggengam lengannya erat membuat mulutnya bungkam tak bersuara

   " Aku tidak mengenalmu. Aku tidak tahu siapa kalian" Ucapku dengan jujur. 

   Yang kuingat saat ini adalah anak perempuan yang tubuhnya terpisah pisah, dan dua anak laki laki dan perempuan yang tengah berlari lari sambil tertawa ceria. Aku tidak tahu apakah semua yang kupikirkan itu nyata atau melainkan hanya sebuah mimpi. Dua mimpi yang menyambung menjadi satu dan meninggalkan sebuah potongan puzzle yang bisa kuubah menjadi sebuah petunjukku. Ini semua adalah teka teki hidupku yang harus aku pecahkan agar aku bisa menemukan kehidupan lamaku. 

    " Kau bohong" Ucap perempuan itu dengan matanya yang tertutup

   " Aku tidak berbohong. Aku tidak tahu siapa kalian" Jawabku dengan malas

   " Mereka berdua adalah korban mu kemarin" Ucap bocah itu sambil memutarkan kedua bola matanya 

  " Aku tahu kau berbohong! Kau tidak akan pernah melupakan korban korban mu bukan?" Tanya laki laki itu, lalu menggengam erat kerah bajuku.

   " Aku tidak akan pernah melupakan korban korbanku. Tapi aku tidak pernah ingat jika kalian berdua adalah korban korbanku" Aku hanya menghela napas, lalu menunduk dalam

   Kini otakku pun berputar putar, berusaha untuk mengingat semua gambaran gambaran mimpiku tadi. Mimpi ku kali ini adalah sebuah teka teki yang harus aku pecahkan. Yup! yang harus aku lakukan saat ini adalah menyusun teka teki itu, bukannya mengurusi dua manusia yang tak penting itu.  

  Aku berusaha berdiri dari kasurku, lalu berjalan menuju sebuah meja kayu yang telah rapuh dimakan usia. Aku terduduk dengan kedua tanganku yang menumpu daguku. Aku berusaha berpikir tanpa memedulikan ketiga orang yang tampak berbincang bincang. Namun, kini pikiranku kalut. Otakku tak bisa berpikir lebih jauh lagi, membuat mataku terasa berat dan

  DUAAAAAAAAAKKKK!!!!

  Seseorang baru saja memukul kepalaku.

*******************************

  Aku melihat dua anak itu lagi. Mereka tengah memandangiku dengan pandangan curiga, lalu segera berjalan ke dalam rumahnya. Ku lepaskan genggaman tanganku, menjatuhkan benda berat yang baru saja membebani lengan kiriku. Kepalaku serasa berputar putar, membuat mimpi ini semakin nyata. Ya, aku sadar bahwa ini mimpi, dan aku berharap tiga orang itu tidak membangunkan ku.

  Aku berjalan perlahan menuju sebuah rumah itu yang tampak sederhana dengan cat putihnya yang bersih. Ku intip isi rumah itu melalui jendelanya yang terbuka lebar. Lalu kuperhatikan dua anak itu yang sedang menikmati serealnya yang tampak lezat. Seorang kakek yang sudah tua, namun berbadan tegap itu mendatangi mereka berdua dan mengacak acak rambut mereka sambil tertawa lebar. Aku hanya meneguk ludah ketika anak anak itu mengunyah sereal yang terasa renyah, dan meninggalkan sisa rempah rempah pada sekitar bibir mereka. 

  " Nikmatilah, cucu cucuku. Itu sereal terakhir kalian" Ucap kakek itu, lalu duduk menghadapku sambil mengamati koran korannya

  Kresek  kresek...

  Hmm.. sepertinya aku mendengar sesuatu. Kutajamkan pendengaranku, sambil tetap mengintip ke dalam 

  Kresek...kresek....kresek...

  Suara itu terdengar lagi, dan kali ini aku tahu asal suara itu. Aku menengok ke samping, lalu mendapati sosok asing yang tampak bersembunyi di balik semak semak. Aku hanya bisa menutup mulutku dengan kedua tanganku ketika sosok itu menatapku sambil menempelkan jari telunjuknya pada bibirnya.

   Aku kembali mengintip mereka dari jendela, memandang kakek tua itu yang tengah sibuk dengan koran korannya. Aku segera menunduk, ketika sudut mata kakek itu mengarah ke jendela. Dahi kakek itu mengkerut, lalu berjalan perlahan menuju jendela.

   Aku segera berpindah tempat sebelum kakek itu mendekati jendela dan menemukan ku. Tapi...BRAAAAAAAAAKK!!!!. Seseorang terjatuh tepat di sebelahku, lalu menggengam kakinya yang terkilir

  " Hei! Siapa kalian?" Tanya seseorang yang berasal dari balik jendela

  Aku terkejut, lalu menoleh ke arah jendela dan mendapati seseorang yang tengah memandangi kami berdua. 

  " Jika kalian butuh bantuan, kami bisa membantu" Ucapnya lagi

  Aku menghela napas lega ketika melihat seorang anak laki laki yang duduk di bingkai jendela. Manusia disampingku ini menggangukan kepalanya. Lalu berdiri menghadap anak kecil itu

  " Saya kehabisan makanan akhir akhir ini, dan ketika saya mencari makanan, saya tersesat" Ucapnya dengan kaku

  " Masuklah, aku punya banyak makanan di dalam sana. Mungkin, kakekku dengan senang hati menerima keberadaan kalian" Ucap anak itu, lalu mempersilahkan kami memasuki rumah

  Ketika aku memasuki rumah, mataku berbinar binar dan duduk di salah satu sofa yang sangat empuk. Ruangan ini terasa hangat dan menyenangkan. Anak laki laki itu menyerahkan kami sebungkus makanan. 

  " Oh, ada tamu rupanya" Ucap kakek itu sambil melipat kembail lembaran koran yang tadi dibacanya. 

  "  Sepertinya mereka berdua butuh tempat tinggal" Ucap anak laki laki itu seraya memohon kepada kakeknya

  " Baiklah" Ucap kakek itu pasrah

******

  " Jadi, kau berasal dari mana?" Tanya laki laki itu yang bernama Rian

  " Tidak tahu" Jawabku asal, lalu menggigit sebutir apel

  Rian hanya mengangkat sebelah alisnya, lalu terdiam. Mencerna apa yang baru saja aku katakan.  Namun, ia pasrah dan mengulangi pertanyaannya

  " Sudahlah, jangan dipikirkan" Ucapku, lalu berjalan menuju dapur

  Di dapur, aku melihat seorang anak perempuan yang menangis sambil memukul mukul meja makan. Di sebelahnya terdapat anak laki laki dengan wajah cemberut sambil memutar mutarkan piringnya yang kosong

  " BRENGSEK!! Dimana makanan makanan itu!!" Tanya Kakek kepada ku

  Aku hanya mengangkatkan kedua bahuku, lalu mengigit kembali sebutir apel. 

  " Apa yang terjadi dengan makanan makanan itu?" Tanya Rian, yang baru saja datang sambil memandangi kami berempat

  " Seseorang mencuri makanan kita!" Ucap kakek, lalu memeriksa kembali lemari es nya

  BRAAAAAAAKKKK!!!! kakek itu mendorong lemari es nya hingga terjatuh. Wajah anak perempuan itu nampak pucat dan menghentikan tangisnya. 

  " Apa kau masih memiliki makanan cadangan?" Tanya Rian kemudian

  Kakek itu tersenyum licik, lalu menganggukan kepalanya. Kami bertiga menghela napas lega, lalu segera duduk di depan meja makan.

  " Lalu, apa yang akan kita makan?" Tanya Rian, lalu menatap piring kosongnya

  " Rian, tolong bantu aku carikan makanan cadangan di gudang!" Perintah kakek, sambil menepuk pundak Rian pelan

  Rian hanya mengganguk dan meninggalkan kami berempat. Kakek itu kembali tersenyum licik, membuat sekujur tubuhku merinding melihatnya. Tangannya yang masih terlihat kokoh itu mempersiapkan bumbu bumbu masakan. 

   " Bagaimana kalau kalian bertiga menunggu di ruang tamu. Aku hanya ingin memasak dengan tenang" Ucap Kakek itu, sambil mengiris bawang merah

  Kami bertiga hanya mengganguk, dan beranjak pergi menuju ruang tamu yang terletak cukup jauh dari dapur, Kami bertiga hanya duduk diam di sofa, sibuk dengan pikirannya masing masing. Tiba tiba saja, aku mendengar suara isakan tangis. Aku menoleh, menatap anak perempuan itu yang menangis tertahan. 

  " Kenapa kau menangis?" Tanya anak laki laki itu, sambil mengayunkan pundak anak perempuan itu

  " Aku lapar" Ucap anak perempuan itu, lalu menggengam perutnya yang kosong

  " Tenanglah, kita semua juga lapar. Kakek sedang memasakkan makanan untuk kita semua" Ucap anak laki laki itu menenangkan temannya yang tengah terisak.

  Tiga jam kemudian kami menunggu, akhirnya kakek itu datang dengan membawa lima piring yang terisi dengan makanan berbau harum. Ia meletakkan kelima piring itu di meja, lalu kembali ke dapur untuk membereskan ke dapur.

  " Bolehkan aku ke kamar mandi dulu?" Tanya anak perempuan itu sambil menatapku dengan matanya yang bulat

  " Bukannya kau lapar ya? habiskan dulu makananmu, baru ke kamar mandi" Ucapku dengan nada cuek sambil memotong daging yang tampak lezat itu.

  " Aku ingin ke kamar mandi dulu, tapi aku takut.." Ucap anak perempuan itu, lalu menggengam tangan kananku, " Maukah kau mengantarku ke kamar mandi?" Aku menggeleng pelan, membuat genggaman tangannya mengencang

  " Hhh.. baiklah. Tapi jangan lama lama ya!" Perintahku, lalu menggandengnya ke kamar mandi

*******

  Sudah beberapa detik yang lalu anak perempuan itu sibuk mengurusi urusannya di kamar mandi. Aku menunggunya di depan pintu kamar mandi, lalu memandangi lukisan lukisan aneh yang terpajang di dinding rumah. Aku menggigil, merasakan angin yang bertiup kencang dari arah jendela yang terbuka. 

   " Hei, kau sudah selesai belum?" Tanyaku pada anak itu

  " Belum, sebentar lagi" Ucapnya

   Rasa bosanku mulai tumbuh, membuatku tak betah berlama lama di depan pintu kamar mandi dan berjalan mengelilingi ruangan. Namun, aku berhenti sejenak ketika sudut mataku melihat sebuah pintu kayu yang lebar. Aku mendekati pintu itu, penasaran apa yang ada di balik pintu ini. Tiba tiba.....

   " Aku sudah selesai" Ucap anak perempuan itu sambil nyengir menampakkan gigi gigi kotornya

  " Kau duluan saja, aku juga ingin ke kamar mandi" Ucapku berbohong

  Anak perempuan itu menggangukkan kepalanya, lalu pergi meninggalkanku seorang diri. Aku kembali melanjutkan aktivitasku, berjalan perlahan mendekati pintu lebar itu dan meletakkan tanganku perlahan di knop pintu. Lalu mendorongnya dengan sangat perlahan. Namun, pintu ini terkunci. Aku berdecak kesal, lalu mencari cari sebuah kunci yang mungkin tergeletak di sekitar ruangan. 

   SREEEEEKK.... tiba tiba saja, sebuah kunci terseret ke luar dari celah celah pintu itu. Aku menutup mulutku agar tidak berteriak, lalu mengambil kunci itu dengan perlahan. Mungkinkah ada seseorang di dalam situ? Aku berjalan perlahan mendekati pintu itu, lalu memasukkan kunci itu pada lobangnya dan KREEK... Terbuka!

   Aku membuka lebar lebar pintu itu, dan berdiri terdiam di ambang pintu. Rasanya tak kuat untuk memasuki ruangan itu, karena semua yang kulihat pada mata kepalaku sendiri itu nyata. Benar benar nyata tanpa ada tambahan atau kurangan. Maksudku, aku tidak percaya pada apa yang kulihat sekarang. Darah berceceran dimana mana, mengotori barang barang yang tampak rusak dan tak terpakai. Lantainya yang terbuat dari kayu dan berdebu itu dikotori oleh darah yang terlihat masih segar. 

  " K..k..ka..kauu..." Sebuah suara memanggilku dengan terbata bata. Aku tidak dapat mengenali suara itu. Suara itu seperti suara rintihan yang sangat pelan. Dengan perlahan, kakiku melangkah memasuki ruangan yang membuatku teringat dengan ruang penyiksaku. Ruangan ini benar benar mirip seperti ruang penyiksaan yang kupunya. Tapi bedanya, ada banyak sekali barang barang yang sebagian rusak dan sebagian lagi masih dapat terpakai. INI GUDANG! 

  " Ja..ja..jang...jaa..ja" Suara itu kembali terdengar. Aku segera mencari asal suara itu, memasang telingaku lebar lebar dan memperhatikan getaran getaran pada benda benda yang disentuhnya. 

  "Ri..rian?" Panggilku, lalu berjalan perlahan ke arah sebuah kardus besar yang bergerak gerak dan darah yang berceceran di sekitarnya

  "Bu..bu...buka...k..kardus..i..ini!" Perintah suara itu

  Aku mengulurkan kedua tanganku ke arah kardus itu, sambil menutup mata rapat rapat. Entah kenapa rasanya aku tak siap untuk melihat ini semua. Walaupun aku sering melihat manusia manusia yang mati dengan sadis di tanganku sendiri. Tapi, aneh bagiku jika aku melihat manusia manusia yang mati sadis di tangan orang lain. Aku menggengam ujung kardus dengan kuat, lalu menghitung angka 1-3 dengan berbisik. Satu...Dua..Tiga..

  Kubuka kardus itu dengan secepat kilat, lalu kulemparkan kardus itu ke belakang. Mataku masih tertutup rapat, lalu merasakan sebuah tangan yang sangat dingin itu menggengam erat tanganku. Aku membuka mataku perlahan, lalu mendapati seseorang terduduk tenang sambil menggengam  erat tanganku. 

  " Ja..ja..jangan..di..ma..kan" Ucap seseorang itu yang ternyata adalah Rian, sambil menatapku penuh arti

  OMG! Aku baru sadar bahwa Rian baru saja kehilangan kedua kakinya. Aku yang baru saja tak mengerti apa yang diucapkannya langsung memutar otakku dengan cepat. Apanya coba yang jangan dimakan?

   " Daging.. i..itu.. ja..jangan...dima....kan" Lanjut Rian yang sepertinya menyadari kebingunganku

******

   " JANGAN DIMAKAN!!!" Teriakku, membuat seisi rumah tersentak kaget

  " Kau kenapa, kak?" Tanya anak laki laki itu, sambil menikmati kunyahan daging menjijikkan itu

  Aku terdiam sesaat, menyadari bahwa kedua anak itu telah terlanjur memakan daging yang tampak menjijikkan itu. Aku bergidik ngeri, membayangkan apa rasa daging itu sebenarnya.

  " Habiskanlah daging itu sebelum dingin" Ucap kakek itu dengan tenang, lalu mengunyah potongan kecil daging itu.

  Astaga! yang memasak saja tampak terlihat raut jijik di wajahnya ketika berusaha menelan daging itu. Bagaimana bisa ia memasak daging itu jika dirinya sendiri merasa jijik hanya untuk menelan potongan kecil daging itu. Sedangkan kedua anak itu yang tak tau apa apa dapat melahap daging itu sambil menikmati disetiap kunyahannya. MENJIJIKKAN!!!

  " HENTIKAN SEKARANG JUGA!!!!" Teriakku dengan sangat lantang membuat ketiga manusia itu tersentak kaget untuk yang kedua kalinya

  " Jangan diteruskan... aku mohon.... kalian tidak tahu apa sebenarnya daging itu" Ucapku memohon

  " Memangnya ini daging apa?" Tanya anak perempuan itu yang segera melepehkan kunyahannya

  " HENTIKAN!" Kali ini, suara kakek itu lah yang terdengar lantang. Membuat kedua anak itu menunduk dalam dalam. 

  " APA YANG KAU TEMUKAN DI GUDANG?" Tanya kakek itu, sambil menatapku dengan tajam

  " Daging itu daging kakinya Rian, bukan?" Tanyaku balik, membuat kakek itu tersentak kaget

  Anak anak yang baru saja menikmati daging itu langsung segera memuntahkannya setelah mendengar ucapanku. Kakek itu segera memukul meja makan, menatapku dengan amarah yang meluap luap. Aku hanya membalasnya dengan tatapan yang mengerikan, tatapan yang bisa membuat hampir setiap manusia ketakutan. 

  SREEKK...SREEKK....SREEEKK....

  Sebuah suara yang seperti terseret seret itu membuat kami berempat merinding ketakutan. Aku segera menoleh, ketika suara seretan itu terdengar semakin keras. Kedua anak itu memeluk lututnya masing masing dan menenggelamkan kepalanya dalam dalam. Kakek itu segera menggengam sebilah pisau yang sedari tadi dipersiapkannya dan segera kugenggam lengan kakek itu untuk mencegah hal hal yang tidak diinginkan terjadi. 

SREEK...SREEEK....SREEEK....

  Suara itu semakin mendekat, membuat cengkramanku pada lengannya semakin menguat. Kakek itu tampak memberontak panik, ketika sebuah badan tanpa kaki muncul terserek serek di lantai yang dingin. 

   " Selamat kan ...di..ri...ka..lian!!!" Ucap Rian sambil terus menyeret tubuhnya 

  Yaaay!! akhirnya selesai juga chapter yang kelima ini. Chapter ini terinspirasi dari sebuah game yang berjudul 'the walking dead season 1 episode 2'.

Next chapter >>>>

Pokračovat ve čtení