Draco's Anxiety

By KageyamaV

84.6K 7.3K 804

Si bocah Malfoy sudah dewasa, hidupnya kini berwarna dengan ratu Gryffindor dan little rascal yang merupakan... More

Draco's Anxiety
The Flower For Future
Broken Nose and Other
Cermin Tarsah
Victoria's (not) Secret
Galaunya Draco?
KHAWATIR?
Tahun Baru

SIHIR PERTAMA

6.9K 652 25
By KageyamaV

Akhirnya update, maaf yang nungguin ini lamaaa banget. Hahh sebenernya ga usah nungguin sumpah, gua merasa bersalah jadinya ckckck emang ga profesional banget kan.

Disclaimer: Fanfiction, means fans write it. So I don't own Harry Potter. Shocker, I know, but I don't. Thank you Jo!

.
.
.

Pagi itu sama halnya dengan pagi yang lain. Dimana embun masih nampak pada kaca-kaca rumah, kabut pun masih setia turun dan mencoba mengaburkan pandangan orang-orang. Burung-burung berkicauan melantunkan nyanyian pagi yang menambah kesegaran. Bunga-bunga mulai bermekaran ditemani air-air yang menempel pada kelopaknya. Bau tanah tanah tercium jika saja kau menghirup nafas. Hujan badai yang mengguyur dunia sihir tadi malam sepertinya sudah reda dan untungnya taman masih dalam keadaan normal. Tanpa ada pot-pot bunga yang terbalik atau nyangkut di atas pohon.

Suasana tenang Malfoy manor tidak diragukan lagi. Dengan tamannya yang luas dan indah lalu rumah yang megah bak istana benar-benar mempesona. Burung-burung kutilang menemukan tempat favorit mereka, mandi-mandi manja disebuah tempat-- ditaman manor-- dengan suka cita sambil bercicit-cuitan. Mereka menyukai---

"SCORPIUS MALFOY!!!!!!!"

Ketenangan.

.
.
.

Pria muda berusia 12 tahun itu menatap karpet mahal yang ia injak. Sambil sesekali menggerakkan kaki abstrak mencari cara untuk menyalurkan kegugupannya saat ini. Ekspresi tak terbaca diwajah pria muda pirang platinun itu, ia memainkan jarinya, mengosokkan kukunya satu sama lain. Sambil menghitung--kemungkinan umurnya sampai kapan. Sejenak ia merasakan hawa dingin berada disekitarnya. T-shirt Nike yang ia kenakan tidak dapat membalutnya sehangat jaket atau selimut sihir--anti dingin--. walau begitu ia begitu menyukai pakaian muggle itu, begitu trendy tidak seperti baju-baju para penyihir. Kemarin ia baru melihat jubah dengan cula naga di pundak seorang penyihir berumur lanjut. Yang katanya di jahit oleh Luna Lo-- lo, entahlah siapa ia lupa.

"Ehm, mo-mother bisa kau membawakanku sweater? Ak-aku kedinginan.." Suara ia keluarkan seperti cicitan seolah ia adalah makhluk paling lemah--yang otomatis paling cepat mati. Hal yang pria muda itu banggakan adalah sandirwara ketidakberdayaannya yang dapat membuat semua orang iba. Namun tidak halnya dengan keluarganya. Pria berkepala tiga yang berada di hadapannya itu mendelik, menahan istrinya yang baru saja mengangkat bokongnya dari sofa.

"Tidak usah 'Mione, biarkan saja." Komentar pria berkepala tiga itu singkat. Kata-kata singkat darinya menambah mutlak kalau pertemuan hari ini akan diselesaikan dengan 'mulus' dan 'tanpa hambatan'. Hermione melirik kedua pria yang nyaris kembar itu bergantian, ia tidak tahu harus menuruti yang mana. Ingin rasa ia mematuhi suaminya namun Hermione juga tidak tega melihat wajah memelas anaknya. Hermione menghela nafas, ia mengangkat tangan tanda menyerah. "Aku tidak ikut campur oke?" Katanya.

"Tentu saja kau ikut 'Mione, kau itu ibunya remember?" Ucapan Draco membuat Hermione mendelik malas.

"Ku pikir mengenai sifatnya yang 'enerjik' ini adalah turun darimu, Drake?" Tanya Hermione, Draco yang mendengar itu tertawa monoton. "Jadi kau menyalahkan aku? Kau juga ikut dalam 'pembuatannya' 'Mione," Hermione mengerang mendengar itu.

"Astaga Draco, bisakah kau tidak membahas itu?" Ia menyipit kesal. Tidak menyangka musang disebelahnya itu dapat berbicara bal tersebut dengan lancar. Didepan darah dagingnya yang masih polos. Namun Scorpius mendengar antara peduli dan tidak, ia masih memikirkan bagaimana bisa terlepas dari hukuman yang akan menimpanya. Draco terbatuk canggung mengingat pembicaraan mereka sudah keluar dari jalur. Ia mengkaitkan kedua tangannya dan menatap lurus Scorpius yang duduk dihadapannya.

"Jadi, Scorp..."

Scorpius menghela nafas berat. Gagal sudah rencana yang baru saja ia buat.

"Ini adalah ketiga kalinya dalam minggu ini," lanjut Draco.

Scorpius melipat bibirnya serupa garis lurus. Ia menyetujui kata-kata ayahnya dalah kepahitan. "Kalau aku boleh tahu mengapa kau mengubahnya sewarna Weasley?" Draco menahan amarahnya. Ia dongkol setengah mati saat menyebutkan nama penyihir berdarah murni itu. Surai miliknya dipegang, lalu diputar-putar sedikit seolah memamerkan. Saat ini rambut kepala keluarga Malfoy itu telah berubah warna. Jika kau melihat Draco dari jauh kau akan mengira ia adalah salah satu dari saudara Ron Weasley.

Rambut pirang platinanya berubah menjadi merah terang layaknya anak yang terlalu banyak dipanggang matahari. "Aku ... hanya iseng?" Scorpius berbicara dengan ragu. Nyalinya ciut melihat mata ayahnya yang membesar. Draco tidak percaya apa yang dikatakan oleh Scorpius. Ia mengangkat sebelah alisnya.

"Oh jadi ini adalah keisengan? Mengubah rambut ayahmu sewarna rambut mantan pacar ibumu kau anggap menyenangkan?" Kata Draco. Hermione melihat kearah Draco sinis. Ia merasa terpanggil. "Kenapa kau membawa-bawa itu?"

"Hanya ingin mengingatkan dia saja betapa aku tidak sukanya dengan Weasley." Draco berkata ketus. Scorpius mengerang, "Jangan begitu father, temanku Hugo kan juga seorang Weasley."

"Rasa tidak sukaku hanya berlaku kepada Ron." Elak Draco. Dan Hermione hanya mendecakan lidah sebal. Scorpius menatap kedua orangtuanya itu tanpa banyak bicara, ia tahu jika menimpali hanya akan menambah panjang masalahnya ini.

"Bisakah kau menyalurkan bakatmu ini ke perbuatan yang berguna?" Draco bertanya tiba-tiba.

Scorpius berkedip bingung, "Ap-apa?"

"Iya, melakukan sesuatu seperti membantu ibumu membersihkan rumah?" Usul Draco. Scorpius mengerang.

"Aku sudah memiliki pinky," sela Hermione sambil mengingat peri rumahnya yang kecil. Draco hanya melihat istrinya malas. Sepertinya Hermione tidak mengerti maksud dari perkataan Draco.

"Sayang, kau tidak membantu,"

"Memang apa yang salah?" Hermione mengangkat kedua bahunya singkat.

"Tapi aku lega ia seperti ini dari pada melihatnya beberapa tahun yang lalu," Hermione menyandarkan punggungnya di sofa. Melihat Scorpius yang kebingungan dengan senyum.

"Apa maksudmu mother?"

"Apa boleh ku ceritakan Drake?" Si pria tua itu hanya terdiam, enggan untuk menjawab dan berjalan menjauhi mereka. Menghilang di balik pintu dengan frustasi.

"Argh rambutku!!"

.
.
.

Hermione termenung, matanya hanpa melihat berbaris-baris buku tebal yang berada di genggamannya. Memang terlihat jika ia sedang membaca hanya saja halaman dari buku itu tak berubah. Pikirannya berterbangan. Lalu menghela nafas singkat dan memandang sebuah foto terbingkai kecil di meja dekat perapian. Foto keluarganya. Keluarga yang ia buat. Kedua orang yang tertawa dan ia yang tersenyum bahagia. Tentu saja Hermione bahagia, bayangkan saja ia memiliki suami yang menjadi incaran para perempuan mau itu penyihir atau muggle dan seorang anak laki-laki tampan.

Keluarga penyihir. Ingin rasanya ia menyebut keluarganya dengan nama itu namun kegelisahan masih merasuki hatinya. Dan itulah yang membuat ia termenung. Biasanya sudah dipastikan jika saja sepasang penyihir berdarah murni menikah akan mempunyai anak yang juga seorang penyihir. Walau kemungkinan kegagalan masih ada, tapi ayolah 5% bukanlah hal besar. Itu seperti lima banding sejuta anak penyihir. Keberuntungan mendapat anak yang juga memiliki ilmu sihir lebih banyak, dibandingkan dengan seorang penyihir berdarah murni yang menikahi penyihir berdarah muggle.

Hermione bukanlah orang bodoh, ia mengetahui jika saja kemungkinan mempunyai keturunan yang tidak memiliki sihir yang disebut squib (walau terlahir dari orang tua yang memiliki sihir) itu ada. Dan parahnya kemungkinan itu hampir 50%. Ketidakadilan benar adanya bagi mereka darah murni yang menikahi seorang muggle, karna memang seharusnya hukum alam harus dipatuhi. Dimana manusia sihir hidup di dunia sihir dan manusia biasa hidup di dunia biasa. Tidak saling ikut campur. Namun apa dayanya Merlin senang dengan kata 'spesial' dan membuat banyak orang biasa memiliki kekuatan yang seharusnya tidak mereka miliki.

Hermione sangat senang menjadi salah satu orang biasa yang spesial itu. Dengan kepribadiannya yang ambisius, optimis, dan selalu ingin lebih unggul dari yang lain. Mungkin itu yang membuat dia menjadi yang terpilih untuk mendapatkan 'keajaiban' ini. Teringat baginya disaat ia berusia 10 tahun, masa-masa sulitnya dimana ia dikucilkan masyarakat. Tidak mempunyai teman---karena menganggapnya aneh, keanehan mulai muncul dimana Hermione tiba-tiba dapat menerbangkan sebuah gelas disaat ia meminta minum kepada ibunya. Dan disaat itu juga bibinya; Mrs. Joanie (kakak dari nyonya Granger yang bertubuh subur dan sukanya berkomentar pedas) melihat kejadian tersebut dan jatuh terkapar sanking terkejutnya.

Lalu beberapa bulan kemudian seseorang wanita tua namun terlihat dari postur tubuhnya yang masih tegap mendatangi kediaman Granger. Setia dengan topi lancipnya dan jubah panjang menyapa keluarga muggle itu. Hermione masih tidak percaya disaat Prof. McGonagall berbicara kalau dirinya adalah seorang penyihir. Dalam benak mungkin tidak akan pernah terjadi jika saja anak keturunan manusia biasa bisa menjadi seorang penyihir, namun namanya juga merlin ... ia menyukai sesuatu yang berbeda.

Tahun-tahun awal Hermione pikir saat masuk ke Hogwarts akan sangat menyenangkan sehingga ia tak sabar dan membabat habis buku-buku pengetahuan tentang penyihir dan Hogwarts; pemberian Prof. McGonagall. Ia lupakan roda kehidupan yang berputar dan sayangnya saat itu kedudukannya sedang dibawah. Panggilan dan perilaku buruk ia terima dari seseorang yang bukan lain ada ferret bejat bersurai pirang.

"Kau melamun lagi." Sebuah tangan merangkul Hermione. Menyadarkan Hermione dari lamunannya, tak terasa punggungnya sedari tadi tegang. "Apa ada yang kau pikirkan?" Suara itu kembali berkicau.

Hermione melirik ke samping, terpampang wajah indah milik suaminya. Wajah itu menatapnya khawatir juga sendu. Draco mengetahui jika akhir-akhir ini Hermione sering melamun, namun istrinya itu tak mau membicarakannya dan membuat Draco frustasi.

"Kau harus bercerita kepadaku," putus Draco seraya mendaratkan ciuman singkat di tengkuk Hermione. "Apa yang mengganggu pikiranmu?"

Hermione menghela nafas, ia tahu bahwa cepat atau lambat kegelisahannya akan terlihat. Ia juga bukan orang yang bisa berbohong. "Aku hanya takut," gumamnya, menutup buku yang berada digenggamannya. "Sampai saat ini Scorpius belum menunjukan gelagat kalau ia mempunyai sihir ..."

Draco tidak berkomentar, dalam hati tebakannya tepat sasaran. Memang benar kalau anak tunggalnya itu belum menunjukan jika sihir mengalir dalam tubuh Scorpius. Tidak di pungkiri bahwa ia juga takut layaknya Hermione. Namun ia tidak bisa memperlihatkan rasa takutnya kepada istrinya karna hanya akan menambah buruk keadaan. Draco beranjak dari tempatnya, dan berhadapan dengan Hermione. Ia tersenyum mencoba untuk mengatakan kalau semua akan baik-baik saja dengan senyuman itu. "Kau tidak usah khawatir 'Mione."

"Tidak! Aku harus khawatir Drake! Bagaimana jika-- jika Scorpius seorang--" suara Hermione terdengar bergetar. Air mata perlahan tumpah, semua yang sudah terbendung kini turun. Hermione tidak ingin berpikiran buruk, namun kita manusia bukankah harus juga memikirkan hal buruk yang akan terjadi? Ini bukan negeri dongeng yang dimana hanya ada kebahagiaan, Bahkan dinegeri dongeng pun hal buruk juga terjadi. Dalam kepala Hermione terngiang-ngiang semua kejadian pahit yang ia alami, dimana semua penyihir jahat berdarah murni mengatakan bahwa ia hanya pembawa sial, tidak pantas berada di dunia sihir ini. Bagaimana jika ia adalah penyebab semua ini? Anaknya yang mungkin seorang Squib karena ulahnya? Ia adalah penyebab utama keluarga Malfoy tidak lagi bisa mendapatkan keturunan yang memiliki potensi menjadi penyihir. Kehadiran dia menjadi menantu pertama berdarah lupur pun dulu selalu dicemooh.

"Hermione dengar! Tidak akan terjadi apa-apa okay? Maybe Scorpius hanya telat, itu dapat terjadi." Kata Draco mengingatkan. Ia rengkuh istrinya yang ketakutan itu, mengelus surainya dengan kasih sayang. Draco merasa hatinya retak disaat melihat Hermione seperti ini, Merlin pun tahu jika ia begitu mencintai gadis ini. Tak pernah ada rasa menyesal dalam hidupnya setelah menikah dengan mutiara milik Hogwarts ini. Justru ia sangat berterima kasih kepada Hermione yang telah memberikan hidupnya kembali.

"Draco ... tapi bagaimana jika benar--"

"Aku mencintaimu. Itulah kenyataan yang harus kau terima, buang semua pikiran negatifmu. Aku tidak akan meninggalkanmu dan Scorpius anak kita. Kalian jiwaku. Kalian adalah alasan bagaimana Draco Malfoy bisa hidup sampai sekarang." Draco berbicara, menatap mata Hermione yang terdiam namun masih menangis. Semua kata-kata Draco membuat bulu kuduk Hemione merinding. Tak pernah ia melihat suaminya itu begitu serius dan tegang seperti ini. Seolah seketika semua ketegangan dan ketakutan yang ia rasakan padam dengan kata-kata Draco.

Dirasakan sebuah pelukan diterima oleh Draco. Pelukan hangat yang selalu menemaninya selama ini, ia melirik Hermione yang mengubur wajahnya kedada bidang Draco. Hermione memeluk Draco dengan erat. "Terima kasih ... untuk semuanya Draco, aku juga mencintaimu." Bisik Hermione. Draco tersenyum simpul. Mengecup puncak kepala istrinya itu. Ia meraup wajah Hermione dengan satu tangan dengan lembut, mendekatkan wajahnya mencoba untuk merasakan bibir wanita itu.

"Daddy!!! Mom!! C'mon!! We gonna late!!" Suara cempreng mendadak terdengar, seorang bocah berlari menghampiri Draco dan Hermione. Sontak kedua insan itu menjauhkan diri dan menatap anaknya dengan kikuk.

"Tenang boy, kita masih punya banyak waktu." Kata Draco menatap jam yang berada di pergelangan tangan kanannya. Disambut anggukan kecil Hermione.

Scorpius mengembungkan pipinya yang tembam. Lalu menggeleng tidak setuju. "Sepuluh menit bukan waktu yang singkat, iyakan mom?"

"Iya honey, tapi lihatlah sekarang waktu menunjukan pukul 5.10pm artinya kita masih punya waktu 20 menit lagi." Jelas Hermione.

"Apa bedanya? Lebih cepat lebih baik! Ayo-- ayo!" Scorpius itu menarik lengan kemeja Draco dengan semangat walau ia tahu kalau ayahnya tidak akan beranjak akibat tenaganya yang mungil.

.

Hermione terdiam, melihat anaknya yang berbincang-bincang dengan teman sebayanya. Saat ini keluarga Malfoy sedang ada di sebuah pesta ulang tahun. Jangan kau kira ini pesta para kalangan penyihir, ini adalah pesta biasa. Pesta ulang tahun yang diadakan sebuah keluarga muggle. Hermione memutuskan untuk terus memberikan pendidikan kepada anaknya mengenai pelajaran para muggle, karna tak dipungkiri bahwa ia adalah seorang Muggle. Hermione tidak ingin anaknya menjadi seperti keluarga darah murni yang lain; jijik pada para muggle. Dan rencananya setelah Scorpius dapat menunjukan sihirnya barulah ia akan mengeluarkan anaknya itu dari sekolah muggle. Rencananya sih.

Ia melihat Scorpius yang berjalan kearahnya. "Mom, why you sad?" Scorpius bertanya penasaran. Hermione yang mendengar itu linglung, bingung mau menjawab apa.

"I knew it, you not like this pa'elty." Cetus Scorpius dengan cadelnya.

"No--"

"Tenang saja Scorp, ibumu hanya sedang sakit perut. Kau tahu kan 'urusan wanita'," Draco menyambar percakapan mereka sembari tersenyum jahil kepada Scorpius. Anak muda itu mengangguk dan terkekeh kecil. Ia mengerti maksud ayahnya. 'Urusan wanita' yang emosian setiap bulan, ia juga ingat penderitaan ayahnya saat ibunya itu sedang di masa 'Urusan wanita'.

"Jadi kau menyukai anak itu Scorp?" Tanya Draco mengalihkan pembicaraan, menunjuk kepada seorang gadis yang berulang tahun. Scorpius melihat keraha gadis itu dan mengangguk. "Namanya Jessica, dad." Jawab Scorpius.

"Nice." Kata Draco. Scorpius ikut menyeringai. Like father like son.

"Cepatlah kesana, sepertinya ia akan meniup lilinnya." Kata Hermione yang akhirnya terkekeh. Scorpius pun pergi meninggalkan kedua orang tuanya dan menghampiri Jessica.

Hermione mendengar Scorpius yang bertanya kepada Jessica apakah dirinya bisa ikut meniup lilin ulangtahun milik Jessica. Dan gadis itu malu-malu mengiyakan perkataan Scorpius. Sesaat ketika Scorpius ikut meniup lilin itu;

Keributan pecah.

Keributan berasal dari Jessica yang menangis histeris melihat kue ulang tahunnya terbang, melayang dan terlempar ke luar jendela rumahnya. Scorpius yang melihat itu pun hanya bisa melongo, seperi yang di ekspresikan oleh Draco dan Hermione. Seluruh tamu pun berhamburan kebingungan dan juga takut.

"Well, Hermione sudah ku bilang kita hanya menunggu waktu." Komentar Draco.

.
.
.

Scorpius meringis, seolah tak percaya apa yang baru saja diceritakan oleh ibunya. "Serius? Aku dulu kaya gitu?" Tanyanya dramatis.

Hermione tertawa dan mengangguk. "Kau harus lihat ekspresimu disaat Jessica memarahimu dan tidak ingin berteman denganmu lagi hihihi~"

"Mother...." erang Scorpius.

"Kau tidak mau makan selama seharian penuh dan menangis seperti orang yang baru saja putus cinta." Lanjut Hermione tak memberi ampun untuk menjahili Scorpius. Dan anak itu hanya mendecih sebal.

"Ku dengar kau akan bermain dengan Jonas hari ini?" Tanya Hermione sembari meminum tehnya yang sudah mendingin. Scorpius mengangguk. "Nanti ia akan kesini, mungkin sekitar--"

"Malfoy! Aku datang!" Kedua ibu anak itu mendengar suara seorang Jonas Zabini dari ruang tamu.

"Ah itu dia," Seru Scorpius. Ia menatap Hermione "Aku pergi dul--"

"HAHAHA UNCLE DRACO APA YANG TERJADI DENGAN RAMBUTMU!!??"

"Hei Jonas! Apakah aku pernah bercerita ketika pertama kali  Scorpius menggunakan sihirnya?"

"NO???!! FATHER!!!"

Wow

Singkat sekaleh ya?

Sebenarnya gue ga ada niat buat lanjutin ini ff, entah mengapa gua lagi sibuk banget sampe ga bisa buat cerita. Ckckck maklum mau kuliah gimana yap....

Makasih udah baca cote dan konen ditunggu oke.

Warning:

Mood baik bisa jadi membuat gue update tanpa sebab. Makasih

Continue Reading

You'll Also Like

149K 15.6K 36
'Haruno Sakura' Sasuke tidak percaya nama itulah yang kini tercantum pada name tag gadis berparas bidadari di hadapannya. Benarkah itu dia? Si merah...
420K 24.6K 35
Aku hanya gadis biasa yang terlahir dari keluarga dengan aturan-aturan yang menekan. Memang memberatkan, namun setelah aku menemukannya, kehidupannya...
24.7K 2.6K 6
6 tahun bersekolah di Hogwarts, Hermione selalu mendatangi tempat itu. Padang rumput kecil yang tak pernah didatangi oleh orang selain dia dan―Draco...
817K 39.4K 40
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...