'I think i'm afraid to be happy. Because when i do get too happy, something bad always happens.'
Author POV
Eunha atau gadis yang memiliki nama asli Jung Eunbi itu terkadang berspekulasi, mengapa persoalan tentang suatu hubungan begitu sulit diselesaikan? Tidak ada rumus-rumus atau clue yang membantu sama sekali. Dia akui memang otaknya sangat bodoh jika menyangkut tentang hal ini. Jung Eunha dari kelas aksel seketika akan menjadi si dungu bila berhadapan dengan Jeon Jungkook serta kejutan yang dimiliki oleh lelaki itu. Semua tentang keadaan ini, tak ada satupun yang ia mengerti kecuali mungkin—dirinya dan Jungkook benar-benar berakhir. Seakan putus, retak, rusak atau apalah itu. Hubungan merka bisa dikatakan bertambah buruk, tak ada satupun dari mereka yang mau memulai untuk memperbaiki.
Baiklah, mungkin disini pihak yang harusnya menjelaskan adalah Jungkook, mengingat sikap lelaki itu yang sangat aneh ketika mereka terakhir kali bertemu. Eunha jelas-jelas berjuang dengan sepenuh tenaga seperti yang ia katakan untuk tidak terlihat lemah, untuk tidak menekan Jungkook dengan memberikan lelaki itu kebebasan bersama Nayeon, tapi apa balasam yang ia dapat? Tak ada satupun yang bersifat baik, semuanya buruk.
Nampaknya, Eunha harus berkali-kali mengatakan pada dirinya sendiri bahwa sisi yang berjuang sepenuh tenaga hanyalah dia seorang. Hanya dan akan selalu, takkan ada yang berubah meski Jungkook bersumpah dihadapannya sekalipun. Entah sampai kapan dia akan bertahan, bahkan kata 'bertahan' mungkin terdengar sedikit aneh untuk keadaan ini. Ingatkan Eunha kalau hubungan mereka berada diujung tanduk, cepat atau lambat lelaki itu akan kembali pada Nayeon—gadis pertama yang menempati hatinya, lalu akan membuang Eunha si gadis singgahan.
Menyedihkan.
Berbicara soal Mingyu, lelaki itu sudah mengumbar identitasnya seperti beberapa saat lalu dan naasnya Jungkook juga tahu identitas asli Mingyu. Lantas itukah alasan Jungkook bersikap dingin pada Eunha? Entahlah, tak ada yang tahu.
"Kau tidak apa-apa ditinggal sendiri? Maaf, tapi kami semua punya urusan yang lain. Kau boleh pulang kalau kau ingin."
Gadis berambut sepinggang itu memang tengah mengurus beberapa pekerjaan bersama teman sekelompoknya. Hari ini, mereka semua sepakat melakukannya di salah satu kelas kosong. Semuanya berjalan lancar hingga satu-persatu dari mereka meminta izin untuk pulang lebih dulu, Eunha sendiri mengerti semua teman kelompoknya itu memiliki kerja paruh waktu.
"Hm. Tak apa, jangan khawatirkan aku. Nanti, akan kukirimkan revisinya melalui email bisa, kan?"
"Tentu, kalau begitu aku duluan."
"Hn."
Sampai pada akhirnya dia sendiri, saat yang lainnya sudah berlalu gadis ini masih enggan beranjak dari ruangan itu. Usai Jena—teman sekelompoknya pamit, bukannya melanjutkan kegiatannya Eunha malah menjatuhkan kepalanya pada tumpukan buku-buku berisikan berbagai materi diatas meja. Wajahnya tertutup sempurna oleh rambut panjang yang ia miliki. Mungkin tak ada yang tahu, tapi sebenarnya ia merasa sangat lelah. Entah apa yang sudah terjadi, hingga hembusan nafas berat itu akhirnya keluar, menandakan dengan pasti bagaimana kondisinya sekarang.
"Aku lelah, rasanya ingin kembali ke Jepang bersama Mingyu."
Tak ada yang tahu arti dibalik kalimat keluh kesahnya barusan. Eunha berujar bahkan tanpa pemikiran terlebih dulu. Maksudnya, masalah tentang dirinya yang merasa lelah mungkin bisa dimaklumi tapi tentang kembali ke Jepang, bersama Mingyu. Apa dia akan pergi sungguhan?
"Aku benci merasa kesepian."
Lagi, ia hanya bisa mengeluh tanpa bisa berbuat apapun. Untuk sekarang, dia benar-benar merasa sendirian. Sungguh, dia butuh seseorang siapapun itu. Mingyu, Yuna atau Jimin juga boleh. Ataupun Jungkook kalau bisa. Dia ingin menjelaskan seberapa tersiksa dirinya selama ini dihadapannya. Dia ingin kelincinya itu bisa berada disini sekarang juga. Tapi apa? Eunha yakin kalau Jungkook sedang bersama Nayeon, dan dia tidak mau menjadi si pemeran pendukung yang datang tanpa diharapkan.
"Sakit..."
Tidak terlalu jelas, rasa sakit itu ia ungkapkan untuk apa. Tapi dari raut wajahnya benar-bemar terlihat sekali jika Jung Eunha tengah menderita. Dalam hitungan detik, kepala itu terangkat bersama dengan terbawanya rambut panjang nan hitam miliknya, terlihat bekas-bekas air mata disana. Wajah pucat itu kembali menggerayangi wajah cantiknya. Langkah itu teramat lemah, begitu gontai dan lemas tapi Eunha tetap memaksakan tungkainya menapak. Hari ini sedikit berbeda dari biasanya, dia mengenakan celana jeans sedikit kebesaran jika biasanya yang ia kenakan adalah rok mini atau dress selutut. Bibir cherry miliknya bergetar seperti menahan sesuatu seiring banyaknya langkah yang ia buat. Keringat dingin bahkan perlahan mulai mengalir dari pelipis serta dahi putihnya.
Perjalanan menuju gerbang terasa begitu jauh karena kondisinya saat ini. Eunha memutuskan untuk pulang setelah membereskan semua perlatannya. Hanya untuk sampai ke lobi saja dia butuh tenaga ekstra. Langkah yang tadinya berat kini bertambah berat kala seseorang yang tak seharusnya hadir kini tersuguh tepat didepan matanya, tentu tanpa sepengetahuan mereka.
Disana, diujung lobi—bersebrangan dengan posisinya, Eunha serasa mengulang kejadian beberapa waktu lalu. Saat-saat dimana Jungkook mencoba mengabaikan perkataannya dan berakhir dengan perasaan yang ia lupakan. Tapi ini jelas berbeda, Jungkook tidak sendiri, ia bersama Nayeon—si pendamping. Posisi mereka tak terpaut jauh, tapi posisi Jungkook dan Nayeon yang mengobrol menyamping hingga tak memungkinkan mereka untuk menyadari keberadaan Eunha diseberang sana.
"Tidak baik membandingkannya denganku. Apalagi mengatakan kalau kau menerimanya karena pribadinya mirip denganku. Omong-omong, kenapa tidak coba katakan yang sejujurnya?"
"Tidak Yeon, kondisinya sedang tidak bagus."
"Mau sampai kapan? Kapan kondisinya akan berubah?"
"Aku tahu ini rumit."
"Ayolah, katakan yang sejujurnya, kenapa begitu sulit?"
"Kau tidak mengerti."
"Katakan saja, waktu itu kau mengantarku kerumah sakit karena kondisiku yang tengah mengandung!"
"Yeon!!!"
Takkkkk!
Gawat!
Eunha terlalu terkejut saat ponselnya bergetar secara mendadak hingga ia lepas kontrol dan menjatuhkannya begitu saja. Bodohnya lagi, ia berhasil menarik perhatian kedua orang yang tengah berbicang serius diseberang sana. Demi neptunus, Eunha bahkan tidak mengharapkan pembicaraan ini sampai ketelinganya sekalipun. Salahkan waktu mereka yang bertepatan. Baik Jungkook maupun Nayeon sama-sama terkejut mendapati Eunha yang terlihat buru-buru memungut ponselnya yang terjatuh. Keduanya sama-sama berpikir hal buruk kalau saja Eunha mendengar semua percakapan barusan.
"M-maaf, kalian bisa lanjutkan. Permisi," buru-buru Eunha berlari, secepat mungkin asal bisa menghindar dari Jungkook dan Nayeon tanpa mempedulikan teriakan mereka yang memanggil namanya.
Apa tadi Nayeon bilang? Jungkook menerimanya hanya karena pribadinya yang menurut Jungkook mirip dengan Nayeon? Jadi selama ini, selama menjalin hubungan hanya Nayeon yang lelaki itu pikirkan? Bahkan sampai seperti itu? Itu alasan kenapa Jungkook terkadang merubah sikapnya? Mungkin disaat dia bersikap dingin, saat itu yang ia lihat benar-benar sosok Eunha. Bukan Eunha yang menjelma menjadi Nayeon seperti pemikirannya. Dan lagu, Nayeon bilang dia tengah mengandung?
Itu artinya,
'Kurasa aku akan lebih hancur mulai dari sekarang. Kuharap si bodoh takkan mengambil alih diriku lagi. Kumohon, aku sudah lelah.'
"Eunha!"
"Mingyu!"
Dalam satu gerakan dan tanpa pikir panjang Eunha langsung mendekap tubuh menjulang Mingyu. Mingyu memang akan menjemput Eunha. Tanpa melihat kondisi, tak peduli Mingyu nantinya merasa bingung atau bagaimana, Eunha tetap saja memeluk Mingyu dengan erat.
Tak mau bertanya lebih dulu Mingyu hanya memilih mendekap balik tubuh mungil milik Eunha dengan satu tangannya yang bebas mengusap surai panjang gadis itu. "Kau kenapa? Apa yang terjadi?"
Melepaskan tautan, Eunha lantas mendongak menatap Mingyu yang jelas lebih tinggi darinya. Sesuatu memang sudah terjadi, pikir Mingyu. Hanya dengan melihat wajah Eunha yang kacau Mingyu sudah bisa mengerti.
'Baiklah, kurasa inilah yang terbaik.'
"Bantu aku, bantu aku melupakannya. Aku lelah, aku ingin pergi dari sini. Kumohon bantu ak—"
"Jung Eunha, bangun!"
Apa yang menghantamnya mungkin terlalu berat hingga ia sendiri tidak dapat menahannya sampai pada akhirnya ia tumbang. Belum sempat menyelesaikan perkataan, Eunha lebih dulu kehilangan kesadarannya. Tubuhnya merosot begitu saja tanpa aba-aba. Beruntung Mingyu dengan sigap menahannya, sumpah demi apapun Mingyu sangat mengkhawatirkan gadis ini.
"Sebenarnya apa saja yang sudah kau lewati?"
'Maaf, tapi kurasa aku menyerah.'
See you next chapter ✌✌✌